Anda di halaman 1dari 5

GANGGUAN JIWA PADA REMAJA

1. Gangguan Neurosis Depresi


Neurosis depresi menyatakan pola berfikir dan prilaku yang maladaptif dan berulang
yang menyebabkan depresi. Pasien sering kali penuh kecemasan, obsesi dan rentan
terhadap somatisasi. Dalam klasifikasi menurut pedoman penatalaksanaan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini masuk dalam kategori diagnostik gangguan
distimia dalam gangguan suasana perasaan (mood / afektif) menetap.
a. Etiologi
Terdapat faktor biologis yaitu kelainan tidur dan kelainan neuroendokrin
Dilaporkan adanya kesalahan perkembangan kepribadian dan ego, yang memuncak
dalam kesulitan beradaptasi pada masa remaja dan dewasa muda
b. Manifestasi klinis
Gangguan ini ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan atau
berkurangnya dan tidak adanya minat pada aktifitas. Pasien kadang – kadang dapat
sarkastik, nihilistik, memikirkan hal yang sedih, membutuhkan dan mengeluh.
Mereka dapat juga tegang, kaku dan menolak intervensi terapeutik
Gejala penyerta adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang
rendah, hilangnya energi, retardasi psikomotor, penurunan dorongan seksual dan
preokupasi obsesi dengan masalah kesehatan
c. Perjalanan penyakit dan prognosis
Kira – kira 50 % pasien mengalami timbulnya gejala yang samar-samar sebelum
usia 25 tahun. Prognosis bervariasi.
d. Diagnosis
Kriteria diagnostik memerlukan adanya mood yang terdepresi pada sebagian
besar waktu untuk sekurangnya dua tahun (atau satu tahun untuk anak-anak dan
remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostik, pasien tidak boleh memiliki gejala
yang lebih baik dilaporkan sebagai gangguan depresi berat. Pasien tidak boleh
memiliki episode manik atau hipomanik.
e. Penatalaksanaan
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun prilaku merupakan
pengobatan yang paling efektif untuk gangguan ini.

1
f. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
1) Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak berharga.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
akibat stres emosional.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesedihan, ketegangan.
4) Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan perasaan tidak lagi
membutuhkan obat-obatan.

2. Gangguan Obsesi Kompulsi


b. pengertian
Obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu. Kompulsi
adalah pikiran atau prilaku yang disadari, dibakukan, dan rekurens, seperti
berhitung, memeriksa atau menghindari.
c. Etiologi
Terdapat hipotesis bahwa ada keterlibatan disregulasi serotonin. Pada PET
ditemukan peningkatan aktifitas di lobus frontalis, ganglia basalis, dan singulum.
35 % pasien gangguan ini memiliki sanak saudara derajad pertama dengan
gangguan yang sama.
Teori psikodinamis menyatakan adanya hubungan dengan beberapa mekanisme
pertahanan antara lain psikologi, isolasi, undoing, reaksi formasi.
d. Manifestasi klinis
Gejala mungkin bertumpang tindih dan berubah sesuai dengan berjalannya
waktu. Gangguan ini memiliki 4 pola gejala utama, yaitu obsesi terhadap
kontaminasi, obsesi keragu-raguan diikuti oleh pengecekan yang kompulsi, pikiran
obsesional yang mengganggu, dan kebutuhan terhadap simetrisitas atau ketepatan.
Gejala-gejala obsesi harus mencakup hal – hal berikut :
- harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
- Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh pasien.
- Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenagan (tidak termasuk sekedar perasaan lega
dari ketegangan).

2
- Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesi, terutama pikiran obsesi, dengan depresi.
Pasien gangguan obsesi kompulsi sering kali juga menunjukkan gejala depresi dan
sebaliknya pasien gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran – pikiran
obsesi selama episode depresinya.
Gejala obsesi sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom tourette,
atau gangguan mental organik harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut
e. Perjalanan penyakit dan prognosis
Sebagian besar gejala muncul secara tiba-tiba, terutama setelah suatu peristiwa
yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, atau kematian
seorang sanak saudara.
Perjalanan penyakit biasanya lama dan bervariasi, beberapa berfluktuasi, namun
ada pula yang konstan
Prognosis buruk bila pasien mengalah pada kompulsi, berawal pada masa anak-
anak, kompulsi yang aneh, perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat
yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang, dan
adanya gangguan kepribadian.
Prognosis baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan sifat gejala yang episodik
f. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsi
atau keduanya, harus ada hampir setiap hari sedikitnya dua minggu berturut – turut.
Hal ini merupakan sumber penderitaan atau gangguan aktifitas pasien
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi dan psikoterapi
Pengobatan farmakoterapi standar adalah dengan obat spesifik serotonin seperti
klomipramin atau penghambat ambilan kembali serotonin spesifik (SSRI) seperti
fluoksetin.
Bila terapi gagal, terapi dapat diperkuat dengan menambahkan litium atau
penghambat monoamin oksidase (MAOI), khususnya fenelzin.

3
Psikoterapi meliputi terapi prilaku dengan disensitisasi dan terapi keluarga bila
terdapat faktor disharmoni keluarga yang mempengaruhi timbulnya gangguan
tersebut.
h. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
1) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan ritualistis obsesi
yang mengganggu pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari.
2) Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan konsentrasi dan kontrol
impuls buruk sekunder akibat pola pikiran obsesif.
3) Isolasi sosial yang berhubungan dengan ketakutan akan kerentanan
yang berkaitan dengan kebutuhan akan kedekatan dan rasa malu terhadap
prilaku ritualistis.
4) Ansietas yang berhubungan dengan ancaman yang dirasakan dari
peristiwa aktual atau yang diantisipasai.

3. Reaksi Terhadap Stres Berat


Pada gangguan ini harus terdapat suatu stres emosional yang besar yang akan
traumatik akan semua orang
a. Etiologi
Respon subyektif terhadap trauma lebih berperan daripada beratnya stres. Faktor
predisposisi yang membuat seseorang rentang adalah:
- adanya trauma masa anak-anak
- sifat gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependent, atau antisosial.
- sistem pendukung yang tidak adekuat
- kerentanan genetik
- perubahan hidup penuh stres yang baru terjadi
- persepsi lokus kontrol eksternal, bukan internal
- penggunaan alkohol yang baru
b. Manifestasi Klinis
Gambaran klnis utama adalah pengalaman ulang peristiwa yang menyakitkan,
suatu pola menghindar dan kekakuan emosional, serta kesadaran berlebihan yang
hampir menetap.
Karakteristik dan kategori ini tidak hanya atas identifikasi dasar simtomatologi dan
perjalanan penyakit,akan tetapi juga atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus :

4
 Suatu stres kehidupan yang luar biasa yang menyebabkan reaksi stres akut
 Atau suatu perubahan penting dalam kehiupan,yang menimbulkan situasi
tidak nyaman yang berkelanjutan dengan akibat terjadi gangguan penyesuaian.
Gangguan dalam kategori ini selalu merupakan konsekuensi langsung dari stres akut
yang berat atau trauma yang berkelanjutan.
Stres yang terjadi atau faktor tidak nyaman yang berkelanjutan merupakan faktor
penyebab utama dan tanpa hal itu gangguan tersebut tidak akan terjadi.
Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptif terhadap stres berat
atau stres berkelanjutan dimana mekanisme penyesuaian tidak berhasil mengatasi
sehingga menimbulkan masalah dalam fungsi sosialnya.
c. Perjalanan penyakit dan prognosis
Kira – kira 30 % pasien pulih dengan sempurna, 40 % terus menderita gejala
ringan, 20 % terus menderita gejala sedang, dan 10 % tidak berubah atau memburuk.
Umumnya orang yang sangat muda atau sangat tua lebih mengalami kesulitan.
d. Terapi
Pendekatan utama adalah mendukung, mendorong untuk mendiskusikan peristiwa,dan
pendidikan tentang berbagai mekanisme mengatasinya.
Uji klinik menyatakan imipramin dan amitriptilin baik.Obat lain yang mungkin
berguna adalah SSRI, MAOI dan anti konvulsan.
e. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
1) Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan perasaan tidak
percaya dan rasa curiga terhadap orang lain.
2) Ketidakefektifan menyangkal yang berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk menerima perasaan sendiri dan tanggung jawab terhadap tindakan
sekunder akibat harga diri yang rendah.
3) Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan keenggangan untuk makan sekunder akibat ketakutan
akan keracunan.
4) Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengevaluasi realitas sekunder akibat perasaan tidak percaya.
5) Isolasi sosial yang berhubungan dengan ketakutan dan rasa tidak percaya
pada situasi dan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai