Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

RESUME

ISLAM DISIPLIN ILMU

OLEH :

ANDI AHMES LESTARI

15120190090

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UMI

MAKASSAR

2019
RESUME BLOK IDI

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami peran apoteker dalam


penyerahan obat Narkotik dan Psikotropika di apotek (BPOM no 4, 2018)
 Peran apoteker
1. Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib
bertanggung jawab terhadap penyerahan Narkotika, Psikotropika
dan/atau Prekursor Farmasi.
2. Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Golongan
Obat Keras kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep
dokter.
3. Resep yang diterima dalam rangka penyerahan Narkotika,
Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi wajib dilakukan skrining
4. Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan lengkap; tidak
dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi
blanko resep.
5. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat menyerahkan Narkotika,
Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi kepada pasien.
6. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan resep yang
ditulis oleh dokter yang berpraktek di provinsi yang sama dengan
Apotek tersebut, kecuali resep tersebut telah mendapat persetujuan
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat Apotek yang akan
melayani resep tersebut.
7. Dalam menyerahkan Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi
berdasarkan resep, pada resep atau salinan resep harus dicatat nama,
alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi dari pihak yang
mengambil obat
8. Penyerahan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi, termasuk dalam bentuk
racikan obat.
9. Resep harus memuat:
a. Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter;

b. Tanggal penulisan resep;

c. Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat;

d. Aturan pemakaian yang jelas;

e. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;

f. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep

2. Mahasiswa mampu dan menjelaskan penggunaan obat khusus


1. Penggunan obat tetes mata (ISFI, 2009)
Mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun, kepala dimiringkan sedikit
kebelakang, kemudian jari telunjuk menarik kelopak mata kebawah hingga
membentuk lekukan. Langkah selanjutnya adalah meneteskan obat mata ke
dalam lekukan mata dan menutup mata pelan-pelan. Jangan kedip-kedipkan
mata dan membiarkan mata tertutup selama 1-2 menit.
2. Penggunaan obat insulin (Depkes, 2005)
Sediaan insulin tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya
dikemas dalam bentuk vial. Penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit).
Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat
terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas dan
bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam, maka penyerapan akan
terjadi lebih cepat, dan masa`kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang
dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat waktu mula kerja
(onset) dan juga mempersingkat masa kerja. Selain dalam bentuk obat suntik,
saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet
injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit.
Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena
juga tersedia untuk penggunaan di klinik.
3. Penggunaan Pil KB (BPOM, 2012)
Minum pil harus dimulai pada saat menstruasi, untuk menjamin bahwa
tidak sedang terjadi kehamilan pada wanita tersebut. Pil pertama yang diminum
pada kemasan 28 haruslah pil yang ditandai dengan bagian yang diarsir pada
bagian belakang kemasan tablet. Untuk menghindarkan wanita terlupa minum
pil, sangat dianjurkan untuk minum pil pada jam yang sama setiap hari sesuai
dengan hari dan mengikuti tanda panah yang ada pada bagian belakang
kemasan tablet. Sangat dianjurkan untuk minum pil pada waktu yang sama
setiap harinya, agar perlindungan terhadap kehamilan dapat dimaksimalkan.

3. Mahasiwa mampu memahami peraturan DOWA (Menkes, 1990)


1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang OBAT WAJIB APOTIK yaitu obat keras
yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep
dokter
2. Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB APOTIK ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
3. Obat yang tercantum pada lampiran Keputusan ini dapat diserahkan oleh
Apoteker di Apotik dan selanjutnya disebut OBAT WAJIB APOTIK No. 1 Obat
wajib pajak ini dapat ditinjau kembali dan disempurnakan setiap waktu sesuai
dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Apoteker di Apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat di maksud
dictum kedua diwajibkan :
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan
dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek
samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penggunaan psikotropik dan
narkotika dan precursor (BPOM, 2018)
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. pengadaan;
b. penerimaan;
c. penyimpanan;
d. penyerahan;
e. pengembalian;
f. pemusnahan; dan
g. pelaporan.

5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pelayanan swamedikasi dan


konseling
1. Swamedikasi (IAI, 2016)
a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dengan mempertimbangkan kondisi
pasien,pedoman terapi, serta regulasi.
b. Memberikan pilihan obat/sediaan farmasi, produk, serta kekuatan yang tepat
sesuai kebutuhan pasien, pedoman terapi, dan regulasi sebagai
pertimbangan keputusan pasien.
c. Mengedukasi pasien tentang indikasi obat atau sediaan farmasi lainnya, cara
penggunaan, batasan penggunaan, serta efek samping potensial.
d. Menjelaskan kondisi penyimpanan yang tepat kepada pasien dan
memastikan sediaan obat dan/atau sediaan farmasi lainnya disimpan secara
tepat a.l. dari sisi kelembapan,suhu, tanggal daluwarsa.
e. Mengedukasi pasien mengenai alasan dan risiko terkait permintaan sediaan
farmasi yang tidak bisa dilayani.
f. Menjelaskan batasan swamedikasi dan merujuk pasien dengan tepat ke
dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan.
g. Mendokumentasikan pelayanan swamedikasi yang dilakukan.
2. Konseling (Permenkes no 73, 2016)
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan
pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.

6. Mahasiswa mampu dan menerapkan kode etik apoteker terhadap pasien dan
teman sejawat (ISFI, 2009)
a. Kode etik apoteker terhadap pasien
Pasal 9 : Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
b. Kode etik apoteker terhadap teman sejawat
Pasal 10 : Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 : Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling
menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
Pasal 12 : Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker di dalam memelihara
keluharan martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penggunaan obat dalam
pandangan islam (Muflih, 2013)
1. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan
Prinsip ini menunjukkan bahwa berobat dengan menggunakan zat-zat
yang diharamkan sementara kondisinya tidak benar-benar darurat, maka
penggunaan zat tersebut diharamkan
2. Berobat kepada ahlinya (ilmiah)
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus ilmiah.
Dalam arti dapat diukur. Seorang dokter dalam mengembangkan
pengobatannya dapat diukur kebenaran metodologinya oleh dokter lainnya.
Sementara seorang dukun dalam mengobati pasiennya, tidak dapat diukur
metode yang digunakannya oleh dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat
diukur disebut tidak ilmiah dan tidak metodologis.
3. Tidak menggunakan mantra (sihir)
Hal ini harus menjadi perhatian besar dari orang-orang yang mendatangi
pengobatan alternatif. Memperhatikan dengan seksama, apakah pengobatan
yang dilakukannya itu menggunakan sihir atau tidak. Pengobatan yang
melibatkan unsur unsur syirik adalah termasuk salah satu bentuk kemusyrikan.
Tiga prinsip inilah yang harus ditransformasikan kepada masyarakat secara
umum.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian dari Instalasi farmasi


(BPOM, 2018)
1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian dari rumah sakit yang merupakan
unit pelaksana fungsional yang diberikan kewenangan untuk
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian
di rumah sakit.
2. Instalasi Farmasi Klinik adalah bagian dari klinik atau balai pengobatan yang
bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di klinik atau balai pengobatan.

9. Mahasiswa mampu mengetahui UU narkotika, psikotropika dan precursor


(BPOM, 2018).
1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5126);

10. Mahsiswa mampu memahami dan menjelaskan standar pelayanan


kefarmasian di apotek (Permenkes, 2016)
1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan.
3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Anda mungkin juga menyukai