FRAKSI OTSUS PADA DPRD PROPINSI PAPUA BARAT Ibu Monika Jitmau
FRAKSI OTSUS PADA DPRD PROPINSI PAPUA BARAT Ibu Monika Jitmau
DI SUSUN OLEH :
NAMA
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karuniaNya kepada kami sehingga kami dapat meyelesaikan Makalah yang berjudul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIH PEMULA TERHADAP PEMILIHAN
UMUM LEGISLATIF”. Ini sesuai dengan yang kami harapkan tak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak atas bimbingan dan arahan dalam penulisan Makalah ini. Juga
kepada pihak-pihak yang terkait yang telah bekerjasama sehingga Makalah ini dapat
terselesaiakan.
Kami harapkan dengan membaca Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua
dalam hal ini dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai “Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilih pemula terhadap Pemilihan Umum Legislatif khususnya bagi kami
Kelompok Empat (IV) disamping itu kami menyadari bahwa Makalah ini memang masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang
dimaksudkan untuk penyempurnaan Makalah ini.
KELOMPOK IV
FRAKSI OTSUS PADA DPRD PROPINSI PAPUA BARAT
Keberadaan Fraksi Otsus di DPR Provinsi Papua Barat bukan saja dilandasi oleh amanat
pasal 6 ayat (20 dan ayat (4) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 tAHUN 2008
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi
Selanjutnya, keberadaan Fraksi Otsus di DPR Provinsi Papua Barat semakin diperkuat dengan
justru memperkuat amanat Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) dari Undang Undang Nomor 21 Tahun
2001 tersebut yang memungkinkan anggota DPR Provinsi Papua Barat dihasilkan melalui 2
(dua) mekanisme, yaitu mekanisme pemilihan umum dan dengan cara diangkat.
Pengangkatan itulah yang mendasari lahirnya Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi
Papua Barat Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Keanggotaan DPR Papua Barat yang ditetapkan
melalui mekanisme pengangkatan. Inilah dasar hukum penting dari lahirnya Fraksi Otsus dalam
“Pengusulan dan Tata Cara Seleksi Keanggotaan DPR Papua Barat yang ditetapkan melalui
mekanisme pengangkatan. Itu artinya dari segi praktek hukum tata negara di Indonesia, termasuk
di Provinsi Papua Barat ini, legitimasi dan atau legal standing (posisi hukum) dari Fraksi Otsus
ada dan sudah terpenuhi Sehingga tidak perlu dikuatirkan oleh siapapun, bahkan tidak dapat
disebut sebagai pengabaian terhadap undang undang. Karena semua prasyarat dan prosedur serta
sudah dipenuhi.
Apabila dipandang bahwa ada kesalahan prosedur dalam konteks pembentukan hukum mengenai
eksistensi Fraksi Otsus, maka tentu jalurnya sesuai mekanisme dapat diuji materilkan (judicial
review) ke Mahkamah Agung bagi peraturan daerah khusus maupun Undang Undang Nomor 21
Tahun 2001 dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 terhadap UUD 1945 melalui
Fraksi Otonomi khusus DPR PB dengan jumlah 11 kursi dan memiliki kursi terbanyak di
DPR Papua Barat, tidak diakomodir KPU Provinsi Papua Barat untuk mendaftarkan pencalonan
pasangan kandidatnya karena UU Pilkada.Fraksi Otsus DPR PB mewakili masyarakat adat dan
mendapat otonomi khusus dimana memiliki kekhususan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi berfungsi antaranya adalah sebagai “The Guardian of Constitution”, serta
penjaga hak-hak konstitusional bagi setiap warga Negara RI termasuk kelompok Masyarakat
Hukum Adat asli Orang papua yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan sebagai
Fraksi Otonomi Khusus yang mewakili Masyarakat Adat ini adalah Masyarakat Adat
Orang Papua Asli yang berdomisili pada wilayah hukum Adat DOBERAI dan BPMBERAI yang
Selatan dan Pegunungan Arfak dengan 3 kursi. Cluster 2 Wilayah Adat Sorong Raya meliputi
Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybal, Kabupaten
Raja Ampat serta Kabupaten Tambrauw dengan 5 kursi. Cluster 3 Wilayah Adat Kuri Wamesa
meliputi Kabupaten Fak Fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten
Pengesahan Fraksi Otonomi Khusus ini diyakini Masyarakat Adat Orang Papua Asli yang
berdomisili pada wilayah hukum Adat DOBERAI dan BPMBERAI tidak lagi jadi penonton di
pesta demokrasi.
Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat dalam kerangka Otonomi Khusus Papua yang telah selesai
dibahas oleh DPRD Papua Barat dan pemerintah daerah Provinsi Papua Barat. Pasalnya, hingga
“Pada prinsipnya, berbagai proses pembahasan Raperdasus yang sudah selesai dibahas oleh para
wakil rakyat dengan pemerintah daerah, harus dihormati dan dihargai. Pekan ini, DPR RI akan
tersebut,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya saat menerima perwakilan DPRD Papua Barat, di
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD Papua Barat Pieters Kondjol, Ketua Fraksi
Otonomi Khusus DPRD Papua Barat Yan Anton Yoteni, Anggota DPRD Papua Barat Rudi
Timisela, Sahaji Refidesu dan Abu Rumkel. Sedangkan Bamsoet ditemani Anggota DPR RI
melalui jalur otonomi khusus sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan, yaitu Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jo Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2008. Khususnya, pasal 6 ayat 2 yang berbunyi DPRD Papua Barat terdiri dari
Ketua DPRD Papua Barat Piters Kondjol menjelaskan, penambahan Anggota DPRD Papua Barat
jalur otonomi khusus dari 11 menjadi 13 menyesuaikan dengan jumlah kabupaten/kota di Papua
Barat. “Penambahan dilakukan untuk memastikan agar orang asli Papua tetap bisa menjadi wakil
kabupaten/kota,” ujarnya.
Meski masih terdapat perbedaan pandangan antara Kemendagri dengan DPRD Papua Barat
menyangkut Raperdasus tersebut, politisi Partai Golkar ini tetap mendorong agar DPRD Papua
Barat tidak mengendurkan semangat kebangsaan. Sebagai representasi daerah, DPRD Papua
Barat harus tetap menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara
“Dinamika hubungan antara pusat dan daerah adalah hal yang biasa.Argumen dari masing-
masing pihak, baik pusat maupun daerah, pasti ditujukan demi kepentingan bangsa dan negara
yang lebih besar.Tinggal bagaimana menjembatani kedua argumen ini, agar tidak ada yang perlu
merasa benar dan tidak ada yang merasa salah.Saat komunikasi antara pusat dan daerah hampir
buntu, DPR RI akan menjadi jembatan agar keduanya bisa kembali selaras," pungkas Bamsoet.
at+Segera+Disahkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
I. Keberadaan Fraksi Otsus Pada DPRD Propinsi Papua Barat dilandasi Oleh :
a. Pasal 6 Ayat (20 Dan Ayat (4) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana Dirubah Dengan Undang Undang Nomor 35
Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor
1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang
selaras dengan amanat Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) dari Undang Undang Nomor 21 Tahun
2001 tersebut yang memungkinkan anggota DPR Provinsi Papua Barat dihasilkan melalui
2 (dua) mekanisme, yaitu mekanisme pemilihan umum dan dengan cara diangkat.
c. Lahir Perdasus Provinsi Papua Barat Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Keanggotaan DPR
Inilah dasar hukum dari lahirnya Fraksi Otsus dalam DPR Provinsi Papua Barat.
II. Meski masih terdapat perbedaan pandangan antara Kemendagri dengan DPRD Papua Barat
menyangkut Raperdasus tersebut, politisi Partai Golkar ini tetap mendorong agar DPRD
Papua Barat tidak mengendurkan semangat kebangsaan. Sebagai representasi daerah, DPRD
Papua Barat harus tetap menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.“Dinamika hubungan antara pusat dan daerah adalah hal
yang biasa. Argumen dari masing-masing pihak, baik pusat maupun daerah, pasti ditujukan
demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Tinggal bagaimana menjembatani
kedua argumen ini, agar tidak ada yang perlu merasa benar dan tidak ada yang merasa salah.
SARAN :
Menempatkan Orang Papua Asli Sebagai Subjek Utama Pembangunan dan UU Otonomi Khusus
telah mendudukkan orang Papua asli sebagai subjek utama pembangunan.Melalui UU ini juga
Otsus DPRD Papua Barat senyatanya telah dirumuskan secara terintegrasi dengan mekanisme
partisipasi aktif dan pelibatan masyarakat adat, masyarakat agama, dan kaum perempuan.