Anda di halaman 1dari 9

FRAKSI OTSUS PADA DPRD PROPINSI PAPUA BARAT

DI SUSUN OLEH :

NAMA
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karuniaNya kepada kami sehingga kami dapat meyelesaikan Makalah yang berjudul “FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIH PEMULA TERHADAP PEMILIHAN
UMUM LEGISLATIF”. Ini sesuai dengan yang kami harapkan tak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak atas bimbingan dan arahan dalam penulisan Makalah ini. Juga
kepada pihak-pihak yang terkait yang telah bekerjasama sehingga Makalah ini dapat
terselesaiakan.
Kami harapkan dengan membaca Makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua
dalam hal ini dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai “Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilih pemula terhadap Pemilihan Umum Legislatif khususnya bagi kami
Kelompok Empat (IV) disamping itu kami menyadari bahwa Makalah ini memang masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang
dimaksudkan untuk penyempurnaan Makalah ini.

Sorong, 17 Oktober 2018

KELOMPOK IV
FRAKSI OTSUS PADA DPRD PROPINSI PAPUA BARAT

Keberadaan Fraksi Otsus di DPR Provinsi Papua Barat bukan saja dilandasi oleh amanat

pasal 6 ayat (20 dan ayat (4) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus

Bagi Provinsi Papua sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 tAHUN 2008

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008

Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi

Provinsi Papua Menjadi Undang Undang.

Selanjutnya, keberadaan Fraksi Otsus di DPR Provinsi Papua Barat semakin diperkuat dengan

adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 116/PUU-VII/2009 yang

justru memperkuat amanat Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) dari Undang Undang Nomor 21 Tahun

2001 tersebut yang memungkinkan anggota DPR Provinsi Papua Barat dihasilkan melalui 2

(dua) mekanisme, yaitu mekanisme pemilihan umum dan dengan cara diangkat.

Pengangkatan itulah yang mendasari lahirnya Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi

Papua Barat Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Keanggotaan DPR Papua Barat yang ditetapkan

melalui mekanisme pengangkatan. Inilah dasar hukum penting dari lahirnya Fraksi Otsus dalam

DPR Provinsi Papua Barat tersebut.

Kemudian dalam penjabaran teknis pengangkatannya, Gubernur Provinsi Papua Barat

mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang :

“Pengusulan dan Tata Cara Seleksi Keanggotaan DPR Papua Barat yang ditetapkan melalui

mekanisme pengangkatan. Itu artinya dari segi praktek hukum tata negara di Indonesia, termasuk

di Provinsi Papua Barat ini, legitimasi dan atau legal standing (posisi hukum) dari Fraksi Otsus
ada dan sudah terpenuhi Sehingga tidak perlu dikuatirkan oleh siapapun, bahkan tidak dapat

disebut sebagai pengabaian terhadap undang undang. Karena semua prasyarat dan prosedur serta

mekanisme sesuai hirarki aturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam konstitusi

sudah dipenuhi.

Apabila dipandang bahwa ada kesalahan prosedur dalam konteks pembentukan hukum mengenai

eksistensi Fraksi Otsus, maka tentu jalurnya sesuai mekanisme dapat diuji materilkan (judicial

review) ke Mahkamah Agung bagi peraturan daerah khusus maupun Undang Undang Nomor 21

Tahun 2001 dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 terhadap UUD 1945 melalui

Mahkamah Konstitusi tentu.

Fraksi Otonomi khusus DPR PB dengan jumlah 11 kursi dan memiliki kursi terbanyak di

DPR Papua Barat, tidak diakomodir KPU Provinsi Papua Barat untuk mendaftarkan pencalonan

pasangan kandidatnya karena UU Pilkada.Fraksi Otsus DPR PB mewakili masyarakat adat dan

mendapat otonomi khusus dimana memiliki kekhususan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi berfungsi antaranya adalah sebagai “The Guardian of Constitution”, serta

penjaga hak-hak konstitusional bagi setiap warga Negara RI termasuk kelompok Masyarakat

Hukum Adat asli Orang papua yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan sebagai

anggota DPR Papua Barat (DPR PB).

Fraksi Otonomi Khusus yang mewakili Masyarakat Adat ini adalah Masyarakat Adat

Orang Papua Asli yang berdomisili pada wilayah hukum Adat DOBERAI dan BPMBERAI yang

berada di Cluster 1 Manokwari Raya meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak dengan 3 kursi. Cluster 2 Wilayah Adat Sorong Raya meliputi

Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybal, Kabupaten
Raja Ampat serta Kabupaten Tambrauw dengan 5 kursi. Cluster 3 Wilayah Adat Kuri Wamesa

meliputi Kabupaten Fak Fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten

Teluk Bintuni dengan 3 kursi.

Pengesahan Fraksi Otonomi Khusus ini diyakini Masyarakat Adat Orang Papua Asli yang

berdomisili pada wilayah hukum Adat DOBERAI dan BPMBERAI tidak lagi jadi penonton di

negeri atau di wilayahnya sendiri.Masing-masing punya kewajiban untuk mengusulkan dalam

pesta demokrasi.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo berjanji akan membantu pengesahan Rancangan

Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) tentang Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat dalam kerangka Otonomi Khusus Papua yang telah selesai

dibahas oleh DPRD Papua Barat dan pemerintah daerah Provinsi Papua Barat. Pasalnya, hingga

kini pengesahan Raperdasus tersebut masih tertunda di Kementerian Dalam Negeri.

“Pada prinsipnya, berbagai proses pembahasan Raperdasus yang sudah selesai dibahas oleh para

wakil rakyat dengan pemerintah daerah, harus dihormati dan dihargai. Pekan ini, DPR RI akan

mempertemukan Kemendagri dan Komisi II DPR RI guna mempercepat pengesahan Raperdasus

tersebut,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya saat menerima perwakilan DPRD Papua Barat, di

Ruang Kerja Ketua DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD Papua Barat Pieters Kondjol, Ketua Fraksi

Otonomi Khusus DPRD Papua Barat Yan Anton Yoteni, Anggota DPRD Papua Barat Rudi

Timisela, Sahaji Refidesu dan Abu Rumkel. Sedangkan Bamsoet ditemani Anggota DPR RI

Fraksi Partai Golkar dapil Papua Barat Robert Kardinal.


Legislator dapil Jawa Tengah VII ini menilai, pengangkatan Anggota DPRD Papua Barat

melalui jalur otonomi khusus sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan, yaitu Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jo Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2008. Khususnya, pasal 6 ayat 2 yang berbunyi DPRD Papua Barat terdiri dari

angggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan perundang-undangan.

Ketua DPRD Papua Barat Piters Kondjol menjelaskan, penambahan Anggota DPRD Papua Barat

jalur otonomi khusus dari 11 menjadi 13 menyesuaikan dengan jumlah kabupaten/kota di Papua

Barat. “Penambahan dilakukan untuk memastikan agar orang asli Papua tetap bisa menjadi wakil

rakyat yang memperjuangkan kepentingan masyarakat adat, sesuai dengan ketentuan

perundangan.Karena itu, jumlahnya menyesuaikan dengan adanya suku-suku yang tersebar di 13

kabupaten/kota,” ujarnya.

Meski masih terdapat perbedaan pandangan antara Kemendagri dengan DPRD Papua Barat

menyangkut Raperdasus tersebut, politisi Partai Golkar ini tetap mendorong agar DPRD Papua

Barat tidak mengendurkan semangat kebangsaan. Sebagai representasi daerah, DPRD Papua

Barat harus tetap menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

“Dinamika hubungan antara pusat dan daerah adalah hal yang biasa.Argumen dari masing-

masing pihak, baik pusat maupun daerah, pasti ditujukan demi kepentingan bangsa dan negara

yang lebih besar.Tinggal bagaimana menjembatani kedua argumen ini, agar tidak ada yang perlu

merasa benar dan tidak ada yang merasa salah.Saat komunikasi antara pusat dan daerah hampir

buntu, DPR RI akan menjadi jembatan agar keduanya bisa kembali selaras," pungkas Bamsoet.

(DPR Dorong Raperdasus Anggota DPRD Papua Barat Segera Disahkan :


http://dpr.go.id/berita/detail/id/24932/t/DPR+Dorong+Raperdasus+Anggota+DPRD+Papua+Bar

at+Segera+Disahkan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN :

I. Keberadaan Fraksi Otsus Pada DPRD Propinsi Papua Barat dilandasi Oleh :

a. Pasal 6 Ayat (20 Dan Ayat (4) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi

Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana Dirubah Dengan Undang Undang Nomor 35

Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor

1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang

Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang Undang.

b. Diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 116/PUU-VII/2009

selaras dengan amanat Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) dari Undang Undang Nomor 21 Tahun

2001 tersebut yang memungkinkan anggota DPR Provinsi Papua Barat dihasilkan melalui

2 (dua) mekanisme, yaitu mekanisme pemilihan umum dan dengan cara diangkat.

c. Lahir Perdasus Provinsi Papua Barat Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Keanggotaan DPR

Papua Barat yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan.

Inilah dasar hukum dari lahirnya Fraksi Otsus dalam DPR Provinsi Papua Barat.

II. Meski masih terdapat perbedaan pandangan antara Kemendagri dengan DPRD Papua Barat

menyangkut Raperdasus tersebut, politisi Partai Golkar ini tetap mendorong agar DPRD

Papua Barat tidak mengendurkan semangat kebangsaan. Sebagai representasi daerah, DPRD

Papua Barat harus tetap menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia.“Dinamika hubungan antara pusat dan daerah adalah hal

yang biasa. Argumen dari masing-masing pihak, baik pusat maupun daerah, pasti ditujukan
demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Tinggal bagaimana menjembatani

kedua argumen ini, agar tidak ada yang perlu merasa benar dan tidak ada yang merasa salah.

SARAN :

Menempatkan Orang Papua Asli Sebagai Subjek Utama Pembangunan dan UU Otonomi Khusus

telah mendudukkan orang Papua asli sebagai subjek utama pembangunan.Melalui UU ini juga

desain konstruksi pelembagaan pemerintahan daerah Papua Barat—melalui kelembagaan Fraksi

Otsus DPRD Papua Barat senyatanya telah dirumuskan secara terintegrasi dengan mekanisme

partisipasi aktif dan pelibatan masyarakat adat, masyarakat agama, dan kaum perempuan.

Anda mungkin juga menyukai