Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ANALISIS K3 PENGOLAHAN KRIPIK TEMPE XX DI SANAN MALANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Bella Cendie Asteria 19070209111006


2. Iin Eka Safitri 19070209111007
3. Devi Octaviana 19070209111015
4. Dewy Luberty Warashinta 19070209111024
5. Alvin Fitri Hendika 19070209111025
6. Wenda Dwi Asmoko 19070209111031
7. Syahda Juvenil P 19070209131001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM B


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan berkat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐
Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan
Makalah Analisis K3 Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang.

Didalam Makalah Analisis K3 Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang,


kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan, sebagai syarat
memenuhi tugas matakuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan judul “Makalah
Analisis K3 Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang”. Dimana didalam judul
tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari, dan mungkin bisa kita kembangkan.
Saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Mifetika Lukitasari, M.Sc selaku dosen matakuliah Keperawatan Medikal Bedah
3.
2. Sumber-sumber yang telah mendukung dalam penyusunan Makalah Analisis K3
Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang
3. Pihak lain yang telah membantu saya dalam menyelesaikan Makalah Analisis K3
Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang
materi ini, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang
lebih dalam tentang Makalah Analisis K3 Pengolahan Kripik Tempe Xx Di Sanan Malang,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan Makalah Analisis K3 Pengolahan Kripik Tempe Xx Di
Sanan Malang.

Malang, 15 September 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata pengantar .................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I.................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................... 3
ISI ........................................................................................................................................ 3
2. 1 Analisis Situasi (deskripsi profil tempat kerja) ....................................................... 3
2.2 Analisis hazard di tempat kerja ............................................................................... 3
2.3 Risiko masalah kesehatan di tempat kerja.............................................................. 4
2.4 sistem manajemen risiko/standar pelayanan K3 di tempat kerja ......................... 4
BAB III ................................................................................................................................. 6
ANALISIS JURNAL INTERVENSI ........................................................................................... 6
3.1 Jurnal APD................................................................................................................. 6
3.1.1 Identitas Jurnal .................................................................................................. 6
3.1.2 Metode Penelitian............................................................................................. 7
3.1.3 Hasil ................................................................................................................... 7
3.2 Jurnal Kebakaran .................................................................................................... 12
3.2.1 Identitas Jurnal ................................................................................................ 12
3.2.2 Metode Penelitian........................................................................................... 13
3.2.3 Hasil ................................................................................................................. 14
BAB IV ............................................................................................................................... 18
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 18
BAB V ................................................................................................................................ 20
PENUTUP .......................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 21
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap lingkungan atau tempat kerja mengandung potensi bahaya yang tinggi
sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan dan pengendalian agar tidak terjadi
kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh adanya resiko
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Secara garis besar kecelakaan kerja terjadi
karena tindakan orang yang tidak mematuhi keselamatan kerja (unsafe action) dan
keadaan keadaan lingkungan atau proses dan sistem yang tidak aman (unsafe
condition). Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi
yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit
jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar
karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi apapun.

Pengidentifikasian bahaya dan risiko kerja merupakan tahap awal yang harus
diperhatikan oleh perusahaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu
program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya
kecelakaan akibat kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya
(hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian
lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan
risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi (Rijanto, 2010).

Pada umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua factor yaitu manusia dan
lingkungan. Factor manusia yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti sengaja
melanggar peraturan keselamatan kerja yang diwajibkan, kurang terampilnya pekerjaan
itu sendiri. Sedangkan dari factor lingkungan yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan
kerja yang menyangkut dari peralatan yang digunakan.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan


dan kesehatan karyawannya dengan membuat peraturan tentang keselamatan dan

1
kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan.
Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau akibat dari
lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan merasa aman dan
nyaman dalam menyeselaikan pekerjaannya. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja
produktif, sehingga diharapkan produktivitas kerja karyawan meningkat.

Memperhatikan hal tersebut, maka program K3 menjadi penting untuk dikaji, dalam
tujuannya mencapai visi dan misi perusahaan. Pada tugas mengidentifikasi lingkungan
kerja ini bertujuan untuk mengetahui resiko terjadinya kecelakaan kerja dan bagaimana
perusaahn mengupayakan dalam mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja.

Berdasarkan hal tersebut, maka kelompok kami tertarik untuk memaparkan masalah
ini melalui makalah yang berjudul “Analisis K3 Home Industri Pengolahan Keripik Tempe
XX Di Daerah Sanan Malang ”.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui tingkat resiko masalah keselamatan dan kesehatan kerja pengolahan
keripik tempe XX di daerah Sanan Malang?
b. Menentukan upaya pencegahan keselamatan dan kesehatan kerja pengolahan
keripik tempe XX di daerah Sanan Malang?

1.3 Manfaat
Dapat mengetahui tingkat risiko masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang ada
di lingkungan home industri pengolahan keripik tempe XX di daerah Sanan Malang, serta
dapat menentukan upaya penecegahan keselamatan dan kesehatan kerja.

2
BAB II

ISI
2. 1 Analisis Situasi (deskripsi profil tempat kerja)
Analisis pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan
lapangan dan analisis dokumen dengan tahapan mengidentifikasi bahaya dan
menilai resiko serta pengendaliannya.
Tempat kerja yang diamati merupakan home industri yang mengolah keripik
tempe di daerah Sanan Malang. Lokasinya berada di tengah lingkungan yang padat
penduduk. Home industri ini sudah beroprasi sejak tahun 2012. Di sana memiliki 10
pekerja dengan diantaranya: 3 orang memotong tempe, 4 membungkus, 3
menggoreng tempe yang rata-rata berumur 40 tahun ke atas. Mereka bekerja dari
hari Senin hingga Sabtu Minggu libur. Mereka bekerja selama 10 jam perharinya.
Mulai dari jam 06.00 hingga jam 16.00. Dengan perincian kegiatannya mulai dari
jam 06.00 untuk yang memotong tempe, menggoreng tempe, dan berakhir hingga
mengemas produksi tempe jam 16.00. Mereka bekerja sesuai dengan bagian
masing-masing. Dalam sekali produksi dalam sehari home industry tersebut dapat
memproduksi kurang lebih 1000 bungkus yang kemudian dipasarkan ke took-toko
disekitar Sanan.

2.2 Analisis hazard di tempat kerja


Identifikasi kegiatan yang dilakukan pekerja dalam memproduksi keripik tempe
yaitu: pekerjaan yang dilakukan dimulai dari proses pemotongan tempe yang
dilakukan dengan pisau besar secara manual. Proses penggorengan tempe yang
dilakukan dengan kompor gas yang tempat menggorengnya berada di halaman
samping rumah, penataan tempat kerja yang kurang baik terbukti sirkulasi udara
panas yang kurang memadai, tempat produksi dalam keadaan kurang bersih,
terdapat aliran air dibawah penggorengan. Para pekerja yang menggunakan alat
pelindung diri seadanya.
Proses pembuatan tempe ini berpotensi terjadinya kecelakaan kerja yang
mengarah pada kurangnya perhatian pekerja, cara penggunaan alat yang salah atau
tidak semestinya, pemakaian alat pelindung diri yang kurang baik.
Dalam melakukan analisis
- Pekerja mengatakan setiap hari bisa terkena percikan minyak goreng
- Minyak terlihat menghitam dan masih terpakai

3
- Terdapat bekas sangkar burung di atas penggorengan
- Resiko kelalaian pada petugas yang memotong tempe karena dilakukan manual
- Tempat produksi dalam keadaan kurang bersih, terdapat aliran air dibawah
penggorengan

2.3 Risiko masalah kesehatan di tempat kerja


Penilaian potensi bahaya yang diidentifikasi bahaya resiko melalui analisa dan
evaluasi bahaya resiko yang dimaksudkan untuk menentukan bahaya resiko dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadi dan besar akibat yang ditimbulkan.
No Proses Potensi Bahaya Resiko
1 Pemotongan kripik Luka terkena pisau Cidera anggota
tempe badan
2 Menggoreng kripik o Percikan minyak goreng o Cidera anggota
tempe o Ketersediaan APD yang badan
seadanya o Kebakaran
o Tempat kompor yang
berdekatang satu dengan
yang lain
o Luas tempat menggoreng 6
x 2m
o Sirkulasi udara yang kurang
baik
o Penataan tempat antara
kompor gas, tabung gas, dan
regulator
3 Mengemas produksi Hubungan arus pendek Kebakaran
tempe

2.4 sistem manajemen risiko/standar pelayanan K3 di tempat kerja


Dalam home industry tersebut masih belum menampakkan system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal ini dapat dilihat dari: proses
pemotongan kripik tempe yang dilakukan secara manual dengan menggunakan
pisau besar. Hal ini beriso terjadi cidera pada tangan. Bila terjadi cidera yang

4
dilakukan pekerja hanya menutup luka dengan plaster dan membiarkan sembuh
dengan sendirinya. Lingkungan yang digunakan untuk melakukan penggorengan
tempe beresiko kebakaran dan juga cidera anggota badan. Hal ini dapat dilihat dari
terdapat sumber api dari kompor gas, penataan tempat kerja yang kurang baik ,
serta penggunaan alat pelindung diri yang seadanya. Tetapi di sana belum tampak
kebijakan manajemen kebakaran dan identifikasi bahaya kebakaran dengan
ketidaktauan cara penanganan kebakaran yang benar.

5
BAB III

ANALISIS JURNAL INTERVENSI

3.1 Jurnal APD


3.1.1 Identitas Jurnal
Judul jurnal : Analisis Kepatuhan Pekerja Terhadap Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
Journal : Jurnal Kesehatan Masyarakat oleh FKM Universitas Diponegoro

Penulis : Vita Insani Saragih, Bina Kurniawan, Ekawati

Tahun diterbitkan : 2016

Volume :4

Issue :4

Pages : 747-755

ISSN : 2356-3346

Abstrak :

PT. X adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak yang dalam
produksi melibatkan banyak pekerja. Dalam menerapkan proses produksi, pekerja
harus menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan kebutuhannya untuk
menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat kepatuhan pekerja pada penggunaan alat pelindung diri di
area produksi perusahaan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif
dengan observasi dan wawancara mendalam dengan informan dan analisis isi.
Subjek penelitian adalah 7 orang pekerja lini produksi dan 3 orang sebagai informan
triangulasi ketua dan pengulang risiko sekilas komite pengawas kesehatan dan
keselamatan kerja dan pemimpin lini produksi .Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pekerja lini produksi memiliki pengetahuan yang baik dan memahami
kegunaan alat pelindung diri, memiliki persepsi yang baik tentang pentingnya alat
pelindung diri, serta memiliki sikap dan tanggapan positif tentang pribadi peralatan
pelindung

6
Pekerja tidak menggunakan rutin alat pelindung diri. Sosialisasi telah dilakukan oleh
perusahaan terakhir kali dilakukan pada akhir 2015. Penyediaan alat pelindung diri
oleh perusahaan masih tidak baik untuk pekerja. Perusahaan tidak memiliki
program penghargaan dan hukuman tentang keselamatan kerja dan kesehatan.
Hadiah hanya untuk contoh pekerja dan hukuman bagi pekerja yang merokok di
luar merokok. Perusahaan harus meningkatkan sosialisasi dan pengawasan untuk
mendisiplinkan pekerja untuk diikuti diikuti dengan penggunaan peralatan
pelindung pribadi di tempat kerja.

3.1.2 Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan metode
studi kasus. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan purposive sampling,
yaitu penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai
dengan yang dikehendaki (tujuan atau masalah penelitian.
Informan utama dalam penelitian ini adalah karyawan dari bagian produksi
sebanyak 7 orang pekerja. Informan utama antara lain yaitu pekerja outsourcing di
bagian intake, bagging, cleaning worker, kepala cleaning worker helper press,
operator hand add dan operator premix. Informan triangulasi dalam penelitian ini
adalah ketua P2K3, sekretaris P2K3 dan kepala unit bagian produksi.

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam


(indepth interview), observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Keabsahan data
dilakukan dengan teknik triangulasi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa induktif dan analisis isi (content analisys).

3.1.3 Hasil
A. Analisis Hasil Observasi
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di area produksi PT. X, memperoleh
hasil bahwa perusahaan telah menyediakan APD secara gratis bagi pekerja.
APD yang disediakan yaitu helm, masker, ear muff dan sepatu. Ketersediaan APD di
perusahaan masih tergolong kurang memadai. Untuk APD helm disediakan di
ruangan bagian panel lantai 2. Berdasarkan observasi ini, helm hanya sekedar
pajangan dibagian panel. Jarang digunakan oleh pekerja di area produksi.
Untuk masker disediakan perusahaan dan dibawa pulang oleh pekerja. Safety
briefing dilakukan oleh bagian masing-masing sebelum mulai bekerja.Selama
observasi yang dilakukan peneliti, tidak adanya pengawasan secara ketat yang

7
dilakukan oleh operator maupun kasi bagian produksi. Perusahaan memiliki intruksi
kerja (IK) dan standar operasi prosedur (SOP) yang ditempel di daerah kerja yang
bersangkutan. Terdapat sosialisasi tertulis terkait K3 di mading safety communication
yang terletak di dekat parkir pihak manajemen. Terkait kebijakan K3 secara tertulis
masih belum ada.
B. Faktor Individu
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang.Secara keseluruhan tingkat pengetahuan pekerja mengenai APD secara
umum sudah cukup baik. Namun pengetahuan pada informan utama ini masih
hanya tahu yaitu mampu menjelaskan apa yang disebutrisiko dan bahaya kerja
informan, APD apa saja yang harus dipakai, area mana saja yang wajib
menggunakan APD, tujuan dan manfaat dari penggunaan APD serta dampak jika
tidak menggunakan APD. Informan belum mampu mengaplikasikan pengetahuan
tersebut ketika mereka bekerja. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan
informan triangulasi.

Didukung oleh hasil penelitian lain pengetahuan yang baik maupun kurang
tidak selalu menyebabkan kedisiplinan untuk patuh menggunakan APD saat
bekerja.
b. Masa Kerja

Masa kerja dapat mempengaruhi tenaga kerja baik positif maupun negatif. Akan
memberikan pengaruh positif kepada tenaga kerja bila dengan lamanya
seseorang bekerja maka dia akan semakin berpengalaman dalam melakukan
tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin
lamanya seseorang bekerja maka akan menimbulkan kebosanan.
Dari hasil penelitian informan utama terdapat empat informan utama
menyatakan bahwa masih kadang-kadang menggunakan APD. Pekerja tidak rutin
menggunakan APD dengan alasan keringatan, tidak bahaya, flu dan megap.
Pernyataan informan utama sesuai dengan penrnyataan informan triangulasi
yang mengatakan bahwa pekerja masih belum rutin dalam menggunakan APD.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sri Hartati yang
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan masa kerja dengan kepatuhan dalam
pemakaian masker kain di industri tekstil Semarang.

8
C. Analisis Faktor Psikologis
a. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan salah satu kebijakan strategi yang dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pekerja terkait keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja. Sosialisasi penting dilakukan secara berkala bagi
pekerja agar dapat terjadi penyegaran pengetahuan pekerja tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan informan memperoleh hasil yaitu enam
informan utama mengatakan bahwa tidak ada sosialisasi terkait APD kepada
pekerja. Selain itu informan utama juga mengatakan bahwa pekerja outsoucing
jarang dilibatkan dalam sosialisasi, tiga informan utama yang mengatakan bahwa
ketersediaan informasi mengenai APD kurang untuk outsourcing. Pernyataan ini
tidak sejalan dengan hasil wawancara dengan informan triangulasi. Hasil
wawancara dengan informan triangulasi mengenai ketersediaan informasi terkait
APD sudah tergolong cukup baik. Terdapat briefing tiap sebelum kerja. Informan
triangulasi menambahkan sosialisasi terakhir dilakukan akhir tahun 2015. Dalam
penentuan target peserta yang ikut sosialisasi tidak bisa semua pekerja. Peserta
sosialisasi yaitu bagian-bagian tertentu saja yang longgar. Selain itu semua
informan triangulasi mengatakan bahwa yang ketersediaan infomasi tentang APD
itu tanggungjawab dari masing- masing bagian. Terkait peserta pelatihan maupun
sosialisasi yang diadakan oleh bagian K3 perusahaan terkait dengan K3 dasar
maupun APD ditentukan oleh masing-masing bagian.
Dari pembahasan ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sosialisasi yang baik
dan mengenai target dalam penentuan peserta diharapkan mampu
meningkatkan kepatuhan pekerja dalam menggunakan APD. Karena dengan
melibatkan pekerja dalam sosialisasi maka persebaran informasi yang ada
tersebar merata yang nantinya dapat meningkatkan pengetahuan pekerja.
Penelitian ini sejalan dengan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara perilaku perawat dalam penggunaan APD sebelum dan sesudah diberikan
sosialisasi SOP APD.
b. Pengawasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan yang diambil oleh pengawas jika
melihat ada pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja hanya berupa
teguran. Pengawasan yang ada diserahkan ke bagian masing-masing, dimana di

9
bagianproduksidiawasioleh operator yang ada. Ini dinilai kurang efektif oleh dua
orang informan triangulasi karena K3 di perusahaan tersebut belum menjadi
saction sendiri. Selain itu juga K3 perusahaan masih belum menerapkan inspeksi
keliling tiap hari. Pengawasan yang diambil alih oleh operator yang ada masih
kurang dalam meningkatkan kepatuhan pekerja dalam menggunakan APD.
Penelitianinididukunghasil penelitian lain bahwaadanya hubungan antara faktor
pengawasan dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan (APD) seperti sarung
tangan dan masker saat melakukan tindakan keperawatan di Rumah Sakit
Sari Asih Serang Banten. Pengawasan yang baik oleh pihak
pengelola/manajemen akan memengaruhi kepatuhan pada pekerja dalam
menggunakan APD
c. Kepemimpinan
Meskipun secara individu pekerja mampu melakukan perilaku penggunaan APD
tanpa dukungan pemimpin, namun komitmen pemimpin masih dibutuhkan agar
dapat memotivasi pekerja yang menjadi bawahannya. Selain itu juga dibutuhkan
contoh yang baik agar dapat meningkatkan kepatuhan pekerja dalam
menggunakan APD. kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk
mendapatkan hasil karya organisasi, kelompok maupun individu, sehingga
pekerja dapat menentukan sikapnya.Penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya bahwa terdapat nilai signifikan dari variabel lingkungan sosial
terhadap penggunaan sarung tangan.
Lingkungan sosial ini yaitu menyangkut sesama karyawan maupun pimpinan
terhadap penggunaan APD.(12)Peran rekan kerja berupa ajakan untuk
menggunakan APD masker atau sarung tangan sedangkan peran
pimpinan/atasan adalah berupa anjuran untuk menggunakan APD saat bekerja.
selain itu juga dapat memberikan contoh sehingga pekerja juga mengikuti contoh
dari atasan. Pimpinan bertanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik
dan menjadi agen perubahan. Pimpinan harus mengerti bahwa apa yang
dilakukannya akan ditiru oleh bawahannya. Menjadi pimpinan adalah menjadi
orang yang bisa jadi panutan dalam segala hal.
d. Sarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat di gunakan sebagai alat oleh pekerja
untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil

10
wawancara dengan informan memperoleh hasil bahwa sarana berupa APD yang
disediakan oleh perusahaan masih dalam kategori kurang. Masker yang
diberikan perusahaan sudah memiliki jadwal perminggu untuk diberikan
kepekerja. Jadi tidak setiap hari pekerja diberi masker yang baru. Ini dapat
ditarik kesimpulan pekerja masih ada yang pernah mengalami kesulitan dalam
mendapatkan APD.
Penelitain ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Linggasari, bahwa
ketersediaan informasi dan jumlah APD memiliki hubungan yang signifikan
dengan perilaku penggunaan APD ketika bekerja. Ketersediaan APD yang tidak
memadai memiliki risiko untuk timbul perilaku yang buruk terhadap
penggunaan APD saat bekerja.
D. Analisis Faktor Organisasi
a. Persepsi
Sebagian besar informan utama memilikipersepsi yang baik tentang APD.
Pernyataan ini didukung dengan hasil wawancara informan triangulasi yang
sepakat mengatakan bahwa pekerja telah mengetahui alas an mengapa harus
menggunakan APD. Ini didukung dengan adanya briefing yang dilakukan setiap
pagi hari sebelum memulaipe kerjaan. Namun faktanya berdasarkan hasil
observasi dilapangan masih mendapatiakan adanya pekerja yang tidak
menggunakan APD saat bekerja. Perilaku ini dapat terjadi mungkin karena
pekerja hanya penerimaan stimulus seperti melihat dan mendapatkan informasi
lainnya bahwa APD itu penting sehingga tidak dapat mempengaruhi perilaku
pekerja dalam menggunakan APD yang baik.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Edwin Mukri Badjar. Hasilnya
menunjukkan bahwa satu-satunya faktor yang berkaitan dengan kepatuhan
menggunakan APD adalah persepsi pekerja terhadap bahaya.(
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Tanggapan keenam informan utama terkait
peraturan penggunaan APD baik. Enam informan mengatakan bahwa mereka
nyaman bekerja dengan menggunakan APD. Pernyataan informan utama ini
tidak sesuai dengan hasil wawancara dengan informan triangulasi. Lima
informan utama masih ingin mengingatkan jika ada rekan kerja yang tidak

11
menggunakan APD saat bekerja dan dua informan utama mengambil sikap
cuek.Terkait dengan SOP yang telah ada di perusahaan, semua informan utama
mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya SOP yang diberlakukan di
tempat kerja.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD di Puskesmas
Sumbang Kabupaten Banyumas 2014. Hal ini dapat terjadi karena sikap
seseorang ditentukan oleh pengetahuan, karena pengetahuan mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
c. Motivasi
Motivasi merupakan sebab, alasan dasar, pikiran, atau ide pokok yang selalu
berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia. Tidak adanya program
reward dan punishment di PT X terhadap pekerja yang tidak patuh dan taat
menggunakan APD di perusahaan. Adanya kebijakan dalam bentuk reward dan
punishment mungkin dapat meningkatkan motivasi berperilaku bagi pekerja
terutama dalam penggunaan APD. Sesuai dengan yang telah berlaku mengenai
merokok di perusahaan. Sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa
sudah jelasnya sistem reward atau penghargaan dan punishment atau sanksi
membuat motivasi dari karyawan berhubungan dengan tingkat kepatuhannya.
Jika motivasi karyawan tersebut tinggi maka dia akan cenderung lebih patuh
dibandingkan dengan karyawan yang bermotivasi rendah (Saragih, Kurniawan, &
Ekawati, 2016).

3.2 Jurnal Kebakaran


3.2.1 Identitas Jurnal
Judul jurnal : Analisis Implementasi Teknis Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran pada Pabrik 1A dan 1B DI industri Pupuk X
(Berdasarkan Standar di Indonesia)

Journal : Jurnal Kesehatan Masyarakat oleh FKM Universitas Diponegoro

Penulis : Rini Puspita Dewi

Tahun diterbitkan : 2012

Volume :1

12
Issue :2

Pages : 793-805

Abstrak :

Kebakaran merupakan peristiwa yang tidak diharapkan. Pencegahan dan


penanggulangan kebakaran perlu dilakukan karena banyak kerugian yang ditimbulkan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis implementasi teknis pencegahan dan manajemen pabrik pemadam 1A dan
1B di Industri Pupuk X berdasarkan standar yang ada di Indonesia. Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan menggunakan metode observasi dan pendekatan survei
yaitu pengumpulan data dan informasi tentang pencegahan dan manajemen kebakaran
di Industri Pupuk X kemudian tingkat kepatuhan diukur dengan standar yang ada di
Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah unit manajemen, Inspektur, supervisor
shift, dan supervisor reguler. Objek penelitian ini adalah prasarana dan sarana
pencegahan kebakaran termasuk APAR, hidran, deteksi kebakaran, alarm, sprinkler, dan
sarana evakuasi serta prosedur dan keadaan darurat kebakaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa memiliki persentase kepatuhan terhadap standar di Indonesia
adalah: Unit Manajemen Kebakaran di Pupuk Industri X dalam kompatibilitas di 73%,
Instalasi alarm kebakaran otomatis di 95%, Instalasi APAR untuk unit 1A adalah 85%
sedangkan 1B adalah 89 %, untuk Pemasangan Lampu Darurat, Tanda Peringatan dan
Sistem Arah Bahaya bangunan adalah 83%, pemasangan hidrant 62% sesuai, 100%
sesuai untuk prosedur darurat, K3 dalam hal industri kimia, dan manajemen pencegahan
kebakaran dan kontrol

3.2.2 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode
observasional dan pendekatan survei. Subyek pada penelitian ini adalah unit
penanggulangan kebakaran, superintendent, supervisor shift, dan supervisor regular
bagian keselamatan dan pemadam kebakarandi Industri pupuk X. Obyek penelitian
ini adalah sarana dan prasarana penanggulangan Kebakaran meliputi APAR, hidran,
deteksi kebakaran, Observasi langsung ini dilakukan langsung oleh peneliti pada unit
keselamatan dan pemadam kebakaran serta pelaksanaannya dilapangan.

13
Observasi ini dibantu dengan menggunakan lembar observasi yang berisi standar
penanggulangan kebakaran yang meliputi organisasi penanggulangan, APAR, hidran,
alarm, fasilitas evakuasi dan manajemen penanggulangan kebakaran untuk melihat
lansung implementasi tentang organisasi penanggulangan kebakaran (manual prosedur
yang ada), sarana dan prasarana yang digunakan (melihat langsung di lapangan sarana
dan prasarana penanggulangan kebakaran), prosedur alarm, sprinkler, dan sarana
evakuasi serta prosedur penanggulangan kebakaran dan keadaan darurat. Pengumpulan
data dengan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan pada superintendent
bagian keselamatan dan pemadam kebakaran, supervisor regular, supervisor shift, dan
seluruh anggota bagian keselamatan dan pemadam kebakaran di Industri Pupuk X.
Penanggulangan kebakaran (manual prosedur). Pada metode pengumpulan data
dengan menggunakan observasi juga dilengkapi dengan metode pendokumentasian
sebagai data yang melengkapi hasil observasi. Pendokumentasian dilakukan
dengan menggunakan kamera digital saat proses observasi berlangsung. adapun yang
akan didukumentasikan adalah sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran seperti
APAR, hidran, sprinkler, fire alarm, system, Sarana evakuasi, dan pelaksanaan
wawancara. Analisis data secara kualitatif dengan mengunakan triangulasi sumber dan
triangulasi teori.

3.2.3 Hasil
1) Sarana dan prasarana penanggulangan bencana

b. APAR
Pada Pabrik 1A dan 1B di Industri Pupuk X memiliki 130 APAR di area pabrik. Di
Pabrik 1A memiliki 37 APAR di Pabrik Amonia, 24 APAR di Pabrik Utility, dan 24 APAR di
Pabrik Urea. Di Pabrik amonia memiliki 27 APAR dry chemical, 9 APAR CO2, dan 1 APAR
jenis Foam. Di Pabrik Utility 1A memiliki 24 APAR yang masing-masing terdiri dari 9 APAR
dry chemical, 11 APAR CO2 , 3 APAR AF (11 dan 31). Pabrik urea 1A memiliki 24 APAR
yang terdiri dari 13 APAR dry chemical, 7 APAR CO2, 5 APAR AF 11. Di Pabrik 1B memiliki
45 APAR . Di Pabrik Amonia 1B memiliki 12 APAR yang semua APARnya adalah dry
Chemical. Di Pabrik urea 1b memiliki 11 APAR dry chemical, 7 APAR CO2, dan 3 APAR
AF 11.
Pabrik utility memiliki 12 APAR yang masing-masing terdiri dari 8 APAR dry

14
chemical, 4 APAR CO2 . APAR di pabrik 1A dan pabrik 1B selalu dirawat dan dilakukan
pemeriksaan setiap bulannya. Pemeriksaan APAR dilakukan 2 tahap yaitu pemeriksaan
secara visual setiap 1 bulan sekali secara bergilir dan pemeriksaan fungsi setiap 6 bulan
sekali. Pemeriksaan APAR dilakukan setiap 1 bulan sekali yang dilakukan secara bergilir
setiap area.

Pemeriksaan dilakukan oleh bagian keselamatan dan pemadam kebakaran.


Pengecekan visual dengan melihat apakah kondisi fisik APAR masih dalam keaadaan
baik atau tidak, misalnya pada cat tabung, tekanan APAR (pada APAR jenis Dry
chemical), pen, locis, dan apakah terdapat karat atau tidak. Untuk APAR dry chemical
ditimbang untuk mengetahui apakah kekurangan berat APAR masih memenuhi syarat
untuk digunakan yaitu kekurangan beratnya 10 % dari berat tabung. Selain itu untuk
APAR Dry Chemical dicek dengan membalik tabung APAR, hal ini dilakukan agar APAR
tidak menggumpal. Pada indikator tekanan, apabila jarum pada indikator menunjukkan
pada warna hijau berarti APAR masih dalam kondisi baik.

c. Hidran

Pabrik 1B memiliki 19 titik Pilar hidran dan 8 hidran monitor. Pemeriksaan pilar
hidran dan monitor dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hidran pilar merupakan hidran yang
berdiri sendiri yang dihubungkan dengan beberapa hose dan Y pice. Biasanya
pengecekan hidran pilar ini adalah meliputi cat, cap, gate valve, ada bocoran atau tidak.
Pengecekan pada hidran monitor adalah apakah monitor dapat berputar atau tidak.
Disel Pump berfungsi apabila aliran listrik mati. Sedangkan untuk pipa hidran di Industri
berwarna merah, karena untuk setiap pipa di pabrik memiliki fungsi yang berbeda.

d. Fire alarm system


Fire alarm system yang ada pada pabrik 1A dan 1B di industri pupuk X hanya ada di
pabrik 1B , sedangkan di pabrik 1A tidak dipasang fire alarm sistem. Fire alarm system
yang ada di pabrik 1B terdiri dari, heat detector dan smoke detector, manual call point
yang terdiri dari indoor manual call point dan outdoor manual call point, main panel fire
alarm, fire alarm bell. Di pabrik 1B memiliki 17 outdoor manual call point, 76 smoke
detector, 9 heat detector, 9 fire alarm bell, 11 indoor fire alarm,Adapun pengecekan fire
alarm system dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pengecekannya meliputi pengecekan fisik

15
dan pengecekan fungsi. Pengecekan fisik yaitu apakah secara fisik fire alarm
system masih dalam keadaan baik, misalnya cat pada alarm masih dalam keadaan baik
atau tidak, masih dapat berkedip atau tidak. Pengecekan fungsi dilakukan dengan
melakukan pengecekan sesuai dengan fungsi masing-masing.

e. Sarana evakuasi

Sarana evakuasi yang digunakan pada pabrik 1A dan pabrik 1B di Industri


Pupuk X adalah sliding chute, jalan evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, emergency
lamp, gardu darurat, telephone darurat, tanda arah evakuasi, SCBA (Self Containing
Breathing Apparatus), dan gardu darurat. SCBA adalah alat bantu pernafasan yang
digunakan untuk penyelamatan pada suatu kejadian kebakaran, kebocoran bahan kimia
dalam suatu kondisi dimana di dalam gedung terbakar yang berasap tebal, maka ia
harus memakai alat ini, untuk menghindari kekurangan oksigen, menghirup asap, atau
racun udara.

f. Kendaraan Penanggulangan Kebakaran


Industri pupuk X memiliki 4 unit kendaraan penanggulangan kebakaran yang
terdiri dari 3 fire truk , 1 kendaraan fire rescue. Didalamnya terdapat alat-alat
penanggulangan kebakaran seperti APAR, hose, nozzle, dan SCBA.

2) Unit pencegahan dan penaggulangan kebakaran

Industri pupuk X mempunyai unit penanggulangan kebakaran yaitu bagian


Keselamatan dan Pemadam Kebakaran (KPK). Unit ini bertanggung jawab untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran baik secara pelaksanaannya
maupun secara manajemennya. KPK terdiri dari 2 bidang, yaitu bidang teknik
keselamatan kerja dan bidang pencegahan dan Penanggulangan. Bagian ini dipimpin
oleh seorang superintendent. Bagian teknik keselamatan kerja bertugas untuk
memaintenance semua peralatan keselamatan kerja dan kebakaran, administrasi
pelaksanaan K3, baik itu tentang administrasi pencegahan dan penanggulangan
kebakaran maupun administrasi pelaksanaan K3 yang lainnya. Anggota bidang
teknik keselamatan kerja ada 13 orang dengan 1 supervisor. Di bidang teknik
keselamatan kerja masih dibagi menjadi 2 yaitu pemeliharaan dan material. Di bidang

16
pencegahan dan penanggulangan) terdiri dari 47 orang yang masing-masing terbagi
menjadi 4 shift yaitu A, B, C, D

3) Manajemen pencegahan dan penaggulangan kebakaran


Manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran di industri pupuk X
dilakukan pada pra kebakaran, saat kebakaran dan pasca kebakaran. Kegiatan yang
dilakukan untuk pra kebakaran

17
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Bahaya
Kegiatan atau aktivitas yang terdapat pada bagian dalam proses pembuatan kripik
tempe berpotensi terjadinya kecelakaan kerja. Dari proses pemotongan tempe
dengan pisau secara manual, proses menggoreng tempe yang dilakukan dengan
menggunakan APD seadanya, penataan tempat yang kurang baik, dan proses
pengemasan produksi yang dilakukan dengan menggunakan listrik.
Tindakan dengan adanya kecelakaan dan perbuatan yang mengarah pada tindakan
yang mengandung bahaya kerja selalu diikuti dengan potensi terjadinya kecelakaan
kerja akibat kurangnya perhatian manusia, cara penggunaan alat yang salah atau
tidak semestinya, pemakaian alat pelindung diri yang kurang baik.
No Proses Potensi Bahaya Resiko Peluang Tingkat
bahaya
1 Pemotongan Luka terkena pisau Cidera Mungkin Sedang
kripik tempe anggota terjadi
badan
2 Menggoreng o Percikan o Cidera o Sering o Sedang
kripik tempe minyak goreng anggota terjadi
o Ketersediaan badan
APD yang
seadanya o Kebakaran o Mungkin o Berat
o Tempat terjadi
kompor yang
berdekatang
satu dengan
yang lain
o Luas tempat
menggoreng 6
x 2m
o Sirkulasi udara
yang kurang
baik

18
o Penataan
tempat antara
kompor gas,
tabung gas,
dan regulator
3 Mengemas Hubungan arus Kebakaran Mungkin Berat
produksi pendek terjadi
tempe

4.2 Pengendalian resiko


Pengendalian resiko bertujuan untuk meminimalkan tingkat resiko dari potensi
bahaya yang ada. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan
tingkat resiko agar menjadi rendah yaitu dengan:
Untuk iritasi karena terkena pisau dan percikan dari minyak goring dapat
dilakukan tindakan pengendalian atau pengurangan resiko dengan menggunakan
APD (sarung tangan, masker, apron) serta larangan makan dan minum di tempat
kerja. Hal ini sesuai dengan UU no. Tahun 1970 pasal 13 tentang keselamatan kerja,
yaitu kewajiban memasuki tempat kerja dan Kepmanker. 333/MEN/1989 tentang
diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja dan Kepmenaker. 187/MEN/1999
tentang pengendalian bahaya kimia berbahaya serta PP No. 18 tahun 1999 revisi PP
101/2014 di pengendalian sampah B3 padat/non organic, dan IK Waste
Management di tempat kerja serta dilakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan
APD yang benar dan penanganan bahan kimia.
Untuk kebakaran, tindakan pengendalian resiko dapat dilakukan yanitu
penyediaan alat pemadam kebakaran. Hal ini telah sesuai dengan UU No 1 tahun
1970 tetang keselamaatn kerja, Permenaker No 04/MEN/1980 tentang syarat-
syarat pemasanagn dan pemelharaan APAR, dan Kep. 186/MEN/1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditenpat kerja. PerMenaker Per 02/MEN/1983 tentang
Penetapan system permit to work meliputi: penentuan system proteksi dari proses
penggorengan tempe dan pengemasan kripik tempe. Kesiapan peralatan
penanganan dan pelatihan tanggap darurat.

19
BAB V

PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Analisis K3 home indutri pengolahan kripik tempe XX di Sanan Malang dari


penataan tempat produksi, pembuangan sampah, proses pemotongan tempe, proses
menggoreng tempe, dan proses pengemasan kripik tempe, dihasilkan data yang cukup
berpotensi terjadi kecelakaan kerja, Pengendalian resiko menggunakan APD (sarung
tangan, masker, apron) serta larangan makan dan minum di tempat kerja, pengendalian
sampah B3 padat/non organic dan penyediaan alat pemadam kebakaran.

4.2 SARAN

Perlu adanya sosialisasi, pelatihan penggunaan APD yang benar, pelatihan


tanggap darurat, dan penanganan bahan kimia, untuk meminimalisir potensi dan resiko
bahaya pada home industry kripik tempe.

20
DAFTAR PUSTAKA
Saragih, V., Kurniawan, B., & Ekawati, E. (2016). ANALISIS KEPATUHAN PEKERJA
TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) (StudiKasus Area Produksi
di PT. X ). Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 4(4), 747–755.

Dewi, rini puspita. (2012). Analisis Implementasi Teknis Pencegahan Dan


Penanggulangan Kebakaran Pada Pabrik 1a Dan 1B Di Industri Pupuk X
(Berdasarkan Standar Di Indonesia). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), 793–805.
Retrieved from http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

21
LAMPIRAN
FOTO

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai