Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIK KODEFIKASI

Disusun oleh :

Taufik Karim Jamaludin P2.06.37.0.17.037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III PEREKAM DAN INFORMASI
KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-
Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kodefikasi. Shalawat serta salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada pemimpin dan teladan umat yaitu Nabi
Muhammad Saw, keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya yang setia sampai akhir
zaman.
Laporan ini disusun sebagai bagian dari pencapaian kompetensi mahasiswa
yang berfokus pada pelayanan di Rumah Sakit. Adapun kompetensi yang dicapai
meliputi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) I dan II serta Klasifikasi dan
Kodefikasi Penyakit dan Masalah terkait Kesehatan serta Tindakan (KKPMT) II.
Dalam penyelesaian laporan ini, penyusun menemukan beberapa hambatan
terkait keterbatasan ilmu, sumber referensi, maupun pengalaman. Namun berkat
bantuan berupa arahan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, laporan ini
dapat tersusun. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Tasikmalaya,
2. Ketua Jurusan Perekam dan Informasi Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes
Tasikmalaya,
3. Ketua Program Studi Diploma III Perekam dan Informasi Kesehatan, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Tasikmalaya,
4. Dosen Jurusan Perekam dan Informasi Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Tasikmalaya,

Tasikmalaya, Juni 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

kata Pengantar ................................................................................................................ i


Daftar Isi........................................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 1
C. Manfaat Laporan ............................................................................................. 2
D. Ruang Lingkup................................................................................................ 2
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 3
A. Pengertian ....................................................................................................... 3
B. Etiologi ............................................................................................................ 3
C. Tanda dan Gejala ............................................................................................ 6
D. Patofisiologi .................................................................................................... 6
E. Pencegahan dan Pengobatan ........................................................................... 8
Bab III Pembahasan .................................................................................................... 10
A. Identitas Pasien ............................................................................................. 10
B. Anamnesis ..................................................................................................... 10
C. Pemeriksaan Fisik ......................................................................................... 12
D. Resume .......................................................................................................... 13
F. Penatalaksanaan ............................................................................................ 14
G. Prognosis ....................................................................................................... 14
H. Resep ............................................................................................................. 14
I. Kodefikasi ..................................................................................................... 14
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Koding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau dengan kombinasi huruf
dan angka yang mewakili komponen data
Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka
yang mewakili komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di
beri kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian
informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen, dan riset bidang
kesehatan.
Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan
yang mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah
disepakati. Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan
menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICOPIM dan ICD-9-
CM digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk mengkode
penyakit dan tindakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, mahasiswa Perekam dan Informasi
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya melaksanakan Praktik Kodefikasi
agar mampu memahami sistem pengkodean Penyakit dan Tindakan Berdasarkan
Kasus rekam medis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adanya Praktik Kodefikasi diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
sistem pengkodean rekam medis dan penyelenggaraan prosedur rekam medis

1
2

2. Tujuan Khusus
Mampu menentukan kode penyakit dan permasalahan kesehatan serta
kode tindakan, sesuai dengan pedoman yang berlaku di Indonesia
C. Manfaat Laporan
1. Akademik
a. Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas pelayanan di
akademik dalam hal pengetahuan, sikap maupun keterampilan bagi
mahasiswa.
b. Sebagai tolak ukur keberhasilan mahasiswa dalam pencapaian kompetensi
pembelajaran.
2. Mahasiswa
a. Menambah wawasan keilmuan tentang menentukan kode dan diagnosis
utama, sekunder dan komplikasi
b. Menambah pengalaman, sehingga mengetahui bagaimana menentukan kode
diagnosis, tindakan sebagaimana semestinya
c. Sebagai tolak ukur untuk memasuki dunia kerja sesungguhnya.
D. Ruang Lingkup
1. Tempat
Lokasi yang digunakan adalah Kampus Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
2. Materi
Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit dan Masalah-masalah yang berkaitan
dengan Kesehatan dan Tindakan Medis terutama pada masalah panca indra
3. Waktu
Praktik kodefikasi di Kampus Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya pada
tanggal 21 September 2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Urtikaria dikenal juga dengan hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran adalah
kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab,
biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai ciri-ciri berupa kulit
kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas
tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan
menghilang perlahan-lahan.
B. Etiologi
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya :
1. Obat
Bermacam- macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Contohnya : golongan
penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik.
Ada pula obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mast
untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin
menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakidonat
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,
umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain
yang dicampurkan kedalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan
pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika.
Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah, telur, ikan,
kacang, udang, cokelat, tomat, arbei, babi, keju, dan bawang. Bahan yang
dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin.

3
4

CHAMPION 1969 melaporkan ±2% urtikaria kronik disebabkan sensitisasi


terhadap makanan.
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menyebabkan urtikaria setempat,
agaknya hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe
IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan
komplemen.
Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk
papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah
beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik dan sabun germisida sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik
(tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan
napas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kuku binatang,
serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuhan, buah, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang bendadingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV,
radiasi, dan panas pembakaran. Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi, dan tekanan
5

berulang-ulang contohnya pijat, keringat, benda berat, demam, dan emosi


menyebabkan urtikaria fisik baik secara imunologik maupun nonimunologik.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya
pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan,
apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi virus
hepatitis, mono nukleosis, dan infeksi virus Cosackie pernah dilaporkan sebagai
penyebab. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai
penyebab urtikaria.
Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau
Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapilar. Ternyata hampir 11,5%
penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan pada urtikaria dan angiodema, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah
angineurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat
urticaria, vibratory angiodema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness
and amyloidosis, dan erythropoieticprotoporphyria.
11. Penyakitsistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,
reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit
vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik dapat mengalami urtikaria
antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikari apigmentosa, artritis pada
demam reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis.
6

C. Tanda dan gejala


Gejala klinis urtikaria atau biduran yaitu tampakbentol multiple yang berbatas
tegas, berwarana merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang
dikelilingi warna merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi
bervariasi, dan tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat
timbul lesi baru. Secara klinis urtikaria kadang-kadang disertai angioedema, yaitu
pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting edema dengan predileksi di
muka derah periorbita dan perioral, kadang-kadang di genitalia. Kadang-kadang
pembengkakan dapat terjadi di faring dan Laring sehingg dapat mengancam jiwa.
Munculnya bilur pada kulit dipicu oleh tingginya kadar histamin dan senyawa
kimia lain yang dilepas kan oleh lapisan di bawahkulit, sehingga menyebabkan
pembengkakan jaringan. Histamin terkadang dapat menyebabkan bocornya cairan
plasma dari pembuluh darah, sehingga terjadi penumpukancairan atau angioedema.
Kelebihan cairan ini juga yang menyebabkan kulit bengkak dan terasa gatal
D. Patofisiologi
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang
dilepaskan setempat akan menimbulkan (1) vasodilatasi yang menyebabkan
timbulnya red ƒlare (kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler
setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan
setempat yang berbatas jelas (Guyton, 2008).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan lokal. Sehingga secara klinis tampak edema lokal disertai eritem. Vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator
misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA)
dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil (Asta Qauliyah, 2007).
Sel mast merupakan sel yang berperan dalam pelepasan mediator vasoaktif
seperti histamin yaitu agen utama dalam urtikaria. Mediator lain seperti leukotrin
7

dan prostaglandin juga mempunyai kontribusi baik dalam respon cepat maupun
lambat dengan adanya kebocoran cairan dalam jaringan (Hodijah, 2009).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu
terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin,
dan hemotripsin di dalam sel mast. Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik
mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada
yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate)
memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti
golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin,
dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya
asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum
diketahui, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator.
Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi,
dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor imunologik lebih
berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik dimana biasanya Ig. E
terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila
ada antigen yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi sel,
sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I
(anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan,
aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan
anafilatoksin (C3aC5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya
tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi
8

pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya
setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter (Irga, 2009).
E. Pencegahan dan pengobatan
Secara umum penatalaksanaan dari urtikaria itu sendiri meliputi :
1. Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari faktor resiko
Ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka
panjang. Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan, diharapkan dapat
memperbaiki kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik.
2. Pengobatan lokal
a. Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid Aveeno
oatmeal yang bisa mengurangi gatal.
b. Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu
dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine.
3. Pengobatan sistemik
a. Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan.
b. Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1 dan H2.
c. Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin.
d. Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin.
e. Korticosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis urtikaria.
f. Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol.Hormon
tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan angioderma.
g. terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi Helicobacter
pylory dengan urtikaria kronis.
A. Kodefikasi Penyakit
Leadterm : Urticaria
Volume 3 ICD 10 Halaman 673 = Urticaria L50.9
9

Volume 1 ICD 10 Halaman 507 = L50 Urticaria


Halaman 508 = L50.9 Urticaria, Unspesified
BAB III
PEMBAHASAN

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. O
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai restoran
Alamat : Lubuk Buaya
Status Perkawinan : Belum Menikah
Asal : Padang
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 3 Agustus 2016

B. Anamnesis
Seorang pasien perempuan umur 19 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin pada tanggal 4 Agustus 2016 dengan keluhan :
1. Keluhan Utama:
Bentol-bentol yang gatal di wajah sejak 1 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
a. sebelumnya pasien pergi kepasar, dan terpapar matahari, sejam kemudian
wajah pasien terasa panas, kemudian gatal dan memerah, kemudian muncul
bentol-bentol di wajah.
b. Pasien sudah sering mengeluhkan bentol dan gatal sebelumnya sejak kira-
kira usia 6 tahun, terutama setelah mengkonsumsi udang, kepiting, dan
telur.
c. Serangan terakhir terjadi (minggu yang lalu, pasien memakan kepiting
kemudian gatal dan muncul bentol-bentol pada badan dan punggungnya,
pasien kemudian berobat ke puskesmas dan diberikan deksametason, dan

10
11

d. keluhan membaik. 1 minggu yang lalu pasien kembali memakan udang,


kemudian muncul gatal dan bentol pada badan dan punggung, pasien
berobat ke bidan dan diberi 5 macam obat, nama obatnya tidak ingat,
keluhan membaik.
e. tidak ada nyeri
f. keluhan tidak disertai bengkak pada bibir atau kelopak mata, sesak napas,
dan diare.
g. Riwayat sering bersin saat terkena debu ada
h. Riwayat alergi terhadap serbuk Bunga dan bulu binatang tidak ada
i. Riwayat alergi terhadap cuaca dingin ada, cuaca panas ada, terhadap
pakaian ketat tidak ada.
j. Riwayat digigit serangga tidak ada.
k. Riwayat demam, batuk, dan flu sebelumnya tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah sering mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya, keluhan
terkadang perlahan hilang sendiri dengan atau tanpa minum obat.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek pasien pernah mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien
5. Riwayat Atopi/ Alergi
a. Riwayat alergi makanan ada, yaitu kepiting, udang, dan telur
b. Riwayat bersin di pagi hari tidak ada
c. Riwayat alergi obat tidak ada
d. Riwayat asma tidak ada
e. Riwayat biring susu tidak ada
f. Riwayat mata merah tidak ada
g. Riwayat Kaligata ada
12

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan umum : sakit ringan
b. Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
c. Berat badan : 21 kg
d. Tinggi badan : 160 cm
e. IMT : 19,9 (n=18,5-22,9)
f. Status gizi : baik
g. TD : 110/80 mmHg
Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Pemeriksaan thorak : diharapkan tidak ditemukan kelainan
kelainan kuku : kuku dan jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan abdomen : diharapkan tidak ditemukan kelainan
Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan
2. Status Dermatologikus
a. Lokasi : Tersebar di wajah (dahi kiri, pipi kiri, dibawah bibir, telinga
Kanan)
b. distribusi : terlokalisir
c. Bentuk : tidak khas
d. susunan : tidak khas
e. Batas : Tegas
f. Ukuran : Plakat
g. Efloresensi : Urtika
h. Status Venereologikus : tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan laboratorium :
a. darah : tidak dilakukan
b. Urin : tidak dilakukan
c. Feses : tidak dilakukan
13

4. Pemeriksaan Rutin
Prick test
5. Pemeriksaan Anjuran
Uji serum Ig E spesifik
D. Resume
Sorang pasien perempuan umur 19 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin pada tanggal 4 Agustus 2016 dengan keluhan bentol- bentol yang gatal di
wajah sejak 1 hari yang lalu. dari anamnesis didapatkan riwayat terpapar sinar
matahari sebelumnya kemudian wajah pasien terasa panas, gatal, memerah, dan
muncul bentol-bentol. Pasien sudah sering mengeluhkan bentol dan gatal
sebelumnya sejak kira-kira usia 6 tahun, terutama setelah mengkonsumsi udang,
kepiting, dan telur, keluhan membaik setelah pasien meminum obat. Keluhan tidak
disertai bengkak pada bibir atau kelopak mata, sesak napas, dan diare. Riwayat
digigit serangga tidak ada. Riwayat alergi terhadap makanan, cuaca dingin dan
panas ada.
Riwayat demam, batuk, dan flu sebelumnya tidak ada. Riwayat atopi ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi
terserbar di wajah. distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan tidak khas,
batas tegas, ukuran plakat, efloresensi urtika.
E. Diagnosis
1. Diagnosis Kerja
Urtikaria Akut tanpa Angioedema ec trauma fisik
2. Diagnosis Banding
Urtikaria Akut tanpa Angioedema ec makanan
3. Diagnosis
Urtikaria Akut tanpa Angioedema ec trauma fisik
14

F. Penatalaksanaan
1. Umum
Hindari faktor penyebab terjadi alergi, hindari terkena panas, hindari
cuaca dingin, tidak boleh mengkonsumsi udang, kepiting atau telur.
Jika terjadi sesak napas, atau bibir dan kelopak mata bengkak segera
berobat ke IGD rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan
2. khusus
Loratadine 1x10 mg
G. Prognosis
1. Quo Ad Vitam : bonam
2. Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
3. Quo Ad functionam : bonam
4. Quo Ad kosmetikum : bonam
H. Resep
R/Tab Loratadin 10 mg No. X
I. Kodefikasi
a. Gejala dan Tanda :
Gatal-gatal : L29.9
Demam : R50.9
Alergi : T78.4
b. Penyakit :
Urtikaria Akut : L50.9
c. Tindakan :
Pemeriksaaan Fisik : Z00.0
Pemberian Obat : 94.64
DAFTAR PUSTAKA

( ) 2017 Urtikaria [online] . Tersedia : https://id.wikipedia.org/wiki/Urtikaria


Muslihin,Ahmad dr, ( ) Urtikaria, gatal, biduran, kaligata, alergi [online] .Tersedia :
https://mediskus.com/penyakit/urtikaria-gatal-biduran-kaligata-alergi

Rie, Winda (2017) Laporan pendahuluan urtikaria [online]. Tersedia :


https://kupdf.net/download/laporan-pendahuluan-urtikaria_59dda54408bbc5
782ce65d07_pdf

Anda mungkin juga menyukai