Anda di halaman 1dari 6

Efektifitas Injeksi Bavacizumab Subkonjungtival sebelum dan setelah

eksisi Bedah dalam mencegah Rekurensi Pterigium


Raffaele Nuzzi and Federico Tridico

Abstrak
Tujuan: Untuk menilai efektifitas dari injeksi bevacizumab subkonjungtiva sebelum dan setelah eksisi
bedah dengan bare sclera dalam mencegah rekurensi pterygium posoperatif.

Bahan dan metode: 83 mata dari 83 pasien yang terkena pterygia primer menjalani eksisi bedah. 42 mata
mendapat dua injeksi bevacizumab subkonjuntival, pada dosis 2,5 mg/0,1 ml, satu minggu sebelum
pembedahan dan satu minggu setelah intervensi. Tingkat rekurensi dinilai antar dua kelompok.
Selebihnya, modifikasi ukuran dan derajat pterygium satu minggu setelah injeksi pertama telah dievaluasi.

Hasil: Pada 6 bulan setelah pembedahan, tingkat rekurensi adalah 7,14% pada kelompok bevacizumab
dan 24,39% pada kelompok control. Perubahan signifikan dari ukuran dan derajat pterygium telah
dilaporkan setelah injeksi pertama. Tidak ada komplikasi penting terkait injeksi bevacizumab
subkonjungtiva yang tercatat.

Kesimpulan: Pemberian injeksi bevacizumab subkonjungitval, pada dosis 2,5 mg/0,1 ml, sebelum dan
setelah eksisi bedah pterygium dapat berguna dalam mencegah rekurensi lesi setelah prosedur bare
sclera. Selebihnya, pemberian bevacizumab subkonjungtival ditoleransi dengna baik dan dapat mewakili
suatu alternative yang lebih aman bila dibandingkan dengan Teknik pembedahan lain dan obat adjungtif.
Uji ini terdaftar secara retrospektif dengan daftar ISRCTN pada 18 April 2017.

Pendahuluan Bahkan bila penyakti tersebut sering dianggap


sebagai proses degenerative, peradangan dan
Pterigium adlaah kondisi degenerative
proliferasi fibrovascular telah terbukti sebagai
konjungtiva yang sangat sering walaupun
faktor penting untuk patogenesisnya. Karena
penyebab pasti lesi ini masih belu dipahami
pterygia terdiri dari jaringan fibrovaskuler yang
sepenuhnya. Faktor resiko termasuk paparan
berproliferasi, jelas bahwa neovaskularisasi
terhadap ultraviolet, sinar matahari, angina,
terlibat dalam perkembangan dan progresinya.
debu, trauma, dan peradangan. Suatu
Telah ditunjukkan bahwa terdapat angiogenesis
peningkatan insidensi dilaporkan pada
saat pembentukan pterygia. Banyak faktor
pekerjaan tertentu, seperti pengelasan,
pertumbuhan seperti vascular endothelial
lansekap, beternak, dan memancing.
growth factor (VEGF), fibroblast growth factor
Prevalensinya juga meningkat pada individu dari
(FGF), platelet-derived growth factor (PDGF),
iklim hangat karena jumlah banyak di luar rumah
transforming growth factor beta (TGF-B), dan
dan dua kali lebih sering terjadi di laki-laki
tumor necrosis factor-alpha (TNF-a) secara
dibandingkan perempuan.
kimiawi menstimulasi angiogenesis dan telah
tampak pada sel pterygium fibroblastic dan
peradangan. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa VEGF meningkat pada pathogenesis bevacizumab, sebelum dan setelah
pterygia. Pada penelitian immunohistokimia, pembedahan, sebagai terapi adjuvant dari eksisi
tela ditunjukkan bahwa immunostaining VEGF pterygium bedah.
jauh lebih intensif pada pembedahan pterigial
Metode
bila dibandingkan jaringan konjungtival normal.
83 mata dari 83 pasien yang terkena pterygium
Masih belum ada pengobatan medis yang
primer telah diikutsertakan di penelitian
reliable untuk menurunkan atau bahkan
prospektif, komparatif, blind, klinis ini. Informed
mencegah perkembangan pterygium.
consent didapat dari semua pasien sebelum
Pengobatan definitive tercapai dengan eksisi
pengobatan. Semua pasien melakukan
bedah, seringnya dilakukan bila pasien
pemeriksaan oftalmologis lengkap sebelum dan
simtomatik secara kronis, tidak responsive
setelah pembedahan. Kriteria eksklusi adlaah
terhadap terapi nonbedah, atau hingga
kehamilan, penyakit permukaan okuler, atau
mengancam penglihatan. Walau demikian,
infeksi, penyakit autoimun, dan pembedahan
pembedahan saja tidak dapat mencegah
limbal sebelumnya.
rekurensi. Jelas, bahwa tidak terdapat
pengobatan tunggal yang lebih baik Semua 83 pasien menjalani eksisi pterygium
dibandingkan yang lainnya. Untuk menurunkan dengan paparan sklera, dilakukan oleh satu
tingkat rekurensi, berbagai modalitas telah dokter bedah. Teknik pembedahan
diajukan. Kesuksesan pembedahan pterygium menggunakan:
tergantung pada derajat dari penyembuhan luka
postoperative dan jumlah pembentukan 1. Injeksi Anestesi subkonjungtival
jaringan parut. Rekurensi terjadi saat fibroblast (lidokain 2%) pada daerah di sebelah
proliferasi dan migrasi ke arah kornea. pterygium (5 mm dari limbus)
2. Eksisi dari pterygium, dimulai dari
Penyebab tersering dari pterygium rekuren kepala, diikuti dengan pengambilan
adalah trauma bedah, dan komponen badan pterygium
histopatologis termasuk neovaskularisasi dan 3. Ekposisi dari dasar sklera berbentuk
proliferasi fibroblast. Sebagian besar segitifa dengan dimensi kecil (dengan
pengobatan medis melibatkan cara yang efektif dasar di tingkat limbus dan batas 1 mm
dalam menghambat aktivitas fibrovaskuler, yang setiapnya, seperti yang tampak pada
berperan penting dalam rekurensi pterygium. gambar 1)
Bukti terdahulu mensugesti bahwa bvacizumab 4. Penjahitan konjungtival dengan vicryl 7-
lokal dapat efektif dalam menangani 0 di akhir prosedur. Ikatan jahitan dan
neovaskularisasi permukaan okuler. Manzano et ujung benang ditutupi oleh konjungtiva
al memperagakan bahwa bevacizumab, 4 untuk mencegah stimulus peradangna
mg/ml, neovaskularisasi kornea terbatas pada
model mencit. Suatu laporan kasus baru-baru ini Pasien diacak menjadi dua kelompok. 42 mata
memperagakan efektifitas 2,5% pada mendapat dua injeksi bevacizumab
bevacizumab topical yang diberikan empat kali subkonjungtiva (2,5 mg/0,1 ml), satu 7 hari
sehari selama 3 minggu dalam mengahmbat sebelum eksisi pterygium dan yang kedua 15 hari
rekurensi pada pasien dengan pterygium setelah pembedahan (kelompok A). Injeksi
rekuren impending. Tujuan penelitian ini adlaah Bevacizumab untuk penggunaan
untu mengevaluasi efektiftias dari protocol yang subkonjungtival diekstraksi dari 100 mg vial yang
berdasarkan pemberian dua 2,5 mg/ml injeksi tersedia komersil. Preparat injeksi dilakukan
pada daerah kerja flow laminar vertical. Injeksi
pertama dilakukan di tingkat abdan pterygium, kelompok telah dinilai dengan uji Chi-squared.
sementara injeksi kedua diberikan di tingkat Signifikansi perubahan dari rata-rata dimensi
apeks dan batas dari seigtiga eksisi. 41 mata pterygium antar dua kelompok telah dinilai
diikutsertakan pada kelompok control dan tidak dengan Student’s t test, sementara perubahan
mendapat injeksi subkonjungtival (kelompok B). grading dari pterygium antar kelompok dinilai
Pasien diobati dengan tetes mata tobramisin dan menggunakan Mann-Whitney Test.
deksametason tiga kali sehari selama 1 minggu
Hasil
setelah pembedahan.
Karakteristik dari pasien yang diikutsertakan
Semua pasien difollow-up selama 6 bulan oleh
terdaftar pada tabel 1. Tidak ada perbedaan
dua peneliti independent, untuk menilai
signifikan terkait jenis kelamin dan umur antara
frekuensi rekurensi pterygium pada kelompok
dua kelompok yang tercatat. Mean perubahan
peneltiian. Setelah injeksi pertama, perubahan
dari dimensi lesi dan vaskulearisasi pada 1
vaskularisasi dan dimensi pterygium dievaluasi
minggu setelah injeksi di kelompok A tampak
segera setela eksisi bedah pada hari ke-7.
pada gambar 3, dan 4, berturut-turut. Pada 6
Dimensi pterygium diukur dengan cara
bulan setelah pembedahan, tingkat rekurensi
menghitung daerah setelah mengukurnya dalam
adlaah 7,14% pada kelompok A (n = 3) dan
mm (dari basis, dipertimbangkan pada tingkat
24,93% pada kelompok B (n = 10). Perbedaan ini
karunkola, ke apeks, dipertimbangkan pada titik
signifikan secara statistic (p = 0,03; CI 0,02-
paling menonjol di kornea) dan lebar dalam mm
34,14). Semua kasus rekurensi pterygium pada
pada daerah basis dan apical (gambar 2). Untuk
kelompok A terjadi pada subjek dengan umur
mengamati modifikasi vaskularisasi setelah
lebih dari 50 tahun. Pasien perempuan yang
injeksi pertama, kami membandingkan foto yang
menderita rekurensi pterygium terdapat 1 pada
diambil pada slit lamp saat visit pendaftaran
kelompok A dan 2 pada kelompok B. Semua
dengan yang didapat pada 7 hari setelah
kasus rekurensi pterygium apda kelompok A
pemberian bevacizumab subkonjungtival.
dilaporkan pada 3 bulan setelah injeksi
Grading vaskularisasi dilakukan pada semua foto
subkonjungtival kedua. Terkait kelompok B, 2
menurut alur yang diajukan oleh Tan et al.
kasus rekurensi terjadi pada 1 bulan setelah
1. Grade I (Atropik): Pembuluh Episkleral pembedahan, 6 kasus terjadi setelah 3 bulan,
yang dapat dibedakan dengan jelas dan sisa kasus dioservasi pada follow-up 6 bulan.
dibawah badan pterygium Tidak ada komplikasi terkait injeksi bevacizumab
2. Grade II (Intermediate): Pembuluh subkonjungtival tercatat saat periode follow-up.
episkleral yang sebagian tampak
Pembahasan
dibawah badan pterygium
3. Grade III (fleshy): Pembuluh episkleral Kekhawatiran utama dalam pembedahan
yang sepenunya tidka tampak dibawah pterygium adalah rekurensi, didefinisikan
badan pterygium sebagai pertumbuhan ulang jaringan
ibrovaskular sipanjang limbus dan ke kornea.
Visit follow-up dijadwalkan ulang pada 1 hari, 1
Unutk menurunkan tingkat rekurensi, berbagai
minggu, dan 1,3 dan 6 bulan. Rekurensi
modalitas telah diajukan. Secara umum,
didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan
rekurensi pterygium terjadi pada 6 bulan
fibroaskular yang menjangkau lebih dari 1 mm
pertama setelah pembedahan. Sejumlah faktor
pada limbus. Peneliti blind terhadap protocol
seperti tipe pterygium, umur pasien, agen
pengobatan. Signifikansi statistic berhubungan
dengan perbedaan tingkat rekurensi antar dua
lingkungan, dan Teknik pembedahan dapat membrane amniotic berhubungan dengan biaya
bertanggung jawab. lebih tinggi dan ketersediaan yang lebih sedikit.

Faktanya, Teknik bare sclera, yang melibatkan Obat adjungtif untuk eksisi pterygium
mengeksisi kepala dan badan pterygium melibatkan pencegahan untuk melawan
sementara memperbolehkan dasar sklera untuk aktivitas fibrovascular yang mempunyai peran
re-epitelilisasi, umumnya berhubungan dengan penting dalam rekurensi pterygium. Pemberian
tingkat rekurensi tinggi (24-89%). Pada mitomisin C ke dasar scleral selama 3 menit
penelitian ini, ditujukan untuk menilai efektifitas terbukti bermanfaat dalam mencegah rekurensi
dari injeksi bevacizumab 2,5 mg/0,1 ml – pterigiu, tetapi, selain biaya yang mahal,
diberkan sebelum dan setelah pembedahan prosedur ini dapat berhubungan dengan ulserasi
eksisi pterygium dengan teknik bare sclera – scleral, skleritis necrotizing, perforasi (lebih
dalam mencegah rekurensi postoperative. Ini sering pada mata myopia, mungkin karena
adalah satu-satunya penelitian yang dinding sklera yang lebih tipis), iridosiklitis,
menggunakan timing ini untuk injeksi katarak, laukoma, kalsifikasi scleral, dan
bevacizumab subkonjungtival, di waktu kehilangan mata. Untuk sebab ini, mitomisin C
sekarang. tidak sepenuhnya aman dan dapat diberikan
lebih sulit. Pemberian dosis rendah mitomisin
Teknik bare sclera telah dipilih untuk penelitian
tunggal pre/intraoperative terbukti pada tahun-
ini karena mudah dilakukan dan sering
tahun ini lebih aman dan efektif untuk
berhubungan dengan tingkat rekurensi tinggi,
manajemen pterygium rekuren, tetapi efek
maka membuktikan bahwa pembedahan saja
samping seperti epiteliasisasi yang tertunda (>2
tidak cukup untuk mencegah rekurensi. Kami
minggu) dan penipisan sklera masih mungkin.
memilih tidak untuk memberikan
Selebihnya, melelehnya transplantasi
injeksi/placebo sebelum/setelah pembedahan
konjunftival atau membrane amniotic masih
pada kelompok control, karena kami bertujuan
mungkin bila berhubungan dengan pemberian
untuk mencegah respon peradangan apapun,
mitomisin C, maka mengganggu kesuksesan
berhubungan dengan injeksi itu sendiri, yang
Teknik ini. Walkow et al menunjukan bahwa
dapat mempengaruhi tingkat rekurensi pada
Teknik eksisi bare sclera dalam hubungannya
kelompok ini. Selebihnya, Teknik eksisi yang
dengan keratektomi terapeutik dan tetes mata
ebrbeda, bahkan bila memberikan tingkat
mitomisin C 0,02% postoperatif dua kali sehari
rekurensi yang lebih rendah, dapat berhubungan
selama 4 hari adalah metode yang relatif aman
dengan masalah seperti edema graft
yang dapat menurunkan rekurensi ke 2,9%
konjungtival, nekrosis graft, hematoma,
setelah 28 bulan; Walau demikian, pemberian
granuloma pyogenic Tenon, dellen
eksimer laser sering berhubungan dengan
korneoskleral, kista inklusi epithelial, fibrosis
penignkatan biaya dan tidak selalu tersedia
tempat donor (untuk autografting konjungtival
untuk tujuan ini.
dan pemberian membrane amniotic, juga).
Selebihnya, autograft konjuntiva rotasional tidak Pemberian bevacizumab subkonjungtival selain
dapat digunakan pada kasus dengna area bare eksisi pembedahan tampak ditoleransi dengan
scleral luas setelah eksisi. Terkait transplantasi baik pada penelitian sebelumnya. Bahkan pada
membrane amniotic, resiko potensial penelitian kami, tidak ada komplikasi setelah
kontaminasi membrane amniotic dengan injeksi bevacizumab subkonjungtival multiple
kegagalannya masih ada dan tidak dapat yang dilaporkan, tetapi, karena jumlah sedikit
dikesampingkan. Selebihnya, pemberian subjek di penelitian sebelumnya, kesimpulan
definitive terhadap keamanan dan efek jangka signifikan dibandingkan flap rotasional saja.
panjang masih dalam perdebatan. Walau Tidak ada efek samping terkait injeksi
dmeikian, hingga sekarang, masih belum ada bevacizumab tampak pada penelitian
persetujuan protocol mana yang harus sebelumnya apapun.
diterapkan. Satu-satunya penelitian lain yang
Pada penelitian kami, tingkat rekurensi lebih
menilai injeksi bevacicumzab setelah eksisi
rendah signifikan pada kelompok yang menjalani
pterygium dengan Teknik bare slcera telah
injeksi bevacizumab pre dan postoperative
dilakukan oleh Shenasi et al. Saat penelitian itu,
(Gambar 5). Selebihnya, kami mengamati
tidak ada efek signifikan bevacizumab yang telah
peningaktan dalam dimensi dan vaskularisasi
dilaporkan; walau demikian, di saat itu, dosis
dari pterygium seminggu setelah injeksi
tunggal dengan dosis lebih rendah bevacizumab
subkonjungtival pertama (Gambar 6). Maka,
telah digunakan.
mungkin bahwa pemberian bevacizumab
Razeghinejad et al melaporkan bahwa injeksi preoperative dapat memicu berbagai perubahan
bevacizumab subkonjuntival intraoperative morfologis yang dapat memfasilitasi eksisi
utnggal (1,25 mg/0,1 ml) telah tidak memberikan pembedahan setelahnya Bahkan Fallah et al
efek terhadap tingkat rekurensi. Singh et al menilai efektiftias injeksi bevacizumab intralesi
mengugnakan injeksi bevacizumab (2,5 mg/0,1 ml) dalam menurunkan ukuran
subkonjungtival preoperative dosis rendah (1,25 pterygium dan menemukan cukup efekftif dan
mg/0,5 ml) tunggal tanpa efek signifikan dapat ditoleransi dengan baik (mean penuurnan
terhadap tingkat rekurensi setelah 3 bulan, ukuran lesi adalah 3,97 +- 3,84%). Walau
abhkan bila terdapat suatu peningkatan demikian, karena mungkin efek bevacizumab
signifikan dalam derajat, intensitas warna, dan transien, injeksi kedua dibuthukan untuk
ukuran pterygium. Suatu injeksi bevacizumab menghambat fase fibrovaskuler akut yang
dosis rendah unggal, preoperative atau terjadi pada waktu postoperative segera dan
postopreatif, tidak menunjukkan efektifitas dapat bertanggun jawab pada onset rekurensi.
mungkin karena efek transien obat anti-VEGF,
Kesimpulan
berhubungan dengan waktu paruhnya yang
singkat; maka telah disarankan untuk Bahkan pada saat ini masih beluma da
mengulangi injeksi setelah operasi dan persetujuan umum terkait modalitas pemberian,
memberikan dosis lebih tinggi bevacizumab. timing, dan dosis, pemberian injeksi
bevacizumab subkonjungtival pada dosis 2,5
Neva Castaneda et al. telah meneliti efektifitas
mg/0,1 ml, sebelum dan setelah eksisi pterygium
2,5 mg/0,1 ml dari autograf konjungtival dan dua
bedah, mungkin berguna dalam mencegah
bevacizumab subkonjungtival (yang pertama
rekurensi lesi setelah prosedur bare scleral.
langsung seetlah pembedahan dan kedua
Tidak ada efek samping yang tampak pada
setelah 15 hari) dalam menurunkan rekurensi
pasien yang diobati, mengkonfirmasi keamanan
dari penyakit, dengan hasil yan memuaskan
relatif dari cara pemberian dan dosis ini.
setelah follow-up 1 tahun. Penelitian lain yang
Protokol pengobatan ini mudah digunakan
dilakukan oleh Ozsutcu et al menilai penggunaan
dengan biaya yang mungkin lebih rendah dan
injeksi bevacizumab intraoperative, dengan
efek samping yang lebih rendah dengan
dosis yang sama, berhubungan dengan eksisi
pemberian mitomisin C. Selebihnya, pemilihan
pterygium dengan glap konjungtival rotasional
prosedur bare scleral berhubungan dengan
diikuti oleh injeksi lain setelah 1 minggu,
injeksi bevacizumab subkonjungtival sebagai
melaporkan rekurensi yang lebih rendah
pengoabtan langkah pertama dapat mencegah
komplikasi yang berhubungan dengan Teknik
pembedahan lain yang dapat dengan mudah
diterapkan, pada waktu yang lain, bila gagal saat
pendekatan pertama atau adanya kelainan
postoperative meluas. Walau dmeikian, dalam
kasus autograf konjungtival atau kegagalan
membran amniotic, reintervensi dapat berujung
ke kesulitan Teknik yang lebih besar.

Mekanisme rekurensi pterygium masih belum


jeals, tetapi VEGF dan neovaskularisasi
mempunyai peran dalam perkembangannya.
Dokter bedah haru mempertimbangkan banyak
faktor untuk menurunkan resiko rekurensi
sbeanyak mungkin. Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan untuk mencakup efektifitas
sebenarnya dan keterbatasan terapi adjungtif
dengan injeksi bevacizumab subkonjungtival.
Bahkan, masih sedikit pengalam dalam
pemberian bevacizumab sebagai pengoabtan
adjungtif terhadap pengambilan bedah
pterigiuml maka, rekomendasinya sebagai terapi
lini pertama masih kontroversial. Walau
dmeikian, injeksi bevacizumab subkonjungtival
dapat terbukti sebagai kemungkinan alternative
dan pengobatan adjuvant efektif dalam
pembedahan eksisi pterygium, meluaskan
armamen yang ada, dalam manajemen episode
sekarang. Survey lebih lanjut dalam
polimorfisme genetic dapat mendefinisikan
perbedaan dalam respon pengoabtan antar
individu berbeda. Bila bukti mutakhir didapat,
mungkin untuk meramalkan efektifitas terapi
antiangiogenetic dan mengantisipasi hasil
setelah pemberiannya.

Anda mungkin juga menyukai