Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RADIOLOGI

“Faktor dan Komponen Dasar Pembentuk Rontgen”

OLEH
KELOMPOK 5

1. CHANDRAONE P. KEFI AMTIRAN 1709010007


2. MOSCATIA T. MUDA 1709010009
3. SUJANTA P. UMBU ROMA 1709010023
4. AMALIA Y. KRISTA NATA 1709010035
5. MARIKE J. M. RABILA 1709010043

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
1. Sejarah ditemukannya Sinar-X :
Sinar-X ditemukan pertama kali oleh fisikawan berkebangsaan Jerman Wilhelm C.
Rontgen pada tanggal 8 November 1895. Pada saat Rontgen menyalakan sumber listrik tabung
untuk penelitian sinar katoda, beliau mendapatkan sejenis cahaya berpendar pada layar yang
terbuat dari Barium Platino Cyanida yang kebetulan berada di dekatnya. Jika sumber listrik
dipadamkan, maka cahaya pendar pun hilang. Rontgen segera menyadari bahwa sejenis sinar
yang tidak kelihatan telah muncul dari dalam sinar katoda. Karena sebelumnya tidak pernah
dikenal, maka sinar ini diberi nama sinar-X. Namun untuk menghargai jasa beliau dalam
penemuan sinar-X ini maka seringkali sinar itu dinamai juga sinar rontgen. Pemeriksaan tubuh
manusia dengan menggunakan radiasi lahir pada tahun 1895, dimana Wilhelm C. Rontgen
membuat image tangan istrinya pada X- Ray film. Ini adalah cikal bakal dari perkembangan
ilmu imaging radiodiagnostic.
Rontgen tidak dapat menyimpangkan sinar-sinar ini dalam medan magnetik, sebagaimana
yang diharapkan jika sinar tersebut berupa partikel bermuatan, tidak juga dapat mengamati
difraksi atau interferensi, sebagaimana yang diharapkan jika sinar tersebut berupa gelombang.
Kemudian diberi nama sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia
kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun
1901. Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar
bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa
diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau
bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.
Rontgen menyelidiki sinar ini secara intensif dan menemukan bahwa semua bahan
tertembus oleh sinar tersebut dalam derajat tertentu dan bahwa derajat ketertembusan berkurang
dengan meningkatnya densitas bahannya. Kenyataan ini mengarah pada penggunaan medis.
Berikut adalah salah satu hasil penggunaan foto Rontgen di bidang medis. Rontgen Adalah
pemeriksaan Penunjang dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit, seperti Rontgen Kepala,
Sinus, Tulang, Paru-paru dll dan kami juga dapat melakukan rontgen GigI.
Pada bidang radiologi manfaat Sinar-X sangat banyak salah satunya digunakan untuk
melakukan pencitraan terhadap tubuh manusia. Dalam pengambilan citra banyak hal yang harus
diperhatikan agar mendapatkan hasil yang baik, agar nantinya dapat dilakukan tindakan sesuai
dengan hasil gambar, namun terkadang pencitraan yang tidak memenuhi standar masih saja
dijumpai karena banyaknya faktor yang turut dalam proses pengambilan gambar. Salah satu
faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan kuantitas sinar X yaitu jarak antara tabung
dengan image reseptor. Sinar-X yang digunakan dalam proses pencitraan perlu diarahkan secara
tepat pada obyek yang akan di foto. Hal ini berpengaruh pada besarnya dosis yang akan diterima
objek.

2. Konsep Dasar Pembentuk Sinar X


Sinar-X merupakan sinar yang terbentuk dengan menembaki target dengan elektron cepat
dalam tabung sinar katoda (Beiser, 1999). Penemuan sinar-X berawal dari penemuan Rontgen
(1845-1923), seorang fisikawan Universitas Wutsburg sewaktu bekerja dengan tabung sinar
katoda pada tahun 1895. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan
yang tak tembus cahaya dan mengaktifkan layar pendar atau film foto. Sinar ini berasal dari
titik dimana elektron dalam tabung mengenai sasaran di dalam tabung tersebut atau tabung kaca
(Beiser, 1999).
Sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton sebagai
gelombang listrik sekaligus gelombang magnet. Energi sinar-x relative besar sehingga memiliki
daya tembus yang tinggi. Sinar-x tebagi atas 2 (dua) bentuk yaitu sinar-x karakteristik dan sinar-
x brehrnsstrahlung. Proses terbentuknya sinar-x diawali dengan adanya pemberian arus pada
kumparan filament pada tabung sinar-x sehingga akan terbentuk awan elektron. Pemberian beda
tegangan selanjutnya akan menggerakkan awan elektron dari katoda menumbuk target di anoda
sehingga terbentuklah sinar-x karakteristik dan sinar-x brehrnsstrahlung. Sinar-x yang
dihasilkan keluar dan jika beinteraksi dengan rnateril dapat menyebabkan beberapa hal di
antaranya adalah efek foto listrik, efek harnburan compton dan efek terbentuknya elektron
berpasangan. Ketiga efek ini didasarkan pada tingkat radiasi yang berinteraksi dengan materi
secara berurutan dari paling rendah hingga paling tinggi. Radiasi ionisasi akan rnengakibatkan
efek biologis radiasi yang dapat terjadi secara langsung ataupun secara tidak langsung (Akhadi,
2002).
Sinar-X dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi yang
lebih tinggi menuju tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang terbentuk melalui proses ini
mempunyai energi sama dengan selesih energi antara kedua tingkat energi elektron tersebut.
Keunggulan dari sinar-X ini sendiri yaitu memiliki daya tembus yang tinggi dan tidak
bermuatan (netral), sehingga tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet maupun medan listrik
(tidak dipengaruhi oleh medan magnet dan medan listrik) (Radiologi Sciences, 2011).
Keadaan fisik dari sinar-X yang menjadi sifat-sifat sinar-X antara lain adalah daya
tembusnya besar dengan frekuensi yang tinggi, memiliki berkas sinar yang lurus dan koheren,
dalam medan magnet maupun medan listrik tidak dibelokkan karena tidak bermuatan (tidak
dipengaruhi oleh medan magnet dan medan listrik), dapat menghitamkan plat film.
Syarat-syarat terbentuknya sinar-X didalam tabung sinar-X yaitu sumber elektron, gaya
pemercepat, ruang yang hampa udara, alat pemusat berkas elektron, dan benda penghenti
gerakan elektron/target. Komponen komponen utama tabung sinar-X adalah katoda/ elektroda
negatif (sumber elektron). Katoda ini terbuat dari nikel murni dimana celah antara 2 batang
katoda disisipi kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar-X.
Filamen terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam bentuk spiral. Bagian yang
mengubah energi kinetik elektron yang berasal dari katoda adalah sekeping logam wolfram
yang ditanam pada permukaan anoda. Arus yang diberikan pada tabung sinar-X pada kisaran
milliampere (mA) berfungsi untuk memijarkan filamen sehingga terbentuk awan elektron pada
filamen. Selanjutnya beda potensial dalam kisaran kilovolt (kV) berfungsi untuk memeberikan
energi kinetik pada elektron elektron tersebut (Radiologi Sciences, 2011).
Anoda atau elektroda positif biasa disebut sebagai target, jadi anoda disini berfungsi
sebagai tempat tumbukan elektron. Focussing cup ini terdapat pada katoda yang berfungsi
sebagai alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak
terpancar kemana mana. Rotor atau stator terdapat pada bagian aoda yang berfungsi sebagai
alat untuk memutar anoda. Glass metal envelope (vacum tube) adalah tabung yang gunanya
membungkus komponen-komponen penghasil sinar X agar menjadi vacum atau menjadikan
ruang hampa udara. Oil adalah komponen yang cukup penting karena saat elektron-elektron
menabrak target pada anoda, energi kinetik yang berubah menjadi sinar-X hanyalah 1%
selebihnya berubah menjadi panas mencapai 20000C, jadi peran oil ini sebagai pendingin
tabung sinar-X. Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar-X, window ini terletak
dibagian bawah tabung. Tabung bagian bawah dibuat lebih tipis dari tabung bagian atas,
dikarenakan agar sinar-X dapat keluar melalui window tersebut tanpa mempengaruhi
komponen-komponen lain.

Gambar 1. Skema proses terjadinya sinar X

Pada Gambar 1, menunjukkan proses pembentukan sinar-X yang terjadi didalam tabung
sinar-X. Didalam tabung sinar-X terdapat katoda dan anoda (sebagai filamen) dan tabung
tersebut merupakan tabung hampa udara. Filamen merupakan bagian yang berfungsi sebagai
penghasil elektron. Untuk menghasilkan elektron, filamen harus dipanaskan dengan cara
mengalirkan arus listrik pada filamen tersebut. Setelah filamen berpijar, maka akan terbentuk
awan-awan elektron disekitar filamen tersebut. Setelah eleketron terbentuk, elektron siap
ditembakkan ke anoda dengan kecepatan yang tinggi. Untuk menembakkan elektron ke anoda
diperlukan suatu tegangan yang tinggi hingga ribuan volt (kilovolt). Elektron-elektron yang
ditembakkan akan menumbuk target dan akan berinteraksi dengan atom-atom dari target
tersebut. Setelah itu, sinar-X akan keluar melalui jendela tabung yang terletak dibagian bawah
tabung. Arus (mA) berpengaruh pada filamen agar filamen tersebut panas sehingga
menghasilkan elektron. Semakin besar arus yang diberikan semakin banyak elektron yang
dihasilkan. Semakin besar arus filamen semakin tinggi suhu filamen dan berakibat semakin
banyak elektron dibebaskan persatuan waktu. Sedangkan tegangan (kV) berpengaruh pada
katoda, sehingga semakin besar tegangan (kV) yang diberikan semakin cepat
elektronditembakkan ke target (anoda) (Susanto, 2011). Tegangan dan arus ini saling
berhubungan dalam menghasilkan sinar-X. Tegangan dibutuhkan untuk menghasilkan sumber
elektron, arus dibutuhkan untuk memanaskan filamen (Yulianti, 2014).
Panjang gelombang dari sinar-X yang lebih pendek tersebut yang menyebabkan sinar-
X memiliki sifat dapat menembus benda. Panjang gelombang yang digunakan dalam dunia
kedokteran antara 0,5Å – 0,125Å.
3. Panjang Gelombang X-ray
Elektron melambat dan berhenti di target, dalam kisaran beberapa puluh mikrometer,
tergantung pada tegangan tabung. Akibatnya, intepretasi gambar sinar X merupakan gambar
mengenai organ dalam tubuh. penyaringan diri ini muncul paling menonjol pada energi rendah
akhir spektrum (Gbr. 5,2). Selain itu, radiasi karakteristik muncul jika energi elektron kinetik
melebihi tenaga pengikat. l radiasi sepenuhnya diserap oleh filtrasi khas 2,5 mm Al. Tepi k
dalam atenuasi foton tungsten dapat dilihat sebagai setetes kontinum pada energi pengikatan
69,5 keV. untuk target tungsten, fraksi radiasi k berkontribusi terhadap total pertemuan energi
kurang dari 10% untuk tegangan tabung 150 KV. seperti yang ditunjukkan pada bagian 2.4.4,
daya radiatif yang menghentikan massa elektron sebanding dengan Z ², di mana Z adalah
nomor atom Absorber. integrasi daya henti massa radiatif di sepanjang jalur elektron
memberikan total fluence energi sinar X, Ψ, sebagai Ψ ~ ZIU2, di mana saya menunjukkan
arus elektron dan U tegangan tabung. Jika hasil bremsstrahlung tinggi diperlukan, logam
dengan Z tinggi lebih baik. tungsten (Z = 74) biasanya dipilih, karena juga tahan suhu tinggi
(2757 ° c pada 1,3 × 10 – 2 PA tekanan uap). efisiensi untuk konversi tenaga listrik ke radiasi
bremsstrahlung sebanding dengan UZ. di 100 kV, efisiensinya adalah 0,8%. ini adalah
penyebab sebagian besar masalah teknis dalam desain X Ray tabung, karena hampir semua
daya listrik yang diterapkan dalam percepatan elektron dikonversi menjadi panas.

Spektrum ideal muncul, dengan pertemuan energi yang diambil sebagai kuantitas yang
menggambarkan intensitas spektral. foton pertemuan adalah kuantitas yang lebih praktis untuk
perhitungan menggunakan data spektral, oleh karena itu, digunakan dalam bagian berikut.
Model yang lebih halus untuk generasi spektrum X Ray telah dikembangkan dengan
menggunakan metode Monte Carlo. untuk tujuan praktis, pendekatan semi-empiris dapat
memberikan hasil yang memuaskan dalam simulasi (Dance ddkk, 2014).

4. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan medan magnet yang
berosilasi dan merambat lewat ruang dan membawa energy dari satu tempat ke tempat yang lain.
Radiasi elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan tertentu :
 Sistem darah, berupa leukimia dan limfoma malignum,
 Sistem reproduksi laki-laki berupa infertilitas,
 Sistem saraf, berupa degenerative saraf perifer,
 Sistem kardiovaskular berupa perubahan ritme jantung,
 Sistem endokrin, berupa perubahan metabolisme hormone melatonin,
 Psikologis berupa neurosis dan gangguan irama sirkadian,
 Hipersensitivitas
Type Panjang gelombang Produksi Deteksi
Gelombang Radio > 0,1 m Akselerasi dan Antena penerima
perlambatan elektron yang
cepat di antena
Gelombang Mikro 0,1 mm to 1 mm Katup Klystron atau katup Arahkan kontak diode
magnetron
Gelombang Inframerah I mm to 700 nm Getaran atom dan molekul Termometer bolometer,
film fotografi
inframerah
Cahaya yang tampak 700 nm to 400 nm Elektron dalam atom Mata photocelis film
memancarkan cahaya fotografi
ketika mereka bergerak
dari satu tingkat energi ke
tingkat energi yang lebih
rendah
Gelombang Ultraviolet 400 nm to 1 nm Elektron kulit dalam atom Photocelss film
bergerak dari satu tingkat fotografi
energi ke tingkat yang
lebih rendah
Sinar X 1 nm to 10-3 nm Tabung sinar X atau Film fotografi, tabung
elektron kulit bagian geiger, ruang ionisasi
dalam
Sinar Gamma < 10-3 nm Peluruhan radioaktif -do-
nukleus
5. Pengenalan Radiognostik Moderen Lain
a. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik yang relatif baru di bidang
investigasi non-invasif. Gambar yang diperoleh didasarkan pada distribusi dan
lingkungan fisikokimia dari inti sel dalam tubuh. Karena karakteristik ini berbeda di
berbagai jaringan tubuh, gambar dengan kontras yang sangat baik antara jaringan yang
berbeda dapat diperoleh. Ini terutama terlihat pada jaringan lunak seperti otot, lemak,
dan jaringan ikat. Berbeda dengan teknik tomografi lainnya (misalnya Computed
tomography), MRI menawarkan kesempatan untuk mendapatkan gambar dalam bidang
yang diinginkan. Karena sinyal MR sangat tergantung pada kadar air jaringan dan
komposisi air, sedikit perubahan karakteristik ini dapat dipantau secara non-invasif.
Untuk alasan ini, MRI secara klinis digunakan untuk deteksi, khususnya, neoplasma
dan proses inflamasi. (Wolf, et al, 1992).
Sejak ditemukan, MRI dengan cepat menjadi salah satu perangkat pencitraan
medis yang paling penting dalam dunia kedokteran. Tidak seperti pencitraan lainnya,
yaitu sinar X dan computed tomography (CT), MRI tidak memerlukan radiasi ionisasi.
MRI juga menawarkan kontras jaringan lunak yang tidak mungkin dengan modalitas
pencitraan lainnya. (Dance, et al., 2014)

Gambar 2. Magnet superkonduktor yang berbeda pada MRI: (a) Sistem Siemens 3 T Vario; (b) Sistem panorama
Philips 1 T; (c) Sistem General Electric 1,5 T Discovery MR450. (Sumber: Diagnostic Radiology Physics, 2014)

MRI telah menjadi alat diagnostik yang signifikan dalam kedokteran


hewan, terutama karena resolusi kontras tinggi yang memungkinkan jaringan lunak
dikarakterisasi secara sensitif. Karakterisasi ini didasarkan pada sifat
elektromagnetik dari inti hidrogen (proton), yang berlimpah di jaringan tubuh.
Transfer energi ke dan dari proton-proton ini dapat dilokalisasi secara spasial dan
merupakan sumber pembentukan gambar. Meskipun MRI digunakan terutama
untuk menyelidiki kondisi neurologis, beberapa bagian tubuh hewan kecil dan
besar lainnya - terutama kuda - dapat dicitrakan dengan MR. Sistem MR merupakan
peralatan paling canggih dalam pencitraan diagnostik, dengan kombinasi
elektronik, generator frekuensi radio (RF), kumparan listrik, dan gradien yang
berinteraksi dengan komputer. Kombinasi ini diperlukan untuk eksitasi dan
penerimaan jaringan yang tepat serta lokalisasi sinyal jaringan. (Thrall, 2013)

a. CT-Scan
Pengenalan Computed Tomography (CT) telah memberikan salah satu kemajuan
paling penting dalam pencitraan diagnostik di sektor veteriner. Berbeda dengan radiografi
diagnostik standar, CT menghasilkan irisan aksial dari daerah yang sedang diperiksa dan
menghasilkan gambar tiga dimensi. CT juga memungkinkan diferensiasi yang lebih besar
antara struktur jaringan lunak individu daripada radiografi diagnostik. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan CT untuk secara akurat mengukur penyerapan jaringan sinar-X saat
melewati pasien. (Keane et al., 2017)
Proses akuisisi gambar CT melibatkan pengukuran profil transmisi sinar X melalui
pasien untuk sejumlah besar tampilan. Sebuah profil dari setiap tampilan dicapai terutama
dengan menggunakan detektor busur yang umumnya terdiri 800–900 elemen detektor
(dels), disebut sebagai deretan detektor. Dengan rotasi dari tabung sinar X dan deretan
detektor di sekitar pasien, sejumlah besar pandangan bisa didapatkan. Penggunaan puluhan
atau bahkan ratusan baris detektor disejajarkan sumbu rotasi memungkinkan akuisisi lebih
cepat (Gambar 1). Yang diperoleh profil transmisi digunakan untuk merekonstruksi
gambar CT, terdiri dari sebuah matriks elemen gambar (piksel). (Dance, et al., 2014)
Gambar 3. Pengambilan gambar CT menunjukkan transmisi sinar X melalui pasien oleh menggunakan deretan
detektor (a), dengan rotasi tabung sinar X dan detektor (b) dan secara berganda detektor (c). (Sumber: Diagnostic
Radiology Physics, 2014)
Penggunaan CT dalam kedokteran hewan dalam diagnostik klinik pertama kali
didokumentasikan pada 1980-an untuk penyelidikan penyakit sistem saraf pusat dan
neoplasia pada anjing. CT telah menjadi lebih umum dalam kedokteran hewan karena
kemajuan teknologi CT dan peningkatan ketersediaannya dalam praktik umum. Modalitas
pencitraan lain yang semakin tersedia di sektor veteriner adalah magnetic resonance
imaging (MRI). Penggunaan MRI paling sering diindikasikan untuk membedakan antara
jaringan lunak, seperti di bidang neurologi, sedangkan CT berguna untuk pencitraan tulang
dan jaringan lunak.
Pada hewan kecil, penggunaan CT paling sering diindikasikan pada pasien dengan
penyakit toraks dan abdominal, lesi intrakranial dan ekstrakranial, dan gangguan sistem
muskuloskeletal termasuk kerangka appendicular dan tulang belakang. Karena hasil
gambar dalam CT sangat cepat, modalitas diagnostik ini penting dalam kasus di mana
anestesi dan sedasi tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, CT berguna dalam kasus kritis
atau kelainan yang dapat terganggu oleh adanya anestesi atau sedasi.
Dalam kedokteran hewan kuda, penggunaan CT paling sering pada kerangka
appendicular untuk pemeriksaan diagnostik ketimpangan, sinus paranasal dan tengkorak.
Penerapan CT dalam diagnosa klinis untuk menghasilkan gambar diagnostik pada sapi
tidak umum. Indikasi yang paling umum untuk penggunaannya adalah penyakit pada
sistem saraf pusat, otitis media dan penyakit gigi. (Keane et al., 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Muhlis. 2002. Pancaran SinarX Karakteristik untuk Pemeriksaan


Medis.Online.www.tempointeraktif.com [diakses 23/06/07].

Beiser, Arthur, (1981). Konsep Fisika Modern, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Beiser, A. 1999. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Dance, D.R., S. Christofides, A.D.A. Maidment, I.D. McLean, and K.H. Ng “Diagnostic
Radiology Physics: A Handbook for Teachers and Students”. Vienna: International atomic
energy agency

Keane, M., E. Paul, C. J. Sturrock, C. Rauch, and C. S. Rutland. 2017. “Computed Tomography
in Veterinary Medicine: Currently Published and Tomorrow's Vision”. Intech: Chapter 13:
271-285.

Thrall, D. E. 2013. “Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology Sixth Edition”. Elsevier.

Wolf, R. F. E., K. H. Lam, E. L. Mooyaart, R. P. Bleichrodt, P. Nieuwenhuis, and J. M.


Schakenraad. 1992. “Magnetic Resonance Imaging Using a Clinical Whole Body Sistem: an
Introduction to a Useful Technique in Small Animal Experiments”. Laboratory Animals 26:
222-227.

Yulianti, Suryaningsih. 2014. Penentuan Faktor Eksposi Mesin Radiografi Konvensional di


Laboratorium Fisika Medik Unnes. Universitas Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai