Anda di halaman 1dari 23

Jurnal 2.3 Teori Belajar Robert M.

Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut
adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor
chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5) memperbedakan (discrimination
learning), (6) pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle
formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988).

Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan
pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal chaining) dan
(2) pemecahan masalah (problem solving).

 Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika


dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi,
aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu
sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian
kegiatan atau lebih stimulus respons. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka
dapat dikatakan bahwa tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam
mengaitkan antara skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika
yang akan dipelajarinya.
 Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima
setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996).
Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan
melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada
dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan
dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika. Dukungan lain mengenai
keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud di atas adalah tuntutan
kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi
penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga merupakan langkah-langkah dalam
pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah matematika (Silver et al., 1996).
Selain itu, Cars (dalam Sutawidjaja, 1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, maka salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan jalan membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau
pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru.

Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek
tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,
ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak
langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.

 Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika.


Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah
”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari
dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
 Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau
memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan
yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa
dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau
aturan yang ada dengan cepat dan tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan
memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.
 Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu
objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa dikatakan
telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh.
untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat
khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh.
 Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.
Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama
dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus
mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah
memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat
mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat
menggunakannya pada situasi yang tepat.
JURNAL https://docplayer.info/73007278-Jurnal-teori-belajar-gestalt.html

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi
kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Istilah Gestalt
mengacu pada sebuah objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-
bagiannya.aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt.
Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih
kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya
juga hilang. aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan
respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan
kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut
aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat
dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat
diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan
dan lain sebagainya. Pencetus teori Gestalt adalahmax Wertheimer, Wolfgang Kohler dan
Kurt Koffka. Key Notes:teori belajar,kegiatan belajar, proses mental, teori Gestalt. A.
PENDAHULUAN Setelah behaviorisme berkembang marak di kalangan psikolog Amerika
dan sejak saat itu kebanyakan teoriti besar, seperti Guthrie, Skinner, dan Hull menjadi
penganut behaviorisme. Serangan behavioristik terhadap metode intropestik dari Wundt dan
Titcner menyebabkan introkpesionisme ditinggalkan sepenuhnya. Pada saat yang hamper
bersamaan, ketika kaum behavioris menyerang intropeksi di Amerika, sekolompok psikolog
mulai menyerang penggunaannya di jerman. Kelompok Psikolog ini menamakan dirinya
psikolog Gestalt. Gerakan gestalt dianggap pertama kali diluncurkan oleh artikel Max
Wertheimer tentang gerakan, yang muncul pada Meskipun Max dianggap pendiri teori
gestalt, sejak awal dia telah bekerjasama dengan dua

3 orang yang juga dianggap sebagai bapak pendiri, yakni Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.
Kohler dan Koffka berpartisipasi dalam eksperimen pertama yang dilakukan oleh
Wertheimer, meskipun ketiganya member kontribusi sendiri-sendiri yang penting psikolog,
ide-ide mereka selalu mirip satu sama lain. Tampaknya seluruh gerakan gestalt muncul dari
pemikiran Wertheimer ketika dia sedang naik kereta api menuju ke Rhineland. Dia mendapat
gagasan bahwa jika dua cahaya berkedap-kedip (hidup dan mati) pada tingkat tertentu,
cahaya itu akan member kesan bahwa pengamatnya bahwa satu cahaya itu bergerak maju
mundur, setelah turun dari kereta dia membeli stroboscope (alat yang digunakan untuk
menyajikan stimulasi visual pada tingkat tertentu) yang dengannya dia melakukan banyak
eksperimen sederhana di kamar hotelnya. Dia memperdalam gagasan yang muncul saat di
kereta, bahwa jika mata melihat stimuli dengan cara tertentu, penglihatan itu akan member
ilusi gerakan, yang oleh Wertheimer dinamakan phi phenomenon. Arti penting dari phi
phenomenon adalah fenomena ini berbeda dari elemen yang menyebabkannya. Sensasi
gerakan tidak data dijelaskan dengan menganalisis setiap unsure kehidupan cahaya, yakni
cahaya padam dan cahaya hidup, perasaan akan adanya gerakan akan muncul dari kombinasi
kedua elemen itu. Karena alas an ini, anggota aliran gestalt percaya bahwa walaupun
pengalaman psikologis berasal dari elemen sensori namun pengalaman itu berbeda dengan
elemen sensori itu sendiri. Dengan kata lain, pengalaman fenomenologis berasal dari
pengalaman sensoris (yakni cahaya) tetapi tidak dapat dipahami dengan menganalisi
komponen-komponen pengalaman fenomenal ini. Artinya, pengalaman fenomelogis adaah
berbeda dari bagian-bagian yang menyusun pengalaman tersebut. Namun demikian,
sekalipun kemunculan gestalt merupakan reaksi terhadap behaviorisme, strukturalisme yang
berkembang di Amerika, kemunculan pendatang baru ini justru di Jerman, karena para
pendirinya memang besar secara intelektual di

4 Jerman. Secara verbal, Gestalt berarti Pola, susunan (konfigurasi), Menyeluruh atau bentuk
pemahaman atau situasi perangsangnya. Konfigurasi atau gestalt akan kehilangan sesuatunya
kalau dipisahkan menjadi bagian-bagian komponennya, karaena setiap situasi atau
pengalaman itu lebih dari jumlah semua bagiannya. Hal ini memberikan pengertian singkat
bahwa Gestalt merupakan aliran yang mengembangkan paradigma pemikiran yang berpijak
pada kerangka menyeluruh dalam melihat obyek, khususnya dalam proses belajar, Karena itu,
perlu diingat bahwa psikologi gestalt utamanya berminat pada persepsi dan proses problem
solving. Jadi, gestaltis yang mengikuti tradisi Kantian, percaya bahwa organisme
menambahkan sesuatu pada pengalaman, dimana sesuatu itu tidak ada dalam data yang di
indera, dan sesuatu itu adalah tindakan menata (organisasi data). Kita tidak dapat melihat
stimuli yang terpisah-pisah namun stimuli itu dikelompokkan bersama (diorganisasikan) ke
dalam satu konfigurasi yang bermakna, atau gestalten (bentuk jamak dari gestalt). Kita
melihat orang, kursi, mobil, pohon dan bunga. Kita tidak dapat melihat deretan dan kontur
dan serpihan warna. Medan persepsi kita adalah komposisi keseluruhan yang tertata, atau
gestalten, dan ini seharusnya dijadikan subjek penelitian psikologi. Gestalt menentang paham
voluntarisme, struktualisme, dan behaviorisme. Struktualis menggunakan metode introspektif
untuk menemukan elemen-elemen pemikian, strukulis percaya bahwa ide-ide yang kompleks
terdiri dari ide-ide sederhana yang dikombinasikan sesuai dengan hokum asosiasi. Perhatian
utama meraka adalah untuk menemukan ide sederhana yang dianggap sebagai blok
pembangun pemikiran yang lebih kompleks. Gerakan fungsionalis, di bawah pemikiran
darwinisme sangat memerhatikan bagaiman proses perilaku atau pemikiran manusia
berhubungan dngan usaha bertahan hidup. Sedangkan behavioris berusaha

5 menjadikan psikologi benar-benar ilmiah, dan keilmiahan selalu membutuhkan ukuran.


BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan karena belajar akan
mempengaruhi perkembangan individu. Manusia selalu memerlukan dan melakukan
perbuatan belajar. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri seseorang, dimanapun dan
kapanpun proses belajar dapat terjadi. Belajar tidak hanya terjadi dibangku sekolah, tidak
hanya terjadi ketika siswa berinteraksi dengan guru, tidak hanya ketika seseorang belajar
membaca, menulis dan berhitung. Belajar bukan hanya seperti ketika seseorang belajar naik
sepeda, belajar menjahit, atau belajar mengoperasikan komputer. Belajar bisa terjadi dalam
semua aspek kehidupan. Belajar akan terus berlanjut hingga ajal tiba.

Mengingat begitu pentinganya belajar, banyak ilmuan yang mengkaji tentang teori belajar.
Salah satu teori belajar tersebut adalah teori belajar dari Robert M. Gagne, yang akan kami
bahas dalam makalah ini.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana teori belajar yang dikemukakan oleh Robert M Gagne?


2. Bagaimana implementasi teori Gagne?
3. Bagaimana aplikasi teori Gagne
4. Apa implikasi teori gagne bagi pembelajaran

TUJUAN PENULISAN

1. Dapat mengetahui tentang teori belajar Robert M Gagne

2. Dapat mengetahui implementasi teori Gagne

3. Dapat mengetahui aplikasi teori Gagne

4. Dapat mengetahui implikasi teori Gagne dalam pembelajaran.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Teori belajar Robert M Gagne

Menurut Gagne, belajar memberi konstribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk
mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan perilaku (behaviour) adalah
hasil dari efek belajar yang kumulatif serta tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena
belajar bersifat kompleks. Aneka ragam bentuk belajar menurut Robert M gagne yakni:

1. Signal learning (belajar isyarat)


Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah
pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur, emosional, tak sengaja, dan
tak dapat dikuasai.

1. Stimulus-response learning (belajar stimulus respon)

Respons dapat diatur dan dikuasai, bersifat spesifik, tidak umum dan kabur. Respons ini
diperkuat dengan adanya reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting
dalam respons itu.

1. Chaining (rantai atau rangkaian)

Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara bebrapaa stimulus-respons, oleh sebab yang
satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan contiguity.

1. Verbal Association (asosiasi verbal)

Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan
reaksi verbal pada stimulus.

1. Discrimanition learning (belajar membedakan).

Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek
yang terdapat dalm lingkungan fisik.

1. Tipe belajar konsep (Concept Learning)

Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian
tentang suatu yang mendasar.

1. Tipe belajar kaidah (RuleLearning)

Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.

1. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)

Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu
permasalahan.

Gagne membagikan belajar berlangsung dalam empat fase, yang sukar dipisahkan satu sama
lainnya. Fase pertama dapat berlangsung beberapa detik, fase kedua dapat dipandang sebagai
perbuatan belajar, sedangkan fase ketiga dan empat dipandang sebagai mengingat. Keempat
fase tersebut adalah:

1. Fase apprehending

Dalam fase ini seseorang harus memperhatikan stimulus tertentu, harus menangkap artinya
dan memahaminya. Suatu stimulus dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, misalnya “sakura”
dapat ditafsirkan sebagai bunga di Jepang atau sebagai nama film.
2. Fase acquisition

Kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu yang belum diketahui sebelumnya.

3. Fase strorage

Kemampuan yang baru (yang didapat dari fase sebelumnya) itu disimpan.

4. Fase retrieval

Mengeluarkan kembali apa yang disimpan dan menggunakannya dalam situasi tertentu atau
untuk memecahkan suatu masalah.[1]

1. Implementasi Teori Gagne

Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia. Ada beberapa
pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut dalam proses
pembelajaran. Berdasarkan konsep Sembilan kondisi Intruksional Gagne, maka dapat disusun
rancangan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:

1. Memperoleh perhatian

Guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa
mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan. Contoh: Mengenalkan hutan dengan
cara mengajak siswa TK seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti
hutan (tanaman dengan pot yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll).
Hari sebelumnya, Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah
seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter. Ketika kegiatan ini dilaksanakan biarkan
siswa memperlihatkan kemampuan menolong dirinya sendiri serta bersosialisasi dengan
temannya. Kenalkan hutan melalui temuan-temuan anak atau yang dilihat siswa di hutan
(ruangan yang sudah disiapkan) dan cocokkan dengan buku tentang hutan yang dibawa guru.
Ajak siswa mendengarkan bunyi-bunyian yang berkaitan, misalnya rekaman air dan suara
binatang. Lampu dapat dimatikan seolah-olah malam hari di hutan.

2. Memberikan informasi tujuan pembelajaran

Guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga
siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting
dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
siswa, dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum kegiatan berkemah, guru
mengadakan tanya jawab dengan siswa. Seperti mengatakan “Siapa yang pernah ke hutan?”
“Seperti apa ya hutan itu?” “Apa saja isinya?” “Siapa yang mau ke hutan?” “Nanti teman-
teman akan melihat hutan, juga mengetahui isi hutan!”

3. Merangsang anak untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari.

Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara
bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali pengetahuan tentang hutan, ajak
siswa TK mengklasifikasikan kepingan gambar yang disediakan. Menklasifikasikan gambar
yang berkaitan dengan hutan dengan yang bukan hutan.

4. Menyajikan stimulus

Guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa
merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.

Contoh: Guru menyampaikan materi “hutan” dengan bercerita menggunakan wayang hutan
(dibuat sendiri, berupa gambar-gambar seperti : pohon, binatang, jamur, batu, matahari, air
dll yang diberi tongkat). Guru juga mengajak siswa ikut memainkan wayang yang disediakan.

5. Memberikan bimbingan kepada anak.

Guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat terarah dalam
pembelajarannya. Contoh: Kegiatan berupa membuat peta pikiran di atas sebuah kertas besar
atau papan tulis dengan spidol warna warni. Guru menuliskan kata “hutan” di tengah papan.
Ajukan pertanyaan misalnya “Kalau mendengar kata hutan, apa yang terlintas di pikiranmu?”
Biarkan siswa menjawab dan tuliskan /gambarkan jawaban siswa. Tidak ada jawaban salah.
Arahkan siswa ke pada tema kali ini. Misalnya ketika siswa menjawab “Harimau.” Guru
dapat balik bertanya “Kenapa harimau?” siswa menjawab “Kan adanya di hutan.” dan
seterusnya. Atau siswa lain mengatakan pendapatnya tentang hutan, siswa tersebut
mengatakan “Takut” Guru dapat menayakan “Kenapa takut?” Misalnya siswa menjawab
“Gelap” Guru dapat menanyakan “Kenapa gelap? Misalnya siswa menjawab “banyak
pohon.” dan seterusnya. Dalam kegiatan ini, dapat juga menggunakan potongan-potongan
gambar Koran atau majalah atau clip-art.

6. Memancing kinerja

Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa
yang telah dipelajari itu. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk siswa TKA kegiatan berupa
membuat gambar hutan, dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan melalui
gambar yang siswa buat

7. Memberikan balikan

Memberikan feedback dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar
atau tidak. Contoh: Berkaitan dengan poin sebelumnya yaitu memperoleh unjuk kerja siswa,
guru dapat memberikan balikan atas hasil karya yang siswa buat. Misalnya, ketika siswa
menunjukkan maket hutan buatannya, guru dapat mengajukan pujian atau mengajukan
beberapa pertanyaan yang memancing siswa menceritakan hasil karyanya. Misalnya ketika
siswa membuat gajah berkaki dua guru dapat bertanya “Ini apa?” “Menurutmu kaki gajah ada
berapa?” jika siswa mengalami kesulitan, ajak siswa melihat buku, gambar atau fotoh gajah
hingga anak gambar atau foto gajah hingga siwa memahami.

8. Menilai hasil belajar

Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui


apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
Minta siswa memilih sebuah kartu kata atau gambar berkaitan dengan hutan (siapkan kata
atau gambar yang berbeda sejumlah siswa). Misalnya gambar pohon, batu, jamur dll. Ajak
siswa bercerita di depan kelas sekitar 1-2 menit mengenai kata atau gambar tersebut. Guru
dapat merekam cerita siswa tersebut dan memutarnya kembali setelah siswa selesai bercerita.
Ajak siswa mendengarkan suaranya sendiri. Kegiatan ini juga mengajak siswa lainnya belajar
menghargai temannya yang seddang bercerita.

9. Mengusahakan transfer

Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk


menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam
situasi-situasi lain. Contohnya Ajak siswa membaca/melihat gambar/mendengar guru
membacakan koran anak (misalnya dalam lembar anak Koran Kompas edisi Minggu,
Desember 2007 tentang pemanasan global). Ajak siswa kembali mengingat tema hutan
dengan mengajak siswa menanam biji dari buah yang biasa mereka makan dan jadikan ini
proyek berkelanjutan (menanam dan merawat pohon yang nantinya tumbuh).

1. Aplikasi Teori Gagne Dalam Pembelajaran

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang
dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:

1. Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives):
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran
3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior
learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang
menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan materi-
materi pembelajaran yang telah direncanakan
5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance): memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki
pemahaman yang lebih baik.
6. Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7. Memberikan balikan (providing feedback): memberitahu seberapa jauh ketepatan
performance siswa.
8. Menilai hasil belajar (assessing performance): memberitahukan tes/tugas untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):
merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan
rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
10. Implikasi Teori Gagne dalam pembelajaran
11. Mengontrol perhatian siswa.
12. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
13. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
14. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
15. Memberikan bimbingan belajar.
16. Memberikan umpan balik.
17. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah
dicapainya.
18. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
19. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan
yang baru diberikan.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
………………………………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………………………………..…..
2
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………………………..…..
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang……………………………………………………………………….…….4
B. Rumusan
Masalah………………………………………………………………………….4
C.
Tujuan……………………………………………………………..………………….…….5
BAB II PEMBAHASA

A. Makna Teori
Gestalt……………………………………………………………………6

B. Tujuan Pendekatan Teori


Gestalt………………………………………………………..7

C. Macam-macam Teknik Teori


Gestalt……………………………………………………8

D. Penerapan Terapi Individu Dan


Kelompok…………………………………………….9

E. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Gestalt


………………………………………………10

BAB III KESIMPULAN


A. Penutup………………………………………………………………………………….
11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikoterapi Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini
tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi
pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi berlangsung.
Dalam buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran,
penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan
menyadari saat sekarang.
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi dan masa
depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk
membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-
pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa
dapat mengarah pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya
akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah
pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran
meliputi:

1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan
yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi
dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan,
bukan sesuatu yang mustahil terjadi.

Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan
yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti
dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu.
Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada
kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan
orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang
dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk
mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan
dulu bisa dihadapi saat ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Makna teori gestalt?


2. Apa tujuan pendekatan teori gestalt?
3. Sebutkan macam-macam tehnik teori gestalt?
4. Bagaimana penerapan terapi individu dan kelompok?
5. Apa kelebihan dan kelemahan teori gestalt?
C. Tujuan
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna
bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan
hidupnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna teori gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi
kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.
Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari
lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.

Penggunaan
Teori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena
banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa
terbentuk karena:

1. Kedekatan posisi (proximity)


2. Kesamaan bentuk (similiarity)
3. Penutupan bentuk
4. Kesinambungan pola (continuity)
5. Kesamaan arah gerak (common fate)

Faktor inilah yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang
sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa
menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.

Teori kedekatan: Kotak akan dikelompokkan menjadi 3, A-B, C-D dan E

Teori kemiripan:Lingkaran akan dikelompokkan terpisah dari kotak

Teori penutupan:Walaupun semu, kotak akan dibentuk dengan menutup garis

Teori continuity: Lingkaran akan membentuk pola garis diagonal walaupun sebenarnya
tersusun acakterputus.

B. Tujuan pendekatan teori gestalt


Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna
bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan
hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.

 Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan


atau realitas.
 Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
 Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain
ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul
dapat diatasi dengan baik.

C. Macam – macam teknik teori gestalt


Teknik dalam Pendekatan Gestalt
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling
Gestalt yaitu:

1. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak
akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung
jawab atas tingkah lakunya.
2. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang)
masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu
hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah-masalahnya.

Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:

 Permainan Dialog

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan
yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku
sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak
berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan
memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan
dapat melihat sudut pandang dari keduanya.

 Teknik Pembalikan

Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu
yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan
dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah
laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari.
Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-
perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.

 Bermain Proyeksi

Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat
atau menerimanya.

 Tetap dengan Perasaan


Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk
tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.

D. Penerapan atau Aplikasi Pendekatan Gesatalt


Penerapan dalam Terapi Individu dan Kelompok
Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun
setting kelompok
Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012)
Sebagai contoh, klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya
yang berusia 13 tahun. Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan
trauma bahakan beberapa hari tidak pulang kerumah yang tanpa sepengetahuan ibunya
ternyata anaknya menginap di rumah nenek. Suaminya yang merasa kecewa dan kewalahan
terhadap sikap
istrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar bekang yang membuat istrinya keras
seperti itu adalah didikan dari orang tua sang istri yang terlalu keras dari kecil sampai
remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangant dendam. Dan
didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya.
Dalam kasus seperti ini, konselor dapat menerapkan teknik permainan dialog yang
didalamnya ada teknik kursi kosong. Klien disuruh untuk berperan sebagai under dog yang
menjadi korban. Klien di arahkan untuk menjadi sadar akan perbuatannya saat ini bahwa
sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang di teruskan kepada
putrinya. Selain itu, klien bisa disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulang
kembali apa yang dialaminya dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya
meningkatkan kesadaran atas pengulangan tersebut.
Setting Kelompok, menurut M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi)
Sebagai contoh, teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa
khawatir akan apa yang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk
memerankan orang yang mungkin menilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang
danggapnya menilai dirinya, ia di minta untuk mengecek kembali pada orang iti. Tidak jarang
terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata. Semua itu hanya penilaian saja,
padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya.Dalam setting kelompok
seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali keyakinan yang kurang rasional
yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan orang lain.

E. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Gestalt


Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt
adalah:
E.1. Kelebihan

 Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa


lampau yang relevan ke saat sekarang.
 Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-
pesan tubuh.
 Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak
berubah.
 Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
 Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung
menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.

E.2. Kelemahan

 Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh


 Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-
faktor kognitif.
 Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan
tanggung jawab kita kepada orang lain.
 Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt
akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
 Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar
tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.

BAB III
KESIMPULAN

Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku
paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah. Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi
oleh teori Gestalt. Beberapa contoh dari teori gestalt dapat dilihat dari aplikasinya dalam
pembelajaran.
LATAR BELAKANG

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi
prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan
pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan
teori belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah laku
setelah proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang
pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku yang
diharapkan.Teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah teori
belajar konstruktivisme dan teori belajar pemrosesan informasi.Teori belajarkonstruktivisme
adalah teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan lama itu tidak lagi sesuai.Teori belajar pemrosesan informasi
merupakan teori yang menitikberatkantentang bagaimana informasi yang didapat tersebut
dapat diolah oleh siswa dengan pemahamannya sendiri.Pemanfaatan lingkungan sebebas-
bebasnya untuk pencapaian tujuan belajar haruslah diberikan pada siswa, sehingga kreatifitas
siswa lebih tampak.

PEMBAHASAN

A. Biografi Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya
Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan
melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang
dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov
meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya
tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).Ia
meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang
sarjana ilmu faal yang fanatik.Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu
faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam
penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah
psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena
studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi
behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari
aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang
sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak
mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di
Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan
seperlunya.

B. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov


Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini.
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar
untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan
ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara,
melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti
yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di
inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing)
karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian,
dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Eksperimen Pavlov:

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:

Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara
otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).

Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur
(UCR) akibat pemberian makanan.

Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika
anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan
memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).

Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel
di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan.
Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.

Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian
mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan
stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini
disebut dengan extinction atau penghapusan.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan


penghapusan sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui


kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan
dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang
di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau
dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan
CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan
makanan.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain
daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses
kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan
dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks,
yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat
dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena
menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-
latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar
yeng terjadi secara otomatis.

Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis


objektif Pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.

C. Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil
daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi
terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam
kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut,
menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku
manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian
dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioning untuk
semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung
proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan
tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari
situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks)
bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.

Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai
contoh, suara lagu dari penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya
mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu
tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain
adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari,
terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang
makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-
istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk
menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka
(UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka
berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan
coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang,
selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara
otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena
pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan
oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank.
Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari
pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk
kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

D. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajran

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-
ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan


2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang
harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi
ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar
Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negatif.Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu
sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode
ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting
untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih
dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari
luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu
hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak
dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu
bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada
pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini
memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini
hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang
mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.

Anda mungkin juga menyukai