Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

RIWAYAT Prof. Dr. AMIEN RAIS

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas indvidu pada mata kuliah Al-
Islam dan Kemuhammadiyahan dengan Dosen pembimbing Drs. Ramin ABD
Wahid, M.Pd, I”

Oleh :

Nama : Indah Permatasari


NIM : 201710070311076
Jurusan : Pendidikan Biologi
Semester : V (Lima)
No Absen : 17

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
NOVEMBER 2019
PEMBAHASAN

Riwayat Prof. Dr. Amien Rais

Amien Rais dilahirkan di Surakarta, tanggal 26


April 1944, anak kedua dari enam orang
bersaudara, tumbuh dalam lingkungan keluarga
yang agamis. Kakek Amien Rais, Wiryo
Soedarmo adalah salah seorang pendiri
Muhammadiyah di Gombong, Jawa Tengah.
Amien dibesarkan dalam keluarga
aktivis Muhammadiyah. Orang tuanya aktif
di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa
belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri.
Sejak lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1968 dan lulus
Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia
melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun 1984 dengan
menggenggam gelar master (1974) dari Universitas Notre Dame, Indiana, dan gelar
doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat.

Ayahnya, Suhud Rais adalah lulusan Mu’allimin Muhammadiyah, semasa


hidupnya bekerja sebagai Kepala Pendidikan Agama pada kantor Departemen
Agama Wilayah Surakarta dan juga sebagai guru agama serta aktivis dakwah
Muhammadiyah merangkap sebagai Ketua Majelis Pendidikan Pengajaran
Muhammadiyah. Sedangkan ibunya, Sudalmiyah selama 20 tahun menjadi Ketua
Aisyiyah di Surakarta dan mengajar di SGKP (Sekolah Guru Kepandaian Putri) dan
juga sebagai Kepala SGKT (Sekolah Guru Taman Kanak-kanak) Muhammadiyah.

Amien Rais tumbuh dari komunitas keagamaan yang semi urban (the semi
urbanized religious groups), Kampung Kepatihan Kulon, Solo, Jawa Tengah.
Secara sosio-budaya, komunitas demikian sangat mementingkan rasionalitas,
hubungan-hubungan impersonal, berorientasi pada prestasi meriktokrasi. Tetapi di
sisi lain, unsur-unsur gemeinscaft-nya seperti nilai egalitarian, solidaritas
kelompok, kolektivitas dan perkauman masih relatif kuat. Dengan kata lain, solo
adalah sebuah sosok masyarakat transisional dari bentuk gemeinscaft ke
bentuk gesselscaft.

Lingkungan pendidikan dan pengalamannya di organisasi juga merupakan


faktor yang membentuk kepribadiannya. Jenjang pendidikan dilaluinya sejak
Taman Kanak-kanak hingga sekolah lanjutan tingkat atas, semuanya di perguruan
Muahammadiyah. Hal ini disebabkan obsesi ibunya untuk menjadikan Amien
sebagai seorang kiyai, ustadz atau ulama yang terkemuka. Karenanya, ia pun aktif
pada organisasi-organisasi kepemudaan Muhammadiyah, termasuk
kepanduan “Hizbul Wathon“. Kecintaannya pada organisasi diawali dari
keterlibatannya di pandu Hizbul Wathon tersebut. Ia dipercaya oleh teman-
temannya untuk memimpin satu regu, regu yang dipimpinnya selalu memenangkan
berbagai perlombaan. Disinilah Amien kecil mulai menyadari kekuataan
kebersamaan dan makna kepemimpinan.

Hasrat belajarnya sangat tinggi dan hal ini terlihat ketika ia tengah
menempuh Jenjang SMP, sekolah rangkap dilakukannya; disamping sekolah
umum, Amien Rais juga mengikuti pendidikan di Pesantren Mamba’ul
Ulum (sekarang menjadi Madrasah Aliyah Negeri/ MAN) dan juga nyantri di
Pesantren Al-Islam, Solo. Saat di bangku SMP, Amien sudah terbiasa menulis
artikel di beberapa majalah dan koran Solo. Hingga konon saat dibangku SMA
tulisannya mendapat tanggapan serius dari petinggi militer Jawa Barat.

Setelah tamat SMA, Ibunya menginginkan Amien melanjutkan studinya ke


Akademi Tabligh Muhammadiyah di Yogyakarta (kemudian menjadi IKIP
Muhammadiyah, sekarang Universitas K.H. Ahmad Dahlan) dan melanjutkan ke
Al-Azhar, Mesir. Sementara ayahnya lebih memilih Universitas Gajah Mada
(UGM). Akhirnya Amien memilih UGM, ia kemudian diterima di dua fakultas
yaitu Fakultas Ekonomi dan Fakultas Fisipol, namun ia memilih Fisipol karena ia
mempunyai hasrat menjadi seorang diplomat. Untuk tidak mengecewakan ibunya,
Amien mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Kalijaga, Yogyakarta. Kuliah paralel ini dijalaninya sampai
munculnya larangan kuliah ganda oleh pemerintah. Selama menjadi mahasiswa, ia
aktif pada organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan berhasil mendirikan
oraganisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Di samping
kegandrungannya berorganisasi, Amien Rais juga sudah mulai aktif menulis artikel.

Pada tahun 1968 Amien menyelesaikan studinya di UGM, ia lulus dengan


nilai A, dengan judul skripsi; “Mengapa Politik Luar Negeri Israel Berorientasi
Pro Barat”?. Pada tahun yang sama, Amien memperoleh beasiswa untuk program
Master di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat yang diselesaikan
pada tahun 1974 dengan tesis mengenai Politik Luar Negeri Mesir di bawah Anwar
Sadat yang dekat dengan Moskow dan akhirnya menyandang gelar MA., ia
memperoleh sertifikat studi tentang Soviet dan Eropa Timur. Setelah pulang ke
tanah air sebentar, ia kembali lagi ke Amerika untuk mengikuti program doktor
di University of Chicago, AS dengan mengambil bidang studi Timur Tengah. Ia
berhasil meraih gelar doktor pada tahun 1981, dengan disertasi berjudul “The
Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise, and Resurgence (Ikhwanul
Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan dan Kebangkitannya kembali).

Penelitian untuk menyusun disertasinya dilakukan di Mesir dalam waktu


sekitar satu tahun. Selama berada di Mesir, waktunya dimanfaatkan juga untuk
menjadi mahasiswa luar biasa di Departemen Bahasa Universitas Al-Azhar, Kairo.
Dengan demikian ia pun dapat mewujudkan harapan ibunya untuk kuliah di
Universitas Al-Ashar, Mesir. Dan meski ia sudah menyandang gelar doktor masih
saja mengambil studi di Post Doctoral George Washington University dan
UCLA Amerika Serikat, (1988-1989).

Dalam beberapa hal, kevokalan pemikiran Amien Rais sangat dipengaruhi


oleh perkenalan dan pengamatannya terhadap gerakan-gerakan Islam radikal di
Timur Tengah, khususnya gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang menjadi
obyek penelitian disertasinya. Tulisan-tulisannya yang muncul pada tahun 1980-an
atau setelah ia kembali dari Amerika, menunjukkan adanya korelasi positif antara
pemikirannya dan pemikiran-pemikiran yang berkembang dikalangan kelompok
Islam radikal di Timur Tengah.

Sepulang dari Studi formalnya di Negara Paman Sam, Amien mengabdikan


diri pada almamaternya; FISIP UGM, Yogyakarta. Di samping itu, ia juga tercatat
sebagai staf pengajar di Pasca sarjana UGM, dan Direktur Pusat Pengkajian dan
Studi Kebijakan (PPSK). Dedikasinya yang tinggi pada bidang keilmuan, membuat
Amien yang pernah menjabat wakil Rektor Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta ini, diangkat sebagai ilmuan senior BPPT (Badan Pengkajian dan
Pengemabangan Teknologi) serta anggota Dewan Riset Nasional pada Kelompok
V dan Ketua I Litbang Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Pada akhir tahun
1990 bersama 49 kawannya menandatangani deklarasi berdirinya Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan diberi kepecayaan sebagai Asisten I
Ketua Umum ICMI (periode 1990-1995), hingga periode selanjutnya ia
dipercayakan memegang amanah menjadi Ketua Dewan Pakar ICMI, sebelum
akhirnya ia mengundurkan diri karena kritikannya yang tajam atas proyek
eksplorasi tambang emas Busang di Kalimantan Timur. Konsekuensi pengunduran
dirinya juga terjadi, lantaran ia mendesak pemerintah untuk meninjau kembali
kesepakatan antara pemerintah dengan PT. Freeport Indonesia dalam proyek
penambangan Freeport di Tembagapura, Irian Jaya.

Sebelumnya dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Umum PP.


Muhammadiyah dikukuhkan pada juli 1994 menjadi Ketua Umum PP.
Muhammadiyah sehubungan dengan meninggalnya K.H. Azhar Basyir, M.A.
(Ketua Umum PP. Muhammadiyah pada waktu itu). Kedudukannya sebagai Ketua
Umum PP. Muhammadiyah hingga tahun 2000 terpaksa dilepaskannya dan
digantikan oleh Syafi’ie Ma’arif karena tuntutan reformasi dan penumbangan rezim
Soeharto yang menuntut keterlibatannya secara total. Selain itu pelepasan
jabatannya sebagai Ketua Umum PP. Muhammadiyah karena desakan teman-
temannya agar ia segera memimpin partai politik untuk memperteguh penegakan
reformasi.

Sosok Amien Rais dalam kancah perpolitikan Nasional dikenal sebagai


tokoh yang dianggap paling konsisten dalam menegakkan keadilan dan demokrasi
yang dikemas dalam profetis amar ma’ruf nahi mungkar. Perjuangan Amien Rais
untuk terjadinya reformasi atau perubahan tersebut semata-mata adalah tugas
intelektual, tugas seorang agamawan atau juga tugas seorang muslim pada
umumnya. Dengan demikian, Amien Rais dengan tanpa beban dan tidak gentar
sedikit pun terhadap berbagai resiko yang mungkin timbul akibat berbagai
ungkapannya yang lugas dan apa adanya.
Sosok Amien Rais sebenarnya sudah mulai dikenal sebelum zaman
reformasi, ia dikenal lewat tulisan dan ulasannya yang kritis di media massa saat ia
masih berada di bangku kuliah. Sikap kritis tersebut mengantarkannya memperoleh
“Zainal Zakes Award 1967” yakni sebuah hadiah jurnalistik bagi mahasiswa yang
kritis.

Meski pernyataannya terdengar galak namun Amien Rais sesungguhnya


adalah orang yang bersahaja dan anti kekerasan. Semboyan “reformasi damai”
merupakan bagian dari penjabaran konsep high politic-nya. Sikap anti
kekerasannya terbukti pada keputusan yang diambilnya untuk membatalkan
rencananya; (people power) pengerahan sejuta massa di Monas pada tanggal 21
Mei 1998, dalam rangka menuntut pengunduran diri Soeharto. Amien Rais
beralasan bahwa keputusannya itu semata-mata untuk menghindari jatuhnya korban
karena disinyalir akan ada pihak yang mengganggu rencana itu.

Kepedulian Amien Rais terhadap Bangsa dan Negara dapat dilhat pada
beberapa hasil penelitiannya yang diaplikasikan melalui karya tulis yang banyak
beredar dalam khazanah perbukuan baik posisinya sebagai penulis, editor maupun
memberi kata pengantar sejumlah buku. Minat dan kemampuannya dalam tulis-
menulis mengarahkan dirinya menjadi pemimpin umum pada beberapa majalah.
Dan karena ketekunan dan gencarnya menyeruakan kebenaran, kritis dan vokal
terhadap krisis sosial, ekonomi dan politik, oleh majalah UMMAT, Amien Rais
dinobatkan sebagai ‘TOKOH 1997’ dan kemudian mendapatkan penghargaan
berupa ‘UII Awards’ dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, atas
komitmennya menempuh perjuangan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan pada
tanggal 31 Mei 1998 dianugerahi Reformasi Awards dari kampus IPB, serta
dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Politik UGM pada 10 April 1999.

Keberanian dan ketegaran yang dimiliki Amien Rais ternyata tidak terlepas
pula dari peran sang istri, yang merupakan sumber ispirasi dan motivasinya, di mata
Amien Rais ia adalah wanita yang luar biasa. Kusnasriyanti (istri Amien Rais)
adalah seorang ibu rumah tangga biasa, untuk mengisi kesibukannya ia aktif
mengasuh Taman Kanak-kanak ‘Budi Mulia’ yang berada di sebelah rumahnya,
bersama pengurus Aisyiyah, ia juga membuka kedai sederhana “Warung Sala-
Moslem Chinese Food” di dekat rumahnya di Gandok (Condongcatur, Depok,
Yogyakarta) yang diminati banyak mahasiswa.

Dari hasil pernikahan Amien Rais dan Kusnasriyanti yang menikah pada
tanggal 9 Februari 1969, dikaruniai lima orang anak; tiga putra dan dua putri.
Nama-nama mereka diambil dari al-Qur’an dan dikaitkan dengan kenangan dan
peristiwa yang menyertai kelahirannya. Anak yang pertama diberi nama Ahmad
Hanafi, kemudian Hanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Taznim Fauzia dan yang
terakhir Ahmad Baihaqy.

Sosok Amien Rais sebagai seorang tokoh reformis yang komitmen, lugas
dan apa adanya yang menjadikan dirinya sebagai seorang tokoh yang dikagumi dan
merupakan public figure. Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa karakter
seorang Amien Rais terbentuk dari didikan orang tua, keluarga, pendidikan, dan
organisasi. Menurut Almond dan Verba, karakter seorang tokoh politik ditentukan
oleh berbagai agen sosialisasi politik (agent of political socialization) yang
membentuk antara lain keluarga, sekolah, organisasi, kontak-kontak politik
langsung atau tidak serta aspek-aspek lainnya. Sosialisasi politik adalah proses
penerusan atau pewarisan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem,
nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suatu generasi dapat diturunkan
kepada generasi berikutnya melalui beberapa media seperti keluarga, latar belakang
budaya, organisasi, pendidikan dan sebagainya.

Proses ragi politik yang terus membusuk dan melemahkan sendi-sendi


ekonomi bangsa pada dasawarsa kedua tahun 1990-an, mendorong Amien Rais
kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi, bahkan dengan desakan lebih luas:
Reformasi Total. Berawal dari kasus Freeport dan Busang, Amien Rais sengaja
meggerbah kelesuan perubahan sosial yang mendasar di negeri ini. Bahkan,
gagasan dan gerakannya berada di garda paling depan dalam meruntuhkan
kebobrokan politik Orde Baru. Sejak awal bergulirnya reformasi, Amien Rais sudah
menyatakan ”siap” mencalonkan diri sebagai presiden. Ini sebuah pernyataan yang
dinilai sangat berani pada saat itu meskipun diakuinya sendiri hanya
sebatas political education. Namun wacana pencalonan dirinya sebagai presiden,
bukanlah semata-mata didorong hasrat untuk berkuasa melainkan cermin
sikap high politic-nya yang konsekwen mendorong upaya pengentasan penderitaan
rakyat akibat distorsi kepemimpinan nasional yang otoriter dan korup. Amien Rais
melihat keterpurukan bangsa ini harus diperbaiki mulai dari tampuk kekuasaan.

Keterlibatan Amien Rais di Pimpinan Pusat Muhammadiyah dimulai sejak


Muktamar Muhammadiyah tahun 1985 di Surakarta sebagai Ketua Majelis Tabligh.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 (1990) di Yogyakarta, Amien Rais terpilih
sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Meninggalnya K.H. Ahmad Azhar
Basyir selaku Ketua Umum Muhammadiyah pada tahun 1994 kemudian
mendaulat Sang Pemberani ini ke posisi puncak itu. Muktamar Muhammadiyah
ke-43 tahun 1995 di Banda Aceh akhirnya secara aklamasi meminta kesediannya
melanjutkan tampuk nakhoda Muhammadiyah.

Dapat dikata, aktivitas bermuhammadiyah Amien Rais tidak pernah terlepas


dari pandangan keprihatinannya terhadap kehidupan politik nasional yang
menurutnya perlu direformasi untuk menghindari keterpurukan bangsa yang
semakin dalam. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru dengan mundurnya
Soeharto dari jabatan presiden selama 32 tahun, situasi politik berlangsung
mencekam dan sangat meresahkan. Maka bersama berbagai komponen tokoh
bangsa lainnya Amien Rais mendirikan Majelis Amanat Rakyat (MARA) untuk
mencari solusi terbaik pasca reformasi. Tak sedikit yang mengaggap sudah
kepalang tanggung jika Amien Rais harus berhenti hanya sampai disitu, atas
desakan dari berbagai komponen bangsa yang menginginkan perubahan paradigma
politik Indonesia, Amien Rais kemudian mendirikan partai politik yang diberi nama
Partai Amanat Nasional (PAN). Sebagai konsekuensi dari langkah politik itu,
Amien Rais harus melepaskan posisi puncak di Muhammadiyah.

Kiprah Amien Rais selama mamainkan peran awal hingga sekarang di


pentas politik nasional cukup fenomenal. Partai Amanat Nasional yang kemudian
dinakhodainya sendiri berhasil cukup gemilang dalam mengikuti pemilu pertama
kali tahun 1999, dimana partai berlambang matahari itu mampu meraup perolehan
suara 7% dan menempatkan posisinya di peringkat ke-5 dalam perolehan suara
nasional seluruh partai kontestan. Posisi tersebut, berhasil pula mengantarkan
Amien Rais sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI). Dalam
posisi paling atas lembaga tertinggi negara itu, Amien Rais menjadi king
maker regulasi demokrasi nasional. Bahkan dengan kepiawaian dan kecerdasan
politiknya, Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah untuk membangun
jalan baru dari dua titik ekstrim dalam kubu politik yang cenderung berlaku zero
some game sebab tersandung kebekuan hubungan politik, sampai kemudian
berhasil mencalonkan, mengawal dan sekaligus mengantarkan Abdurrahman
Wahid ke tampuk kursi Presiden ke-4 RI. Dan ternyata, gagasan Poros Tengah itu
mampu memberi pengaruh pula bagi upaya merajut hubungan harmonis
Muhammadiyah-NU yang sebelumnya kerap bersebrangan tegang dalam pilihan
instrumen dan gerak dakwahnya. Meskipun keharmonisan hubungan itu tak lama
disemai, sebab proses politik setelahnya berlangsung di luar duga, dimana presiden
ke-4 RI yang tak lain tokoh sentral NU itu akhirnya dilengserkan secara
konstitusional oleh MPR RI yang kebetulan masih dikomandanu Amien Rais.

Meskipun Amin Rais sendiri belum berhasil meraih kursi presiden ke-5 RI
dalam kontestasi Pemilu Presiden yang diselenggarakan pertamakali secara
langsung (2004), namun prestasi politiknya tak terpungkiri sejarah bangsa
Indeonsia sebagai sosok bapak dan sekaligus sokoguru politik bangsa yang
mewakili lima nilai istimewa rapor politikus era reformasi: Ikhlas, cerdas, tegas,
jujur dan bersih. Kini, menjelang usia lanjut dan tampak mulai memasuki masa
sepuh, Amin Rais masih segar sumringah berkiprah di Muhammadiyah.

Karya/Penelitian:
1. Prospek Perdamaian Timur Tengah 1980-an (Litbang Deplu RI)
2. Perubahan Politik Eropa Timur (Litbang Deplu)
3. Kepentingan Nasional Indonesia dan Perkembangan Timur Tengah1990-an
(Litbang Deplu)
4. Zionisme: Arti dan Fungsi (Fisipol, UGM)
5. Melawan Arus: Pemikiran dan Langkah Politik Amien Rais Jakarta: Serambi,
1999
6. Amien Rais Menjawab Isu-isu Politik Kontroversialnya, Bandung: Mizan, 1999
7. Amien Rais Sang Demokrat, Jakarta: Gema Insani Press, 1998
8. Suara Amien Rais, Suar Rakyat, Jakarta: Gema Insani Press, 1998
9. Membangun Kekuatan di Atas Keberagaman, Yogyakarta: Pustaka SM, 1998
10. Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial,
MenegakkanAmar Ma’ruf Nahi Munkar, Bandung: Zaman Wacana Mulia,
1998
11. Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan, 1998
12. Melangkah Karena Dipaksa Sejarah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
13. Mengatasi Krisis dari Serambi Masjid, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
14. Suksesi dan Keajaiban Kekuasaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
15. Refleksi Amien Rais, Dari Persoalan Semut Sampai Gajah, Jakarta, Gema
Insani Press, 1997
16. Visi dan Misi Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka SM, 1997
17. Demi Kepentingan Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
18. Tangan Kecil, Jakarta: UM Jakarta Press, 1995
19. Moralitas Politik Muhammadiyah, Yogyakarta: Penerbit Pena, 1995
20. Keajaiban Kekuasaan, Yogyakarta: Bentang Budaya-PPSK, 1994
21. Timur Tengah dan Krisis Teluk, Surabaya: Amarpress, 1990
22. Politik Internasional Dewasa Ini, Surabaya: Usaha Nasional, 1989
23. Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1987
24. Tugas Cendekiawan Muslim, Terjemahan Ali Syariati, Yogyakarta: Salahuddin
Press, 1985
25. Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah, PAU-UGM
26. Orientalisme dan Humanisme Sekuler, Yogyakarta: Salahuddin Press, 1983
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Bahar, 1998. Amien Rais: Gagasan dan Pemikiran Menggapai Masa
Depan Indonesia Baru, Yogyakarta: Pena Cendikia.

Affan Gaffar, 1997. Budaya Politik: Makna dan Perwujudan dalam Pemikiran dan
Budaya Politik, Jakarta: Badan Pelatihan DEPDAGRI.

Amien Rais, 1998. Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial,


Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Bandung: Zaman Wacana Mulia.

Arief Afandi (Ed.), 1997. Islam Demokrasi Atas-Bawah: Polemik Strategi


Perjuangan Umat Model Gusdur dan Amien Rais, dalam Fachry Ali, High
Politics dan Demokratisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dedy Djamaluddin Malikdan Idi Subandy Ibrahim, 1998. Zaman Baru Islam
Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien
Rais, Nurcholish Madjid dan Jalaluddin Rakhmat, Bandung: Zaman
Wacana Mulia.

Lab. Ilmu Politik FISIP-UI, 1998. Menggempur Sistem Politik Orde


Baru, Bandung: Mizan.

Sidarta Gautama dan Aries Budiono, 1999. Moralitas Politik dan Pemerintahan
Yang Bersih Menurut Empat Tokoh, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Suara Hidayatullah, Edisi 07/X/Rajab 1418 H.

Anda mungkin juga menyukai