Uji Benedict
Uji Benedict
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula
pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltosa.
Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley Rossiter Benedict (17
Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan studi di University of
Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk mendalami Physiology dan
metabolisme di Department of Physiological Chemistry.
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus
aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi,
namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi
glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi
benedict.
Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram sodium
carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate pentahydrate,
kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample
makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam
waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa
adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa
tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak
bersifat pereduksi.
Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang
mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine diketahui
mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula
pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit
diabetes.
Uji Benedict Semikuantitatif (Kadar Gula Dalam
Urin)
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion
kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urin.
Reaksi :
CuSO4 + 2 NaOH ---> Cu(OH)2 + Na2SO4
putih kebiru - biruan
Cu(OH)2 ----> 2 CuOH + H2O + O
Pemanasan kuning (diambil oleh gula dan
produk2nya)
2 CuOH ----> Cu2O + H2O
merah bata
Cara Kerja :
1.Masukkan ke dalam tabung reaksi urin sebanyak 8 ml.
2.Kemudian tambahkan pereaksi obermeyer 8 ml, diamkan beberapa menit.
3.Setelah beberapa menit, tambahkan kloroform sebanyak 3 ml.
4.Campur dengan membalik-balikkan tabung kira-kira 10 kali. Jangan
dikocok.
5.Lakukan pengamatan dan catat hasil yang terjadi.
Penafsiran :
Warna Penilaian Konsentrasi
Biru jernih - 0
Hijau/kuning hijau + 1 Kurang dari 0,5 %
Kuning/kuning kehijauan + 2 0,5 – 1,0 %
Jingga + 3 1,0 – 2,0 %
Merah + 4 Lebih dari 2 %
Smoga manfaat.
Percobaan urin
PERCOBAAN III
URIN
I. TUJUAN
1. Memeriksa adanya indikan dalam urin.
2. mengetahui kadar kreatinin urin.
3. Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin.
4. Memeriksa adanya zat keton dalam urin.
5. Mengetahui keberadaan protein (kualitatif dalam urin.
Alat
Tabung reaksi
Pipet volumetric
pipet tetes
Spektofotometer uv – visible
Hot plate
Beker glass
Spatula
Batang pengaduk
tissue
lap
BAHANTabung
12
Urin Sendiri ( ml ) 2 -
Urin patologis ( mL ) - 2
Pereaksi Obenmeyer ( mL) 2 2
Diamkam beberapa menit
Kloroform ( mL ) 1 1
Campur dengan membalik – balikkan ± 10 X ( JANGAN DIKOCOK )
Cara Kerja :
Pemeriksaan kadar kreatinin urin
BAHANTabung
1234
Urin sendiri ( mL)
Urin patologis ( mL)
Standart Kreatinin 1 mg/mL ( mL )
Akuadest ( mL)
Asan Pikrat jenuh ( mL )
NaOH 10 % ( mL )
Encerkan hingga 100 mL, dicampur, dibaca pada 540 גnm
Cara Kerja
Uji benedict
BahanTabung
Larutan benedict ( mL ) 2,5
Urin sendiri 4 tetes
Panaskan selama 8 menit dalam air mendidih ( 100o ) lalu biarkan dingin perlahan
Hasil bandingkan dengan seri pemeriksaan
Cara kerja:
Uji rothera ( zat keton )
BahanTabung
12
Urin sendiri ( mL ) 5 -
Urin patologis ( mL ) - 5
Kristal Amonium sulfat Sampai jenuh Sampai jenuh
Larutan Natrium nitroprusida 2-3 tetes 2-3 tetes
Ammonium hidroksida pekat ( ml ) 1-2 1-2
Campur dan diamkan selama 30 menit
Cara kerja :
Uji heller
BahanTabung
12
Asam nitrat pekat ( mL ) 2 2
Alirkan melalui dinding tabung : urin sendiri dan urin patologis
Urin sendiri ( ml) 2 -
Urin patologis ( mL ) - 2
V. HASIL PENGAMATAN
1. Uji Obermeyer
Tabung 1 2
Hasil
Endapan krem dengan warna larutan coklat muda Endapan biru indigo dengan warna larutan
cokelat
3. Uji Benedict
Warna Urin sendiri Urin patologis
4. Uji Rothera
Urin sendiri Urin patologis
Warna Cokelat ungu keruh Cokelat ungu keruh pekat
5. Uji Heller
Hasil Urin sendiri Urin patologis
Tidak terbentuk cincin putih Kuning kehijauan
VI. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
http://info.balitacerdas.com/mod.php?mod=diskusi&op=viewdisk&did=417
http://www.geocities.com/junior_bio_04/home.html
http://www.mediasehat.com/tanyajawab.php?nomerkonsultasi=499
khttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_PemeriksaanLabPadaDiabetesMellitus.pdf/09_Pemeri
ksaanLabPadaDiabetesMellitus.html
Badan Keton (Urin)
Posted by Riswanto on Tuesday, March 9, 2010
Labels: Tes Urine
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat,
yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton
diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan
oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol),
kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan
mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.
Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan
cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada
ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.
Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan
kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton
dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton
dan asam asetoasetat.
Prosedur
Kumpulkan spesimen urine secara acak (urin random atau urin sewaktu). Urin harus segar dan
ditampung dalam wadah tertutup rapat. Pengujian harus segera dilakukan, karena penundaan
pengujian lebih lama dapat menyebabkan temuan negatif palsu. Hal ini dikarenakan keton
mudah menguap. Uji ketonuria dapat dilakukan dengan menggunakan tablet Acetest, atau strip
reagen (dipstick) Ketostix atau strip reagen multitest (mis. Combur, Multistix, Arkray, dsb).
Uji ketonuria dengan tablet Acetest digunakan untuk mendeteksi dua keton utama, yaitu aseton
dan asam asetoasetat. Letakkan tablet Acetest di atas kertas saring atau tissue, lalu teteskan urin
segar di atas tablet tersebut. Tunggu selama 30 detik. Amati perubahan warna yang terjadi pada
tablet tersebut; jika berubah warna menjadi berwarna lembayung terang – gelap, maka uji keton
dinyatakan positif.
Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih sensitif terhadap
asam asetoasetat daripada aseton. Celupkan strip reagen ke dalam urin. Tunggu selam 15 detik,
lalu amati perubahan warna yang terjadi. Bandingkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick
dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan
secara visual.
Nilai Rujukan
Masalah Klinis`
Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau
malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian
janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida,
piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).
Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. •
Obat tertentu (Lihat pengaruh obat)
Urin disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
hasil uji negaif palsu
Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat
Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.
[Analytical Chemistry and Computer] Analisa Urine : Topic List < Prev Topic | Next
Uji Kualitatif Topic >
Reply < Prev Message | Next Message >
Beberapa tes urin secara kimia ditujukan untuk mengetahui kadar glukosa (gula), ketone bodies,
protein, bilirubin dan nitrit.
Glukosa
Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin. Ketika
tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl) maka glukosa mulai
nampak dalam urin. Kehadiran glukosa dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya
penyakit diabetes mellitus.
2. Uji Benedict
Kedalam tabung uji yang berisi 1 ml sampel urin, tambahkan 3 ml reagent Benedict. Campurkan
dengan baik lalu letakkan dalam water bath mendidih.
Perubahan warna yang terjadi menunjukkan adanya glukosa.
Ketone bodies
Ketika kekurangan karbohidrat, tubuh mulai menggunakan asam lemak untuk menghasilkan
energi. Ketika peningkatan alur metabolis ini mencapai titik tertentu, pemakaian asam lemak
menjadi tidak sempurna dan produk antara yang terjadi didalam darah dan urin.
lproduk antara ini ada 3 ketone bodies: asetone, asetoasetat, dan betahidroksibutirat.
Kehadiran ketone bodies dalam urin (ketonuria) biasanya merupakan iondikasi diabetes mellitus
tak terkendali, kelaparan atau kekurangan serat karbohidrat.
Protein
Normalnya Protein tidak terdeteksi dalam urin.
Kehadiran protein dalam urin biasanya menunjukkan kerusakan ginjal atau glomerulonephritis.
2. Uji Heller
Kedalam tabung uji yang sudah berisi 2 ml HNO3 pekat., tambahkan 2 ml urine secara perlahan.
A white coagulum is formed at the junction between the 2 layers indicating the presence of
proteins.
Bilirubin
Bilirubin berwarna kuning coklat yang ditemukan dalam empedu, yang dihasilkan dari heme-
katabolisme yang normal. Normalnya tidak ditemukan atau ada tapi dalam jumlah yang tidak
terdeteksi dalam urine.
Nitrit
Pada infeksi saluran kencing/urinary tract infection (UTI), bakteri menghasilkan enzim yang
merubah nitrat menjadi nitrit. Dengan demikinan, adanya nitrit dalam urin mengindikasikan
adanya UTI.
Asam salisilat
Warna urin
Nilai normal: kekuningan jernih
Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih
gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi karena beberapa hal.
Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson
(levodopa), methemoglobunuria.
Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih
(nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau
metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin B2 /
riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal,
konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat
diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.
Berat jenis
Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL
Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa berkisar pada
1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006.
Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026.
Abnormalitas:
Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal, infeksi
saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare / dehidrasi.
Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal berat,
diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida).
pH
Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)
pH lebih basa: habis muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan penurunan
fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin B.
pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis
tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin C.
Glukosa
Nilai normal: negatif
Di Indonesia, glukosa urin biasanya diuji secara semikuantitatif dengan uji reduktor (Benedict).
Warna Hasil
Biru Negatif
Hijau Sangat sedikit
Hijau kekuningan +1
Kuning kehijauan +2
Coklat +3
Merah bata +4
Pemeriksaan Benedict ini sebenarnya ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa, asam
homogentisat, dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin; sesuai dengan
mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat. Asam homogentisat bisa ada dalam urin dalam
jumlah besar pada individu dengan gangguan metabolisme asam amino alkohol (fenilalanin dan
tirosin). Karena faktor ini pemeriksaan glukosuria di negara maju telah diganti dengan Clinistix.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun memang penyakit ini yang
paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa urin. Makna lain yang mungkin:
Protein
Nilai normal: negatif (uji semikuantitatif), 0.03-0.15 mg/24 jam (uji kuantitatif)
Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen strip.
Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-anak di bawah 10
tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu
<100 mg/24 jam.
Reagen strip Hasil Asam sulfosalisilat
0-0.05 gram/L Negatif Jernih
0.05-0.2 gram/L Sangat sedikit Keruh, tanpa butiran
0.3 gram/L +1 Keruh, butiran halus
1.0 gram/L +2 Keruh, butiran sedang
3.0 gram/L +3 Keruh, berkepingan
10.0 gram/L +4 Bergumpalan
Hasil abnormal (positif) dalam uji proteinuria dapat berarti:
Keton
Nilai normal: negatif
Uji ketonuria dimaksudkan untuk mendeteksi adanya produk sampingan penguraian karbohidrat
dalam urin. Ketonuria dulu diperiksa dengan metode Rothera, dan sekarang digunakan dipstik.
Hasil positif dapat ditemukan pada ketoasidosis diabetik, alkoholisme, diet tinggi lemak,
penyakit glikogen, dan konsumsi obat-obatan tertentu (levodopa dan obat-obat anestetik).
Urobilinogen
Nilai normal: 0.1-1 Ehrlich U/dL (dipstik), atau positif s/d pengenceran 1/20 (Wallace-Diamond)
Urobilinogen klasik diperiksa dengan uji pengenceran Wallace-Diamond. Cara ini sudah banyak
digantikan oleh uji dipstik modern yang bersifat kualitatif.
Warna Hasil kualitatif
Kuning sampai kuning kehijauan Normal (negatif)
Kuning oranye Positif
Oranye kecoklatan Positif
Urobilinogenuria dapat disebabkan oleh
Tidak ada urobilinogen sama sekali dalam urin bermakna ada obstruksi komplit pada saluran
empedu (kolelitiasis atau karsinoma pankreas). Dari faktor farmakologis: kloramfenikol dan
vitamin C menyebabkan urobilinogen urin berkurang.
Bilirubin
Nilai normal: negatif, maksimal 0.34 μmol/L.
Bilirubinuria dapat disebabkan oleh:
Nitrit
Nilai normal: negatif (kurang dari 0.1 mg/dL, atau kurang dari 100.000 mikroorganisme/mL)
Nitrit urin digunakan untuk skrining infeksi saluran kemih.
Eritrosit
Nilai normal: 0-3 sel per lapang pandang besar
Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin wanita
menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor trauma, maupun
karena kebocoran glomerulus.
Leukosit
Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar
Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih
atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.
Sel epitel
Nilai normal: sekitar 10 sel per lapang pandang besar, berbentuk skuamosa.
Sel epitel yang lebih daripada jumlah normal berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan
glomerulonefritis. Sedangkan bentuk sel epitel abnormal dikaitkan dengan keganasan setempat.
Cast / inklusi
Nilai normal: ditemukan cast hialin dalam jumlah sedang, tanpa adanya inklusi.
Cast merupakan kumpulan sel-sel yang dikelilingi suatu membran. Biasanya cast selain hialin
(misalnya cast eritrosit atau cast leukosit) menunjukkan kerusakan pada glomerulus
(glomerulonefritis kronik). Inklusi sitomegalik menunjukkan infeksi sitomegalovirus (CMV)
atau campak.
Kristal
Nilai normal: ditemukan kristal dalam jumlah kecil
Kristal yang ditemukan dalam urin tergantung pada pH urin yang diperiksa. Pada urin asam
dapat ditemukan kristal asam urat. Pada urin netral ditemukan kristal kalsium oksalat. Pada urin
basa mungkin terlihat kristal kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Ada juga sejumlah kristal
yang dalam keadaan normal tidak ada; antara lain kristal tirosin, sistin, kolesterol, dan bilirubin.
Bakteri, jamur, dan parasit
Nilai normal bakteri: negatif. Kecuali untuk urin midstream: < 1000/mL
Nilai normal jamur dan parasit: negatif
Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih mungkin ditemukan dalam urinalisa,
antara lain E.coli, Proteus vulgaris, Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa.
Sedangkan parasit yang mungkin ditemukan dalam urin adalah Schistosoma haematobium dan
mikrofilaria spesies tertentu.
Referensi
1. Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 2008.
2. Kasper DL et.al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-
Hill, 2007.
Sel darah merah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
1 Eritrosit Vertebrata
o 1.1 Nukleus
o 1.2 Fungsi lain
2 Eritrosit Mamalia
3 Eritrosit pada manusia
o 3.1 Daur hidup
o 3.2 Polimorfisme dan kelainan
4 Catatan kaki
[sunting] Nukleus
Pada mamalia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau disebut juga anukleat.
Jika dibandingkan, eritrosit pada sebagian besar hewan vertebrata mengandung nukleus, kecuali
salamander dari genus Batrachoseps.[7]
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP
yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.[8]
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga
berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju
ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.[9]
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses
lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan
radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta
membunuhnya.[10][11]
Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan (konkaf) pada eritrosit
digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akan mengikat oksigen. Tetapi,
polimorfisme yang mengakibatkan abnormalitas pada eritrosit dapat menyebabkan munculnya
banyak penyakit. Umumnya, polimorfisme disebabkan oleh mutasi gen pengkode hemoglobin,
gen pengkode protein transmembran, ataupun gen pengkode protein sitoskeleton. Polimorfisme
yang mungkin terjadi antara lain adalah anemia sel sabit, Duffy negatif, Glucose-6-phosphatase
deficiency (defisiensi G6PD), talasemia, kelainan glikoporin, dan South-East Asian Ovalocytosis
(SAO).[15]