Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SAFE WORK ENVIRONMENT

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4


DORMIAN R S J PAKPAHAN (1815041034)
ENDA PEPAYOSA (1815041058)
FEBRINA ULI LUBIS (1815041056)
ELIZAN TIKA (1815041032)

UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK KIMIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Manajemen Keselamatan Industri yang diberikan
oleh Ibu Dosen Panca Nugrahini F, S.T., M.T.mengenai keselamatan kerja industry (safety policy)
Kami sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mohon saran dankritik yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam menjalankan suatu bisnis perusahaan membutuhkan berbagai macam sumber daya, seperti modal, dan material.
Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia yaitu para karyawan. Sumber daya manusia merupakan salah
satu faktor terpenting dalam suatu organisasi atau perusahaan, disamping faktor lain seperti aktiva dan modal. Oleh
karena itu sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi.
Sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusa.

Menurut Marihot Tua E. H. (dalam Sunyoto, 2012: 1) Human resource manajement is the activities undertaken to
attack, develop, motivate, and maintain a high performing workforce within the organization (Manajemen sumber
daya manusia adalah aktifitas yang dilakukan merangsang, mengembangkan, memotivasi, dan memelihara kinerja
yang tinggi dalam organisasi). Karyawan merupakan sumber daya yang paling penting dalam perusahaan karena
memiliki akal, bakat, tenaga, keinginan, pengetahuan, dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk
mencapai visi dan misi perusahaan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih serta munculnya
inovasiinovasi baru dibidang teknik produksi, telah mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan sumber daya manusianya, agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Untuk meningkatkan
kinerja karyawan agar dapat berkualitas dan bekerja dengan baik salah satu faktor terpenting yaitu lingkungan kerja
tempat karyawan tersebut bekerja. Dimana lingkungan kerja adalah kondisi-kondisi material dan
psikologis yang ada dalam organisasi. Maka dari itu perusahaan harus menyediakan lingkungan kerja yang memadai
seperti lingkungan fisik (tata ruang yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara yang baik, warna,
penerangan yang cukup maupun musik yang merdu), serta lingkungan non fisik (suasana kerja karyawan,
kesejahteraan karyawan, hubungan antar sesama karyawan, hubungan antar karyawan dengan pimpinan, serta tempat
ibadah).

Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung pelaksanaan kerja sehingga karyawan memiliki semangat bekerja dan
meningkatkan kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang berada di sekitar karyawan perlu diperhatikan agar membawa
dampak yang baik bagi kinerja seseorang. Lingkungan kerja yang aman dan sehat akan membawa dampak yang positif
bagi orang-orang yang berada di dalamnya. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat akan meningkatkan
produktivitas, karena menurunnya jumlah hari yang hilang, meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih
berkomitmen, menurunkan biaya-biaya kesehatan dan asuransi, tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung
yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim, fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat
dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan, serta rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena naiknya
citra perusahaan hal ini dikemukakan oleh Rivai 2009 (dalam Narianggono, dkk. 2014: 2).

Selain lingkungan kerja faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu keselamatan kesehatan kerja (K3).
Karyawan tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sewaktu bekerja, dengan
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dapat menumbuhkan kerja pada karyawan. Perusahaan berupaya untuk
meningkatkan kinerja seluruh karyawannya agar mampu bersaing dengan perusahaan lain karena dapat menghasilkan
suatu barang atau jasa dengan cara yang lebih efisiensi. Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan secara periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibanding dengan berbagai kemungkinan seperti
standar hasil kerja, target, sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Hal
ini dapat tercapai apabila perusahaan selalu memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karena hal ini
dapat meningkatkan kinerja karyawan. Terjadinya kecelakaan atau penyakit kerja dapat berakibat kematian, atau
karyawan bisa mengalami cacat atau sakit sementara dan tidak bisa bekerja, maka karyawan yang bersangkutan tidak
mampu lagi bekerja dengan baik atau tingakt produktivitas kerjanya akan mengalami penurunan dibanding waktu
sehat. Oleh sebab itu, perlu sistem pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan penyakit kerja karena itu akan
menumbuhkan semangat kerja dan meningkatkan kinerja karyawan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan Hak
Asasi Manusia (HAM). Untuk itu kesadaran mengenai pentingnya keselamatan kesehatan kerja (K3) harus selalu
digugah, diingatkan, serta dibudidayakan dikalangan para pekerja. Pemahaman dan pelaksanaan K3 diperusahaan
sangat diperlukan, terutama dalam perbaikan syarat-syarat kerja. Hal ini berkaitan dengan masalah perlindungan
tenaga kerja terhadap kecelakaan kerja, guna meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, perlu
pemahaman dan pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja (K3) secara baik dan benar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja
tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan,namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh lansung
terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja adalah suasana dimana
karyawan melakukan aktivitas setiapharinya.

Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal.
Jika karyawan menyenagi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya,
melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak
memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antaralain sebagai
berikut:

Menurut (Nitisemito dalam Nuraini 2013:97) linkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan
dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang diembankan kepadanya misalnya dengan adanya air conditioner
(AC), penerangan yang memadai dan sebagainya.

Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempegaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas seperti temperatur, kelembapan, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan tempat kerja dan
memadai tidaknya alat-alat perlengkapan kerja.(Isyandi, 2004:134)

Menurut (Simanjuntak, 2003:39) lingkungan kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas yang dihadapi,
lingkungan sekitarnya dimana seorang bekerja, metode kerjanya, sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan
maupun sebagai kelompok. Sedangkan menurut (Mardiana, 2005:78) lingkungan kerja adalah lingkungan dimana
pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari.

Lingkungan kerja adalah lingkungan yang mempengaruhi pembentukan prilaku seseorang dalam bekerja. Lingkungan
kerja tersebut dapat di bagi 2 yaitu lingkungan fisik seperti bangunan dan fasilitas yang di sediakan serta letak gedung
dan prasarananya. Sedangkan lingkungan non fisik adalah rasa aman dari bahaya, aman dari pemutusan kerja, loyalitas
baik kepada atasan maupun sesama rekan kerja dan adanya rasa kepuasan kerja di kalangan pegawai. (Wursanto,
2005:288).

Lingkungan kerja merupakan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang melakukan
pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. (Gonzali, 2003:281)

Lingkungan kerja merupakan seluruh bentuk suasana disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi para pekerja
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. (Handoko, 2002 : 193)

Lingkungan kerja yang aman merupakan alasan utama kecelakaan, dimana kondisi tersebut adalah peralatan,
perlindungan yang kurang memadai, peralatan rusak, gudang yang sempit dan kotor, penerangan yang tidak memadai,
ventilasi yang tidak memadai, tidak cukupnya pergantian udara, suara bising yang dapat merusak pendengaran.
(Dessler, 2004:86)

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para
pekerja/karyawan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karywan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga
akan diperoleh hasil kerja yang maksimal, dimana dalam lingkungan kerja tersebut terdapat fasilitas kerja yang
mendukung karyawan dalam penyelesaian tugas yang bebankan kepada karyawan guna meningkatkan kerja karyawan
dalam suatu perusahaan.

Setiap pekerjaan/aktifitas selalu ada risiko kegagalan. Salah satu risiko pekerjaan adalah kecelakaan kerja (work
accident), yang berakibat kerugian (loss). Untuk itu perlu K3 (Keasehatan Keselamatan Kerja) yang harus terpadu
semua orang yang ada dalam lingkungan perusahaan/pekerjaan. PT Jamsostek mencatat selama 2013 terjadi sebanyak
103.285 kasus kecelakaan. Degradasi keselamatan terjadi akibat transisi dari masy agraris (low risk society) menuju
masy industri (high risk society). Kecelakaan berdampak pada daya saing tingkat global. Sebagian masyarakat merasa
tidak memerlukan K3, bahkan dianggap sebagai barang mewah.

Ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan sebagainya

1. Keselamatan (safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga keselamatan
orang lain; melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
melancarkan proses produksi.

2. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree of physiological and
psychological well being of the individual). Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan memberantas penyakit
yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja
dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upayaupaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di
lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka
akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat, dan proses produksi menjadi
lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas.

PERATURAN TENTANG K3
1. Undang-Undang yang terkait K3
2. Peraturan Pemerintah yang terkait K3
3. Peraturan Menteri yang terkait K3
4. Keputusan Menteri yang terkait K3
5. Instruksi Menteri yang terkait K3
6. Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3

Menurut International Association of Safety Professional, Filosofi K3 terbagi menjadi 8 filosofi yaitu:
1. Safety is an ethical responsibility.
2. Safety is a culture, not a program.
3. Management is responsible.
4. Employee must be trained to work safety.
5. Safety is a condition of employment.
6. All injuries are preventable.
7. Safety program must be site specific (tempat khusus).
8. Safety is good business.

Sejarah K3
1. Era revolusi industri (abad XVIII)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah penggantian tenaga hewan dengan mesin-
mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi

2. Era industrialisasi
Sejak era revolusi industri di atas sampai dengan pertengahan abad 20, penggunaan teknologi semakin berkembang
sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan K3 mengikuti penggunaan teknologi (APD, safety
device, interlock, dan alat-alat pengaman)

3. Era Manajemen
Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu sistem manajemen juga
menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan
munculnya standarstandar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.

4. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di
lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk
masyarakat luas.

KONSEP K3
1. Konsep lama
a. Kecelakaan merupakan nasib sial dan merupakan risiko yang harus diterima.
b. Tidak perlu berusaha mencegah
c. Masih banyak pengganti pekerja
d. Membutuhkan biaya yang cukup tinggi
e. Menjadi faktor penghambat produksi

2. Konsep masa kini


a. Memandang kecelakaan bukan sebuah nasib.
b. Kecelakaan pasti ada penyebabnya sehingga dapat dicegah
c. Penyebab: personal factors 80-85% dan environmental factors 15 % sampai 20 %
d. Kecelakaan selalu menimbulkan kerugian
e. Peran pimpinan sangat penting & menentukan

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu (Siagian, 2006:63) :
1. Bangunan tempat kerja
2. Ruang kerja yang lega
3. Ventilasi pertukaran udara
4. Tersedianya tempat-tempat ibadah keagamaan
5. Tersedianya sarana angkutan khusus maupun umum untuk karyawan nyaman dan mudah

Menurut (Sedarmayanti dalam Wulan, 2011:21) Menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi
menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan kerja fisik dan faktor lingkungan kerja non fisik.

1. Faktor Lingkungan Kerja Fisik


a. Pewarnaan
b. Penerangan
c. Udara
d. Suara bising
e. Ruang gerak
f. Keamanan
g. Kebersihan

2. Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik


1. Struktur kerja
2. Tanggung jawab kerja
3. Perhatian dan dukungan pemimpin
4. Kerja sama antar kelompok
5. Kelancaran komunikasi

Menurut (Suwatno dan Priansa, 2011:163)secara umum lingkunga kerja terdiri dari lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja psikis.

1. Faktor Lingkungan Fisik


Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada disekitar pekerja itu sndiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang meliputi:
a. Rencana Ruang Kerja
Meliputi kesesuaian pengaturan dan tata letak peralatan kerja, hal ini berpengaruh besar terhadap kenyamanan dan
tampilan kerja karyawan.
b. Rancangan Pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode kerja, peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya
akan mempengaruhi kesehatan hasil kerja karywan.

c. Kondisi Lingkungan Kerja


Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu
ruangan dan penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan tugasnya.

d. Tingkat Visual Pripacy dan Acoustical Privacy


Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat mdemberi privasi bagi karyawannya. Yang
dimaksud privasi disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadapa hal-hal yang menyangkut dirinya dan
kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi berhubungan dengan pendengaran.

2. Faktor Lingkungan Psikis


Faktor lingkungan psikis adalah hal-hal yang menyangkut dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah:

a. Pekerjaan Yang Berlebihan


Pekerjaan yang berlebihan dengan waktu yang terbatas atau mendesak dalam penyelesaian suatu pekerjaan akan
menimbulkan penekanan dan ketegangan terhadap karyawan, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.

b. Sistem Pengawasan Yang Buruk


Sistem pengawasan yang buruk dan tidak efisien dapat menimbulkan ketidak puasaan lainnya, seperti ketidak stabilan
suasana politik dan kurangnya umpan balik prestasi kerja.

c. Frustasi
Frustasi dapatberdampak pada terhambatnya usaha pencapaian tujuan, misalnya harapan perusahaan tidak sesuai
dengan harapan karyawan, apanbila hal ini berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi bagi karyawan.

d. Perubahan-Perubahan Dalam Segala Bentuk


Perubahan yang terjadi dalam pekerjaaan akan mempengaruhi cara orang-orang dalam bekerja, misalnya perubahan
lingkungan kerja seperti perubahan jenis pekerjaan, perubahan organisasi, dan pergantian pemimpin perusahaan.

e. Perselisihan Antara Pribadi Dan Kelompok


Hal ini terjadi apabila kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sama dan bersaing untuk mencapai tujuan tersebut.
Perselisihan inin dapat berdampak negatif yaitu terjadinya peselisihan dalam berkomunikasi, kurangnya kekompakan
dan kerjasama. Sedangkan dampak positifnya adalah adanya usaha positif untuk mengatasiperselisihan ditempat kerja,
diantaranya: persaingan, masalah status dan perbedaan antara individu.

Lingkunga kerja fisik maupun psikis keduanya sama pentingnya dalam sebuah organisasi, kedua lingkungan kerja ini
tidak bisa dipisahkan. Apabila sebuah perusahaan hanya mengutamakan satu jenis lingkungan kerja saja, tidak akan
tercipta lingkungan kerja yang baik, dan lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu
yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan akan menyebabkan
perusahaan tersebut mengalami penurunan produktivitas kerja.
2.3 Aspek Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau bisa disebut juga aspek pembentuk lingkungan kerja,
bagian-bagian itu bisa diuraikan sebagai berikut (Simanjuntak, 2003:39):

1. Pelayanan kerja

Pelayanan karyawan merupakan aspek terpenting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan terhadap tenaga kerja.
Pelayanan yang baik dari perusahaan akan membuat karyawan lebih bergairah dalam
bekerja, mempunyai rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannnya, serta dapat terus mennjaga nama baik
perusahaan melalui produktivitas kerjanya dan tingkah lakuknya. Pada umumnya pelayanan karyawan meliputi
beberapa haln yakni :

a. Pelayanan makan dan minum.


b. Pelayanan kesehatan .
c. Pelayanan kamar kecil/kamar mandi ditempat kerja, dan sebagainya.

2. Kondisi Kerja

Kondisi kerja karyawan sebaiknya diusahakan oleh manajemen perusahaan sebaik mungkin agar timbul rasa aman
dalam bekerja untuk karyawannya, kondisi kerja ini meliputi penerangan yang cukup, suhu udara yang tepat,
kebisingan yang ddapat dikendalikan, pengaruh warna, runag gerak yang diperlukan dan keamanan kerja karyawan.

3. Hubungan karyawan

Hubungan karyawan akan sangat menentukan dalam menghasilkan produktivitas kerja. Hala ini disebabkan karena
adanya hubungan antara motivasi serta semangat dan kegairahan kerja dengan hubungan yang kondusif antar sesama
karyawan dalam bekerja, ketidak serasian hubungan antara karyawan dapat menurunkan motivasi dan kegairahan yang
akibatnya akan dapat menurunkan produktivitas kerja.

2.4. Indikator Lingkungan Kerja

Adapun indikator lingkungan kerja menurut (Sedarmayanti: 2004:46) adalah sebagai berikut:
1. Penerangan/cahaya ditempat kerja
2. Temperatur/suhu udara ditempat kerja
3. Kelembapan udara ditempat kerja
4. Sirkulasi udara ditempat kerja
5. Getaran mekanis ditempat kerja
6. Bau tidak sedap ditempat kerja
7. Tata warna ditempat kerja
8. Dekorasi ditempat kerja
9. Musik ditempat kerja
10. Keamanan ditempat kerja

Untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang efektif dalam perusahaan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan
(Gie dalam Nuraini:2013:103):

1. Cahaya
Cahaya penerangan yang cukup memancarkan dengan tepat akan menambah efisiensi kerja para karyawan/pegawai,
karna mereka dapat bekerja dengan lebih cepat lebih sedikit membuat kesalahan dan matanya tak lekas menjadi lelah.

2. Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang penting untuk memperbesar efisiensi kerja para karyawan, khususnya warna
akan mempengaruhi keadaan jiwa mereka dengan memakai warna yang tepat pada dinding ruang dan alat-alat lainnya
kegembiraan dan ketenangan bekerja para karyawan akan terpelihara.

3. Udara
Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali adalah suhu udara dan banyaknya uap air pada udara itu.

4. Suara
Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya meletakkan alat-alat yang memiliki suara yang keras, seperti
mesin ketik pesawat telpon, parkir motor, dan lain-lain. Pada ruang khusus, sehongga tidak mengganggu pekerja
lainnya dalam melaksanakan tugasnya.

2.5 Manfaat Lingkungan Kerja

Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu,
manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan
dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan.
Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan
serta semangat juangnya akan tinggi.(Arep, 2003:103).

2.6 Kepuasan Kerja

Menurut (Fathoni: 2006: 128) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap itu dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan, dan prestasi kerja. Sedangkan menurut (Robbins
dalam Wibowo: 2007: 323) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan
perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka
terima.

Menurut (Hasibuan, 2006:202)kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Sedangkan menurut (Isyandi, 2004:137)kepuasan
kerja adalah suatu perasaan yang dapat menyenangkan seseorang dalam bekerja atau yang dapat memberikan
pemenuhan nilai-nilai pekerjaan.

Kepuasan kerja pada dasar nya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan
dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatannya tersebut. Dengan
demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak
senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. (Rivai, 2009:475).

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja
dapat mempengaruhi prilaku kerja karyawan seperti malas, rajin, produktif dan lainnya, atau memiliki hubungan
dengan beberapa jenis prilaku yang sangat penting dalam organisasi. (Martoyo, 2003 : 299).
Berdasarkan pendapat Keith Davis, Wexley, dan Yuki dalam buku Mangkunegara, di atas, bahwa Kepuasan kerja
adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya
maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah
atau gaji yang di terima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis
pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya,
antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila
aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak
menyokong, maka pegawai akan merasa tidak puas. (Mangkunegara, 2009 : 117).

Setiap individu yang akan mempunyai harapan yang hendak dicapai nya setelah melaksanakan tugas dan
kewajibannya sehari-hari. Apabila harapan yang diinginkannya tidak sesuai dengan kenyataan akan pengaruh pada
kepuasan kerja tenaga para karyawan yang bersangkutan. Kepuasan kerja merupakan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. (Handoko, 2003 : 193).

Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu di dahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal
sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena ”kepuasan” mempunyai konotasi yang
beraneka ragam. Meskipun demikian tetap relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara
pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak sederhana,
banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat pekerjaan
seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk
bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh
umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program
perkenalan yang tepat serta berakibat pada di terimanya seseorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi
secara ikhlas dan terhormat juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi.

Situasi lingkungan pun turut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang. Pemahaman yang lebih tepat tentang
kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian, 2009 : 295).

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini di cerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi
dalam, dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2008 : 202).

Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah
penghargaan yang di terima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. (Wibowo, 2009 : 323).

Menurut Gomes kepuasan kerja adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana penilaian ini hasil kesimpulan yang di
dasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh pegawai dari pekerjaannya
dibandingkan apa yang diharapkannya sebagai yang pantas atau berhak baginya.

(Gomes, 2003 : 178).


Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam
lingkungan kerja. Apa hubungan antara kupuasan kerja dengan prestasi? Ada pendapat mengatakan bahwa kepuasan
kerja dihasilkan oleh prestasi. Prestasi menghasilkan penghargaan dan bila penghargaan dalam proporsi yang sesuai.
Dilain pihak, bila penghargaan di pandang tidak mencukupi untuk suatu prestasi, maka ketidakpuasan cenderung
terjadi. Menurut Strauss dan Sayles dalam buku Pandji Anoraga, kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri.
Pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologi, dan pada
gilirannya akan menjadi frustasi dan stress. (Anoraga, 2004 : 180).

Pada pikiran yang paling mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman
kerja seseorang. Ketidak puasan muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga
kerja mengharuskan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika
tempat kerja tidak aman dan kotor.

(Mathis, 2003 : 98).

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaanya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa
seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaanya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisaasi
dimana dia berkarya. Sebaliknya orang yang tidak puas terhadap pekerjaanya apapun faktor-faktor ketidakpuasan itu
seperti misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang mebosankan, kondisi kerja yang memuaskan dan sebagainya. Akan
cenderung bersikap negatif terhadap organisasi dimana dia bekerja. Implikasinya bagi manajemen ialah bahwa
semakin orang merasa puas yang berakibat pada sikap positif terhadap organisasi, tugas-tugas pemberian motivasi
relative menjadi semakin mudah. Sebaliknya jika semakin banyak orang yang merasa tidak puas karena cendrung
menampilkan sikap dan prilaku yang negatif. (Siagian, 2003 : 126).

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap positif yang
dicerminkan oleh karyawan baik didalam maupun diluar pekerjaan. Sikap tersebut seperti kedisplinan dan prestasi
dalam melaksanakan pekerjaan.
Ada beberapa hal yang dapat memberikan kepuasan kpada karyawan (Nasution: 2003: 193) yaitu:

1. Pekerjaan yang tidak monoton.

2. Pekerjaan yang dirancang oleh manajemen perusahaan sedemikian rupa sehingga tidak menyiakan waktu dan
tenaga kerja karyawan.

3. Karyawan bebas merencanakan sendiri pekerjaan dan tata kerja yang selektif.

4. Karyawan memperoleh wewenang yang memadai atas pekerjaannya.

5. Karyawan menyelesaikan pekerjaan harus memperoleh pengakuan atas hasil karyanya dan mendapat
kesempatan untuk berkembang.

6. Karyawan merasa tidak diawasi dengan ketat.

7. Pekerjaan menyediakan umpan balik dari atasan tanpa menyebabkan rasa sakit hati dan kecewa.
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Hasibuan: 2006: 203) adalah :

1. Balas jasa yang adil dan layak.

2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

3. Berat ringannya pekerjaan.

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.

6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya.

7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Faktor-faktor kepuasan karyawan (Isyandi, 2004:145)yaitu:

1. Pergantian pegawai

Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan tinggi rendahnya tingkat pergantian karyawan begitu pula
sebaliknya karyawan yang kurang puas biasanya pergantian akan tinggi.

2. Ketidak Hadiran

Karyawan yang kurang puas cenderung ketidak hadirannya tinggi dan ketidak hadirannya yang tidak jelas

3. Usia

Cenderung karyawan yang lebih tua merasa puas dari pada karyawan yang berumur yang lebih muda hal ini
disebabkan karena karyawan yang berumur lebih tua akan berpengalaman dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaannya, sementara karyawan yang lebih muda biasanya mempunyai harapan yang baik mengenai
dunia kerjanya sehingga apabila terdapat kesenjangan dapat menyebabbkan mereka tidak puas.

4. Tingkat Pekerjaan

Karyawan yang memiliki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dari pekerjaan ini lebih
menunjukkan kemampuan kerja yang lebih baik dan juga mempunyai penghasilan yang lebih baik dan sebaliknya.

5. Ukuran Organisasi

Ukuran organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan karena besar kecilny organisasi berhubungan
koordinasi, komunikasi dan partisipasi karyawan.
Faktor tersebut dapat membantu memahami bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya (Isyandi, 2004:146) :

1. Faktor pegawai, yaitu kemampuan, cara kerja, minat, kesehatan dan disiplin kerja.

2. Faktor lingkungan kerja, yaitu teman sejawat, kompensasi atau imbalan dan keadaan fisik ruangan.

3. Pekerjaan itu sendiri, yaitu tugas yang diembankan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan menurut

(Fathoni: 2006: 129) yaitu balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat
ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap
pemimpin dalam kepemimpinannya dan sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan
ukuran organisasi perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam buku Mangkunegara (2003 : 117)
yang mengemukakan bahwa “job satisfaction is releated to a number of major employee variables, such as turnover,
age, occupation, and sizw of the organization in which an employee works”.
a. Turnnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang
kurang puas biasanya turnovernya lebih tinggi.

b. Tingkat Ketidak Hadiran (absen) Kerja

Pegawai-pegawai yang kurang puas cendrung tingkat ketidak hadiranya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja
dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

c. Umur

Ada kecendrungan pegawai yang lebih tua lebih merasa puas dari pada pegawai yang berumur relative muda. Hal ini
diasumsikan bahwa pegawai yang lebih tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan.
Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerja, sehingga apabila antara
harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau ketidak seimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi
tidak puas.

d. Tingkat Pekerjaan

Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cendrung lebih puas dari pada pegawai yang
menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
e. Ukuran Organisasi Perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai.

2.8 Pengaruh Dari Karyawan Yang Tidak Puas Di Tempat Kerja


Menurut (Robbins, 2007:111) ada konsekuensi ketika karyawan tidak puas ditempat kerja

1. Keluar (Exit), prilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan
mengundurkan diri.

2. Aspirasi (Voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas syarikat kerja.

3. Kesetiaan (loyalitas), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela
organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemen untuk “
melakukamn hal yang benar “.
4. Pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih baik, termasuk ketidakhadiran atau
keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Menurut Mangkunegara (2003 : 117) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada
diri pegawai dan faktor pekerjaanya.

a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan,
pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pengkat (golongan), kedudukan, mutu
pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi social dan hubungan kerja.

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa indikator yaitu sebagai berikut (Handoko, 2003 : 193) :

a. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

b. Berat ringannya pekerjaan.

c. Suasana lingkungan pekerjaan.

d. Peralatan yang menunjang.

e. Sikap pimpinan.

f. Sikap pekerja.

Selanjutnya Sondang (2003 : 187) menambahkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
seseorang yaitu :
a. Pekerjaan yang penuh tantangan

b. Penerapan system penghargaan yang adil

c. Kondisi yang sifatnya mendukung

d. Ikap rekan sekerja

Berikut ini uraiannya :

a. Pekerjaan yang Penuh Tantangan

Dewasa ini telah umum diakui bahwa bagi seseorang pekerja. Pekerjaan yang tidak menarik, misalnya karena sangat
teknis dan repetitip sehingga tidak lagi menuntut imajinasi. Inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaanya merupakan
salah satu sumber ketidakpuasan yang tercermin pada tingkat kebosanan yang tinggi. Berkaitan dengan hal ini ialah
adanya umpan balik yang memberitahukan kepada pekerja yang

bersangkutan bagaimana pandangan tentang kemampuannya menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Artinya hasil evaluasi atasannya terhadap penyelesaian tugas yang tentunya diharapkan bersifat rasional dan objektif
karena didasarkan pada kriteria yang objektif pula dan perlu diketahui bahwa pekerja yang bersangkutan. Dengan
demikian ia mengetahui apakah prestasi kerjanya sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi.

b. Penerapan Sistem Penghargaan yang Adil

Masalah keadilan adalah sesungguhnya masalah persepsi. Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang
akan merasa diperlakukan secara adil apabila perlakuan itu menguntungkannya dan sebaliknya merasa diperlakukan
tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai suatu hal yang merugikan.

c. Kondisi Kerja yang Menguntungkan

Yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan.

d. Sikap Orang Lain Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasional seseorang mau tidak mau harus melakukan interaksi dengan orang lain, apakah itu
rekan sekerjanya, atasan dan bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, serta para bawahan.

Kepuasan kerja merupakan faktor yang penting bagi seseorang untuk dapat bekerja dengan baik, namun banyak alasan
yang mendasari mengapa seseorang mengalami ketidakpuasan dalam bekerja yang mengakibatkan hasil kerja
seseorang menurun. Adapun ciri-ciri kepuasan kerja pada karyawan adalah, karyawan memiliki dedikasi yang tinggi
berupaya memprioritaskan apa yang menjadi tugasnya. (Isjianto, 2006 :181).
2.9 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kpuasan Kerja

Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja
optimal. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah
ditempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sebaliknya lingkungan
kerja yang tidak memadai maka karyawan tidak betah berada ditempat kerja karena merasa kurang puas dengan
kondisi yang demikiansehingga dapat menurunkan kinerja karyawan.

Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya meletakkan alat-alat yang memiliki suara yang keras, seperti
mesin ketik pesawat telpon, parkir motor, dan lain-lain. Pada ruang khusus, sehongga tidak mengganggu pekerja
lainnya dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut (Nitisemito dalam Nuraini 2013:97) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan
dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang diembankan kepadanya misalnya dengan adanya air conditioner
(AC), penerangan yang memadai dan sebagainya.

Dari hal tersebut diatas dapat dikatan bahwa karyawan kurang merasa puas di lingkungan kerja apabila suasana dalam
lingkungan kerja kurang kondusif seperti pewarnaan yang kurang tepat, suhu udara yang kurang baik, suara bising, air
conditioner (AC) dan penerangan yang kurang memadai.

Menurut Spector (1997) faktor-faktor penyebab kepuasan kerja dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum,
yaitu faktor lingkungan pekerjaan dan faktor-faktor individu. Enam faktor penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke
dalam faktor lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik pekerjaan

Individu yang merasa kepuasan intrinsic ketika melakukan pekerjaan dan tugas-tugasnya akan menyukai pekerjaan
mereka dan memiliki motivasi untuk memberikan kemampuan yang terbaik.

2. Batasan Dari Organisasi

Batasan dari organisasi adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang menghambat performa kerja karyawan. Karyawna
yang mempersiapkan adanya tingkat batasan yang tinggi cenderung untuk tidak puas dengan pekerjaannya.

3. Peran Dalam Pekerjaan

Ambiguitas peran dan konflik peran memiliki hubungan dengan kepuasan kerja. Karyawan yang mengalami
ambiguitas peran ketika ia memiliki kepastian mengenai fungsi dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Sedangkan
konflik peran terjadi ketika individu mengalami tuntutan yang bertentangan dengan fungsi dan tanggung jawabnya.

4. Konflik Antara Pekerjaan Dan Keluarga

Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika tuntutan dalam pekerjaan dan tuntutan keluarga saling
bertentangan. Konflik tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang
mengalami tingkat konflik yang tinggi cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.
5. Gaji

Hubungan antara tingkat gaji dan kepuasan kerja cenderung lemah. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa gaji
bukan merupakan faktor yang sangat kuat pengaruhnya terhadap kepuasan kerja. Walaupun tingkat gaji bukan
merupakan hal yang penting, keadilan dalam pembayaran gaji dapat menjadi sangat penting, karena karyawan yang
membandingkan dirinya dengan karyawan lainnya akan tidak puas, jika ia memperoleh gaji yang lebih rendah dari
karyawan lain dengan pekerjaan yang sama. Hal yang dapat menjadi lebih penting daripada pembedaan gaji adalah
bagaimana karyawan menyadari bahwa pembagian gaji sudah diatur oleh kebijakan dan prosedur yang adil. Oleh
karena itu, proses pembagian gaji memiliki dampak yang lebih besar dari pda tingkat gaji yang sesungguhnya terhdap
kepuasan kerja karyawan.

6. Stress Kerja

Dalam setiap pekerjaan, setiap karyawan akan menghadapi kondisi dan situasi yang dapat mereka merasa tertekan
(Stress). Kondisi dan situasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan emosional pada waktu yang singkat, tetapi
juga kepuasan kerja dalam jangka waktu yang lebih lama. Adapun situasi dan kondisi dalam pekerjaan yang dapat
membuat karyawan merasa tertekan adalah beban kerja (tuntutan pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan), control
(kebebasan yang diberikan kepada karyawan untuk membuat keputusan tentang pekerjaan mereka, dan jadwal kerja.
Kondisi tersebut memiliki hubungan dengan tingkat kepuasan kerja karyawan.

Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada sifat individu secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan,
sering kali mereka bermaksud mengatakan kepuasan kerja.

Sebenarnya kedua tersebut sering digunakan secara bergantian. menurut Siagin, variabel yang berkaitan dengan
pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah bahwa faktor penting yang lebih banyak mendatangkan kepuasan
kerja adalah pekerjaan yang secara mentalitas memberi tantangan, penghargaan yang layak, kondisi kerja yang
menunjang dan rekan kerja yang mendukung.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat di uraikan pendapatnya lebih lanjut bahwa :

a. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas-tugas yang bervariasi, kebebasan dan
umpan balik tentang seberapa baik mereka bekerja. Pekerjaan-pekerjaan yang terlalu kecil tantangannya menciptakan
kebosanan, tetapi terlalu banyak tantangan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Di bawah kondisi tantangan yang
sedang kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Karyawan menginginkan sistem penggajian dan kebijakan promosi yang mereka rasa wajar. Tidak
membingungkan dan sejalan dengan harapan mereka. Bila penggajian di anggap adil, berdasarkan tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu dan standar gaji masyarakat, kepuasan akan tercapai.
c. Para karyawan menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan kerja mereka. Baik dari segi kenyamanan
pribadi maupun kemudahan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Mereka lebih menyukai lingkungan fisik yang
nyaman, aman, bersih dan memiliki tingkat gangguan yang minimum.

d. Seseorang menginginkan sesuatu dari pekerjaan mereka yang lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang
tampak di mata. Bagi sebagian besar karyawan, bekerja juga dapat memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi sosial.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa memiliki rekan-rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat
meningkatkan kepuasan kerja. (Siagin, 2004 : 36).
Sedangkan dua faktor yang menyebabkan kepuasan kerja yang termasuk ke dalam faktor individu adalah:

1. Karakteristik kepribadian.

2. Kesesuaian antara individu dengan pekerjaan.

Selain beberapa faktor di atas, Spektor (2000) juga menyatakan bahwa gender, usia, serta perbedaan budaya dan etnis
dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

Survei Kepuasan Kerja

Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan
atau pekerjaan melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja juga untuk mengetahui moral pegawai, pendapat, sikap,
iklim dan kualitas kehidupan kerja pegawai.

Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Manajer dan pemimimpin melibatkan diri pada survei

b. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif.

c. Survei di administrasikan secara wajar.

d. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kegunaan
hasilnya dari pemimpin. Keuntungan dari survei kepuasan kerja, antara lain kepuasan kerja secara umum, komunikasi,
meningkatkan sikap kerja, dan untuk keperluan pelatihan (training).
Adapun keuntungan dari survei kepuasan kerja dapat di jelaskan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Kepuasan kerja secara umum.

Keuntungan survei kepuasan kerja dapat memberikan gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat kepuasan kerja
pegawai di perusahaan. Begitu pula untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu.
Survei juga sangat bermamfaat dalam mendiaknosis masalah-masalah pegawai yang berhungan dengan peralatan
kerja.

b. Komunikasi
Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam mengkomunikasikan keinginan pegawai dan pikiran pemimpin.
Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap pekerjaannya dengan melalui survei dapat membantu
mengkomunikasikan kepada pemimpin.

c. Meningkatkan Sikap Kerja

Survei kepuasan kerja dapat bemanfaat dalam meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai merasa
pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapat dari pihak pemimpin.

d. Kebutuhan Pelatihan

Survei kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai biasanya
diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan dari perlakuan pemimpin pada bagian jabatan
tertentu. Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai-
pegawai peserta pelatihan (Mangkunegara, 2009 : 120).

Tipe-tipe Survei Kepuasan Kerja

Ada dua tipe survei kepuasan kerja, yaitu survei objektif dan tipe survei deskriptif.

a. Tipe Survei Objektif

Tipe survei objektif yang paling popular menggunakan pertanyaan pilihan berganda (multiple choice). Responden
membaca semua pertaanyan yang tersedia, kemudian memilih satu dari beberapa alternative dari jawaban yang sesuai
dengan keadaannya. Disamping itu pula, ada bentuk pertanyaan yang menggunakan benar atau salah, setuju atau tidak
setuju.

b. Tipe survei deskriktif

Tipe survei deskriptip merupakan lawan dari tipe survei objektif. Pada tipe survei deskriptip, responden memberikan
jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau yang mereka inginkan. Mereka dapat
menjawab dengan kata-kata mereka sendiri. (Mangkunegara, 2009 : 121).

2.10 PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Sirait, dengan judul “ Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan Pada Hotel Angkasa Pekanbaru”. Dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang karyawan. Dari hasil penelitian
yang dilakukan, tingkat kepuasan kerja karyawan pada Hotel Ankasa Pekanbaru berada pada skala 204 dimana
posisinya diantara rentang 171-210 yang artinya baik. Adapun hasil penelitian dari lingkungan kerja yaitu nilai rata-
rata jawaban variabel lingkungan kerja karyawan adalah 196, yakni 171-210 yang artinya baik. Jadi lingkungan kerja
karyawan pada Hotel Angkas Pekanbaru adalah baik. Indikator yang mempengaruhi lingkungan kerja yaitu sarana,
kebersihan, penerangan dan keamanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Triningsihdengan judul “ Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja Guru dan Karyawan SMP Negeri 30 Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa Motivasi kerja Guru dan karyawan SMP Negeri 30 Semarang dalam kategori tinggi, yang berarti sebagian besar
mempunyai minat yang tinggi tel;ah tercakup gajinya kebutuhan akan rasa aman tercukupi, adanya hubungan
interpersonal yang baik dan mendapatkan kesempatan untuk berkembang. Motivasi kerja ini berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja yaitu sebesar 18,8 %. Lingkungan kerja di SMP Negeri 30 Semarang dalam kategori baik,
pewarnaan pada dinding ruangan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan, keamanannya memberikan kenyamanan,
meskipun dari segi suara masih bising, sebab dekat dengan dengan jalan raya. Lingkungan kerja berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja sebesar 16,7 % secara bersama-sama motivasi kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja yaitu sebesar 38,3 %.

2.11 Teori Klasik

1. Hygiene Theori (Frederick Herzberg)


a. Motivation factor (faktor motifasi), adalah faktor-faktor yang dapat memberikan kepuasan kerja.

Hal-hal yangdapat mendorong prestasi ini bersipat instrinsik (dalam diri sese orang), yaiti:

1) Kepuasan terhadap pekerjaan.


2) Keberhasilan yang diraih.
3) Kesempatan bertumbuh.
4) Kemajuan dalam karier.
5) Pegakuan oranglain.

b. Hygiene faktor (faktor lingkugan), adalah faktor yang dapat meyebapkan ketidak puasan kerja yang bersipat
ekstrinsik (dari luar diri seseorang), yaitu:

1) situasi seseorang dalam organisasi.


2) Hubugan karyawandegan atasan.
3) Hubugan seseorang karyawan degan rekan jerja.
4) Kebijakan organisasi.
5) Sistim administrasi organisasi.
6) Kondisi kerja.
7) Sistim imbalan yang berlaku.

2. Hierarchy Of Ned Theory (Abraham Maslow)

a. Pysiological Needs ( kebutuhan phisik dan biologis)

b. Sefety and security Needs ( kebutuhan kebebasan dari ancaman)

c. Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan sosial)

d. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan diri)

e. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri)


2.12 Konsep Operasional Variabel

Tabel 2.1: Konsep Operlasional Variabel


Variabel Defenisi Variabel Indikator
Lingk Lingkungan kerja adalah segala a. Penerangan/cahaya ditempat kerja
ungan sesuatu yang ada disekitar b. Temperatur/suhu udara ditempat

Kerja karyawan dan dapat mempengar kerja


(X) uhidalam menjalankan tugas c. Kelembapan udara ditempat kerja

yang diembankan kepadanya d. Sirkulasi udara ditempat kerja

misalnya e. Bau tidak sedap ditempat kerja

dengan adanya air conditioner ( f. Tata warna ditempat kerja

AC) penerangan yang memadai g. Dekorasi ditempat kerja

dan sebagainya.(Nitisemito h. Keamanan ditempat

dalam Nuraini, 2013:97) kerja(Sedarmayanti 2004:46)

Kepuasan Kepuasan kerja adalah sikap a. Keluar (Exit)

Kerja (Y) emosional yang menyenangkan b. Aspirasi (Voice)

dan mencintai pekerjaannya. c. Kesetian (Loyalitas)

Sikap itu dicerminkan oleh d. Pegabayan (Neglect)

moral kerja, kedisplinan, dan (Robbins, 2007:111)

prestasi kerja.(Fathoni,

2006:128)

2.15 Ergonomi
A. Pengertian Ergonomi
Ergos (kerja) + nomos (hukum) Definisi ergonomi menurut Woodside dan Kocurek (1997) adalah kajian yang intergral
antara pekerja, pekerjaan, alat, tempat dan lingkungan kerja, yaitu lingkungan dimana pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan aman dan nyaman.

Menurut Charpanis (1985) yang dikutip oleh Sanders mengatakan Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia lainnya untuk
merancang alat, mesin, pekerjaan, sistem kerja, dan lingkungan sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu produktif, efektif, aman dan menyenangkan.

Sanders dan Mc. Cormick (1987) mendefinisikan ergonomi (Human Factors) dengan pendekatan 3 unsur, yaitu:
1. Fokus ergonomi
adalah interaksi manusia dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan kerja maupun tempat tinggal.
Dalam perancangan dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan masalah kapabilitas, keterbatasan,
dan kebutuhan manusia menjadi pertimbangan utama.

2. Tujuan utama ergonomi


(a). meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja, termasuk disini bagaimana penggunaan alat yang nyaman,
menggurangi kesalahan, dan meningkatkan produktivitas.

(b). adalah mengembangkan keselamatan, mengurangi kelelahan dan stress, penggunaan yang menyenangkan,
meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan kualitas hidup.

3. Pendekatan ergonomi ialah secara sistematis mengaplikasikan informasi yang relevan tentang kapasitas manusia,
keterbatasan, karakteristik, tingka laku, motivasi untuk mendisain prosedur dan lingkungan yang mereka gunakan.

B. Kenyamanan
Pada saat bekerja terjadi interaksi antara pekerja dengan mesin dan lingkungan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Acmadi (1990) menyatakan bahwa pekerjaan maupun lingkungan merupakan paparan yang menjadi beban bagi
pekerja, setiap beban akan menimbulkan ketegangan (stresses) dan regangan (strain), sehingga menimbulkan reaksi
bagi pekerja berupa rasa nyaman atau tidak nyaman.

Paparan:
a. Fisik: suhu, tekanan, suara, pencahayaan, radiasi, getaran
b. Kimia: debu, uap, larutan
c. Psikososial: hubungan kerja, sistem manajemen
d. Ergonomis: desain alat, lay out, metoda kerja (Trisnaningsih:1990).

Nyaman dapat berarti segar, sehat, dan badan terasa enak (KBBI) Pengukuran kenyamanan dapat dilakukan dari
perasaan tidak nyaman (Suma`mur:1992) terhadap paparan yang diterima pekerja, yaitu berupa keluhan rasa tidak
nyaman atau rasa tidak enak pada bagian tubuh akibat paparan yang diterima. Keluhan rasa tidak nyaman dapat berupa
rasa lelah, pegal, nyeri, memar, lecet, dan sebagainya, pada bagian tubuh pekerja saat bekerja menggunakan alat.
Bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan Bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan digambarkan dalam
Body Area Discomfort (BAD), bagian tubuh tersebut antara lain leher/tengkuk (neck), bahu/pundak (shoulder), siku
(elbow), lengan (forearm), tangan/pergelangan (hand/wrist), jari (fingers), punggung atas (upper back), punggung
bawah (low back), paha (thigh), lutut (knee), kaki bawah (low leg) dan persendian kaki/ kaki (ankle/ foot).

C. SISTEM MANUSIA – MESIN


Walaupun perkembangan teknologi produksi berkembang cepat namun faktor manusia tetap signifikan dalam
mentukan produktivitas. Pada industri manufaktur maupun industri pelayanan peran manusia masih diandalkan
sebagai komponen dalam proses produksi (Wignjosoebroto: 2000).

Manusia merupakan komponen dalam sistem manusia-mesin, kedua elemen produksi tersebut saling berinteraksi
untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan. Proses interaksi manusiamesin diilustrasikan oleh
Sander dan Mc.Cormick (1987) pada gambar sebagai berikut. Manusia memperoleh masukan (input) dengan melihat
atau mendengar (sensing) dari display mesin, informasi tersebut diproses di otak, kemudian otak memutuskan untuk
melakukan reaksi melakukan kontrol mesin, kontrol tersebut membuat mesin dapat beroperasi, mesin dipasang display
untuk menginformasikan bahwa mesin sedang operasi, proses sudah selesai atau mati. Beroperasinya mesin akan
memproses masukan menjadi keluaran, proses tersebut terjadi pada lingkungan kerja.

Gambar: Sistem manusia–mesin (Sander & Mc.Cormick, 1987: 14)


Hubungan mesin-manusia dikelompokkan menjadi:

1. Sistem manual:
Pada sistem ini input akan langsung menjadi output. Alat tangan berfungsi untuk menambah kemampuan atau
kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya. Manusia berfungsi sebagai sumber tenaga dan
kendali operasi.

2. Sistem mekanik:
Sistem ini sering disebut semi otomatis. Pada sistem ini tenaga dan beberapa fungsi lain diganti mesin. Manusia
memberi respon melalui sistem kontrol untuk mengoperasikan mesin. Mesin beroperasi dengan kendali manusia.

3. Sistem otomatis:
Pada sistem otomatis mesin mampu melaksanakan semua fungsi mulai sensor, pengambilan keputusan maupun aksi.
Manusia bertugas memonitor agar mesin dapat bekerja dengan baik, memasukkan data atau mengganti program baru
bila diperlukan.

Anthropometri
Dalam proses produksi terjadi interaksi manusia dengan mesin. Interaksi tersebut akan harmonis dan serasi bila mesin
tersebut didesain sesuai dengan karakteristik manusia yang menggunakan mesin, untuk itu seorang desainer perlu
informasi tentang dimensi tubuh manusia. Ilmu tentang pengukuran dimensi tubuh manusia
disebut anthropometri.

Antropometri berasal dari kata “ anthro” yang berarti manusia dan “ metry” yang berarti ukuran. Secara definitif
anthropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
Wignjosoebroto (2000). Hughes (2002) mendefinisikan antropometri sebagai ilmu mengukur dan mengoleksi data
karakteristik fisik dan aplikasinya untuk desain dan evaluasi sistem, peralatan, produk manufaktur, fasilitas dan
lingkungan manusia.

Faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia (Winjosoebroto)

1. Usia:
ukuran tubuh akan berkembang seiring dengan pertambahan
usianya. Usia 0 sampai 20 tahun merupakan usia berkembang, 20
sampai 40 relatif tetap dan usia 40 tahun ke atas cenderung
menyusut.

2. Jenis kelamin:
dimensi tubuh laki-laki pada umumnya lebih besar dari pada wanita
kecuali bagian tubuh tertentu seperti pinggul.

3. Suku bangsa:
Setiap suku bangsa ataupun kelompok ethnik akan memiliki
karakteristis tubuh yang berbeda satu dengan yang lain.

Prinsip dasar penerapan antropometri dalam desain yang ergonomis:

1. Desain untuk individual yang ekstrim (maksimal dan minimal)


Contoh: tinggi pintu gunakan ukuran tinggi maksimal manusia Untuk perencanaan gaya operasional alat kontrol
gunakan ekstrim minimal

2. Desain untuk rata-rata manusia


Pendekatan rata-rata ini mudah dan murah, namun mempunyai kelemahan yang sangat besar karena hanya “setengah
populasi” yang mampu mengoperasikan.

3. Desain yang dapat disetel


Desain ini sangat baik, karena 95% populasi mampu mengoperasikan alat tersebut, tetapi kelemahannya membutuhkan
biaya yang mahal.

4. Desain untuk individu


Desain ini dibuat untuk seorang individu yang datanya digunakan untuk mendesain. Desain ini paling ideal untuk
individu tersebut tetapi tidak nyaman digunakan orang lain. 12

Anthropometri dikelompokkan menjadi dua (Pulat :1992, Sanders dan Mc. Cormick: 1987, Woodside dan Kucurek
1997, Hughes 2002) :

1. Anthropometri statis atau struktural


merupakan ukuran bodi pada kondisi tidak bergerak, posisi standar
baik posisi berdiri maupun duduk.
2. Antropometri dinamis atau fungsional
merupakan ukuran bodi/tubuh saat melakukan aktivitas kerja di
suatu lingkungan kerja.

Berdasarkan data dari antropometri kita dapat melakukan desain stasiun kerja. Contoh tinggi meja kerja untuk
pekerjaan yang membutuhan tenaga otot tangan di bawah pusar, tinggi meja kerja yang membutuhkan tenaga otot
sedang setara pusar, sedangkan yang membutuhkan ketelitian tinggi meja kerja di atas pusar.
E. Memilih & Mendesain Alat Tangan Yang Ergonomi
Perkembangan teknologi memungkinkan alat-alat tangan diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan sesaat,
banyak alat-alat tangan diproduksi tanpa pertimbangan faktor manusia sebagai pengguna alat tersebut, sehingga
setelah digunakan potensial menimbulkan gangguan kesehatan pada penggunanya. Gangguan tersebut dapat lecet,
terjepit, terpukul, terpotong, terkilir maupun komulatif trauma.

Pemilihan alat yang ergonomis merupakan salah satu upaya preventif mencegah terjadinya gangguan kesehatan kerja
akibat lingkungan kerja yang kurang ergonomis, sehingga dalam mendesain alat perlu memperhatikan prinsip
ergonomi.

Prinsip mendesain alat tangan yang ergonomis:

1. Buat alat tangan yang ringan dan dapat dibawah dengan satu tangan. Alat yang berat menyebabkan pengguna alat
cepat lelah, hal ini dapat menurunkan produktivitas kerja. Alat ringan namun saat membawah alat harus dengan dua
tangan akan merepotkan saat membawah, selain itu efisiensi penggunaan tangan menjadi rendah.

2. Buat alat tangan yang kompak yaitu ringan, mudah dibawah dan disimpan. Alat tangan sering digunakan pada
berbagai posisi kerja, dan lokasi kerja sehingga desain harus kompak yaitu ringan dan mudah dibawa. Alat juga harus
dapat disimpan dengan baik agar awet, mudah perawatan dan mudah dicari bila ingin menggunakan lagi.

3. Buat gagang alat dengan diameter, panjang dan bentuk yang tepat. Ukuran gagang alat mempengaruhi kenyamanan
dan kekuatan genggam. Diameter gagang alat 30-45mm dengan bentuk bulat atau oval, untuk alat presisi diameter 5-
12 mm. Panjang gagang disesuaikan dengan cara memegang saat menggunakan, apakah menggunakan dua tangan atau
satu tangan. Panjang gagang tertutup 100 – 125 mm, dan jarak dengan depan 40-60 mm.

4. Buat gagang yang nyaman dipegang, tidak mudah slip, mempunyai pembatas, mempunyai tahanan panas dan listrik
yang tinggi. Gagang dapat dibuat dari kayu, plastik atau karet. Bahan tersebut mempunyai koefisien gesek tinggi
sehingga tidak mudah slip, isolator panas maupun listrik yang baik sehingga dapat melindungi pekerja dari
kemungkinan kecelakaan saat alat terkena panas atau tersengat listrik. Karet merupakan bahan yang baik untuk pelapis
gagang karena elastis sehingga lebih nyaman saat menggenggam, selain itu karet juga mempunyai koefisien gesek dan
isolator listrik yang baik. Pembatas pada gagang diperlukan untuk melindungi tangan dari kemungkinan slip dan
menimbulkan luka.

5. Buat alat pada posisi kerja alami, hindari terjadi deviasi unar maupun radial pada tangan. Deviasi unar maupun
radial saat menggunakan alat potensial terjadi teknosinovitis akibat syaraf median (median nerve) luka pada kanal
karpi. Terdapat dua model gagang untuk menghindari hal itu yaitu bentuk segaris (inline) dan bentuk pistol. Contoh
gagang dibengkokkan agar posisi tangan alami.

Anda mungkin juga menyukai