Anda di halaman 1dari 15

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI DALAM LATAR BELAKANG

SOSIAL BUDAYA

RESUME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan yang

Diampu oleh Muntohar, M.Pd.i

1. Fela Nur Latifah 1811010051


2. Nur Fitri Kridiyanti 18110100
3. Rizka Nurul Atiqoh 18110100
4. Naufia Atiqoh
5.

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
A. Pengertian budaya dan komunikasi
Koentjoroningrat budaya adalah “segala hasil daya cipta rasa dan karya manusia
yang dijadikan milik diri seseorang dalam masyarakat dengan cara belajar.
(Koentjoroningrat 1988) kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, yaitu mencakup
keseluruhan dari:
1. Gagasan,
2. Kelakuan,
3. hasil hasil kelakuan.
Kata budaya dipergunakan dalam berbagai dikursus atau pembahasan dan ini
dikarenakan luasnya aspek kehidupan yang disentuh . Murdock (1978) mendeskripsikan
budaya dalam tujuh puluh Sembilan ragam asapek kehidupan ,yang oleh Barry (1980)
dikategorisasi ulang hingga dapat teringkas menjadi delapan aktivitas kehidupan .
Kedelapan kategori tersebut adalah:
1. Karakteristik umum
2. Makanan dan pakaian
3. Rumah dan teknologi
4. Ekonomi dan transportasi
5. Aktifitas individual dan keluarga
6. Komunitas dan pemerintahan
7. Kesejahteraan, religi dan ilmu pengetahuan
8. Seks dan lingkungan kehidupan
Daftar kategori diatas secara jelas menunjukkan betapa kompleksnya budaya
sebagai sebuah konsep. Budaya menyentuh semua aspek kehidupan .
B. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku dan tindakan yang
trampil dari manusia ( communication involves both attides and skills ). Manusia tidak
bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi dengan cara melalui
pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam
simbol simbol dengan orang lain.
Komunikasi manusia itu dapat dipahami sebagai interaksi antar pribadi melalui
pertukaran simbol simbol linguistik, misalnya simbol verbal dan non verbal. Seperti kata
Mehrabian ( 1972 ) 55 % dari komunikasi manusia dinyatakan dalam simbol non verbal ,
38% melalui nada suara , dan 7% komunikasi yang efektif dinyatakan melalui kata kata.
Simbol simbol itu dinyatakan melalui sistem yang langsung seperti tatap muka atau
(tulisan, visual, aural). Melalui pertukaran dan simbol simbol yang sama dalam
menjelaskan informasi, gagasan dan emosi diantara itulah, akan lahir kesamaan nama
atas fikiran, perasaan dan perbuatan.
C. 6 Kaitan Antara Komunikasi dan Budaya
Komunikasi dan budaya merupakan 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Ibarat
sekeping mata uang logam komunikasi dan budaya masing-masing berada pada kedua
sisi uang logam dimana keduanya saling mempengaruhi dan tidak bisa dipisahkan.
Sebelum melihat lebih lanjut mengenai kaitan atau hubungan antara keduanya
mari kita lihat dulu apa itu yang disebut dengan komunikasi dan apa pula yang dimaksud
dengan budaya.
Kebanyakan orang pasti sudah sering mendengar kedua istilah ini berikut dengan
pengertiannya. Ada begitu banyak pendapat dan definisi mengenai kedua hal ini. Kita
dapat memahami komunikasi sebagai bentuk hubungan dan penyampaian informasi baik
antar perorangan ataupun kelompok. Komunikasi akan menghubungkan individu satu
dengan lainnya sehingga terjadi perpindahan informasi. Jika apa yang ingin disampaikan
si A dapat dipahami dengan baik oleh si B maka telah terjadi komunikasi yang baik
antara keduanya.
Sementara budaya menunjukkan hasil cipta, pemikiran, perasaan, dan karsa yang
bersifat kompleks dan mencakup berbagai sendi kehidupan seperti keyakinan,
pengetahuan, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Apa yang anda yakini, apa yang anda anggap baik atau salah, bagaimana cara
anda menjalankan kehidupan merupakan bentuk kebudayaan. Misalnya budaya orang
minang dimana garis keturunan diambil dari pihak ibu sementara budaya orang jawa
justru mengambil garis keturunan dari pihak ayah.
Lalu apa dan bagaimana kaitan antara komunikasi dan budaya? Berikut 6 kaitan
antara komunikasi dan budaya yang perlu anda ketahui:
1. Saling mempengaruhi satu sama lain
Budaya dipengaruhi oleh komunikasi dan sebaliknya komunikasi juga
terpengaruh oleh budaya. Lihat saja bagaimana kita dapat dengan mudah menebak
daerah asal seseorang dari caranya berkomunikasi.
Misalnya logat yang digunakan dimana logat orang minang dapat dengan
mudah dibedakan dengan logat orang batak. Meskipun mereka menggunakan bahasa
Indonesia baku sekalipun kita dapat dengan mudah membedakannya.
2. Komunikasi sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya ke ranah yang lebih luas
Kaitan antara budaya dan komunikasi selanjutnya adalah peran penting
komunikasi dalam memperkenalkan suatu kebudayaan ke ranah yang lebih luas.
Dengan ini suatu kebudayaan dapat dikenal oleh masyarakat lain yang berbeda
budaya. Tanpa adanya komunikasi bagaimana mungkin kita dapat mengenalkan
budaya kita pada kelompok masyarakat lainnya yang berbeda budaya.
3. Komunikasi akan membantu melestarikan suatu kebudayaan
Dengan diperkenalkannya suatu kebudayaan ke ranah yang lebih luas akan
turut memelihara kelestarian budaya tersebut. Akan lebih banyak orang yang
mengenal dan tertarik mempelajarinya. Tidak jarang suatu budaya harus punah dan
menghilang karena kurang dikenal sehingga ketika warganya tidak sanggup
beradaptasi maka kebudayaan tersebut ikut punah atau hilang.
4. Budaya merupakan sarana orang-orang untuk belajar berkomunikasi
Perbedaan budaya antara seseorang dan yang lainnya mendorong orang-orang
untuk saling berkomunikasi. Bagaimana mereka saling memahami dan mengenal
budaya yang berbeda mulai dari cara hidup, filosofi kehidupan, bahasa, dan lain
sebagainya.
5. Budaya menentukan bagaimana cara dan pola komunikasi
Budaya yang berbeda akan menciptakan pola komunikasi yang berbeda pula
sehingga anda dapat dengan mudah mengetahui budaya seseorang dari cara ia
berkomunikasi. Baik pola komunikasi pribadi maupun pola komunikasi dalam
komunitas. Mulai dari bahasa yang digunakan, logat, dan lain sebagainya.
6. Komunikasi sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan budaya lain
Komunikasi juga berkaitan erat dengan budaya dimana berperan sebagai sarana
untuk menyesuaikan diri dengan budaya lain. Melalui komunikasilah kita dapat
mengenal dan menyesuaikan diri dengan orang-orang yang berbeda budaya.
Bagaimana cara menyapa, apa yang dianggap sopan dan apa yang tidak, dan lain
sebagainya.
D. Pengaruh Faktor Budaya Dalam Berkomunikasi.
Komunikasi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, komunikasi juga
merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk
perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-
kurangnya dua orang peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam
komunikasi, seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi
berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan
jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa.
Sementara itu, sebagai fenomena budaya, komunikasi selain merupakan salah satu
unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya
masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur budaya suatu
masyarakat–di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah disebutkan di atas–
merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu komunikasi. Hal yang sama
berlaku pula bagi komunikan di Indonesia. Oleh karena itu, mempelajari bahasa
Indonesia lebih-lebih lagi bagi para penutur asing–berarti pula mempelajari dan
menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat
Indonesia.
Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran komunikasi, sudah
semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan
aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya yang
melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu hanya
dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya tentu hanya
akan melahirkan siswa yang mampu menguasai materi, tetapi tidak mampu
berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa yang demikian tentu
tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan pendekatan komunikatif.
Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar itu
mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek kebahasaan dan juga
pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi konteks penggunaan
komunikasi.
E. Fungsi Faktor Budaya Dalam Berkomunikasi
1. Fungsi pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui
komunikasi yang bersumber dari seorang individu, antara lain untuk :
a. Menyatakan identitas sosial
Dalam komunikasi, budaya dapat menunjukkan beberapa perilaku komunikan
yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial.
b. Menyatakan integrasi sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi
dan antar kelompok namun tetap menghargai perbedaan-perbedaan yang dimiliki
oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan
komunikan.
c. Menambah pengetahuan
Sering kali komunikasi antar Pribadi maupun antar budaya dapat menambah
pengetahuan bersama, dan adanya saling mempelajari kebudayaan masing masing
antara komunikator dan komunikan.
d. Melepaskan diri / jalan keluar
Hal yang sering kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah
untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita
hadapi.
2. Fungsi sosial
Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi yang bersumber dari faktor budaya
yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari interaksi sosial,
diantaranya berfungsi sebagai berikut :
a. Pengawasan
Praktek komunikasi antar budaya di antara komunikator dan komunikan yang
berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses
komunikasi antar budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan
“perkembangan” tentang lingkungan .
Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan
secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun
peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda. Akibatnya
adalah kita turut mengawasi perkembangan sebuah peristiwa dan berusaha mawas
diri seandainya peristiwa itu terjadi pula dalam lingkungan kita.
b. Menjembatani
Dalam proses komunikasi antar pribadi, termasuk komunikasi antar budaya, maka
fungsi komunikasi yang dilakukan antar dua orang yang berbeda budaya itu
merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani itu
dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan. Keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna
yang sama.
c. Sosialisasi nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan
nilai nilai kebudayaan suatu masyarakat ke masyarakat lain . Dalam komunikasi
antar budaya seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun
yang lebih penting dari padanya adalah bagaimana kita menangkap nilai yang
terkandung dalam gerakan tubuh,
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antar budaya.
American fun yang sering ditampilkan TVRI memberikan gambaran tentang
bagaimana orang orang sibuk memanfaatkan waktu luang untuk mengunjungi
teater dan menikmati suatu pertunjukan humor. Menonton Qosidah yang
ditampilkan oleh anak anak sebuah pesantren mungkin kurang disukai oleh
mereka yang suka music klasik , namun kalau anda menonton dengan mental
menikmati maka tampilan qosidah tidak mengganggu anda.
F. Memberdayakan Faktor Budaya Untuk Keefektifan Komunikasi
Berbagai pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale dan
Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990), menyiratkan
kesamaan pandangan bahwa kompetensi komunikatif tidak hanya mencakup pengetahuan
tentang bahasa, tetapi juga mencakup kemampuan menggunakan bahasa itu sesuai
dengan konteks budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif itu tidak hanya berisi
pengetahuan tentang masalah kegramatikaan suatu ujaran, tetapi juga berisi pengetahuan
tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu digunakan menurut status komunikator dan
komunikan, ruang dan waktu pembicaraan, derajat keformalan, medium yang digunakan,
pokok pembicaraan, dan ranah yang melingkupi situasi pembicaraan itu.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor budaya yang menjadi
konteks penggunaan komunikasi merupakan hal yang perlu diketahui oleh para
komunikator agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam situasi yang
sebenarnya.
Pemberdayaan faktor budaya dalam komunikasi sangatlah penting untuk
keefektifan komunikasi sehingga komunikator sebaiknya mempelajari aspek aspek
budaya yang menunjang keefektifan komunikasi dengan komunikan,di antaranya sebagai
berikut :
1. Benda-benda budaya (artifact)
2. Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
3. Adat-istiadat atau kebiasaan kebiasaan yang berlaku di masyarakat
4. Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
5. Sistem religi yang dianut masyarakat
6. Mata pencarian penduduk
7. Kesenian
8. Pemanfaatan waktu
9. Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain
10. Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
11. Gotong royong dan tolong-menolong
12. Ramah tamah, tegur sapa, basa-basi
13. Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
14. Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
15. Penyentuhan (kinesthesics)
16. Pujian
17. Hal-hal yang tabu dan pantang
18. Pengaruh Faktor Budaya Pada Anak-anak dan Remaja
a. Pengaruh Faktor Budaya Pada Anak Dalam Komunikasi
Pada dasarnya ketika masih anak anak proses yang paling sering dilakukan adalah
kegiatan meniru segala sesuatu yang dilakukan oleh orang dewasa tidak terkecuali
dalam hal berkomunikasi. Pengaruh faktor budaya dimana orang tua anak tersebut
tinggal sangat mempengaruhi komunikasinya dengan orang lain. Komunikasi
pada anak anak akan bisa cepat efektif apabila sejak kecil anak anak sudah diajari
cara berkomunikasi yang baik oleh orang tuanya. Jadi faktor budaya dalam
berkomunikasi yang sangat mempengaruhi anak anak adalah budaya yang dibawa
orang tua dan yang dicontohkan, sehingga akan ditiru oleh anak anak dalam
berkomunikasi.
b. Pengaruh Faktor Budaya Pada Remaja Dalam Komunikasi
Faktor budaya yang sangat mendominasi komunikasi remaja adalah faktor budaya
pergaulan sehari hari, yaitu budaya lingkungan budaya dimana seorang remaja itu
kerap berinteraksi, baik dengan teman, keluarga, orang yang lebih tua darinya.
Kita misalkan saja ada dua remaja yang berasal dari pulau jawa dan daerah yang
sama pula, tetapi cara berkomunikasi mereka sangatlah sangat bertolak belakang.
Si A penuh sopan santun dengan tutur bahasa yang halus kepada lawan bicaranya,
terlebih lagi apa bila lawan bicaranya lebih tua dari dia. Lain lagi dengan si B
yang senantiasa berkomunikasi dengan nada kasar dan intonasi tinggi serta
tingkah laku yang kurang sopan dan bahkan bisa dikatakan kurang ajar. Setelah
dianalisis ternyata lingkungan pergaualan antara keduanya sangatlah berbeda si A
sering bergaul dengan remaja yang berada dilingkungan yang baik, yang masih
peduli akan sopan santun sedangkan Si B bergaul ditempat sangat tidak kondusif
(lingkungan yang kurang sehat) dengan remaja lain yang tidak kalah nakalnya
dengan dia. Oleh karana itulah dapat disimpulkan bahwa faktor budaya yang lebih
besar mempengaruhi komunikasi remaja adalah faktor budaya pergaulannya.
G. Cara Perawat Mengatasi Konflik Budaya dengan Pasien

Contoh narasi :
Pada suatu hari terjadi peristiwa tidak mengenakan yang dialami oleh bapak X
yang ditemukan terbaring lemas oleh anaknya. Anaknya membawanya ke rumah sakit
dan mulai kaji penyakitnya oleh si perawat :

Perawat : “permisi pak, dengan bapak siapa?”


Bapak X : “bapak X sus”
Perawat : “Perkenalkan pak saya perawat dwi yang berjaga dari shift pagi sampai siang,
disini saya akan melakukan tindakan berupa pemeriksaan tubuh bapak ya pak, yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi yang dialami oleh bapak, apakah bapak bersedia?

Pasien : “Baik sus”

Perawat : “Kalo boleh tau yang sakit sebelah mana pak? Dan apa yang bapak rasakan?”
Pasien : “Sus kok saya merasa kliyengan, badane gemrogos, ngos-ngosan, dadanya
sakit sekali, ini kenapa yah sus?” (si perawat harus mengetahui kata-kata yang sering
digunakan oleh bapak tersebut, mengetahui bahasa yang diucapkan oleh bapak X
termasuk dalam mengetahui kebudayaan).
Perawat : “Bisa jadi bapak pusing karena kekurangan cairan yah bapak, ini sudah saya
periksa untuk hasilnya sebentar lagi saya kesini dan juga nanti saya akan segera
memasang infus yah pak.”
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien mengalami jantung koroner
dan dokter menyarankan kepada pasien untuk melakukan operasi bypass jantung, dan si
perawat meminta persetujuan kepada pasien dan keluarga pasien.

Perawat : “Permisi bu, bapak X terkena penyakit jantung koroner dan bapak x harus
dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat sesuatu yang menyumbat di pembuluh
darah bu, apakah ibu setuju untuk melakukan operasi pada bapak x?”
Ibu (istri bapak x) : “Operasinya kira-kira hari apa sus?”
Perawat : “Hari ini bu, secepatnya lebih baik”
Ibu (istri bapak x) : “Haduh sus, kalo dilakukan tindakan hari ini, di daerah kami percaya
bahwa hari ini adalah hari sial, kalo saya nentuin harinya gimana sus, saya akan mencari
hari baik untuk operasi.” (si ibu masih bergantung pada kepercayaannya tentang hari baik
dan hari buruk, itu adalah salah satu contoh kebudayaan dan si perawat harus bisa
mengatasi konflik kebudayaan tersebut).
Perawat : “Maaf bu, ini harus dilakukan operasi secepatnya karena si bapak x juga sudah
tidak sadarkan diri.”
Ibu (istri bapak x) : “Nanti sus, saya pikir-pikir dulu.”
Perawat : “Baik ibu, kalo ibu sudah membuat keputusan ibu panggil saya diruang perawat
yah bu.”
Ibu (istri bapak x) : “Baik sus”

Tidak lama kemudian si Ibu memanggil si perawat diruang perawat

Ibu (istri bapak x) : “Sus, saya sudah membuat keputusan untuk menyetujui tindakan
operasi secepatnya.”

Perawat : “Baik bu, kami akan memberitahu dokter terlebih dahulu, InsyaAllah nanti jam
18.00 akan dilakukan tindakan operasi.”

Ibu (istri bapak X) : “Ok sus.”


Dari narasi diatas, konflik budaya antara pasien dengan perawat dapat diatasi
dengan jalinan komunikasi yang baik. Komunikasi merupakan interaksi universal,
dimana komunikasi yang baik biasanya berlaku pada semua budaya yang ada.

Terkait dengan komunikasi antara pasien dan perawat, peran perawat menjadi
sangat penting dalam membina komunikasi yang baik diantara kedua entitas tersebut.

Dalam ilmu keperawatan, dikenal istilah Teknik Komunikasi Terapeutik,


berdasarkan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl
(1920). Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam teknkik komunikasi
terapeutik :
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa
perawat memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan
nonverbal yang sedang dikomunikasikan.
Keterampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan: pandang klien
ketika sedang bicara, pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan, sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki atau tangan, hindarkan gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien
membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh ke arah
lawan bicara.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja
sebagai perawat, kita tidak harus menerima semua perilaku klien.
Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan
dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian, ajukan
pertanyaan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut. Namun harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini,
karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan
untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat
penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan
benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien
ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan
hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi
pesan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi
klien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain itu, akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat.
Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan
informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan
ketepatan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak.
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri,
mengorganisasi pikirannya, dan memproses informasi. Diam berguna terutama pada
saat klien harus mengambil keputusan.
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu
perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan
pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai
individu.
Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata
jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan
pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
12. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat
hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus dilakukan
tanpa pamrih.
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang
peranannya dalam interaksi ini.
Perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang
dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara
teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai
akibat kejadian yang pertama.
Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan
memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya.
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala
sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan
persepsinya.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:
“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”

Anda mungkin juga menyukai