Anda di halaman 1dari 6

D .

PEMBAHASAN

Diagnosis keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif dan Pola napas
tidak efektif selalu ditegakkan oleh perawat ruangan dan peneliti. Frekuensi
kemunculan yang sering pada kedua diagnosis keperawatan ini, tidak hanya
dilakukan oleh perawat ruangan, namun juga berdasarkan pengkajian
NANDA ISDA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Andrade, et.al.
2012), bahwa diagnosis Pola napas tidak efektif, Bersihan jalan napas tidak
efektif dan Gangguan pertukaran gas merupakan diagnosis keperawatan
yang paling banyak ditegakkan oleh perawat berdasarkan serangkaian data
pada pasien dengan gangguan pernapasan Pneumonia dan Asma. Hal ini
juga sesuai pendapat Antipuesto (2009), bahwa pasien dengan gangguan
respirasi akan mengalami masalah Bersihan jalan napas tidak efektif, Pola
napas tidak efektif, Gangguan pertukaran gas, Kurang pengetahuan, dan
Ansietas. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan berdasarkan pengkajian
NANDA-ISDA lebih beragam daripada diagnosis keperawatan yang
ditegakkan oleh perawat. Dengan NANDA-ISDA pengkajian dilakukan
dari berbagai Aspek dan didasari pada pemahaman terhadap definisi suatu
diagnosis tersebut (Nurjannah, 2010). Sedangkan diagnosis yang dibuat
perawat tidak didasari pada pengkajian dan pemahaman tentang definisi
diagnosis itu sendiri, contohnya terdapat diagnosis “Gangguan pola tidur”.
Istilah ini tidak ditemukan dalam nomenklatur NANDA-I, untuk data
kurang tidur. Namun data “ kurang tidur “ akan memunculkan diagnosis
“Risiko jatuh”. Begitu pula, tidak satupun tidak satupun masalah kolaborasi
(potensial complication) ditegakkan oleh perawat sementara dari rutinitas
pekerjaan yang dilakukan lebih banyak pada pekerjaan mengatasi masalah
pontensial komplikasi. Sebagai contoh, pasien yang terpasang tranfusi akan
muncul diagnosis keperawatan PC : risiko allergi, dan ini dialami oleh 10
responden atau sekitar 33%. Semua responden terpasang infus, namun
tidak ada perawat yang menegakkan diagnosis keperawatan “Risiko trauma
vaskular”. Berdasarkan pengkajian NANDA-ISDA, data pemasangan infus
akan memunculkan diagnosis keperawatan Risiko trauma vaskular.
Menurut Saputra (2013), komplikasi pemasangan infus diantaranya adalah
hematoma, infiltrasi, tromboplebitis dan emboli udara. Tidak satupun
perawat menegakkan diagnosis keperawatan “Defisit perawatan Jurnal
Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357 [111] diri :
mandi, berpakaian, eliminasi dan makan”. Berdasarkan pengumpulan data
diperoleh bahwa 28 responden mengalami defisit perawatan diri, dan
berdasarkan pengkajian NANDA-ISDA responden mengalami defisit
perawatan diri pada 4 aspek yaitu mandi, berpakaian, eliminasi, dan
makan.Hal ini sesuai pendapat Brunner & Suddarth (2002), bahwa
kelemahan pasien yang dirawat di RS akan menyebabkan pasien
memerlukan bantuan untuk melaksanakan aktivitasnya seharihari.
Berdasarkan pengkajian NANDAISDA, tidak hanya diagnosis keperawatan
yang bersifat fisik yang dapat ditegakkan, namun muncul pula masalah
psikososial, misalnya Ansietas dan Ketidakefektifan performa peran.
Diagnosis keperawatan Nausea, dialami oleh hampir sebagian besar
responden, besar kemungkinan karena efek samping obat, namun tidak
ditegakkan sebagai diagnosis keperawatan oleh perawat ruangan.

2. contoh nanda di askep

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tidak ada kesengajaan yang begitu besar antarateori dengan kasus
yang sebenarnya, hal itu sangat tergantung dari kekuatan masing
masing individu itu sendiri dalam menghadapi penyakit.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenagkan akibat adanya kerusakan jaringan dan aktual
dan potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(international association for study of pain), awitan yang tiba
tiba atau perlahan dengan insentitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau yang dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan ( NANDA,
2012).
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena pasien megeluh
secara verbal bahwa mengalami nyeri pada kaki kiri pada luka,
operasi serta tampak ekpresi wajah pasien menahan nyeri.
Keluhan utama pasien adalah nyeri.
b. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan kerentanan
terhadap invasi batkteri ( muttaqin & sari, 2009)
Resiko infeksi adalah beresiko teerhadap invasi organisme
patogen (NANDA, 2012). Diagnosa tersebut ditegakkan
karena pasien mengatakan bahwa pada tanggal 15 april 2015
klien menjalani operasi pelepasan plate,
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (
NANDA, 2012)
Diagnosa tersebut ditegakkan karena pasien mengatakan
bahwa dalam pemenuhan aktifitas fisik pasien dibantu oleh
keluarganya,
3. Perencanaan
a. .nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (
NANDA,2012)
Rencana pada diagnosa tersebut mencakup managemen nyeri
seperti mengotrol nyeri dengan teknik relaksasi dan tindakan
kolaborasi, hal tersebut bertujuan agar nyeri dapat dikontrol
maupun dihilangkan dari klien.
b. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan kerentanan
terhadap invasi bakteri (muttaqin, & sari 2009).
Pada perncanaan diagnosa tersebut bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi pada klien, untuk mencegah terjadinya
infeksi menganjurkan keluarga untuk mnjaga kebersihan
sekitar pasien serta melakukan tindakan kolaborasi pemberian
antibiotik.
c. Hambatan mobilitas fisik berubungan dengan nyeri (NANDA,
2009)
Dalam nanda (2012) , disebutkan rencana keperawtan untuk
diagnosa hambatan moblitas fisik adalah promosi mekanika
tubuh, promosi latihan fisik, pengaturan posisi serta, bantuan
perawatan diri.
4. Pelaksnaan
Kelemahan dari implementasi yang dilaksanakan pada diagnosa
pertama ii penulis mangalami kendala dalam mencptakan lingkungan
ang nyaman karena pasien berada dalam Bnagsal III yang
pengunjung maupun pasien yang dirawat dalam ruangan tersebut
sangat ramai. Kelebihan dari implementasi ini adalah pasien
koopertatif dalam menjalani implementasi yang dilakukan penulis,
faktor kelengkapan dari ruangan seperti tersedianya spuit, tensi yang
memadai memudahkan penulis dalam pelaksanaan intervesi
keperawatan yang tela dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan cara membandigkan antara kriteria hasil
yang telah ditetapkan dalam perencanaan dengan data objektif
maupun subjektif yang diperoleh dari respon pasien saat pelaksanaan
tindakan

E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengkajian fokus pada klien dengan post ROI fraktur tibia
meliputi luka dan balutan luka, mobilitas fisik, nyeri sera
kekuatan ototpada ekstremitas.
Rencana keperawatan yang dibuat sesuai apa yang ada dalam
teori namun tidak semua rencana keperawatan dapat dilakukan
karena keterbatasan wewenag dari penulis. Untuk mengurangi
nyeri pada klien nyeri pada post ROI fraktur tibia dapat
menggunakan teknik relaksasi: nafas dalam, untuk mencegah
resiko terjadinya infeksi penulis menganjurkan keluarga
menjaga kebersihan sekitar pasien sedangakan untuk
mengatai hambatan mobilitas fisik penulis melakukan ROM
aktif dan pasif.
F. DAFTAR PUSTAKA.
Dwisang E.L.( 2014). Anatomi dan fisiologi untuk perawat
dan bidan. Taggerang : binarupa Aksara
Hedaman , T.h (ED). (2012) diagnosis keperawatan definisi dan
klasifikasi. Dialih bahasakan oleh made sumarwati & nike budi
subekti jakarta : EGC
HELMI ,Z.N (2012) . buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta:
salemba medika
Mutaqqin A & sari. K. (2009). Asuhan keperawatan perioperatif
konsep , proses dan aplikasi. Jakarta salemba medika

Anda mungkin juga menyukai