Anda di halaman 1dari 21

Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus. Gejala penyakit ini baru
muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru, umumnya dalam waktu bertahun-
tahun.

Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:

Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak berwarna agak kuning atau
hijau.

Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas fisik.

Mengi atau napas sesak dan berbunyi.

Lemas.

Penurunan berat badan.

Nyeri dada.

Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.

Bibir atau kuku jari berwarna biru.

Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Dari tenggorokan, saluran pernapasan terbagi menjadi 2 cabang yang menuju paru-paru kiri dan kanan.
Di dalam paru-paru, saluran pernapasan terbagi lagi menjadi banyak cabang yang berujung pada
kantong kecil (alveoli) tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Paru-paru mengandalkan
kelenturan alami dari saluran udara dan alveoli untuk mendorong udara berisi karbon dioksida keluar
dari tubuh. Saat mengalami penyakit paru obstruktif kronis, baik alveoli dan seluruh cabang saluran
napas menjadi tidak lentur lagi, sehingga sulit mendorong udara. Selain itu, saluran pernapasan juga
menjadi bengkak dan menyempit, serta memproduksi banyak dahak. Akibatnya, karbon dioksida tidak
dapat dikeluarkan dengan baik dan pasokan oksigen juga menjadi berkurang.

Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit paru obstrukstif kronis. Di
antaranya adalah:
Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan faktor utama yang dapat
memicu PPOK, serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya. Bahan kimia berbahaya dalam rokok dapat
merusak lapisan paru-paru dan jalan napas. Diperkirakan, sekitar 20-30 persen perokok aktif menderita
PPOK. Menghentikan kebiasaan merokok dapat mencegah kondisi PPOK bertambah parah.

Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau bahan kimia. Polusi udara dapat
menggangggu kerja paru-paru dan meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis.

Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala penyakit umumnya
muncul di usia 40 tahunan.

Penyakit asma. Penderita penyakit asma, terutama yang merokok, rentan mengalami penyakit paru
obstruktif kronis.

Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang menderita PPOK, Anda juga memiliki risiko untuk
terkena penyakit yang sama. Selain itu, adanya defisensi antitripsin alfa-1 juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya PPOK. Antitripsin alfa-1 adalah zat yang melindungi paru-paru. Defisiensi antitripsin alfa-1
dapat bermula pada usia di bawah 35 tahun, terutama jika penderita gangguan ini juga merokok

2. Etimologi
Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh :

Merokok

Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk perokok pasif. World
Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun 2005, 5.4 juta orang meninggal akibat konsumsi
rokok. Kematian akibat rokok diperkirakan akan meningkat hingga 8.3 juta kematian pertahun pada
tahun 2030 [3].

Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan elastase yang akan
menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penurunnan fungsi paru dan
perubahan struktur paru pada pasien yang merokok telah terjadi jauh sebelum gejala klinis PPOK
muncul.

Faktor Lingkungan

PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan dicurigai dapat menjadi
penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti. Pada negara dengan penghasilan sedang hingga
tinggi, merokok merupakan penyebab utama PPOK, namun pada negara dengan penghasilan rendah
paparan terhadap polusi udara merupakan penyebabnya. Faktor risiko yang berasal dari lingkungan
antara lain adalah polusi dalam ruangan, polusi luar ruangan, zat kimia dan debu pada lingkungan kerja,
serta infeksi saluran nafas bagian bawah yang berulang pada usia anak.

Defisiensi enzim Alpha1-antitrypsin (AAT)

AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil dan melindungi
parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan faktor predisposisi pada Emfisema tipe
panasinar. Defisiensi AAT yang berat akan menyebabkan emfisema prematur pada usia rata-rata 53
tahun untuk pasien bukan perokok dan 40 tahun pada pasien perokok.
Penyebab PPOK Lainnya

Hal lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah :

Hiperresponsif jalan nafas

Penggunaan obat intravena

Sindrom Immunodefisiensi

Sindrom vaskulitis

Proses pemeriksaan fisik COPD

Apa itu pemeriksaan fisik untuk copd?

Chronic obstuctive pulmonary disease (COPD) adalah penyakit paru-paru yang mengakibatkan
penderitanya sulit bernapas. Penyakit ini terjadi akibat komplikasi dua penyakit yang ditimbulkan oleh
rokok: bronkitis kronis dan emfisema. Lama kelamaan, penyakit ini dapat menyebabkan pernapasan
pendek dan masalah jantung.

COPD tidak bisa disembuhkan, tapi obat-obatan dan perubahan pola hidup dapat mengurangi risiko yang
terjadi. Cara terbaik adalah dengan berhenti merokok.

Riwayat kesehatan Anda juga akan membantu mendiagnosis COPD.

Kapan saya harus menjalani pemeriksaan fisik untuk copd?

Riwayat kesehatan dapat membantu dokter Anda dalam mendiagnosis penyakit ini. Biasanya dokter
akan melakukan pemeriksaan berkala yang rutin.

Pencegahan & peringatan

Apa yang harus saya ketahui sebelum menjalani pemeriksaan fisik untuk copd?

Sakit jantung dapat dikaitkan dengan COPD dan gejala-gejalanya. Hal yang sangat penting diingat
adalah, merokok dapat mengakibatkan risiko terjadinya sakit jantung atau COPD. Pemeriksaan jantung
dapat mendeteksi detak jantung dan gagal jantung.

Ukuran liver dapat membesar kadang-kadang diakibatkan oleh gagal jantung sebelah kanan (cos
pulmonale).

Hasil pemeriksaan jantung biasanya bervariasi. Tidak semua orang berisiko menderita gejala-gejala
COPD.

Proses

Apa yang harus saya lakukan sebelum menjalani pemeriksaan fisik untuk copd?

Anda sebaiknya memberi tahu dokter tentang riwayat kesehatan Anda (diagnonis dan pengobatan)
secara detail dan lengkap. Walaupun penyakitnya telah sembuh dan menurut Anda itu tidak penting, tapi
kondisi tersebut akan membantu dokter Anda untuk mendiagnosis nyeri pada pinggang. Riwayat
kesehatan ini juga sangat membantu dokter Anda dalam memutuskan pengobatan yang tepat untuk
Anda.

Selain riwayat kesehatan, Anda juga harus memberi tahu dokter informasi obat apa saja yang pernah
Anda konsumsi. Kalau bisa bawa daftar lengkap obat-obatan tersebut beserta dosisnya.

Bagaimana proses pemeriksaan fisik untuk copd?

Dokter akan bertanya tentang beberapa hal berikut terkait riwayat obat yang pernah Anda konsumsi:

Pernapasan pendek

Kapan pertama kali Anda merasa sesak napas (saat olahraga atau istirahat)?

Seberapa sering Anda mengalami sesak napas?

Berapa lama Anda mengalami sesak napas? Apakah semakin parah?

Seberapa jauh Anda mampu berjalan kai, dan seberapa kuat Anda melakukan pendakian sebelum napas
Anda sesak?

Batuk

Berapa sering Anda batuk?

Berapa lama Anda batuk? Apakah parah?

Apakah batuk Anda berdahak? Apa warnanya?

Pernahkah batuk Anda berdarah?

Pertanyaan lainnya:

Apakah Anda atau teman serumah Anda mengonsumsi tembakau? Anda perokok? Berapa batang rokok
yang Anda konsumsi sehari? Berapa lama Anda sudah berhenti merokok? Apa yang Anda rasakan setelah
berhenti merokok? Dan pertanyaan lain.
Iritasi akibat paparan debu atau zat kimia di tempat kerja.

Gangguan pernapasan saat kecil atau punya riwayat keluarga yang memiliki gangguan pernapasan.

Pengobatan kondisi kesehatan lain.

Pengaruh kesehatan terhadap kinerja Anda: apakah mengganggu rutinitas Anda atau apakah Anda
mengalami depresi.

Obat-obatan yang pernah atau sedang Anda konsumsi.

Lingkungan keluarga dan sosial tempat tinggal Anda.

Selama pemeriksaan fisik, dokter juga akan memeriksa tubuh Anda jika anda tanda-tanda yang
menyebabkan gejala COPD muncul. Pemeriksaan fisik tersebut termasuk:

mengukur suhu tubuh, berat badan dan tinggi (sesuai angka BMI)

memeriksa gejala infeksi pada telinga, mata, hidung, dan tenggorokan

memeriksa detak jantung dan paru-paru Anda dengan stetoskop

memeriksa darah di pembuluh vena leher, yang memungkinkan mengakibatkan masalah jantung,
misalnya cor pulmonale

menekan-nekan bagian perut

memeriksa jari dan bibir Anda jika berubah warna (cyanosis)

memeriksa jari Anda apakah terdapat pembengkakan atau memeriksa kuku jika terjadi clubbing
(tonjolan)

memeriksa kaki hingga jari apakah terdapat pembengkakan (edema)

Apa yang harus saya lakukan setelah menjalani pemeriksaan fisik untuk copd?

Pemeriksaaan fisik tidak selalu sakit, tapi beberapa bagian tubuh akan terasa kurang nyaman misalnya
bagian perut (abdominal palpation). Dokter akan memberi tahu kondisi Anda dan memberikan
pengobatan yang tepat. Kadang-kadang dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ikuti anjuran
yang diberikan oleh dokter Anda.

Penjelasan dari Hasil Tes

Apa arti hasil tes yang saya dapat?


Riwayat kesehatan Anda dapat berisiko memicu munculnya COPD dan bahkan dapat membuat penyakit
COPD Anda semakin buruk. Berikut indikasi yang muncul akibat COPD:

terjadi barrel chest (saluran pernapasan tersumbat)

sesak napas

butuh waktu lama untuk menghembuskan napas

pernapasan tidak normal

Beberapa pemeriksaan fisik juga akan membantu dokter mendeteksi seberapa parah penyakit COPD
Anda. Berikut tanda-tandanya:

penggunaan muscles accessory (seperti neck muscles) saat istirahat

bernapas melalui mulut

susah berbicara tanpa bernapas

perubahan warna pada ujung jari dan kuku (cyanosis)

pembengkakan pada bagian perut dan kaki

Tujuan utama dari penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) antara lain untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang,
memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara
umum penatalaksaan PPOK meliputi terapi non farmakologis, terapi farmakologis, terapi oksigen.
Terapi Non Farmakologis

Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan meliputi edukasi, rehabilitasi, dan terapi nutrisi.

Edukasi

Edukasi diutamakan agas pasien berhenti merokok. Selain itu juga dijelaskan tentang jenis obat yang
dikonsumsi, cara penggunaan, waktu dan dosis pemakaian obat yang tepat

Rehabilitasi

Rehabilitasi ditujukan untuk memperbaiki gejala sesak nafas dan toleransi aktifitas fisik. Program dapat
dilaksanakan di dalam atau diluar rumah sakit oleh suatu tim multidispilin yang terdiri dari dokter, ahli
gizi, terapis respirasi dan psikolog.

Nutrisi

Malnutrisi merupakan hal yang sering terjadi pada PPOK. Malnutrisi pada pasien PPOK sangat erat
kaitannya dengan penurunan fungsi paru, penurunan kapasitas aktifitas fisik, dan tingginya angka
mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi yang tepat merupakan bagian dari terapi pada pasien
PPOK

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yang mungkin bermanfaat untuk pasien PPOK adalah golongan beta 2 agonis,
golongan antikolinergik, golongan methylxanthines, kortikosteroid, mukolitik, dan antibiotik.

Golongan Beta 2 Agonis


Bronkhodilator bekerja dengan melebarkan jalan nafas sehingga dapat menurunkan resistensi jalan
nafas. Bronkhodilator dapat diberikan tunggal atau kombinasi tergantung derajat serangan PPOK

Golongan beta 2 agonis bekerja dengan menstimulasi reseptor beta2-adrenergik yang mengakibatkan
relaksasi ott polos jalan nafas.

Tabel 1 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Beta 2 Agonis

Jenis Obat Jenis Sediaan

Short Acting B2 Agonis (SABA) Inhalasi (mcg)

Nebulisasi(mg/ml)

Oral(mg)

Injeksi (mg) Durasi kerja (jam)

Salbutamol

Fenoterol

Levalbuterol
Terbutaline

90, 100, 200

100-200

45-90

500

1, 2, 2.5, 5

0.1, 0.21, 0.25


2, 4, 5

2.5

2.5, 5

0.1, 0.5

0.2, 0.25, 1

4-6
4-6

6-8

4-6

Long Acting B2 Agonis (LABA)

ArformoterolFormoterol

Indacaterol

Olodaterol

Salmeterol

4.5-9

75-300
2.5, 5

25-50

0.00750.01

1212

24

24

12

Golongan Antikolinergik

Golongan antikolinergik bekerja dengan memblok efek bronkhokonstriktor dari Asetilkoline pada
reseptor M2 Muskarinik yang terdapat di otot polos saluran nafas.

Tabel 2 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Antikolinergik

Jenis Obat Jenis Sediaan

Short Acting Antikolinergik (SAMA) Inhalasi (mcg) Nebulisasi (mg/ml) Oral(mg) Injeksi
(mg) Durasi Kerja (Jam)
Iptatropium BromideOxitropium Bromie 20, 40100 0.2 6-87-9

Long acting antikolinergik (LAMA)

Aclidinium BromideGlycorirronium bromide

Tiotropium

Umeclidinium

40015.6, 50

2.5, 5

62.5

1 mg

0.2 mg

1212-24

24
24

Golongan Methylxanthines

Jenis obat yang paling sering dipakai dari golongan ini adalah teofilin.

Tabel 3 Jenis Obat dan Sediaan Golongan Methylxanthine

Jenis Obat Sediaan Obat

Methylxanthines Oral Injeksi (mg) Durasi Kerja (Jam)

Aminophylline

Theophylline

(lepas lambat)

105mg/ml (larutan)

100-600 mg
250, 500

250, 400, 500

Bervariasi, lebih dari 24 jamBervariasi, lebih dari 24 jam

Kombinasi Obat Bronkodilator

Kombinasi dari obat bronchodilator dengan mekanisme dan durasi kerja yang berbeda dapat
meningkatkan efek bronkodilatasi yang lebih lama. Kombinasi SABA dan SAMA diketahui lebih baik
dibandingkan pemberian tunggal dalam memperbaiki FEV1 dan gejala PPOK.

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid inhalasi yang dikombinasi dengan LABA pada pasien PPOK serangan berat
hingga sedang diketahui dapat memperbaiki fungsi paru dan menurunkan eksaserbasi dibandingkan jika
diberi secara tunggal. Kortikosteroid sistemik juga dapat diberikan pada pasien dengan eksaserbasi akut.
Pilihan yang biasa digunakan adalah metilprednisolon atau prednison.

Mukolitik

Mukolitik dapat diberikan untuk mengurangi kekentalan dan mempermudah pengeluaran sputum.
Penggunaan carbocysteine dan N-acetylcysteine diketahui dapat mengurangi eksaserbasi.

Antibiotik
Terapi antibiotik empiris dapat diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut (peningkatan sesak, batuk
dan produksi sputum) dan adanya bukti suatu proses infeksi yang ditandai dengan demam, peningkatan
leukosit atau gambaran infiltrat pada foto thoraks.

Pilihan antibiotik lini pertama adalah makrolid dan amoxicillin atau makrolid. Sedangkan untuk lini kedua
dapat digunakan amoxicillin clavulanate, sefalosporin, dan kuinolon.

Tabel 4 Gejala dan Pilihan Obat yang Bisa Digunakan

Gejala Golongan SediaanDosis

Tanpa gejala Tanpa obat

Gejala intermiten (pada waktu aktivitas) Beta 2 Agonis Inhalasi kerja cepat Bila perlu

Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 20 mcg 3-4 kali sehari, 2-3 semprot

Inhalasi Beta 2 agonis kerja cepat Fenoterol 100 mcg/ semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot

Salbutamol 100 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot

Terbutalin 0.5 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot

Prokaterol 10 mcg/semprot 3-4 kali sehari, 2-3 semprot

Terapi kombinasi Ipatropium bromida 20 mcg + salbutamol 100 mcg 3-4 kali sehari, 2-3
semprot

Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktivitas harian meskipun tatalaksana adekuat
Uji Kortikosteroid Prednison atau metilprednisolon 30-40 mg/hari selama 2 minggu

Uji kortikosteroid memberi respon positif Inhalasi kortikosteroid Beklometason 50 mcg/ semprot
2-4 kali/hari, 1-2 semprot

Budesonid 200-400 mcg, 2 kali per hari, maksimal 2400 mcg/hari

Terapi Oksigen
Secara umum pasien PPOK berada dalam kondisi hipoksia berkepanjangan yang dapat menimbulkan
kerusakan pada sel dan jaringan. Pemberian oksigen relatif aman dan diketahui dapat menurunkan
angka mortalitas pada pasien PPOK berat. Para ahli menyarankan pemberian terapi oksigen pada pasien
dengan PaO2 < 55mmHg, atau PaO2<59 mmHg disertai dengan polisitemia atau cor pulmonale.
Pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul secara berkelanjutan merupakan pemberian standar pada
pasien hipoksemia yang stabil.

Pada pasien PPOK dengan gejala gagal nafas harus dipertimbangkan untuk penggunaan ventilator
mekanik dan dengan pengawasan yang ketat di ruang perawat intensif.

Terapi Eksaserbasi

PPOK merupakan kondisi penyakit yang bisa mengalami eksaserbasi akut sehingga harus ditangani
dengan cepat. Eksaserbasi PPOK merupakan kondisi kompleks yang disebabkan oleh peningkatan
inflamasi jalan nafas, peningkatan produksi mukus dan penumpukkan udara. Kondisi ini akan
menyebabkan sesak nafas yang hebat, batuk, dan produksi sputum yang kental dan purulent.
Eksaserbasi PPOK dapat diklasifikasikan menjadi :

Eksaserbasi ringan dapat diatasi dengan pemberian SABA

Eksaserbasi sedang dapat diatasi dengan SABA dengan tambahan antibiotic dan/atau kortikosteroid oral

Eksaserbasi Berat perlu rawat inap atau dibawa ke unit gawat darurat. Eksaserbasi berat dapat
menyebabkan gagal nafas

Indikasi rawat pada kasus PPOK eksaserbasi adalah:

Sesak nafas yang timbul mendadak dan berat, frekuensi nafas yang tinggi, penurunan saturasi oksigen,
dan penurunan kesadaran

Gagal nafas akut

Adanya sianosis atau edema perifer

Eksaserbasi tidak membaik setelah penanganan pertama

Adanya penyakit komorbid (gagal jantung, aritmia)


Pada penatalaksanaan PPOK eksaserbasi harus dinilai tingkat keparahan gejala, dilakukan AGD, dan Foto
Thoraks. Oksigen diberikan dan saturasi oksigen dimonitor.

Bronkodilator

Pada kasus eksaserbasi, dosis atau frekuensi pemberian bronchodilator kerja pendek ditingkatkan.
Dapat diberikan kombinasi pemberian SABA dan SAMA, dengan pilihan pemberian:

Nebulisasi Salbutamol 2.5-5 mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik, diikuti
pemberian inhalasi 100-200mcg(1-2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi membaik.

Nebulisasi Ipratropium 0.25-0.5mg setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis membaik,
diikuti pemberian inhalasi 40mcg (2 puff) setiap 20 menit selama 2 jam atau hingga kondisi klinis
membaik

Penggunaan bronkodilator kerja lama dipertimbangkan jika pasien sudah stabil. Dapat pula diberikan
kortikosteroid sistemik dengan pilihan :

Prednison oral 30-40mg, 1x/hari selama 5-7 hari

Methylprednisolone oral 40-60mg 1x atau 2x/hari selama 5-7 hari

Methylprednisolone intravena 0.5-2mg/kgbb setiap 6 jam selama 72 jam, yang kemudian diturunkan
dengan titrasi atau ganti sediaan oral

Dapat dipertimbangkan pemberian antiobiotik jika ditemukan tanda infeksi bakteri pada eksaserbasi
akut yang berat. Pilihan antibiotik antara lain :

Levofloxacine oral 500mg/hari selama 3-10 hari, atau 750mg/hari selama 5 hari

Ciprofloxacine oral 500mg 2x/hari selama 7-10 hari

Moxifloxacine oral/intravena 400mg/hari selama 3-10 hari

Ampicillin/Sulbactam intravena 1.5-3 gr/6jam

Piperacillin/tazobactam intravena 2.25-4.5 gr/6jam


Vankomisin intravena 500-1000mg/12jam

Dapat pula dipertimbangkan noninvasive mechanical ventilation (NIV) atau invasive mechanical
ventilation jika kondisi semakin berat dan mengancam nyawa. NIV dapat diberikan pada semua pasien
PPOK eksaserbasi akut dengan asidosis respiratorik (pH<7,35, pCO2>65) yang persisten setelah
pemberikan terapi medikamentosa yang adekuat. Pasien dengan pH <7.25 dalam terapi NIV memerlukan
monitoring yang ketat, dan persiapkan untuk kemungkinan intubasi.

Pengaturan awal NIV dapat dimulai dengan Inspiratory Positive Airway Pressure (IPAP) 10 cmH2O dan
dapat dititrasi bertahap hingga 20 cmH2O sesuai dengan kondisi klinis. Pengaturan Expiratory APositive
Airway Pressure (EPAP) yang direkomendasikan adalah 4-5 cmH2O. Pengaturan FiO2 disesuakan dengan
kondisi pasien dengan target saturasi O2 88-92%.

Monitoring pada tanda vital, saturasi oksigen dan tingkat kesadaran sangat penting dilakukan pada awal
penggunaan NIV. Pemeriksaan Analisa Gas Darah harus dilakukan secara serial untuk memonitor
keberhasilan NIV. Pertimbangkan ventilasi mekanik invasif pada pasien dengan kondisi klinis yang tidak
membaik dalam 4 jam setelah penggunaan NIV.

Pasien yang tampak membaik dalam 1 jam pertama penggunaan NIV, setidaknya mendapatkan terapi ini
selama 24 jam. Jika pH >7.35 sudah tercapai, dapat dimulai penyapihan vemtilasi mekanik.

Lakukan monitor cairan, pemberian heparin subkutan untuk pencegahan thromboemboli, identifikasi
dan tangani kondisi penyerta lainnya (gagal jantung, aritmia, emboli paru). [2, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14]

Anda mungkin juga menyukai