Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra
mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga
penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria.

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih,
mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin
keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak
komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia
tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada
wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat
menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal tersebut
jarang terjadi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI URETRA

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli
sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi
menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi
meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-
laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari
meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang
lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif
mudah.

2. Uretra bagian posterior

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar
prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang
memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian
ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat
menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah
dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra
membranasea.

B. DEFINISI dan EPIDEMIOLOGI

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra yang disebabkan fibrosis pada
dindingnya. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya
perbedaan panjang uretr, uretra pria lebih rentan terhadap infeksi dan trauma, infeksi biasanya dari
bakteri gonokokus dan trauma biasanya karena straddle injury, pelvis, kateterisasi.Lokasi
biasanya paling banyak terkena pada urethra pars bulbosa-membranasea. Kejadian striktur
uretra telah didokumentasikan sejak 600 tahun sebelum masehi. Pada abad ke-21 ini
diperkirakan di Inggris 16.000 pria dirawat di rumah sakit karena striktur uretra dan lebih dari
12.000 dari mereka memerlukan operasi dengan biaya 10 juta euro. Estimasi prevalensi di
inggris sendiri adalah 10/100.000 pada masa dewasa awal dan meningkat 20/100.000 pada
umur 55 sedangkan pada umur 65 tahun menjadi 40/100.000. Angka ini meningkat terus
untuk pasien tua sampai 100/100.000. Hal yang sama juga dilaporkan di Amerika Serikat.

C. ETIOLOGI

Striktur uretra dapat terjadi pada:

1. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior

2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

3. Trauma

Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat
terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis,
instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan
kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

4. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra,
seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5. Infeksi

Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti


infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang
sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars
membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang
merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.

D. PATOFISIOLOGI

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa
pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri
dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan
berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak
sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil
lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

E. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang
dikenal dengan spongiofibrosis.
F. GEJALA KLINIS

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria,
inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat,
abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.

a) Kencing bercabang

Pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/ obstruksi
pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine low dan obstruksi
yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah, sehingga seolah-olah pancaran
urine terbelah dua.

b) Frekuensi
Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi untuk
berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya klien untuk mengosongkan
vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam vesika. Hal inilah yang kemudian
mendorong m.detrusor untuk berespon mengosongkan vesika.
c) Urgensi
Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih. Akumulasi yang kronis pada klien striktur uretra adalah mengakibatkan iritabilitas
vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang persarafan yang mengontrol eliminasi uri
untuk mengosongkan melalui efek kontraksi pada bladder. Dengan demikian keinginan untuk
miksi akan terjadi terus-menurus pada striktur uretra.
d) Disuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan untuk melakukan miksi. Klien striktur urtra akan
mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun pada vesika urinaria. Hal ini
dikarenakan akumulasi urine yang melebihi kapasitas bladder dan sifat pH dari urine yang
cenderung asam/ basa akan melukai mukosa saluran kemih. Selain itu, relaksasi vesika yang
melebihi dari kemampuan otot vesika akan menimbulkan inflamasi dan nyeri.
e) Inkontenensia urine
Merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol miksi ( bahasa awam : ngompol )
kejadian ini pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas sayaraf perkemihan sehingga
kemampuan untuk mengatur regulasi miksi menurun.
f) Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada meatus uretralis,
sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan.
g) Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan resistensi
kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas, sehingga penis akan
membengkak.
h) Infiltrat
Jika obstruksi pada klien striktur uretra tidak tertangani dengan baik dan terjadi dalam
jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur akan terjadi mengingat
urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang baik. Jika hal ini terjadi, inflamasi
jaringan striktu akan menjadi abses dan infiltrasi akan terjadi pula.
i) Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi striktur.
j) Fistel
Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha secara patologis untuk mencari jalan
keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus terjadi untuk membuat saluran
baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel sebagai jalan keluar urine baru.
k) Retensio urine
Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine, sehingga urine tidak
akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika urinaria.

G. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

A. Anamnesa:

Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab
striktur uretra.

B. Pemeriksaan fisik dan lokal:

Pemeriksaan abdomen: apakah ada retensi urin di area suprapubik.


Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau fistula.

2. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium

- Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

- Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

B. Uroflowmetri

Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.


Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi.
Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25
ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada
obstruksi.

C. Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan


dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang
striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari
uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi.

D. Instrumentasi

Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan


kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan
ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter
ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.

E. Uretroskopi

Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan


adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
H. DIAGNOSIS

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti
striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta
derajat penyempitan dari lumen uretra.

I. PENATALAKSANAAN

Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang
datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan
urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan
striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta
derajat penyempitan lumen uretra.

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:

1. Bougie (Dilatasi)

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya
glukosa dan protein dalam urin.

Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang
ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,
mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan
antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan
cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam
uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk
mengisolasi penis.

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie
filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain
sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan
dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.3E).

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus
ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar
tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat
kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat
mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah
(false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic
dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.

Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi
strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-
J).
2. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan
sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.

Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari
pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan
striktur uretra.

Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra
anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm
serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien
dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali
selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.

3. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan


anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat
dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.

Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat
di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis
pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.

Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan
pembuatan uretra baru.

Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm
atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse.
Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi,
uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft
yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya.

J. KOMPLIKASI

A. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau
diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah.
Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase
kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan
antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam
otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.

B. Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu.
Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah
kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

C. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui
uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan
terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter
bahkan sampai ginjal.
D. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan
timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya kuman yang
berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut
maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

E. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul
inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar
dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat
urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari
striktur.

K. PENCEGAHAN

- Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis

- Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter

- Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular


seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai
kondom

- Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan
gagal ginjal

L. PROGNOSIS

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan
observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien:
Nama : Tn. YK
Umur : 35 Tahun
JK : Laki-laki
Alamat : Oesapa
No. RM : 071788
Anamnesis
(Autoanamnesis pada pasien dilakukan diruangan OK tanggal 11 Oktober 2019)
Keluhan utama
Tidak dapat kencing
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan tidak dapat kencing sejak kurang lebih 2 minggu, 1 minggu
sebelumnya pasien mengeluh sulit kencing, rasa ingin kencing terus-menerus dan sulit untuk
ditahan, pada saat kencing pasien harus mengedan serta pancaran kencing pasien tidak kuat
sejak pasien jatuh dari tambak laut 2013, terkadang keluar nanah sedikit- sedikit namun tidak
disertai demam.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat jatuh di tambak laut 2013, pasien terpeleset dan jatuh dengan posisi selangkangan
terkena pipa air.
Riwayat Pengobatan
 Awal jatuh 2013 pasang kateter (1 minggu)
 Terpasang sistostomi suprapubik sejak 28 Sept 2019
Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami gejala yang sama seperti pasien

Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
• GCS : E4V5M6
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Heart Rate : 68x/menit
• Respiratory Rate : 18 x/menit
• Suhu : 36,9˚C
• SpO2 : 99%

Kepala : normochepali, bentuk simetris.


Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB dan pembesaran tiroid
Thoraks:
Pulmo :
 Inspeksi : pengembangan dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
 Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
 Inspeksi : distensi, massa (-), terpasang kateter suprapubik
 Palpasi : supel, datar, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : BU(+), kesan normal
Ekstremitas :
 Akral hangat (+)
 CRT < 2 detik
 Edema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap 05 Oktober 2019

5/10/2019 Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 14,8 g/dL 13,00-18,00

Leukosit 7,85 x 10^3 /uL 11,0-16,0

Trombosit 334 x 10^3 150-400

LEP 35 x 10^3 0-15


PT 10,4 mm/jam 10,8-14,4
APTT 39,7 detik 26,4-37,6

Na 140 mmol/ L 132-147

K 3,6mmol/L 3,5 – 4, 5

Cl 99 mmol/L 96-111

BUN 33,0 mg/dL <48

Cr 0,97 mg/dL 0,7 -1,3

Calcium Ion 1290 mmol/L 1120-1320

Total Calcium 2,6 mmol/L 2,2-2,55

Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dilakukan pada 05 Oktober 2019

05/10/2019 Hasil Nilai rujukan


Macroscopic

Warna Kuning Yellow


Berat jernih 1.015 1.000-1..030
pH 7,0 4,5-8,0
Leukocytes esterase - -
Nitrit - -
Protein 1+ -
Glucose - -
Darah 2+ -

Bilirubin - -
Sediment
RBC 8,6/uL (H) <=13,6
1,5/HPF (H) <=3
WBC 9,1/uL <=13,2
1,6/HPF (H) <=2
EC 5,4/uL (H) <=5,2
1,0/HPF (H) <=1
BACT 48/uL <=26,4
42,8 10^3 /mL <=26,4
Pemeriksaan bipolar urethrocystography 08 oktober 2019

kesimpulan : kemungkinan terdapat obstruksi / striktur pada pars Anterior uretra


Pemeriksaan Uroscopy 11 Oktober 2019

Kesimpulan : Striktur uretra pars pendulare


Assesment
Strirktur Uretra

Terapi
 -IVFD RL 20 tpm

 -Inj. Antrain 1 ampul

 -Inj. Ranitidine 1 ampul

 -Pro direct vision internal urethrotomy ( Sachse)


BAB IV

PEMBAHASAN

Didapatkan keluhan utama pada pasien tidak dapat kencing, Pasien mengeluhkan tidak dapat
kencing sejak kurang lebih 2 minggu, 1 minggu sebelumnya pasien mengeluh sulit kencing,
rasa ingin kencing terus-menerus dan sulit untuk ditahan, pada saat kencing pasien harus
mengedan serta pancaran kencing pasien tidak kuat sejak pasien jatuh dari tambak laut 2013.

keluhan yang dikeluhkan oleh pasien sesuai dengan gejala dari striktur uretra. keluhan
yang khas dari striktur uretra adalah pancaran buang air seni lemah dan bercabang. Gejala
yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang
menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala
lebih lanjutnya adalah retensi urine. pada pasien ini dikeluhkan sulit kencing, rasa ingin
kencing terus-menerus dan sulit untuk ditahan, kencing harus mengedan serta pancaran
kencing pasien tidak kuat, kencing sedikit- sedikit sampai pasien tidak dapat kencing.
keluhan diatas dapat terjadi karena:

a. pancaran kencing lemah dan Kencing bercabang : Pancaran urine yang lemah dan
bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/ obstruksi pada saluran meatus uretralis,
sehingga akan menurunkan patensi urine low dan obstruksi yang berada di medial
akan membuat alira urine terpecah, sehingga seolah-olah pancaran urine terbelah
dua.
b. Frekuensi : Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan
frekuensi untuk berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya
klien untuk mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam
vesika. Hal inilah yang kemudian mendorong m.detrusor untuk berespon
mengosongkan vesika.
c. Urgensi : Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Akumulasi yang kronis pada klien striktur uretra adalah
mengakibatkan iritabilitas vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang
persarafan yang mengontrol eliminasi uri untuk mengosongkan melalui efek
kontraksi pada bladder. Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi
terus-menurus pada striktur uretra.
d. Urine menetes : Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada
meatus uretralis, sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa
spontan.
e. Retensio urine : Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine,
sehingga urine tidak akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika
urinaria.
Keluhan diatas muncul setelah pasien mengalami trauma jatuh ditambak laut dengan posisi
selangkangan terkena pipa air. Striktur uretra biasanya terjadi pada:

a. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior

b. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

c. Trauma : Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa,
dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda
sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis,
instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan
kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

d. Post operasi : Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

e. Infeksi : Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat)
yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas
dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

Dari uraian diatas penyebab terjadinya stiktur uretra pada pasien karena trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries). Striktur uretra terjadi karena adanya perlukaan
pada uretra, selanjutnya akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang
rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat
ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra sampai terjadi obstruksi
yang menyebabkan retensi urin pada pasien.
Mendiagnosis sriktur uretra dapat dilakukan anamnesi dan pemeriksaan fisik, untuk
lebih meyakinkan lagi dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini:

a. Laboratorium

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

b. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume
urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan
pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila
kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
c. Radiologi

Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah
dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras
secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini
panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.

d. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter
Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang
lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat
masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
e. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik
dengan memakai pisau sachse.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan laboratorium


darah lengkap, urinalisis rutin, Retrograde urethrography atau bipolar urethrocystography dan
uretroskopi. Pemeriksaan laboratorium urinalisa sedimen bakteri ada menunjukkan peningkatan
sebagai tanda infeksi lokal namun tidak ada tanda penurunan faal ginjal. bipolar urethrocystography :
kemungkinan terdapat obstruksi / striktur pada pars Anterior uretra. Uretroskopi pada pasien
didapatkan striktur uretra pars pendulare.
Penatalaksanaan pada striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.
Bila pasien datang datang dengan retensi urin maka secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik
untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Pilihan tindakan dilakukan Businasi (dilatasi), Uretromi Interna, Uretromi Eksterna, uretro palsti.
Pada pasien ini sudah dilakukan pemasangan sistostomi suprapubik 1 minggu sebelum pasien
oprasi,setelah itu dilakukan direct vision internal urethrotomy ( Sachse) namun tidak berhasil,
sehingga sistomi suprapubik dipasang ulang dan direncanakan untuk dilakukan uretrotomi eksterna.
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 35 tahun. Setelah dilakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan striktur uretra
anterior. Pada pasien dilakukan direct vision internal urethrotomy ( Sachse) namun tidak
berhasil sehingga dipasang Sistostomi suprapubik/ kateter suprapubik dan direncanakan
untuk melakukan uretromi eksterna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Basuki B. Striktura uretra, dalam: Dasar-dasar UROLOGI. Ed 2. CV.


Sagung, Jakarta, 2003. Hal; 153-156.

2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah
Ed. Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal; 1018-1019.

3. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan


Bedah Umum di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.
Hal;165-166.

4. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian


Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara,
Jakarta, 1995. Hal; 152-156.

Anda mungkin juga menyukai