Anda di halaman 1dari 16

I.

IDENTITAS
a. Subjek
Nama : popeye
Tanggal Lahir : 2 juli 1994
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa S2
Asal : Serang

b. Indentitas Keluarga
Ayah Ibu Kakak 1
Usia 60 tahun 58 tahun 38 Tahun
Pendidikan SMA Unknown S1
Pekerjaan Swasta IRT PNS
Status Menikah Menikah Menikah

c. Genogram

II. KELUHAN
Klien mengaku sering mengalami kesulitan ketika berbicara di
depan orang banyak maupun berbicara dengan orang lain yang
belum dikenal dengan akrab oleh klien. Kesulitan untuk berbicara
ini diikuti dengan keluhan fisik seperti jantung berdetak lebih cepat,
ritme bernafas yang tidak beraturan, badan terasa kaku tidak dapat
digerakkan, merasa cemas, takut, dan ingin menghindar.

III. RIWAYAT KELUHAN


Klien merasakan kekakuan badan serta jantung berdetak lebih
cepat ketika klien berada pada situasi yang membuat dirinya diminta
berbicara di depan banyak orang atau berbicara dengan orang asing
yang belum lama dikenal oleh klien. Rasa kaku di badan ini
membuat klien tidak dapat menggerakkan badannya serta gagal
memberikan respon saat diminta untuk berbicara di depan umum
atau berbicara dengan orang asing. Klien juga merasakan cemas,
takut dan ingin menyingkir atau menghindar ketika diminta
berbicara di depan umum maupun berbicara dengan orang asing.
Keluhan-keluhan tersebut dialami oleh klien semenjak melanjutkan
kuliah jenjang S2 di jogja. Ketika klien baru saja lulus dari jenjang
pendidikan S1 di tempat asalnya, diketahui klien pernah dimarahi,
dibentak, dan dicibir oleh ayahnya ketika menyampaikan
pendapatnya pada ayah.

IV. ANAMNESA
Klien adalah mahasiswa S2 berusia 25 tahun, berasal dari
Serang, Banten. Klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, klien
memiliki seorang kakak perempuan yang berusia 38 tahun yang
telah berkeluarga dan memiliki anak.
Klien tidak memiliki riwayat penyakit medis apapun yang
memerlukan penanganan jangka panjang, serta tidak memiliki
riwayat inap di rumah sakit. Ayah klien beberapa kali harus dilarikan
ke rumah sakit karena menderita hipertensi, begitu juga dengan ibu
klien yang memiliki riwayat penyakit tipus.
Riwayat pendidikan klien sejak SD hingga SMA bersekolah di
pondok pesantren, dan selama berkuliah pada jenjang S1 aktivitas
klien terbatas pada lingkungan pondok pesantren karena klien juga
menjadi tenaga pengajar di pesantren tersebut, dan rumah keluarga
klien berada di lingkungan yang sama dengan pondok pesantren.
Diketahui, bahwa selama menempuh pendidikan sejak SD hingga S1
klien selalu diarahkan oleh ayahnya dalam pemilihan sekolah, ayah
klien tidak mengizinkan klien untuk keluar lingkungan pondok
pesantren karena khawatir terhadap klien, namun klien memandang
hal ini sebagai hal yang tidak disukai oleh klien, klien merasa tidak
memiliki pilihan dan karena tidak ingin berkonflik, maka klien
mengikuti kemauan orang tuanya.
Setelah lulus S1, klien melanjutkan pekerjaan sebagai tenaga
pengajar di pondok pesantren karena permintaan dari ayah klien dan
kebingungannya unuk mencari jenis pekerjaan lain di luar pondok.
namun pada akhir tahun 2017 klien mengalami putus cinta dengan
pacarnya, hal ini diakui klien sebagai salah satu pertimbangannya
saat ingin keluar dari lingkungannya selama ini. Setelah kejadian
tersebut klien memaksakan diri untuk meminta izin dari orangtuanya
agar dapat keluar dari lingkungan pondok pesantren, alsan yang
dikemukakan klien pada orangtuanya yakni untuk dapat melanjutkan
kuliah S2 yang sesuai dengan jurusannya pada saat S1, dan orangtua
klien menyetujui permintaan klien dengan pertimbangan jurusan
yang klien inginkan tersebut memang tidak ada di universitas
manapun yang ada di Banten
Secara umum hubungan klien dengan keluarganya dinilai cukup
baik oleh klien, selama di rumah klien sebisa mungkin menjaga
prilakunya agar tidak menimbulkan masalah dan dimarahi oleh
orangtuanya, hal ini pula yang melatarbelakangi keputusan klien
untuk selalu berusaha mengikuti permintaan orangtuanya terutama
ayahnya.

V. TINJAUAN TEORITIS
A. Kecemasan Sosial
1. Pengertian Kecemasan Sosial
Menurut American Psychiatric Association (APA)
kecemasan sosial adalah ketakutan yang menetap terhadap
sebuah (atau lebih) situasi sosial yang terkait berhubungan
dengan performa, yang membuat individu harus berhadapan
dengan orang-orang yang tidak dikenalnya atau menghadapi
kemungkinan diamati oleh orang lain, takut bahwa dirinya
akan dipermalukan atau dihina (dalam La Geca, et al, 1998 ).
Leitenberg (dalam Ingman et al, 1999) menyatakan
bahwa kecemasan sosial melibatkan perasaan ketakutan,
kesadaran diri, dan tekanan emosional dalam situasi yang
sebenarnya dapat diantisipasi atau evaluasi terhadap
lingkungan social.
Eren - Gümüş (dalam Baltaci dan Hamarta 2013)
mendefinisiskan kecemasan sosial adalah keadaan
ketidaknyamanan dan stres bahwa pengalaman individu
dengan ekspektasi bahwa dia akan bertindak tidak tepat,
membuat bodoh dirinya sendiri, meninggalkan kesan negatif
dan dievaluasi oleh orang lain dalam cara negatif (bodoh,
pecundang, tidak kompeten, dan sebagainya) di berbagai
acara maupun situasi sosial.
Kecemasan sosial adalah perasaan tak nyaman dalam
kehadiran orang- orang lain, yang selalu disertai oleh
perasaan malu, yang ditandai dengan kejanggalan atau
kekakuan, hambatan, dan kecenderungan untuk menghindari
interaksi sosial (Dayakisni dan Hudainah, 2009). Brecht
(dalam Nainggolan, 2011) menjelaskan bahwa kecemasan
sosial merupakan rasa takut dan khawatir yang berlebihan
jika berada bersama dengan orang lain dan merasa cemas
pada situasi sosial karena kekhawatiran akan mendapat
penilaian atau bahkan evaluasi dari orang lain, tetapi akan
merasa baik ketika sedang sendirian.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kecemasan sosial merupakan suatu keadaan dimana adanya
ketakutan ataupun kekhawatiran yang berlebihan terhadap
situasi sosial sehingga membuat individu tersebut merasa
cemas pada situasi sosial karena khawatir akan mendapat
penilaian negatif dari orang lain yang membuat individu
tersebut cenderung menghindari kegiatan sosial.

2. Simtom-simtom kecemasan sosial


Kecemasan sosial ditandai dengan rasa takut yang
berlebihan sedang diteliti oleh orang lain dan menghindari
kegiatan sosial yang membangkitkan rasa takut ini (Hedman,
et al, 2013).
Sementara itu, Nevid, dkk (2005) menyebutkan ciri-ciri
kecemasan sebagai berikut:
2.1 Ciri – ciri fisik kecemasan
a. Kegelisahan, kegugupan
b. Tangan atau anggota tubuh bergetar
c. Banyak berkeringat
d. Telapak tangan berkeringat
e. Pening
f. Mulut atau kerongkongan terasa kering
g. Sulit berbicara
h. Sulit bernapas
i. Bernapas pendek
j. Jantung berdebar keras atau berdetak kencang
k. Suara yang bergetar
l. Jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin
m. m.Leher atau punggung terasa kaku
n. Sensasi seperti tercekik atau tertahan
o. Sakit perut atau mual
p. Sering buang air kecil
q. Wajah terasa memerah
r. Diare

2.2 Ciri – ciri Behavioral (perilaku) kecemasan


a. Perilaku menghindar
b. Perilaku melekat dan dependen
c. Perilaku terguncang
2.3 Ciri – ciri Kognitif dari kecemasan
a. Khawatir tentang sesuatu
b. Perasaan terganggu akan ketakutan atau
aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa
depan
c. Keyakinan bahwa sesuatu yang buruk atau
mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada
penjelasan yang jelas
d. Terpaku pada sensasi tubuh
e. Sangat sensitif terhadap sensasi tubuh
f. Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
g. Ketakutan akan kehilangan kontrol
h. Ketakutan akan ketidakmampuan untuk
menyelesaikan masalah
i. Berpikir bahwa dunia akan runtuh
j. Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa
dikendalikan
k. Berpikir bahwa semuanya sangat
membingungkan tanpa bisa diatasi
l. Khawatir terhadap hal sepele
m. Berpikir tentang hal yang mengganggu yang
sama secara berulangulang
n. Pikiran terasa campur aduk
o. Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran
negatif
p. Berpikir akan segera mati
q. Khawatir akan ditinggalkan sendiri
r. Sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian

Menurut Rahmawaty dalam jurnal psikologi tabularasa


vol.10, individu yang mengalami kecemasan sosial lebih
memilih membisu atau sedikit berbicara ketika dihadapkan
pada situasi sosial. rasa takut dan evaluasi negatif pada diri
yang berlebihan merupakan ciri bahwa individu mengalami
kecemasan sosial. Hal ini ditandai pula dengan adanya
persepsi marabahaya dalam situasi sosial serta munculnya
potensi penolakan oleh orang lain.
Sementara itu, Menurut Smith (1993) Individu yang
memiliki tingkat kecemasan tinggi akan menunjukkkan
munculnya reaksi-reaksi seperti penarikan diri dan
ketegangan dalam situasi sosial. Penarikan diri meliputi
sensitivitas, perasaan ditolak, ketidak-bahagiaan dan kurang
percaya diri. Ketegangan dalam situasi sosial meliputi reaksi-
reaksi fisik dalam situasi sosial dan kecemasan berada dalam
situasi sosial (Lestari, Jurnal Psikopedagogia vol.1 no.1).

VI. ASESMEN
a. Rancangan
Metode yang digunakan untuk menggali informasi dari
subjek adalah dengan menggunakan teknik observasi dan
wawancara. Teknik observasi yang digunakan berupa deskripsi
perilaku yang muncul selama proses wawancara berlangsung.
Setelah mengetahui permasalahan yang dialami subjek, observer
akan menggunakan teknik observasi dalam bentuk behavioral
checklist. Observer membuat behavioral checklist berdasarkan
aspek- aspek dari variabel/ masalah yang hendak diamati agar
memudahkan observer dalam mengamati perilaku subjek.
Sedangkan teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara
semi terstruktur. Sebelum melakukan wawancara, interviewer
akan membuat kerangka pertanyaan (guide wawancara) yang
penting dan sesuai dengan tujuan wawancara.

b. Pelaksanaan
Proses asessmen dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2019
pukul 13.40- 15.10 WIB di ruang 103.

c. Hasil
Wawancara:
Berdasarkan hasil wawancara dengan klien, diketahui
bahwa klien terindikasi mengalami gejala kecemasan sosial
yang ditandai dengan adanya rasa takut ketika berbicara di
depan umum, keinginan untuk menghindari situasi yang
membuat dirinya harus berbicara di depan umum, sehingga
membuat klien tidak mampu berbicara di depan umum
maupun berbicara dengan orang asing. Gangguan ini
disebabkan karena adanya peristiwa klien pernah dimarahi,
dibentak, dan dicibir oleh ayahnya ketika menyampaikan
pendapatnya pada ayah. Peristiwa tersebut membuat klien
memiliki rasa takut untuk dievaluasi oleh orang lain, klien
cenderung mengevaluasi dirinya secara berlebihan,
ketidaknyamanan ketika berada di situasi kelompok,
kecenderungan untuk menarik diri, takut untuk dicemooh,
serta takut untuk mengalami penolakan.

Observasi:
Ketika proses wawancara berlangsung, klien terlihat
sering bolak-balik ke kamar mandi, cenderung menghindari
kontak mata dengan interviewer, kurang berinisiatif untuk
memulai percakapan, keringat berlebihan, klien terlihat
seringkali menggerak-gerakkan benda (kunci motor),
menggoyang-goyangkan kaki dan meremas-remas
tangannya ketika berbicara.

d. Integrasi Hasil Observasi dan Wawancara


Klien memiliki kemampuan berpikir yang cukup baik, klien
mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh interviewer
dengan jelas dan runtut. Berdasarkan hasil wawancara, klien
memahami permasalahan yang sedang dihadapi serta mengetahui
konsekuensi apa yang timbul akibat dari permasalahan tersebut.
Klien cenderung responsif ketika ditanya oleh interviewer,
namun terkadang jawaban yang diberikan oleh klien terlalu
melebar kemana-mana, sehingga interviewer seringkali harus
mengingatkan kembali fokus pertanyaan saat itu.
Klien cenderung memiliki kepribadian introvert, sehingga
ketika menghadapi sebuah masalah klien cenderung untuk
menyembunyikan masalah tersebut, serta enggan untuk
menunjukkan perasaannya pada orang lain. kecenderungan
kepribadian introvert ini ditunjukkan pada hasil wawancara, klien
mengaku hanya menceritakan permasalahannya pada sahabat
terdekatnya, klien merasa kurang memiliki teman dekat, serta
klien lebih menikmati saat-saat dirinya sedang sendiri
dibandingkan saat bersama-sama dengan kelompok sosialnya.
Klien adalah pribadi yang cenderung menghindari konflik,
kecenderungan untuk menghindari konflik ini disimpulkan dari
hasil wawancara klien; klien diketahui berusaha dengan keras
untuk mengikuti kemauan dari ayahnya karena tidak ingin
menimbulkan perdebatan dengan ayahnya, meskipun terkadang
hal ini berlainan dengan keinginan dari klien. Pada setting sosial,
klien diketahui tidak menyukai perdebatan maupun perbedaan
pendapat dengan orang lain, sehingga klien cenderung lebih
senang untuk mengikuti pendapat orang lain dan mengabaikan
keinginan dirinya sendiri.
Ciri-ciri kecemasan sosial yang dialami oleh klien terlihat
pada saat Saat wawancara berlangsung, klien seringkali
menghindari kontak mata, sering menggoyang-goyangkan
kakinya serta meremas-remas tangannya. Klien mengaku ketika
berada dalam setting kelompok, klien cenderung diam dan tidak
banyak bicara, klien hanya merespon pertanyaan yang diajukan
secara langsung terhadapnya secara individual, dan menghindari
kontak mata langsung dengan lawan bicaranya.

e. Dinamika Kasus
Awal mula gangguan kecemasan sosial yang dialami klien
terjadi karena peristiwa tidak menyenangkan di masa lalu. Klien
pernah dimarahi, dibentak dan dicibir oleh ayahnya ketika sedang
menyampaikan pendapatnya kepada ayah. Peristiwa ini kemudian
mempengaruhi performa klien dalam setting interaksi sosialnya,
khususnya ketika klien diminta untuk berbicara di depan orang
banyak maupun membuka pembicaraan dengan orang asing yang
belum terlalu dikenal. Kecemasan sosial ini dipengaruhi oleh
pikiran-pikiran negatif yang klien munculkan selama ini. Klien
berpikir bahwa semua orang akan menyalahkan dirinya ketika
berbicara, teman-teman klien mengolok-ngolok dirinya dengan
candaan dan tertawaan ketika klien tengah berbicara. Selanjutnya
pikiran-pikiran tersebut membuat klien takut untuk disalahkan,
takut untuk dievaluasi, takut dicibir, takut tidak mampu
menyampaikan pemikirannya dengan baik, cemas dan gugup.
Akumulasi dari pikiran negatif ini membuat klien cenderung
menghindar dengan berbohong (berpura-pura ke kamar mandi)
ketika diminta untuk berbicara di depan teman-temannya, atau
berpura-pura mengetahui jalan dari pada harus menanyakan
arah/jalan yang benar kepada orang asing. Perilaku menghindar
ini disertai pula dengan oleh munculnya keluhan fisik yang
dirasakan oleh klien. Keluhan fisik berupa tubuh terasa kaku tidak
dapat bergerak, jantung berdetang lebih cepat, ritme bernafas
yang meningkat, serta keringat berlebih.
Permasalahan yang dialami klien dapat dilihat melalui
paradigma kognitif- behavioral dengan pendekatan teori rasional
emotif terapi dari Albert Ellis. Pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian Ellis, dapat dikaji dari konsep-konsep kunci
teori Ellis, yaitu antecedent even (A) yaitu peristiwa pemicu,
belief (B) yaitu keyakinan individu terhadap suatu peristiwa, dan
emotional consequence (C) yaitu konsekuensi emosional sebagai
akibat/ rekasi individu terhadap antecedent even .
Berdasarkan teori ABC dari Ellis, dapat dijelaskan bahwa
antecedent event (A) yang terjadi pada subjek adalah pengalaman
pernah dimarahi, dibentak dan dicibir oleh ayah sebelumnya.
Peristiwa tersebut membuat subjek memiliki keyakinan irrasional
(B) dalam bentuk pikiran negatif seperti, klien berpikir semua
orang akan menyalahakan klien. Selanjutnya peristiwa tidak
menyenangkan dan keyakinan irrasional ini akan memunculkan
konsekuensi emosional (C) berupa perasaan takut ditertawakan
lagi, takut tidak bisa menyampaikan dengan baik/ blank, takut
salah, cemas, dan gugup. Kemudian pikiran dan perasaan yang
dialami subjek menyebabkan subjek cenderung menghindar
dengan berbohong (berpura-pura ke kamar mandi) ketika diminta
untuk berbicara di depan teman-temannya, atau berpura-pura
mengetahui jalan dari pada harus menanyakan arah/jalan yang
benar kepada orang asing. Berikut ini skema dinamika psikologi
berdasarkan pendekatan teori ABC dari Ellis dan paradigma
kognitif- behavior:

A
Pernah dimarahi, dibentak
dan dicibir oleh ayahnya

B C
Takut salah/ blank, takut Cemas, takut, gugup,
ditolak, takut dicemooh, badan kaku, berdebar ,
takut dievaluasi, takut nafas tidak beraturan,
ditertawakan/dijadikan menghindar dengan
bahan candaan oleh teman berbohong

Gambar 1. Pendekatan Teori ABC Ellis


PERISTIWA
Pernah dimarahi, dibentak dan dicibir
oleh ayahnya

PIKIRAN
1. Semua orang akan menyalahkan saya
2. Teman-teman akan mengevaluasi saya
3. Teman- teman akan menolak saya jika
saya salah
4. Orang asing akan menilai saya aneh

KELUHAN FISIK PERASAAN


Badan terasa kaku, berdebar- Takut disalahkan, takut ditolak,
debar, ritme nafas tidak takut dievaluasi, cemas
beraturan, keringat berlebihan

PERILAKU
1. Menghindar
2. Berbohong

KECEMASAN SOSIAL

Gambar 2. Paradigma Kognitif Behavior


VII. LAMPIRAN
a. Guidance OW I
1. Observasi Umum
 Kondisi fisik
 Keruntutatan cerita
 Volume suara dan artikulasi saat berbicara
 Kestabilan emosi

2. Wawancara Umum
 Umur, status pernikahan, status dalam keluarga
 Aktivitas yang sering dilakukan
 Saat ini tiggal dengan siapa
 Latar belakang pendidikan
 Pekerjaan
 Riwayat kesehatan
 Riwayat penyakit serius yang pernah di derita
 Latar belakang budaya
 Hubungan dengan keluarga
 Hubungan dengan sosial
 Apa yang dirasakan sekarang
 Treatment apa yang sudah dilakukan untuk
mengatasinya?
 Bagaimana efek dari treatment tersebut?
 Peristiwa penting dalam hidup

b. Guidance OW II
1. Observasi Khusus (prilaku cemas)

NO Perilaku cemas Ya Tidak


1. Tangan gemetar, berkeringat
2. Tampak gelisah
3. Wajah memucat
4. Suara bergetar saat
berbicara/menelan/cepat
5. Meremas-remas jari
6. Bolak-balik ke kamar mandi
7. Mata tidak fokus, berusaha
menghindari kontak mata
8. Kepala sering menunduk
9. Nafas tidak teratur
10. Kaki/tangan sering
digoyangkan/gerakan yang
tidak perlu
11. Gelisah/panik
12. Menggigit kuku
13. Mencubit jari-jemari
14. Mneggerak-gerakkan
benda/sesuatu
15. Menggigit bibir
16. Merespon topik yang sedang
dibicarakan

2. Wawancara Khusus (kecemasan)


 Sejak kapan merasakan keengganan untuk
berbicara
 Mengapa?
 Apa yang dirasakan saat akan melakukan
komunikasi dengan orang lain?
 Bagaimana lingkungan sosial merespon anda?
 Bagaimana interaksi dengan ayah, ibu dan
kakak?
 Ketika tidak diizinkan untuk melanjutkan kuliah
S1 di luar kota, apa yang dilakukan?
 Mengapa merasa takut untuk mengemukakan
pendapat?
 Apa yang dilakukan ketika rasa takut tersebut
muncul?
 Ceritakan tentang teman-teman anda
 Situasi seperti apa yang membuat rasa takut
tersebut muncul?
 bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua selama ini?
 Ceritakan tentang kehidupan anda semasa
menjadi santri
 Apakah ada perbedaan dengan kehidupan anda
saat di jogja? Apa? Kenapa? Bagaimana?

c. Verbatim

22 Oktober 2019

Selamat siang mas popay, gimana kabarnya hari ini?

Baik, alhamdulillah baik

Sebelumnya saya mau minta izin, nanti di sesi ngobrol kita hari
ini nanti saya akan menggunakan hp saya untuk merekam obrolan
kita. Mas tidak perlu khawatir untuk kerahasiaan datanya, karena
nanti meskipun saya akan melaporkan data mas ke dosen saya,
identitas asli mas akan saya samarkan, dan data ini sendiri aka
saya pergunakan untuk keperluan terbatas di kelas. Apakah mas
setuju?

Setuju, setuju, nggak apa-apa kok

Baik, jika mas setuju, disini saya berikan informed consent nya,
silahkan di tanda tangan

Okee... (klien menandatangani informed consent terlampir)

mmm... mas popay sekegiatan nya belakangan ini apa aja nih?

Oh kalo untuk sementara ini pekerjaan masih belum ada, saya


sehari-hari masih kuliah, tapi ketika tidak ada jadwal ya paling
maen ama temen

Kuliahnya dimana mas kalo boleh tau?

Kuliahnya di UNY

Jurusannya?

Jurusan ilmu keolahragaan

S1? Atau S2?

Kebetulan ini saya lagi lanjut studi S2 kebetulan

Ini suranya kok serak-serak, lagi radang tenggorokan po?

Ini sih mungkin yah mungkin.. mungkin karena dari semalem


juga abis begadang sama temen-temen, rame-rame gitu jadi
suaranya perlu agak diagket semalem kaya tereak gitu, mungkin
itu kali ya

Oalah... coba diminumin jeruk nipis sama madu mas, saya waktu
kecil dulu kalo batuk dikit ibu sering buatin gitu

Iya kali ya... bisa deh tu nanti dicoba hehe

Mas popay btw aslinya darimana nih?


Saya asli mana ya... saya lahirnya pekalongan sih, bapak ibu
soalnya asli dari pekalongan, tapi dari kelas 2 sd gituh udang
pindah gituh ke banten

Hooo.. itu dari kelas 2 sd terus di banten selama berapa lama mas?

Yaa.. selama sampe saya selesai S1 itu di banten terus gitu

Oh berarti ini baru ya di jogja?

Ya iya.. baru setahun lah kayanya

Di jogja ada saudara?

Nggak ada sih, ini modal nekat aja kesini hehe

Hahaha kok bisa modal nekat?

Ya nekat aja gituh, kan selama ini di Banten aja, di pondok aja
tinggal

Di pondok?

Iya, di pondok pondok pesantren maksudnya

Oohh.... sekolahnya di pondok?

Iya.. di banten

Itu sekolah SMA atau madrasah gitu?

Ya SMA, dari SD juga udah disitu soalnya abah kan juga disitu

Terus dari SD sampai SMA di pondok itu?

Iya, dari SD,SMP, SMA di pondok cuman pas kuliah kan ga ada
jadi kuliah itu di luar

Oh kuliahnya juga udah di luar kota?

Iya, kuliahnya di serang

Pondoknya?

Kalo pondoknya itu mah di pandeglang


Hoo.. berarti dari kecil udah jauh dari orang tua ya?

Ya bukan sih, soalnya abah itu juga disitu, sama pimpinan


pondok kan dipanggil gitu dulu, makanya pas SD itu pindah
karena itu dipanggil sama pimpinan pondok

Oohh... terus sekarang di jogja ngekos berarti?

Nggak sih, itu ngontrak sama anak banten juga berempat di jakal

Lumayan jauh ya jakal ke UNY, sering telat nggak tuh?

Ya udah biasa sih, udah enak banget juga soalnya di kontrakan

Hmmm.. kalo sama temen kontrakan hubungannya gimana?

Biasa sih, gitu-gitu aja juga kan udah kenal dari jaman SD
bareng

Oh ini yang di kontrakan juga anak pondok?

Iya, ya alumni pondok juga

Temen sekelas dulu?

Ya satu doang dulu yang bareng kelasnya, yang dua itu adek
kelas, satunya bawah kita 2 tahun, satunya lagi dulu selisihnya 4
tahun

Hmm... udah kenal dari lama jadi udah enak gitu ya kalo apa-
apa?

Ya gitulah...

Itu yang lainnya kuliah juga disini?

Nggak, kalo si fahmi kerja, yang kuliah imen sama iza

Kerja dimana emang si fahmi?

Apa ya... itu yang kaya peminjaman online gitu gitulah lupa
namanya... apa apa gitu... duh ini nih juga nih aku tuh suka lupa
mudah lupa gituh, kenapa ya...
Hehehe... saya juga sering kok mas lupa-lupa, tapi gapapa bikin
jadi cepet lupanya sama mantan

Hahaha.. yah, kalo itu mah susah mbak

Apanya yang susah?

Ya itu lupa sama mantannya

Weiss... canda lho mas, emang iya susah lupain mantan?

Hahahaha... yah gitula mbak tau sendiri, mending di skip aja


hehehe

Hmmm... oke... lanjut yaa, inikan kemaren sempet ngobrol


bareng juga, pas itu bilangnya apa itu mau konsultasi kenapa?

Oh iya.. itu.. itu sih saya tuh mau nanya caranya buat bisa
ngomong gituh yang enak kaya gimana ya?

Cara buat bisa ngomong? Hehehe ini kan mas nya lagi ngomong?

Ya iya tapi maksudnya biar ga sussah gitu ngomongnya, biar jelas


juga kalo ngomong

Lho, selama ini emang kalo ngomong gimana?

Ya kaya gini ini, susah gitu mau nyampeinnya, gimana ya.... nah
gini nih kalo ngomong tuh di dalam sini (menyentuh kepala) tuh
udah banyak udah tau gitu apa yang mau diomongin, tapi sulit
gituh buat nyampeinnya ke orang

Hmmm... sulitnya seperti apa?

Ya ini sulit untuk bicara yang bener itu kaya gimana

Anda mungkin juga menyukai