Anda di halaman 1dari 7

A.

Anemia
1. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun. Gejala anemia dapat timbul apabila hemoglobin menurun
kurang dari 7 atau 8 gr/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada: beratnya penurunan
kadar hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, umur, adanya kelainan
kardiovaskuler (Bakta, 2015). Derajat anemia ditentukan oleh kadar hemoglobin.
Klasifikasi derajat anemia menurut Haribowo (Poggiali et al, 2014) yang umum dipakai
adalah sebagai berikut :
Ringan Sekali Hb 10,0 gr/dl – 13,0 gr/dl

Ringan Hb 8,0 gr/dl – 9,9 gr/dl

Sedang Hb 6,0 gr/dl – 7,9 gr/dl

Berat Hb < 6,0 gr/dl

Menurut WHO dikatakan anemia bila (Ani, 2016) :


a. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
b. Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
c. Wanita hamil : hemoglobin < 11 g/dl
d. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12 g/dl
e. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11 g/dl

2. Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan diberbagai pusat kesehatan di Amerika juga menyatakan
bahwa terdapat 47,7 % dari 5222 pasien dengan CKD yang memiliki anemia
(McClellan, 2014). Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Sanglah, Bali menyertakan
bahwa prevalensi anemia pada pasien penyakit ginjal kronik adalah 84,5 % dari 52
pasien yang diteliti (Suega et al, 2015). Tingkat keparahan anemia akan berlanjut
sejalan dengan derajat keparahan dari penyakit ginjalnya (Ani, 2016)
3. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (Suega et al, 2015) :
1) Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu
seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta
gangguan pada sumsum tulang.
2) Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.
3) Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
4. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia
(Mansjoer, 2007) :
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom, Penyebab anemia ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronis, termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada
sumsum tulang. Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal), tetapi individu
menderita anemia.
2) Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia).
3) Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang kurang dari normal (MCV kurang; MCHC kurang). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
Gambar 2.1 Gambaran darah apusan darah tepi pada anemia (Dignass et al, 2015)
5. Manifestasi Klinis
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-
gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. Menurut Mansjoer
(2011) manifestasi klinis anemia sebagai berikut :
1. Anemia mikrositik hipokromik
a. Anemia defisiensi besi
1) Perubahan kulit
2) Mukosa yang progresif
3) Lidah yang halus

Gambar 2.2 Atrofi papil lidah pada anemia defisiensi besi (Dignass et al,
2015)
4) Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris- garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Gambar 2.3 Koilonychia pada anemia defisiensi besi (Dignass et al,
2015)
5) Stomatitis angulais (cheilosis) adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna keputihan

Gambar 2.4 Stomatitis angularis pada anemia defisiensi besi (Dignass et


al, 2015)
b. Anemia penyakit kronik
1) Penurunan hematocrit
2) Penurunan kadar besi
2. Anemia makrositik hiperkromik
a. Defisiensi vit B12/penisiosa
1) Anoreksia
2) Diare
3) Dispepsia
4) Lidah licin
5) Pucat, sedikit ikterik
b. Defisiensi asam folat
1) Hilangnya daya ingat
2) Gangguan kepribadian
3. Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
1) Timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak
2) Penurunan kadar hb baru terjadi beberapa hari kemudia
b. Perdarahan kronik
1) Kadar Hb menurun
4. Anemia aplastik
a. Tampak pucak
b. Lemah
c. Demam
d. Purpura
e. Perdarahan
5. Anemia hemolitik
a. Hemolysis

6. Patogenesis
Terdapat proses inflamasi kronik pada CKD. Bertambahya sitokin inflamasi IL-
6 akibat proses inflamasi pada penyakit ginjal kronik menaikkan produksi dan sekresi
dari hepsidin di hati. Hepsidin akan menghambat absorpsi besi di usus serta
menghalangi transport besi dari reticuloendothelial system ke sumsum tulang (Mehdi,
2009). Anemia karena proses inflamasi dikategorikan sebagai anemia penyakit kronik,
yang umumnya merupakan anemia derajat sedang dengan mekanisme yang belum jelas
(Yuni, 2015. Perkiraan prevalensi penyebab anemia penyakit kronik sebagai berikut
(Weiss and Goodnough, 2015) :

Patogenesis dari anemia penyakit kronik adalah komplek serta multifaktorial.


Yaitu diantaranya:
a. Berkurangnya masa hidup eritrosit
Mekanisme berkurangnya masa hidup eritrosit pada anemia penyakit kronik
belum sepenuhnya jelas hingga sekarang. Teori terbaru mengusulkan bahwa naiknya
inflammatory cytokines seperti interleukin-1 dapat meningkatkan kemampuan
makrofag untuk menghancurkan eritrosit (Rice, 1999)
b. Terganggunya proliferasi dari progenitor sel erytroid
Proliferasi prekursor erytroid pada Anemia penyakit kronik terganggu oleh karena
berkurangnya produksi erythropoetin (EPO) yang disebabkan oleh terganggunya
proses transkripsi EPO dan rusaknya sel-sel pembentuk EPO karena terbentuknya
reactive oxygen species (ROS) sitokin. Yang kedua ada efek inhibisi oleh
inflammatory cytokines di sumsum tulang (Means, 2013).
c. Meningkatnya uptake dan retensi besi didalam sel pada sistem
Retikuloendhotelial (RES) oleh hepsidin. Salah satu diagnosis anemia pada
penyakit kronik adalah berkurangnya Fe Serum disertai meningkatnya iron stores
yang disebabkan penignkatan uptake dan retensi besi pada RES dikarenakan
hepsidin (Poggiali, 2014). Hepsidin berfungsi sebagai regulator keseimbangan besi
yang terekspresi oleh karena faktor kelebihan besi, inflammatory cytokines, serta
respon terhadap infeksi (Ani, 2016) Satu perempat sampai satu pertiga pasien
anemia penyakit kronik menunjukkan gambaran hipokrom dengan MCHC (Mean
Corpuscualr Hemoglobin Concentration) <31 g/dL dan beberapa mempunyai
gambaran mikrositer dengan MCV (Mean Corpuscular Volume) <80 fL. Pada
umumnya pasien anemia pada penyakit kronik memiliki morfologi normokrom
normositer (Means, 2013).

Ani, L.S. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC.
Bakta, I.M. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.
Suega, K., Bakta, M., Dharmayudha, T.G. 2015. Profile of anemia in chronic renal failure
patients: comparison between predialyzed and dialyzed patients at the Division of
Nephrology, Department of Internal Medicine, Sanglah Hospital, Denpasar, Bali,
Indonesia. Acta medica Indonesiana.
McClellan, W., Aronoff, S.L., Bolton, W.K. 2014. The prevalence of anemia in patients with
chronic kidney disease. Current medical research and opinion.
Mehdi, U., Toto, R.D. 2009. Anemia, diabetes, and chronic kidney disease. Diabetes care.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Rice, L., Alfrey, C.P, Driscoll, T. 1999. Neocytolysis contributes to the anemia of renal disease.
American journal of kidney disease : the official journal of the National Kidney
Foundation.
Means, R.T. 2013. Recent developments in the anemia of chronic disease. Current hematology
reports.
Armitage, A.E., Eddowes, L.A., Gileadi, U. 2011. Hepcidin regulation by innate immune and
infectious stimuli. Blood. Oehadian A. Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Dalam
Oehadin A. 2012. Cerminan dunia kedokteran. Jakarta : Kalbemed.
Poggiali, E., Migone, D.M., Motta, I. 2014. Anemia of chonic disease : A unique defect of iron
recycling for many different chronic diseases. European journal of internal medicine.
Hoffbrand, A.V. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Dignass, A. U., Gasche, C., Bettenworth, D., Birgegård, G., Danese, S., Gisbert, J. P., Magro,
F. 2015. European Consensus On The Diagnosis And Management Of Iron Deficiency And
Anaemia In Inflammatory Bowel Diseases. Journal of Crohn's and Colitis. 9(3): 211-222.
Yuni, N.E. 2015. Kelainan Darah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Weiss G, Goodnough LT. 2005. Anemia of chronic disease. The New England Journal of
Medicine. 352 (10): 1011-23.

Anda mungkin juga menyukai