Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lada ( Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling
pentingdiantara rempah-rempah lainnya ( King of Spices ), baik ditinjau dari
segi perannyadalam menyumbangkan devisa negara maupun dari segi
kegunaannya yang sangatkhas dan tidak dapat digantikan dengan rempah
lainnya.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada dan
mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia. Pasokan lada
Indonesia dalam perdagangan dunia dipenuhi dari Provinsi Bangka Belitung
yaitu Lada Putih dengansebutan Muntok White Pepper dan Provinsi Lampung
Lada hitam sebagai Lampung Black Pepper yang sudah dikenal sejak sebelum
Perang Dunia ke-II.
Indonesia pernah memiliki peran yang sangat penting dengan
kemampuanmemasok sekitar 80% dari kebutuhan lada dunia sebelum Perang
Dunia II. Bahkanselama masa penjajahan Belanda pada tahun 1772, lada
mampu memberikankeuntungan sebesar dua per tiga dari keuntungan yang
diperoleh VOC. KontribusiLada (Hitam dan Putih) Indonesia di pasar dunia
selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan. Kontribusi ekspor lada
Indonesia pada kurun waktu 2004 – 2009 berkisar antara US$ 54.636.738 –
140.313.000.Tahun 2000 Indonesia masih menempati posisi nomor 1 dunia,
namun sejak Vietnam mengembangkan lada secara intensif, posisi Indonesia
di pasar dunia menjadi turun. Penurunan ini juga disebabkan melemahnya
daya saing akibatrendahnya produktivitas dan mutu lada nasional.
Saat ini, posisi Indonesia berada pada urutan ketiga dunia negara eksportir
lada(putih dan hitam) setelah Vietnam dan Brazil. Untuk lada putih, meskipun

1
saat ini Indonesia masih merupakan pengekspor utama di dunia, namun
posisinya terancam oleh Vietnam.
Areal pengembangan lada tahun 2010 mencapai 186.296 ha dengan
produksi sekitar 84.218 ton yang tersebar di 29 provinsi dan hampir
seluruhnya dikelola oleh rakyat (99,90%) dengan melibatkan sekitar 324 ribu
KK petani di lapangan. Dengan demikian, apabila 1 KK diasumsikan terdiri
dari 5 anggota keluarga maka usaha ladaini mampu menghidupi sejumlah 1,62
juta petani di lapangan. Belum termasuk masyarakat yang terlibat dalam
perdagangan dan industri perladaan. Namun demikian, dalam beberapa tahun
terakhir terjadi pengurangan areal ladayang diakibatkan beberapa faktor antara
lain: (a) kekeringan; (b) serangan penyakit busuk pangkal batang, hama
penggerek batang dan bunga, serta penyakit kuning dan kerdil utamanya di
Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, dan SulawesiTenggara; (c)
konversi areal lada baik untuk tambang maupun komoditi lain seperti kelapa
sawit, karet dan kakao.
Mempertimbangkan kondisi tersebut dan dalam rangka mengatasi
berbagai permasalahan pengembangan lada, salah satu upaya yang dilakukan
adalah rehabilitasi dan perluasan tanaman lada. Upaya ini sangat positif dan
pada umumnyaakan memberikan dampak yang mampu menggairahkan
masyarakat petani. Hal ini sesuai dengan visi pembangunan perkebunan 2010-
2014 yaitu ”Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu
tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perkebunan”.

1.2. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejarah, klasifikasi, jenis-jenis, dan manfaat dari tanaman


Lada ( Piper nigrum L.)
2. Mengetahui prospek dan strategi pengembangan hasil tanaman Lada (
Piper nigrum L.)

2
3. Mengetahui bagaimana pemasaran perdagangan hasil produksi tanaman
Lada ( Piper nigrum L.

1.3. Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber bacaan pada
pembaca agar dapat memberikan ilmu dan berguna bagi pembaca sebagai
pembelajaran.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Tanaman Lada (Piper nigrum L.)

Tanaman lada (Piper nigrum Linn) berasal dari daerah Ghat Barat,
India.Demikian juga, tanaman lada yang sekarang banyak ditanam di Indonesia
adakemungkinan berasal dari India. Sebab pada tahun 110 SM – 600 SM banyak
koloniHindu yang datang ke Jawa. Mereka itulah yang diperkirakan membawa
bibit lada keJawa. Pada abad XVI, tanaman lada di Indonesia baru diusahakan
secara kecil-kecilan (Jawa). Tetapi pada abad XVIII, tanaman tersebut telah
diusahakan secara besar-besaran.

Lada adalah termasuk salah satu jenis tanaman yang telah lama
diusahakan.Dan hasilnya pun telah lama pula diperdagangkan dipasaran Eropa.
Sehingga perdagangan lada di Indonesia akhirnya dikenal di seluruh penjuru
dunia. Lada yang dipasarkan ke Eropa tersebut dibawa para pedagang lewat
pusatpusat perdaganganseperti Persia dan Arabia, Timur tengah dan Mesir. Di
muka telah diutarakan, bahwatanaman lada telah lama diusahakan. Hal ini bisa
dibuktikan, bahwa semenjak tahun 372 SM, orang Yunani telah mengenal 2 jenis
lada, yakni lada hitam dan lada panjang atau cabe. Pada tahun 1290 telah diadakan
pula hubungan dagang lada antara Jawa dan Cina.

Laju perdagangan lada Indonesia ini lebih pesat lagi, setelah Colombus
pada1492 bisa menemukan India Barat, di Kepulauan Timur yang banyak
rempah-rempahnya. Dana kemudian disusul Vasco da Gama yang menemukan
jalan baru, lewat ujung Afrika pada tahun 1498.

 Klasifikasi tanaman Lada ( Piper nigrum L.)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

4
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae (suku sirih-sirihan)

Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L.

2.2. Prospek Pengembangan

Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia
yangdiusahakan secara tradisional. Kontribusi lada Indonesia terhadap produksi
lada dunia pada tahun 2000 sekitar 30,49%. Ini merupakan kontribusi yang
tertinggidibandingkan produksi dari 8 negara produsen lainnya di dunia.
Demikian pulahalnya untuk ekspor, kontribusi ekspor lada Indonesia terhadap
dunia pada tahun2000 sekitar 36,96% yang merupakan pangsa ekspor terbesar
dibandingkan negara produsen lainnya.

Perkembangan harga lada di Pasar Dunia cenderung berfluktuatif. Untuk


ladahitam, pada tahun 1991 mencapai harga 243,16 Sin $/100 kg dan tahun
1998meningkat menjadi 1.183 Sin $/100 kg. Sedangkan untuk lada putih, pada
tahun 1991mencapai harga 236,78 Sin $/100 kg meningkat menjadi 863,70 Sin
$/100 kg padatahun 1998.

Perkembangan harga lada tersebut erat pula kaitannya dengan sifat produk
lada itu sendiri, dengan kata lain terdapat kecenderungan kenaikan harga lada
tidak dapat diikuti oleh kenaikan produksi. Sampai saat ini masih belum ditemui

5
adanya produk/bahan substitusi, dan hasilnya dapat disimpan. Hal ini tentunya
merupakan peluang yang sangat baik bagi negara-negara produsen yang
mempunyai potensi perluasan areal.

Oleh karenanya dapatlah dikatakan bahwa masa depan perladaandunia


cukup cerah.Bagi Indonesia, prospek pengembangan lada masih cukup besar
peluangnyamengingat beberapa hal antara lain :

a. Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai produsen utama lada dunia
yangdiusahakan secara tradisional. Kontribusi lada Indonesia terhadap
kebutuhan lada dunia berkisar antara 23-36%.
b. Daya saing komoditas lada Indonesia cukup tinggi.
c. Potensi pasar tradisional (dalam negeri) cukup besar yaitu dengan
semakin berkembangnya usaha makanan yang menggunakan bumbu
dari lada sertaminat masyarakat mulai berubah menyukai lada sebagai
rempah untuk penyedap masakan.
d. Konsumsi dunia cenderung meningkat sejalan dengan isu food
savetyterhadap bahan syntetis lain dan tuntutan akan keamanan lada
sebagai bahanrempah untuk pangan semakin menonjol terutama di
negara-negara maju.
e. Areal yang potensial untuk pengembangan lada tersedia cukup luas.
f. Diversifikasi produk melalui pengembangan produk hilir, seperti:
tepung lada,minyak lada dan lada segar dalam kalengan.
g. Lada Indonesia memiliki keunggulan dalam hal spesifik rasa yang
tidak dimiliki oleh negara lain.
h. Pengembangan lada menyerap tenaga kerja cukup besar, dimana
untukmengembangkan tanaman secara intensif satu KK petani hanya
mampu untuk750 pohon atau 0,5 ha.
i. Pengembangan lada dapat dilakukan pada wilayah-wilayah terpencil,
sehingga berperan sebagai pemerataan pembangunan wilayah.
j. Pengembangan tanaman lada mempunyai potensi untuk dikembangkan
bersama-sama dengan tanaman keras lain atau dengan tanaman keras

6
untuk penghijauan. Mengikutsertakan lada dalam usaha penghijauan
tersebut akanlebih mempunyai arti penting dalam rangka perbaikan
ekonomi petani yang berada di daerah kritis, oleh karena masalah
utama daerah tersebut tidakhanya kritis dari segi fisik tetapi juga kritis
dari segi ekonomi.

Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada


menghadapi berbagai kendala, kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian
hulu, harga sarana produksi cukup tinggi serta prasarana jalan di daerah
pengembangan belum baik. Pada subsistem produksi (on farm), teknologi
produksi yang diterapkan petani masih konvensional dengan pola tanam sebagian
besar monokultur. Sedangkan padasubsistem hilir, pengolahan produk belum
higienis, dan adanya ancaman dari negara pesaing. Pada subsistem pendukung,
kendalanya adalah peran kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran
belum berpihak kepada petani.

Pembangunan sistem agribisnis merupakan salah satu landasan dalam


pengembangan ekonomi Indonesia. Pembangunan pertanian yang di
dalamnyamencakup pengembangan sistem agribisnis, mulai dari subsistem
agribisnis hulusampai hilir serta subsistem penunjang, harus saling terkait.
Kelemahan padasubsistem agribisnis hulu, seperti benih dan sarana produksi,
akan berdampakterhadap produksi. kelemahan di sektor hilir menyebabkan
ketidakmampuan untukmemperoleh nilai tambah dan produk rentan terhadap
fluktuasi harga (Saragih 2001).

Oleh karena itu, strategi pembangunan agribisnis lada harus didasarkan


pada sistemmekanisme pasar terkendali. Pemerintah berperan sebagai pengawas
agar setiap pelaku agribisnis lada dapat berperan optimal dengan meniadakan
distorsi-distorsiyang muncul. Melihat kondisi agribisnis lada Indonesia serta
masalah-masalah yangdihadapi maka strategi untuk memperbaikinya adalah
dengan melakukan reorientasiusaha tani lada, penerapan teknologi anjuran,
peningkatan efisiensi dan daya saing,serta integrasi setiap subsistem agrbisnis

7
lada. Alternatif strategi atau kebijakan pengembangans istem agribisnis lada
meliputi :

1. Mengembangkan lada melalui perluasan areal pada lahan yang sesuai


denganmenggunakan teknologi rekomendasi.
2. Mempertinggi daya saing lada melalui peningkatan produktivitas,
mutu hasil,dan diversifikasi produk.
3. Meningkatkan peran kelembagaan mulai dari kelembagaan di tingkat
petani sampai kelembagaan pemasaran hasil agar berpihak kepada
petani.

2.3. Pemasaran Perdagangan Lada (Piper Nigrum L.)

Rantai pemasaran perdagangan lada cukup efisien. Lada merupakan


komoditasandalan ekspor tradisional bagi Indonesia, merupakan produk tertua dan
terpentingyang diperdagangkan di dunia (Wahid dan Suparman 1986). Harga lada
dalam negeri selama tahun 1990-2000 meningkat tajam. Padatahun 1998, harga
lada putih mencapai Rp60.000/kg padahal tahun 1995-1996hanya Rp15.000/kg.
Harga lada hitam pada tahun 1998 mencapai Rp35.000/kg,dibandingkan tahun
1995-1996 yang hanya Rp10.000/kg (Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan 2002).

Peningkatan harga ini terutama dipicu oleh kenaikannilai tukar dolar


terhadap rupiah. Pada tahun 2001, harga lada cenderung menurun.Pada tahun
2002, harga lada putih di tingkat petani berkisar antara Rp15.000-Rp20.000/kg,
dan harga lada hitam Rp10.000-Rp12.000/kg. Penurunan harga lada dalam negeri
tersebut merupakan refleksi dari turunnya harga lada di pasar internasional, yaitu
untuk lada putih turun dari Sin $1.183,74 menjadi Sin$863,70/100 kg dan untuk
lada hitam dari Sin $362,50 menjadi Sin $270/100 kg (Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan 2002;2003).

8
Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton
(DirektoratJenderal Bina Produksi Perkebunan 2006) atau menduduki urutan
kedua dunia setelahVietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir ada
Indonesia 2004;International Pepper Community 2004).Luas areal dan produksi
lada selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat,yaitu dari 150.531 ha pada
tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton
pada tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005 (Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan 2006).

Namun, ekspor cenderung menurun rata-rata 9,60%/tahun (Direktorat


JenderalBina Produksi Perkebunan 2006).Total ekspor lada dari negara-negara
produsen pada tahun 2004 mencapai230.625 ton. Dari total ekspor tersebut,
Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar19,80%. Dilihat dari volume ekspor,
masih terbuka peluang yang besar bagiIndonesia untuk meningkatkan ekspor lada.
Devisa negara dari ekspor lada sekitar US$49,566 juta (International Pepper
Community 2005).Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan
dan daya jualtersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal
dengan namaMuntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper
untuk lada hitam (Yuhono 2005). Sebagian besar (99%) pertanaman lada
diusahakan dalam bentuk perkebunan.

9
BAB III

PENUTUP

1.3. Kesimpulan

Indonesia pernah menjadi pengekspor lada terbesar di dunia. Namun,


padatahun 2005 di geser oleh vietnam. Hal tersebut di karena kan produktifitas
dalam negri yang menurun. Maka dari itu pemerintah sangat menganjurkan para
petani lada untuk mengingkatkan kualitas serta kuantitas hasil produksinya.

Dengan menggunakan pendekatan wilayah, yaitu fokus pada


pengembangan kawasan berbasis komoditas unggulan (cluster) diharapkan suatu
kawasan dapat digarap secara utuh, terpadu dari hulu sampai hilir,
multiyears/berkelanjutan, sinergi antara stakehoder dan berskala ekonomi
sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit/trigger wilayah perkebunan
nasional.

10
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. 2004. Indonesian Country Paper for the 35
Th Exporters Meeting, Yogyakarta, Indonesia, 27 September
2004,International Pepper Community, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan


Indonesia.Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.
hlm. 11-31.

Mahmud, Z., S. Kemala, S. Damanik, dan Y. Ferry. 2003. Profil komoditas


lada.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Sugiatno, U. 2003. Pembinaan dan pengembangan lada di Provinsi Lampung.


DinasPerkebunan Provinsi Lampung, Bandar Lampung. 10 hlm.

11

Anda mungkin juga menyukai