Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii


DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
I. TINEA FASIALIS ........................................................................................ 4
a. Definisi ...................................................................................................... 4
b. Epidemiologi ............................................................................................. 4
c. Etiopatologi ............................................................................................... 4
d. Gejala Klinis ............................................................................................. 6
e. Penegakan Diagnosis ................................................................................ 6
f. Diagnosis Banding .................................................................................... 8
g. Tatalaksana ............................................................................................... 11
h. Prognosis ................................................................................................... 12

II. TINEA BARBAE .......................................................................................... 12


a. Definisi ...................................................................................................... 12
b. Etiologi ...................................................................................................... 12
c. Gejala Klinis ............................................................................................. 13
d. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 14
e. Diagnosis Banding .................................................................................... 15
f. Tatalaksana ............................................................................................... 15
g. Prognosis ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

1
I. TINEA FASIALIS
a. Definisi
Tinea fasialis adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas pada kulit
yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagai plak
eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada pasien anak-anak dan
perempuan, infeksi dapat muncul pada permukaan wajah, termasuk bibir atas dan
dagu. Pada pria, kondisi ini dikenal sebagai tinea barbae ketika infeksi dermatofit
terdapat di daerah berjenggot.

b. Epidemiologi
Tinea fasialis merupakan penyakit yang biasa terjadi di seluruh dunia.
Namun, seperti infeksi jamur kulit lainnya, lebih umum terjadi di daerah tropis dengan
suhu dan kelembaban tinggi. Tinea fasialis banyak terjadi pada anak-anak, kira-kira
19% dari populasi anak dengan dermatofitosis. Beberapa peneliti menyimpulkan
bahwa wanita mungkin lebih sering terinfeksi daripada pria. Pada wanita, infeksi
dermatofit pada wajah dapat didiagnosis sebagai tinea fasialis, sedangkan infeksi-
infeksi lain yang terjadi pada pria di daerah yang sama didiagnosis sebagai tinea
barbae. Data menunjukkan perbandingan penderita wanita dan pria adalah 1,06:1.
Tinea fasialis dapat terjadi pada semua umur, dengan dua usia insidens
puncak. Usia insidens pertama meningkat pada anak-anak, karena kebiasaan mereka
kontak dengan hewan peliharaan. Kasus yang jarang dapat terjadi pada neonatus, yang
mungkin terinfeksi dari kontak langsung dari saudara mereka yang terinfeksi atau
kontak langsung dari hewan peliharaan. Usia insidens yang lain dapat meningkat pada
usia 20-40 tahun.

c. Etiopatologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Dermatofita terbagi dalam 3 genus yaitu: Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton. Agen penyebab tinea fasialis sangat bervariasi, tergantung pada
letak geografisnya. Secara umum, reservoir hewan pada zoophilic dermatofit,
terutama Microsporum canis terdapat pada hampir semua hewan peliharaan. Di Asia,
Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum yang tersering. Di Amerika
Utara, Trichophyton tonsurans adalah patogen yang utama. Di Brazil, Trichophyton
rubrum yang tersering. Namun, Trichophyton raubitschekii, yang merupakan spesies

2
jamur baru di Brazil, yang memiliki kesamaan sifat dengan Trichophyton rubrum,
telah diteliti dapat menjadi agen penyebab tinea fasialis. Belum banyak penelitian
yang menjelaskan jenis terbanyak dermatofita yang terdapat pada tinea fasialis tapi
beberapa sumber mengatakan di Asia, Trichophyton mentagrophytes dan
Trichophyton rubrum merupakan penyebab tersering.
Berikut adalah faktor-faktor risiko timbulnya penyakit ini:
1. Kontak dengan pakaian, handuk, atau apapun yang sudah berkontak dengan
penderita
2. Kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan peliharaan
3. Umur 12 tahun ke bawah
4. Lebih sering menghabiskan waktu di tempat yang tertutup
5. Penggunaan obat-obatan glukokortikoid topikal dalam jangka waktu yang lama
Patogenesis dari tinea ini juga masih belum begitu jelas. Dikatakan bahwa
dermatofit merilis beberapa enzim, termasuk keratinases, yang memungkinkan untuk
menyerang stratum korneum dari epidermis sehingga menyebabkan kerusakan. Ada
juga teori patogenesis yang mengungkapkan adanya invasi epidermis oleh dermatofit
mengikuti pola biasa pada infeksi yang diawali dengan pelekatan antara artrokonidia
dan keratinosit yang diikuti dengan penetrasi melalui sel dan antara sel serta
perkembangan dari respon penjamu.

1. Perlekatan: Pada stratum korneum, fase pertama dari invasi dermatofit melibatkan
infeksi artrokonidia ke keratinosit. Secara in vitro, proses ini komplit dalam waktu
2 jam setelah kontak, dimana stadium germinasi dan penetrasi keratinosit timbul.
Berbagai dermatofit menunjukkan kerja yang sama, yang tidak terpengaruhi oleh
sumber keratinosit. Dermatofit ini bertahan dari efek sinar ultraviolet, temperatur
dan kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora normal, dan dari asam
lemak yang bersifat fungistatik
2. Penetrasi: Diketahui secara luas dermatofit bersifat keratinofilik. Kerusakan yang
ditimbulkan di sekitar penetrasi hifa diperkirakan berasal dari proses digesti
keratin. Dermatofit akan menghasilkan enzim-enzim tertentu (proteolitik),
termasuk enzim keratinase dan lipase, yang dapat mengakibatkan dermatofit
tersebut akan menginvasi stratum korneum dari epidermis. Proteinase lainnya
dan kerja mekanikal akibat pertumbuhan hifa mungkin memiliki peran. Meskipun
demikian, masih sulit untuk membuktikan mekanisme produksi enzim oleh

3
dermatofit dengan aktivitas keratin- specific proteinase. Trauma dan maserasi
juga memfasilitasi proses penetrasi ini.
3. Pertahanan tubuh dan imunologi: Deteksi imun dan kemotaktik dari sel-sel
inflamasi terjadi melalui mekanisme yang umum. Beberapa jamur memproduksi
faktor kemotaktik yang memiliki berat molekul yang rendah, seperti yang
diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya yang teraktivasi, membuat
komplemen yang tergantung oleh faktor kemotaktik. Keratinosit mungkin dapat
menginduksi kemotaktik dengan memproduksi IL-8 sebagai respon kepada
antigen seperti trichophytin. Kandungan serum dapat menghambat pertumbuhan
dermatofit, sebagai contohnya antara lain unsaturated transferrin dan asam lemak
yang diproduksi oleh glandula sebasea (derivat undecenoic acid).

d. Gejala Klinis
- Penderita tinea fasialis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal dan terbakar,
dan memburuk setelah paparan sinar matahari (fotosensitivitas). Namun, kadang-
kadang, penderita tinea fasialis dapat memberikan gejala yang asimptomatis.
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada tinea fasialis, antara lain: bercak, makula
sampai dengan plak, sirkular, batas yang meninggi, dan regresi sentral memberi
bentuk seperti ring-like appearance. Kemerahan dan skuama tipis dapat
ditemukan.
- Lokasi: wajah

e. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat kita temukan dari anamnesis, antara lain:
- Rasa gatal di bagian wajah, disertai sensasi terbakar, dan memburuk setelah
paparan sinar matahari.
- Ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan
- Ada riwayat kontak langsung dengan penderita dermatofitosis
- Ada riwayat penggunaan bersama barang-barang penderita dermatofitosis,
misalnya handuk, dll
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat kita temukan makula sampai dengan plak
yang berbatas tegas, batas yang meninggi, dan regresi sentral. Dapat terdapat

4
vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang
di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan
central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Skuama
biasanya nampak, namun minimal. Lesi berwarna merah sampai merah muda.
Pada penderita yang berkulit hitam, terjadi lesi hiperpigmentasi. Lesi bisa terdapat
pada seluruh bagian wajah, tetapi biasanya tidak simetris

Tinea fasialis pada pria

3. Pemeriksaan Penunjang
- Kerokan kulit dengan KOH
Tujuan: menemukan hifa sehingga dapat memastikan diagnosis bahwa telah
terjadi infeksi dermatofit.
Prosedur: ambil kerokan kulit dari tepi lesi yang aktif dengan menggunakan
scalpel. Sebelumnya bersihkan lesi dengan kapas alkohol, pada bagian yang
akan dikerok. Pindahkan kerokan kulit tersebut pada kaca objek dan teteskan

5
KOH 10% (jika sampel berasal dari rambut), 20% (jika sampel berasal dari
kulit), 30% (jika sampel berasal dari kuku). Tutup dengan menggunakan
penutup kaca objek kemudian lihat di bawah mikroskop. Pada kasus-kasus
dengan risiko infeksi tinea yang tinggi dan hasil pemeriksaan KOH negatif,
perlu dilakukan pemeriksaan kultur.

- Kultur pada media agar Sabouraud : menghasilkan koloni ragi


Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal, tetapi
pemeriksaan ini sangat berguna ketika pemeriksaan yang lain meragukan.
Spesimen dibiakkan pada Saboraud’s dextrose agar dan penambahan obat
sikloheksimid atau kloramfenikol untuk mencegah bakteri lain tumbuh.
Dibutuhkan waktu 7-21 hari untuk membiakkannya
- Lampu Wood : lesi menjadi warna hijau
Beberapa spesies dermatofit tertentu yang berasal dari genus Microsporum
menghasilkan substansi yang dapat membuat lesi menjadi warna hijau ketika
disinari lampu Wood dalam ruangan yang gelap.
- Biopsi kulit
Pemeriksaan ini seringkali tidak dibutuhkan. Dapat dilakukan jika diagnosis
sulit ditegakkan atau infeksi tidak respon pada pengobatan yang diberikan.

f. Diagnosis Banding
Penentuan diagnosis tinea fasialis pada umumnya tidak sulit, namun ada
beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya:

6
1. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah dermatosis kronik yang tersering, yang memiliki
gambaran kemerahan dan skuama yang terjadi pada daerah-daerah yang memiliki
kelenjar keringat yang aktif, seperti wajah dan kulit kepala, juga di daerah dada.
Gejala yang timbul berupa gatal, sangat bervariasi, biasanya gatal semakin
memburuk dengan meningkatnya perspirasi. Pada pemeriksaan fisis ditemukan,
makula atau papul berwarna kemerahan atau keabu-abuan dengan skuama kering
berwarna putih. Ukurannya bervariasi, antara 5-20 mm. Berbatas tegas, sering
terdapat krusta dan celah pada telinga luar bagian belakang. Skuama yang terdapat
pada kulit kepala inilah yang sering disebut sebagai ketombe. Gambaran klinis
yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan.
2. Dermatitis perioral
Ditandai dengan mikropapul eritematosa dan mikrovesikel. Lesi paling banyak di
daerah perioral dan dapat pula di periorbital. Lesi berkumpul dan ireguler dengan
latar eritematosa. Lesi dapat bertambah membentuk satelit dan berkumpul serta
kumpulan plak dapat terlihat eksematosa dengan sisik halus. Keluhannya dapat
berupa gatal dan rasa terbakar. Etiologi masih belum diketahui dan lebih sering
ditemui pada wanita.
3. Dermatitis kontak
Ditandai dengan pola reaksi inflamasi polimorfik yang melibatkan epidermis
maupun dermis. Terdapat banyak etiologi serta temuan klinis yang amat luas.
Eksema akut ataupun dermatitis ditandai dengan pruritus, eritema dan vesikulasi.
Sedangkan bentuk kroniknya yaitu pruritus, xerosis, likenifikasi, hiperkeratosis,
dan fissuring.
4. Akne rosasea
Rosasea (papulopustular dan eritematotelangiektasia) ditandai dengan eritema
persisten fasialis dan flushing bersama dengan telangiektasis, edema sentral wajah,
rasa terbakar dan tertusuk, kasar dan bersisik atau kombinasi dari beberapa tanda
dan gejala yang ada. Rasa terbakar dan tertusuk pada wajah dapat timbul pada
papulopustular rosasea, tapi dapat muncul bersama eritematotelangiektasis
rosasea. Pada kedua subtipe, eritema dapat muncul di regio periorbita. Edema
dapat ringan maupun berat, sering ditemukan pada glabella dan dahi. Phymatous
rosasea ditandai dengan orifisium patulosa folikular, penebalan kulit, dan kontur

7
permukaan wajah yang irregular di daerah yang konveks. Phymatous rosasea
dapat muncul di hidung dan di dagu, dahi, kelopak mata dan telinga.
5. Lupus eritematosus
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun serius yang
mengenai multiorgan, yang menyerang jaringan konektif dan pembuluh darah.
Manifestasi klinis dapat berupa demam (90%), lesi kulit (85%), artritis,
manifestasi pada susunan saraf pusat, ginjal, jantung, dan paru-paru. Penyakit ini
lebih banyak menyerang wanita, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1:8.
Lesi kulit terjadi selama berminggu-minggu (akut) dan berbulan-bulan (kronik).
Paparan sinar matahari dapat menyebabkan eksaserbasi pada SLE (36%). Terdapat
gatal dan rasa terbakar pada lesi. Terdapat rasa lelah (100%), demam (100%),
berat badan menurun, dan malaise. Juga ditemukan artritis atau atralgia, nyeri
perut, dan gejala-gejala susunan saraf pusat. Pada pemeriksaan fisis ditemukan:
- Pada fase akut didapatkan lesi “kupu-kupu” pada wajah yang berbentuk
makula eritema, berbatas tegas dengan sedikit skuama; bisa didapatkan erosi
dan krusta.
- Pada lupus eritematosus kutaneus kronik, terdapat plak hiperkeratosis, eritema,
dan berbatas tegas. Juga terdapat skuama yang melekat pada kedua pipi. Lesi
ini khas sebagai ruam diskoid pada lupus eritematosus kronik.
6. Akne vulgaris
Akne vulgaris banyak terjadi pada usia pubertas. Lesi primer akne berada pada
wajah, dan pada derajat tertentu mengenai punggung, dada, dan bahu. Adapun
beberapa lesi dapat ditemukan pada tungkai. Patogenesisnya meliputi
hiperproliferasi folikular epidermal, produksi sebum berlebih, inflamasi, dan
muncul serta aktivitas dari Propionibacterium acnes. Penyakit ini ditandai oleh
berbagai macam lesi klinik dan dapat pula terjadi inflamasi. Pada akne non-
inflamasi, contohnya seperti komedo, baik komedo terbuka maupun komedo
tertutup. Komedo terbuka nampak sebagai lesi datar atau sedikit meninggi dengan
folikular berwarna gelap pada tengah lesi akibat keratin dan lipid. Sedangkan
komedo tertutup sulit divisualisasikan. Dapat tampak sedikit peninggian, berwarna
pucat, dengan orifisium yang tidak dapat dilihat secara klinis. Pada lesi yang
disertai dengan inflamasi, lesi beragam dari bentuk papul dengan tepi kemerahan
sampai pustul, dan nodul. Beberapa nodul besar disebut dengan kista dan
nodulokistik untuk kasus berat.

8
g. Tatalaksana
1. Terapi
Topikal
- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk
salep (Salep Whitfield)
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
- Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1%
Sistemik
- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea fasialis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan. Efek samping yang dapat ditimbulkan, antara lain: nyeri kepala,
mual/muntah, fotosensitivitas. Infeksi T. rubrum dan T. tonsurans dapat
kurang berespon. Sebaiknya diminum dengan makanan berlemak untuk
memaksimalkan penyerapan.
- Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari - 2 minggu pada pagi hari
setelah makan.
- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Pada kasus yang resisten
terhadap griseofulvin dapat diberikan deriivat azol seperti itrakonazol,
flukonazol dll. Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan
untuk anak-anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam
kapsul; solusio oral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya
membutuhkan pH asam pada lambung agar kapsulnya larut. Flukonazol:
orang dewasa 150–200 mg/minggu selama 4-6 minggu, sedangkan anak-anak
6 mg/kg/minggu selama 4–6 minggu. Sediaan fluconazole tablet 100, 150,
200 mg; suspense oral (10 or 40 mg/ml); dan intravena 400 mg.
2. Konseling dan Edukasi
- Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing,
atau kontak penderita lain.
- Menghindari menggaruk daerah lesi, karena hal tersebut dapat membuat
infeksi bertambah parah.
- Menjaga kulit tetap kering dan bersih dengan menghindari aktivitas yang
dapat mengeluarkan keringat.
- Mandi minimal sekali sehari dan ingat untuk mengeringkan tubuh seluruhnya.

9
- Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin
yang lain, leukemia, harus dikontrol.
- Pasien dirujuk apabila (1) penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah
terapi (2) terdapat imunodefisiensi (3) terdapat penyakit penyerta yang
menggunakan multifarmaka.

h. Prognosis
Dengan pengobatan teratur, tinea fasialis dapat sembuh dalam waktu satu
bulan. Prognosis dikatakan baik jika (1) Faktor predisposisi dapat dihindarkan atau
dihilangkan (2) Dapat menghindari sumber penularan (3) Pengobatan teratur dan
tuntas.

II. TINEA BARBAE


a. Definisi
Tinea barbae adalah infeksi kulit terbatas pada area berjenggot di wajah dan
leher yang jarang terjadi. Infeksi lebih sering dialami oleh pria usia remaja dan
dewasa. Gejala klinis yang khas adalah erupsi pustul yang parah, plak profunda
dengan inflamasi atau plak superfisial tanpa inflamasi. Bentuk kelainan dengan
inflamasi, paling banyak disebabkan oleh dermatofit zoofilik, Trichophyton
mentagrophytes var. granulosum atau Trichophyton verrucosum.

b. Etiologi
Secara umum, tinea barbae jarang terjadi, namun lebih sering terjadi di area
dengan cuaca tropis, yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi. Hampir seluruh pria
dewasa terinfeksi karena penyakit kulit ini terlokalisasi pada rambut dan folikel
rambut di jenggot dan kumis. Dermatofit yang menginfeksi wanita dan anak
didiagnosis sebagai tinea faciei. Dahulu, infeksi ini sering ditularkan melalui tukang
cukur karena penggunaan alat cukur sekali pakai belum tersedia. Sekarang, sumber
infeksi ini hampir seluruhnya tersingkirkan dan sebutan lama tinea barbae, “barber’s
itch”, telah dilupakan.
Ternak kuda, kucing, dan anjing adalah sumber infeksi utama. Kini beberapa
peneliti melaporkan infeksi ini sebagai autoinokulasi dari kuku atau tinea pedis. Tinea
barbae disebabkan oleh jamur zoofilik dan antropofilik. Dermatofit zoofilik
Trichophyton mentagrophytes var. granulosum dan Trichophyton verrucosum adalah

10
yang paling sering menyebabkan inflamasi pada kerion. Infeksi yang disebabkan oleh
jamur zoofilik lain yaitu, Microsporum canis and Trichophyton mentagrophytes var.
Intrdigitale lebih jarang terjadi. Beberapa tahun terakhir, beberapa peneliti
mendeskripsikan lesi yang sama dapat disebabkan oleh jamur antropofilik,
Trichophyton rubrum.
Reaksi imunologi (peningkatan alergi dan/atau reaksi iritan) pada jamur
dapat mempengaruhi perkembangan kerion, namun hanya sedikit peneliti yang
menyatakan hal ini merupakan efek metabolit dan/atau difusi toksin dari jamur. Jamur
patogen seperti Trichophyton spp. Menghasilkan beberapa enzim seperti keratinase
yang penting untuk menembus keratin pada epidermis, rambut, atau kuku. Faktor
risiko:
- Biasanya pada pria dewasa
- Pada daerah tropis dengan kelembaban tinggi
- Hygiene kurang baik
- Lingkungan yang kotor

c. Gejala Klinis
Infeksi sering dimulai pada leher atau dagu, namun manifestasi klinis tinea
barbae tergantung dari patogen penyebabnya. Kadang dermatofitosis ini dapat
berkembang tanpa lesi yang khas, namun selalu disertai pruritus. Terdapat berbagai
gejala klinis yang dapat terjadi. Dua macam klinis utama yang dapat dibedakan:
- Tinea yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik: tinea lebih parah, karena reaksi
inflamasi jamur ini lebih kuat. Dagu, pipi, dan leher sering terinfeksi. Gejala klinis
ini memiliki bentuk khas yaitu nodul yang terinflamasi/ nodul-nodul dengan
multipel pustul yang mengering di permukaannya. Rambut rontok atau rusak,
eksudat, pus, dan krusta menutupi pemukaan kulit (kerion Celsi). Mencabut
rambut menjadi lebih mudah dan tidak nyeri. Dapat disertai limfadenopati
regional. Jarang terjadi demam, dan malaise.
- Tipe non inflamasi disebabkan oleh dermatofit antropofilik: tinea dimulai dari
plak datar, eritem dengan tepi yang meninggi. Plak yang bersisik bertabur dengan
papul, pustul, atau krusta. Rambut yang dekat dengan kulit mengalami kerusakan,
dapat menyumbat folikel rambut. Plak kutaneus dapat tunggal atau multipel dan
dapat berbentuk annular. Plak dapat stabil bertahun-tahun atau membesar.
Terkadang, khususnya saat pustul pada folikel yang berkembang, rambut yang

11
rontok dapat dijumpai, morfologi klinis menyerupai folikulitis bakteri. Lesi
pustular dengan rambut rontok merupakan ciri infeksi jamur kronik yang
menyerupai sycosis (folikulitis pustular pada jenggot). Oleh karena itu, disebut
tine barbae sycosiform.

Inflammatory tinea barbae due to Trichophyton Typical kerion Celsi caused by Trichophyton
mentagrophytes var. granulosum infection mentagrophytes var. granulosum

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikologi adalah dasar diagnosis. Pemeriksaan mikologi dengan
menggunakan mikroskop secara langsung dan kultur. Pada kasus yang jarang, jika
Microsporum canis menyebabkan tinea, pemeriksaan menggunakan lampu wood’s
dapat membantu menunjukkan fluoresence berwarna hijau pudar pada rambut yang
terinfeksi. Material yang terkumpul biasanya rambut yang menghilang dan kumpulan
pustul. Jika plak superficial dan tanpa pustul, pemeriksaan yang terbaik adalah
kerokan dari tepi nya.
1. Kerokan kulit atau rambut jenggot yang terkena (terputus-putus, tidak mengkilap)
dengan larutan KOH 10-20%, dilihat langsung di bawah mikroskop untuk mencari
hifa atau infeksi endotriks/ eksotriks.
2. Kultur pada media Agar Sabouraud. Kultur membutuhkan waktu sekitar 3-4
minggu dan menggunakan Agar Saburaud dengan sikloheximid dan kloramfenikol
yang ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur non-
dermatofitik. Identifikasi jamur berdasarkan morfologi dan koloni pada
mikroskop. Identifikasi patogen memberi petunjuk dari mana sumber infeksi dan
membantu pemilihan terapi yang tepat.
3. Sinar Wood : fluoresensi kehijauan

12
e. Diagnosis Banding
1. Folikulitis bakteri
2. Dermatitis kontak alergika
3. Dermatitis perioral
4. Dermatitis seboroik
5. Akne vulgaris

f. Tatalaksana
1. Terapi
Sistemik :
- Griseovulfin 1 gram/hari selama 6 minggu
- Terbinafine 250 mg/hari selama 2-4 minggu
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 2-4 minggu atau
- Fluconazole 200 mg/hari selama 4-6 minggu
Topikal :
- Kompres sol. Kalium permanganas 1:4000 atau sol. Asam asetat 0,025% 2-3
kali sehari.
- Antifungi : ketokonazol krim/ointment 2% selama 5-7 hari atau Itrakonazol
1% 5-7 hari.
- Antibiotik jika ada infeksi sekunder
2. Konseling dan Edukasi
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
- Rambut daerah jenggot dicukur bersih
- Pasien dirujuk apabila: (1) penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah
terapi (2) terdapat imunodefisiensi (3) terdapat penyakit penyerta yang
menggunakan multifarmaka.

g. Prognosis
Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor-faktor infeksi dapat dihindari,
prognosis umumnya baik. Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya
bonam.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastutik, Dwi, dkk. 2009. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press.
2. Menaldi, Sri Linuwih, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kuit dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Tiyas, Merry, dkk. 2017. Buku Ajar Sistem Integumen. Semarang: Unimus Press.
4. Suryantara, Agus, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Tinea Fasialis. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Dikutip dari
file:///E:/MINOR%20DM%202/KULIT/PHC/Referat/Referensi%20tinea%20fasialis.
pdf

14

Anda mungkin juga menyukai