Anda di halaman 1dari 4

2.

1 DEFINISI
Tumor Nasofaring adalah tumor ganas kepala dan leher yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring, jaringan penyangga atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Hampir
60% tumor kepala leher adalah karsinoma nasofaring diikuti tumor ganas hidung dan
sinus paranasal (18%), laring (16%) dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring.
Tumor nasofaring juga termasuk 5 besar tumor ganas tubuh manusia bersama tumor
ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

2.2 ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI & PATOFISIOLOGI


Etiologi tumor nasofaring diduga berkaitan dengan ras mongoloid, nitrosamine
yang terdapat pada makanan yang diawetkan serta infeksi virus Epstein-Barr.
Berdasarkan hal ini maka kasus tumor nasofaring sering ditemukan di daerah Cina
bagian Selatan, Hongkong, Vietna, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia yang
memiliki penduduk ras mongoloid. Selain itu juga sering ditemukan pada penduduk di
Yunani, Afrika Utara serta orang Eskimo Alaska dan Greenland karena diduga penduduk
di daerah tersebut sering mengkonsumsi makanan yang diawetkan menggunakan bahan
pengawet yang mengandung nitrosamine saat musim dingin. Virus Epstein-Barr diduga
juga menyebabkan tumor nasofaring karena hasil pemeriksaan titer antibody virus EBV
yang cukup tinggi pada pasien dengan tumor nasofaring.
Proses terjadinya karsinoma nasofaring masih belum diketahui secara pasti,
namun diduga bahwa kejadiannya diengaruhi oleh banyak faktor. Selain faktor-faktor
yang telah disebutkan di atas, kemungkinan ada faktor lain yang ikut berperan seperti
faktor lingkungan seperti adanya iritasi oleh karena bahan kimia, asap, kebiasaan
memasak dengan bahan tertentu dan kebiasaan memakan makanan yang panas.

2.3 GEJALA DAN TANDA


Gejala dan tanda karsinoma nasofaring dapat dikelompokkkan ke dalam 4
kelompok, yaitu gejala nasofaring, gejala telinga, gejala mata dan saraf serta gejala
matastasis atau gejala leheR lanjut. Gejala dini yang timbul meliputi epistaksis ringan,
sumbatan hidung serta tuli konduksi, telinga terasa grebek-grebek, tinitus atau keluar
cairan akibat terjadinya Otitis Media Supuratif atau Serosa akibat tersumbatnya Tuba
Eustachius. Sedangkan gejala lanjut mengikuti pembesaran atau infiltrasi tumor ke saraf-
saraf kranialis maupun jaringan sekitar. Gejala lanjut dapat berupa gejala ekspansif
akibat pendesakan massa tumor ke Choanae sehingga dapat terjadi buntu hidung atau
mendesak ke bawah ke arah palatum molle sehingga timbul keluhan sulit menelan dan
sesak nafas.
Bila tumor menginfiltrasi jaringan sekitar maka dapat menimbulkan gejala
kelumpuhan saraf-saraf kranialis. Jika tumor menginfiltrasi foramen laserum maka dapat
timbul Sindroma Petrospenoidal berupa gejala nyeri kepala serta gejala parese N. III, N.
IV, N. VI seperti penglihatan ganda, kabur atau ptosis serta gejala parese N. V seperti
nyeri kepala serta kelemahan otot-otot pengunyah. Selain itu tumor juga dapat
menginfiltrasi foramen jugulare sehingga menimbulkan gejala parese N. IX, X seperti
kesulitan menelan, regurgitasi, bindeng, gejala parese N. XI seperti kelumpuhan m.
Sternocleidomastoideus dan m. Trapezius maupun parese N. XII seperti deviasi posisi
dan gerakan lidah serta Sindrom Horner (Ptosis, Anhidrosis, Miosis).

2.4 KLASIFIKASI DAN STAGING


Klasifikasi Karsinoma Nasofaring secara histopatologis berdasarkan kriteria WHO tahun
1982 adalah
Tipe 1 :
 Termasuk bentuk Squamous Cell Carcinoma dengan Keratinisasi
 Diferensiasi baik hingga sedang
 Sering bersifat eksofitik / tumbuh ke permukaan
 Prognosis lebih buruk dan kurang sensitive terhadap radiasi
Tipe 2 :
 Termasuk bentuk Karsinoma Non Keratinisasi
 Paling banyak variasinya
 Menyerupai karsinoma transisional
Tipe 3 :
 Tipe paling banyak
 Bentuk karsinoma yang tanpa diferensiasi
 Termasuk bentuk limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, varian
sel spindle
 Lebih radiosensitive dan prognosisnya lebih baik

Staging karsinoma nasofaring dibuat berdasarkan sistem TNM menurut The Union for
International Cancer Control / UICC tahun 2002 sebagai berikut :
T = Tumor Primer
 T0 = Tumor tidak tampak
 T1 = Tumor terbatas di nasofaring
 T2 = Tumor meluar ke jaringan lunak,
T2a = Perluasan ke orofaring dan / atau rongga hiduing tanpa perluasan ke
parafaring
T2b = Disertai perluasan ke parafaring
 T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal
 T4 = Tumor dengan perluasan intracranial, saraf cranial, fossa infratemporal,
hipofaring, orbita atau ruang masticator
N = Pembesaran kelenjar getah bening regional
 NX = Tidak dapat dinilai
 N0 = Tidak ada pembesaran
 N1 = Metastase ke kelenjar getah bening unilateral dengan ukuran terbesar ≤ 6 cm
di atas fossa supraklavikula
 N2 = Metastase ke kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar ≤ 6 cm
di atas fossa supraklavikula
 N3 = Metastase ke kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran > 6 cm atau
terletak di dalam fossa supraklavikula
 N3a = Ukuran > 6 cm
 N3b = Di dalam fossa supraklavikula
M = Metastase jauh
 MX = Metastase jauh tidka dapat dinilai
 M0 = Tidak ada metastase jauh
 M1 = Ada metastase jauh
Sistem Staging berguna untuk menentukan prognosis serta pilihan terapi, sehingga
perlu ditentukan stage karsinoma pada pasien. Sistem staging tersebut adalah sebagai
berikut :
Stadium 0 T1 N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
T1 N1 M0
Stadium 1IB T2a N1 M0
T2b N0, N1 M0
T1 N2 M0
Stadium 1II T2a, T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium 1VA T4 N0, N1, N2 M0
Stadium 1VB Semua T N3 M0
Stadium 1VC Semua T Semua N M1

Berdasarkan sistem staging tersebut untuk Karsinoma Nasofaring Stadium 1


dapat dilakukan terapi menggunakan radioterapi, Stadium II & III dengan Kemoterapi,
Stadium IV dengan N < 6 cm dengan Kemoradiasi dan Stadium IV dengan N > 6 cm
dengan Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.

Anda mungkin juga menyukai