Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.DEFINISI

Pleuritis / radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/ Pleuritic chest pain) adalah suatu peradangan
pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru). Radang pleura dapat
berlagsung secara subakut, akut atau kronois, dengan ditandai perubahan proses pernafasan
yang intensitasnya tergantung pada beratnya proses radang. Pada yang berlangsung subakut
proses radang biasanya bersamaan dengan empiema serta mengakibatkan layuhnya sebagian
paru-paru, hingga pernafasan akan mengalami kesulitan (dispnoea). Biasanya pernafasan
bersifat cepat dan dangkal. Pada proses yang berlangsung akut, penderita mengalami
kesakitan waktu bernafas hingga pernafasan jadi dangkal, cepat serta bersifat abdominal.
Yang berlangsung kronis, pada waktu istirahat tidak tampak adanya perubahan pada proses
pernafasannya. Bila disertai dengan penimbunan cairan di rongga pleura maka disebut efusi
pleura tetapi bila tidak terjadi penimbunan cairan di rongga pleura, maka disebut pleurisi
kering. Setelah terjadi peradangan, pleura bisa kembali normal atau terjadi perlengketan.

Pleuritis kronis (CP) berkembang dari pleuro-Pneumonia adalah temuan umum pada
hewan potong (Christensen & Enø 1999), dan CP terletak di bagian dorso-caudal paru-paru
dianggap sangat sugestif dari lesi pleuropneumonic sebelumnya (Sørensen et al 2006). Pada
tahun 1998, sekitar 27% dari babi yang disembelih di Denmark memiliki CP pada bagian
dorso-caudal paru-paru (Christensen & Enø 1999).Terjadinya CP telah ditemukan sebagai
berhubungan dengan manajemen dan karakteristik kawanan (Mousing et al 1990; Cleveland-
Nielsen et al 2002.; Enøe et al. 2002), dan prevalensi lesi dapat dikurangi dengan mengambil
tindakan pencegahan.

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.3.TUJUAN
1.4.MANFAAT

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ETIOLOGI

2.2. PATOGENESIS

Adanya radang pleura yang bersifat awal, sebelum terbentuknya cairan eksudasi radang,
kedua lapisan pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis, saling bergesekan oleh karena
keduanya mengalami penebalan. Gesekan antara keduanya akan menimbulkan suara friksi dalam
pemeriksaan auskultasi. Pada proses yang berlangsung akut, rasa sakit terjadi sebagai akibat
meningkatnya kepekaan syaraf sensoris pada pleura yang mengalami radang. Hal tersebut
menyebabkan kurang leluasanya pengembangan dinding dada, hingga pernafasan lebih banyak
dilakukan oleh otot-otot perut (pernafasan abdominal). Untuk mengurangi rasa sakit, pernafasan
dilakukan dengan cepat dan intensitas yang dangkal. Oleh adanya cairan yang kemudian
terbentuk, sebagai produkradang, volume rongga pleura berkurang dan tekanan negatif di
dalamnya akan berkurang. Hal terakhir mengakibatkan kemampuan berkembang dari alveoli
paru-paru juga menurun, dan hal tersebut mengakibatkan penderita cepat menjadi lelah meskipun
hanya melakukan kerja fisik yang ringan.

Bagian paru-paru yang tercelup di dalam cairan radang, yang sifatnya purulen,
mukopurulen, atau serosanguineus, akan cepat mengalami disfungsi dan mengalami atelektasis.
Lobus paru-paru yang paling sering menderita atelektasis adalah lobus ventralis. Dalam keadaan
demikian, bagian paru-paru tersebut tidak lagi berfungsi, dan untuk menutupi kebutuhan oksigen
akan diikuti dengan kerja lebih, sebagai kompensasi, dari jaringa paru-paru yang lain. Jantung
yang tercelup di dalam cairan radang juga akan mengalami degenerasi, hingga gejala kelemahan
jantung juga akan dapat diamati. Kompresi cairan atas jantung, terutama pada atriumnya,
menyebabkan bendungan pada vena-vena yang besar, antara lain vena jugularis. Bendungan
tersebut akan dilihat dari luar dengan mudah.

Mungkin cairan radang dapat mengalami penyerapan, hingga pleura yang meradang
menjadi ”kering”. Dalam keadaan demikian biasanya terjadi adesi pada pleura hingga
menyebabkan pertautan paru-paru dengan dinding dada, yang selanjutnya hal tersebut
menyebabkan penurunan kemampuan paru-paru untuk berkembang sesuai dengan kemampuan
normalnya. Gejala-gejala perubahan pernafasan akan segera tampak bila penderita dikerjakan
agak berat. Radang pleura yang disebabkan oleh kuman hampair selalu diikuti dengan gejala
toksemia, yang disebabkan oleh terbebasnya toksin kuman maupun karena hasil pemecahan
reruntuhan jaringan.

2.3. DIAGNOSIS

Penentuan diagnosis radang didasarkan pada ditemukannya suara friksi dalam


pemeriksaan auskultasi, serta adanya cairan radang di daslam rongga pleura. Di dalam praktek
radang pleura hampir selalu ditemukan bersamaan dengan radang paru-paru hingga terjadi
pleuropnemia. Memisahkan kedua gangguan tersebut dipandang tidak ada gunanya.

Dari emfisema pulmonum, radang pleura dapat dibedakan karena pada yang terakhir
tidak ditemukan suara timpanis dalam pemeriksaan perkusi. Dari hidrotorak, khilothoraks, dan
hemothoraks, radang pleura memiliki perbedaan karena padanya biasa disertai kenaikan suhu
seluruh tubuh maupun adanya rasa sakit waktu bernapas, terutama pada proses yang berlangsung
akut.

Untuk membedakan penyakit-penyakit tersebut, perlu dilakukan thoracosentesis. Cairan


yang dapat dihisap, dapat digunakan untuk menentukan perubahan patologis di dalam rongga
dada penderita.

Anda mungkin juga menyukai