Pemain :
Bu guru
Bendahara
<<Scene 1>>
Namaku Ana, aku akan bercerita tentang sebuah kisah yang tidak
akan kulupakan sampai kapanpun. Kisah ini terjadi ketika aku masih
duduk di bangku SMA. Bermula saat tumbuh rasa sukaku pada
seorang pemuda pintar yang menarik hatiku.
Ana : (lagi haha hihi bareng Nanda dan Dian di depan kelas, terus masuk
kelas waktu guru datang)
<<Scene 2>>
( Di kelas)
Tapi setelah dua bulan berlalu aku memperhatikan dia, aku kerap
melihatnya memperhatikan Rini, cewek cupu yang pendiam di kelas.
Aku kesal, karena kupikir aku sudah cukup cantik untuk menarik
perhatiannya. Tapi kenapa dia suka sama si cupu itu sih!
(-Ana duduk di perpus/kelas sambil memperhatikan Dimas yang sedang fokus membaca buku di
bangkunya. Ana sambil senyum senyum.
-Ana melihat Dimas yang sedang menjelaskan saat presentasi di depan kelas. Sambil senyum-
senyum juga)
(Beberapa kali Ana mencoba mendekati Dimas dan hampir mencoba mengobrol dengannya,
tapi Dimas malah melengos pergi ke bangku Rini kemudian menanyakan soal. Dilanjutkan tawa
mereka yang pecah.
Sekali lagi Ana mendekati Dimas. Tapi sama, Dimas seperti tidak peduli dan tidak begitu
memperhatikan Ana. Dia kembali ke bangku Rini yang sedang membaca buku, menjahili Rini
dengan mengambil buku yang sedang ia baca. Rini mencoba mendapatkan bukunya lagi, tapi
Dimas tetap jahil. Akhirnya mereka saling tatap dan tersenyum, kemudian tertawa. Ana sangat
kesal melihat mereka)
Kurang ajar sekali dia. Tunggu saja, Aku akan memberimu pelajaran.
<<Scene 3>>
(Di masjid)
Rini : (terlihat gusar, duduk di sebelah Ana dan teman-temannya)
Ahaa.. kesempatan bagus air kran di masjid kan lagi mati. Aku punya ide.
QmmAna : Walah.. kasian air kran masjid kayanya mati deh. Kamu harus ke WC sebelah kelas.
Ana : Eh Rini, maaf kalau boleh. Kamu bisa ambilin buku hijau di tasku nggak?
(Setelah Rini selesai mengambil buku di tas Ana. Ana diam diam menyelinap ke kelas dan
memasukkan uang kas kelas Minggu ini ke dalam tas mantol Rini, saat semua anak sedang
mujahadah di masjid. Ia tersenyum jahil dan berlalu.
<<Scene 4>>
Dimas : Untuk kegiatan classmeet kita butuh dana buat ikut lomba. Nah Ra, masih berapa uang
kas kita?
Bendahara : Bentar bentar...eh uang kasnya kemana (terlihat gelisah, sambil mencari cari di tas dan
dompetnya)
Bendahara : Hmmm.. nggak ada. Uang kasnya hilang. Gimana nih? (Makin gelisah)
Dimas : Ada yang tau di mana uang kas? (Senyap) atau ada yang mencuri? (Senyap)
Ana : Jangan-jangan saat kamu bilang pengen ke WC pas kita mujahadah, kamu ambil uangnya?Oooo..
Jadi kamu malingnya.
Maka semenjak itu, seisi kelas mengucilkannya. Dimas yang kulihat tak lagi sering
memperhatikannya lagi. Dan aku yang merasa rencanaku sukses.
<<Scene 5>>
( Rini mendekat ke teman-temannya, tapi ia selalu dijauhi. Saat pembagian hasil ulangan, kertasnya di
buang ke selokan, semua menertawakannya)
<<Scene 6>>
Tiga bulan berlalu, setelah beberapa lama kami mengucilkan Rini, aku tidak sengaja melihat Rini
yang sedang menangis di gedung belakang sekolah. Aku segera sembunyi, dan mendengar sedikit
percakapannya. Dia bangkit, dan aku pun buru buru kabur.
(Di kelas)
Ketika Rini hendak masuk kelas, kucekal tangannya. Mencoba untuk mempermalukan dia lagi.
Ana : (mencekal tangan si Rini) kamu abis ngapain? Matamu merah
Rini : (meringis kesakitan, segera mencoba menarik tangannya dari cekalanku) nggak papa. Lepasin
tanganku
Rini : (menarik tangannya dengan keras, hingga handsocknya terlepas) (meringis karena perih)
Rini : (pucat pasi, bergegas berjalan ke bangkunya di belakang, mengambil tas dan segera pergi
meninggalkan kelas. Membolos)
<<Scene 7>>
Tiga hari berikutnya, Rini tidak pernah masuk sekolah. Dan aku mulai merasa khawatir. Aku senang
rencanaku berjalan lancar, Dimas pun sudah mulai akrab denganku. Tapi aku takut, semenjak melihat
luka di tangan Rini. Apa iya si cupu itu nekad untuk mengakhiri hidupnya?
<<Scene 8>>
Dua hari berikutnya, Rini tetap tidak masuk. Akupun mulai frustasi sendiri memikirkan keadaanya
sekarang. Apakah dia senekat itu? Apakah dia baik-baik saja, atau dia..? Ya Tuhan.. apakah aku akan
menjadi seorang pembunuh.
Bu guru : ada kabar duka dari Rini yang sudah lama tidak masuk sekolah
Bu guru : Ibu inginnya kita kesana bersama nanti, tapi Ibu ada urusan mendadak. Jadi, kalian
nanti pulang sekolah kalian kesana bersama tanpa ibu nggak papa ya. Sampaikan salam
ibu untuk Rini ya. Semoga lekas sembuh.
Figuran : hmm.. kasian juga Rini. Kalau aja dia bukan maling, pasti banyak yang simpati deh.
Aku takut. Aku tidak mau ikut. Tapi kalau aku tidak ikut, teman-temanku pasti akan
curiga. Baiklah, aku akan ikut dan pura-pura tidak mengerti apa-apa. ( Pikir Ana sambil
menggigit bibir)
<<Scene 9>>
Mama Rini : Wa'alaikumussalam. Eh ada teman-temannya Rini (ucap mama Rini ramah meski
dengan mata sembab, jelas sekali ia baru saja menangis). Ayo ayo silakan masuk.
Nanda: Tante-tante bagaimana keadaan Rini sekarang, aku ingin bertemu Rini.
Mama Rini: Hmm.. masih belum siuman (sambil senyum tipis, tanda ia juga kecewa dengan
keadaan Rini). Kalau mau lihat ayo ikut Tante, Rini ada di kamar.
Aduh aku takut apa aku pulang saja ya. Tapi bagaimana aku kabur dari sini.
Ana : Maaf!! Eh, iya.. ayo. (Membuntuti M yang sudah berjalan di depannya).
<<Scene 10>>
Mama Rini : Yah seperti itu keadaan Rini, silakan kalau mau melihat Rini dulu. Barangkali dia jadi
sadar dengan kedatangan kalian (ucap mama Rini lembut sembari menghapus titik air matanya
yang baru saja jatuh, dan beranjak pergi).
(Semua kaget. Terlebih Ana. Ia sangat takut, mukanya pucat sedari tadi. Tapi ia berusaha
bersikap tenang. Meski dengan sedikit gemetar)
Dimas : Maaf ka. Maksud Kakak apa ya. Kami teman-teman sekelas Rini. Katanya, dia sedang
sakit, jadi kami ingin menjenguknya.
Fajar : (Tanpa peduli ucapan Dimas, dengan muka merah padam ia tetap menelisik) Heh!!
(Ucapnya sambil mengacungkan tangan ke Ana). Ini semua salah kamu. Pembunuh!!
(Semua terkejut. Ana lebih dari terkejut. Hampir tubuhnya roboh, mulutnya tak kuasa berbicara,
hanya megap-megap. Rasanya dia ingin mati saja sekarang)
Nanda : Maaf ka. Pembunuh? Maksudnya apa ka ( Nanda menimpali dengan muka tidak
tahunya).
Fajar : Dia si muka dua!! Terlihat baik di depan lainnya. Licikk!! Dia yang sudah membuat Rini
depresi. Tidakkah kalian sadar? Anak sebaik Rini tidak mungkin mau mencuri uang kas kalian!!
Fajar : Tiga bulan yang lalu, Rini bercerita kepadaku. Tentang masalah pencurian uang kas. Ia
dituduh mencuri uang kas kelas. Semua menuduhnya. Merundungnya setiap saat. Tidak ada
yang mau berteman dengannya lagi. Semua menjauhinya, termasuk sahabat sahabatnya. Rini
Frustasi, dia semakin tidak terkendali. Satu bulan setelah kejadian itu, hidupnya tidak tenang.
Tapi bulan berikutnya aku tidak bisa menemaninya karna harus berobat. Kalian!! Hah! Apa
kalian tidak sadar, dua bulan terakhir dia sangat merasa sendiri. Dasar kalian tidak punya hati!!
Malam kemarin aku tahu dia ditemukan mamanya tak sadarkan diri. Aku segera kemari. Kalian
tau, tangannya sudah penuh dengan luka goresan silet. Dia depresi!! Mana Ana? (Semua anak
menunjuk Ana) Kau setan!! (Menunjuk Ana yang mulutnya tercekat, tidak bisa bicara). Kau si
muka dua!! Memfitnah Rini tanpa dosa! Membuat segala drama untuk menghancurkan Rini
bukan?? Hahahaha .. bagaimana? Apakah kamu puas sekarang!!
(Semuanya kaget. Sekarang semua menatap Ana yang kaku, hingga Ana tak kuasa lagi menangis
sejadi-jadinya)
Dimas : Jadi kamu memfitnah Rini tentang uang kas itu Ana?
Nanda,Dian : Kamu..?
Fajar : Ya!! Dia yang memfitnah Rini. Sampai Rini depresi!! Dasar!! Si muka dua.. kau masih
belum mau mengakui nya hah!!
(Ana kemudian mndur perlahan, sambil menutup mulutnya, dan menyeka air mata yg mulai
jatuh. Dilanjut keluar rumah Rini. Di depan rumah Rini, Ana menangis tersedu. Kemudian
berlari, di jalan yang basah karena hujan)
<<Scene 11>>
(Di sekolah)
(Semua menjauhi Ana. Tiap kali Ana mengajak bicara, mereka langsung menatap tajam
kemudian kembali dengan kesibukan masing masing. Tidak peduli dengan Ana)
(Hari berikutnya Ana mencoba bertemu Dimas, meminta maaf. Tapi Dimas jelas masih sangat
kecewa dan menghindari Ana tiap kali ia mengajak berbicara.)
<<Scene 12>>
(Hari ke 3, di kelas)
(Setelah jam istirahat ke 2, tiba-tiba bel berbunyi dan tidak diduga sekolah dipulangkan lebih
awal karena ada tamu sekolah lain yang akan berkunjung ke sekolah)
Semua anak : (lengang sebentar mendengar bel kemudian serentak bersorak) Yeeee!!! Bali gasik
Bali gasik!!!
(Kemudian semua anak berangsur pulang dan meninggalkan 5 anak yang piket di kelas termasuk
Ana)
Dian : Nanda yuk pulang. Jarang jarang kan bisa pulang awal.
Dian : Hehe.. eh iya sekarang kan lagi ada festival musik dan kuliner di kota. Ke sana yukk
Ana : (nimbrung mencoba lebih akrab) Eh iya tau. Lagi ada festival makanan katanya enak-enak
lo.
Ana : (hanya tertegun dan ikut melanjutkan menyapu, meski mukanya mulai merah karena ingin
marah juga karena malu)
Nanda : Yo pulang. Udah selesai (sambil meletakkan sapu, diikuti Dian, dan Figuran)
Ana : ( dengan muka murung, ia meletakkan sapunya dan terduduk di kursinya sambil
menangkupkan wajahnya dengan kedua tangan. Menangis terisak)
Dimas : (sedari tadi memperhatikan mereka. Ia meletakkan sapu setelah Ana, tepat di belakang
Ana. Ia melihat jelas Ana sedang menitihkan air mata)
Ya Tuhan.. sakit sekali ini. Aku sendiri di dalam keluarga ini. Aku tak pernah berpikir ini akan
terjadi padaku. Apakah ini yang dinamakan hukum karma?? Aku hancur sekarang. Bodoh!!
Aku bodoh sekali! (Ucap Ana dalam hati, sambil menangis di bangkunya setelah pulang sekolah)
Dimas : ( memperhatikan Ana yang menangis sekejap saat mengambil tasnya, kemudian duduk
di bangku depan Ana) Kamu menangis? Hmm.. Kamu sadar kalau kamu salah? ( Ana
mengangguk dan makin terisak) Alhamdulillah. Jangan menRinierah untuk mendapatkan maaf.
Jangan lagi menyalahkan siapapun. Kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Aku pulang dulu.
(Kemudian beranjak pulang)
Ana : ( memikirkan kata kata Dimas sebentar, lalu menyusul pulang) Ya!! Aku salah. Aku harus
berjuang mendapatkan maaf pada Rini.
(Pukul 6.25 wib kelas sudah mulai ramai. Semua anak sedang sibuk dengan kegiatannya masing
masing. Ada yang membaca buku, bergosip, dan main game)
Ana : (datang dan langsung duduk di bangkunya, tidak ada yang peduli. Kecuali Dimas yang
mulai iba)
Rini : Pagi..
Nanda : Iya Rini akhirnya kamu pulih. Btw, maafin aku ya kemaren kemaren udah nggak percaya
sama kamu.
Figuran : eh iya. Kamu sakit kan gara-gara si muka dua itu lo (dengan nada menyindir, sambil
mengarah ke Ana yang duduk di bangkunya. Terdiam)
Semua : Huuuuuuu!!!!
Rini : Astaghfirullahal'adzim sudah teman-teman. Kasian Ana. Aku juga sudah sehat kok. Tapi
terimakasih kalian baik sekali padaku. Nah, Ana tenang saja. Aku sudah memaafkanmu (Sambil
tersenyum dan berjalan ke depan bangku Ana mengulurkan tangan)
Figuran II : Nah si. Anak sombong. Nggak tau terimakasih banget si lo. Yah namanya orang jahat
ya tetep jahat la ya. Hahaha
Dimas : Hmmm. Sudahlah teman-teman. Jangan ganggu Ana lagi. Kalau kita terus
mengganggunya, apa bedanya kita dengan Ana? Beberapa hari ini Ana sudah banyak belajar
dari kesalahannya. Dia sudah merasakan akibat dari perbuatannya. Ana bagaimana? Tidak enak
bukan menjadi seorang pembuat masalah? Aku harap kau benar-benar sudah sadar. Teman-
teman maukah kalian memberi kesempatan pada Ana untuk memperbaiki kesalahannya? Aku
percaya dia tidak akan menguranginya lagi.
Rini : hmm.. benar juga Dian. Tapi Ana juga kan teman kita, aku percaya dia sudah berubah. Luka
di hatiku juga sudah mulai sembuh.
Dian : Baiklah,aku memaafkanmu Ana.
Ana : ( berdiri dan memeluk Rini erat) terimakasih Rini. Maafkan aku yang membuatmu sakit.
Maafkan perbuatanku yang kejam sekali padamu. Aku sadar aku salah. Sungguh Rini. Sama
sekali aku tidak ingin membuatmu sakit. Aku iri padamu. Aku bodoh, aku lebih memenangkan
nafsuku. Rini maafkan aku.. hiks hiks
Rini : Iya Ana. Sudah aku maafkan. Btw, jangan kencang-kencang meluknya aku sesak nafas ini.
Semua sudah kembali seperti semula. Teman-teman baikku telah memaafkan aku. Aku
sangat bahagia. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjaga utuh persahabatan itu
hingga kapanpun. Aku sadar teman-teman baikku adalah rumah yang nyaman jika aku
tenang di dalamnya. Bukan egois dengan pilihanku sendiri. Dan untuk dia, pemuda yang
membuatku sebegitu gila. Terimakasih, walau dengan kisah pahit itu, aku sadar bahwa yang
bukan milikku jelas akan menyakiti jika aku paksa memilikinya. Dan yang terpenting adalah,
persahabatanku dengan kalian Rini, Nanda, Dian, Dimas, aku akan menjaganya. Hingga
kapanpun.
- Tamat -
CREW
3. Asisten Sutradara :
a. Cahyaningsih
b. Fionita
4. Keuangan :
a. Rifa Yulistia
b. Siti Khoiriyah
5. Editor :
b. Listiyana
6. Kameramen :
b. Muhammad Harir
c. Ayasofia Bilkis