PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb (hemoglobin) darah atau
hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila
Hb<14 g/dl dan Ht<41% pada pria, Hb<12g/dl dan Ht<37% pada wanita
(Mansjoer,2001).
Anemia adalaha kekurangan sel darah merah yang disebabkan oleh
kehilangan darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah (Gyton,1997).
Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi,
abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya (Corwin,
2009).
Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity) (Sudoyo, 2006).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anemia adalah
suatu keadaan dimana kadar Hb dalam tubuh di bawah batas normal karena
dipengaruhi oleh berbagai hal yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah.
2. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan
fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum
darah.
B. Fisiologi Darah
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon- hormon
dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup
yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh
jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan
sisa metabolisme berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui
pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah
pulmonalis, lalu dibawa lagi ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah juga
mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme obat-obatan dan bahan kimia
asing ke hati untuk dibuang sebagai urine.
Komponen darah manusia terdiri dari dua komponen :
1. Korpuskular adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah eritrosit,
leukosit, dan trombosit.
a. Eritrosit (sel darah merah)
Sel ini berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel, berdiameter 7-8
mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin, yang memberinya
warna merah. Hemoglobin (Hb) adalah protein kompleks terdiri atas
protein, globin, dan pigmen hem (besi). Jadi besi penting untuk Hb.
Besi ditimbun di jaringan sebagai ferritin dan hemosiderin. Eritrosit
dibentuk di sumsum tulang merah, dari proeritroblas, kemudian
normoblas. Keduanya masih memiliki inti. Normoblas kehilangan
intinya dan masuk peredaran darah sebagai eritrosit dewasa
(Tambayong, 2001).
Fungsi utama sel darah merah adalah untuk mentransfer hemoglobin,
yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel
darah merah merupakan cakram biconkav yang mempunyai garis
tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan di
tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang, bentuk sel
normal adalah suatu ”kantong” yang dapat berubah menjadi hampir
semua bentuk karena sel normal mempunyai membran, dan
akibatnya tidak merobek sel seperti yang akan terjadi pada sel-sel
lainnya. Pada laki-laki normal, jumlah rata-rata
sel darah merah permili liter kubik adalah 5.200.000 dan pada
wanita normal 4.700.000. Jumlah hemoglobin dalam sel dan
transforoksigen, bila hematokrit (prosentase darah yang berupa sel
darah merah norma) darah mengandung rata-rata 15 gram
hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu mengikat kira-kira
1.39 ml oksigen. Oleh karena itu, pada orang normal lebih dari 20
ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan dengan hemoglobin dalam
tiap-tiap 100 ml darah. Faktor utama yang dapat merangsang
produksi sel-sel darah merah adalah hormon di dalam sirkulasi
yang disebut sebagai eritropoetin, yang merupakan suatu
glikoprotein. Pada orang normal 90 sampai 95 persen dari seluruh
eritropoietin di bentuk di dalam ginjal. Namun sampai sekarang
belum pasti di bagian ginjal yang mana. Jumlah yang dapat
diekstraksikan dari bagian korteks ginjal ternyata jauh lebih banyak
dari pada yang bagian medula (Guyton, 1997).
b. Leukosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc
darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk fagosit (pemakan)
bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh. Peningkatan jumlah
leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi misalnya radang paru-
paru. Leukopenia berkurangnya jumlah leukosit sampai dibawah
6000 sel/cc darah. Leukositosis bertambahnya jumlah leukosit
melebihi normal (di atas 9000 sel/cc darah).
Faktor fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai benda
asing atau kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan leukosit
untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk mencapai
daerah tertentu disebut diapedesis. Gerakan leukosit mirip dengan
amoeba disebut gerak amuboid.
Granulosit adalah leukosit yang didalam sitoplasmanya
memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah eosinofil,
basofil, dan netrofil.
Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki
granula, jenisnya adalah limfosit dan monosit.
d. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan
fibrinogen, cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut
serum darah. Protein dalam serum inilah yang berfungsi sebagai
antibodi terhadap adanya benda asing (antigen).
Zat antibodi adalah senyawa gama yang disebut globulin. Tiap
antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksimya bermacam-
macam.
- Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut
presipitin.
- Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
- Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antitoksitas
2.3 Etiologi
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.Disebabkan karena :
Diet yang tidak mencukupi
Absorbsi yang menurun
Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan/lantasi
Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, dan donor darah
Hemoglobinuaria
Penyimpanan besi yang kurang seperti pada hemosiderosis paru
b. Anemia penyakit kronik
Adalah anemia yang disebabkan oleh berbagai panyakit infeksi-infeksi
kronik (seperti abses, empisema dan lain-lain) dan neoplasma (seperti
limfoma, nekrosis jaringan
2. Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12/pernisiosa
Absorbsi vit B12 menurun
b. Defisiensi asam folat
Gangguan metabolisme asam folat
3. Anemia karena perdarahan
Karena adanya pengeluaran darah yang sedikit-sedikit/cukup banyakyang
baik diketahui/tidak.
4. Anemia hemolitik
a. Intrinsik
Kelainan membran seperti sferositosis hereditis, hemoglobinuria
makturnal pamosimal.
Kelainan glikolisis
Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa -6 fosfat dehidrogenase
(GEDP)
b. Ektrinsik
Gangguan sistem imun
Infeksi
Luka bakar
5. Animia aplastik
Penyebabnya bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun)
LES, kemoterapi, radioterapi, toksin seperti berzen, foluen, insektisid.Obat-
obatan seperti kloramfenikol, sulfenomid analgesik, anti epileptik (hidantoin),
pasca hepatisis (Masjoer, 2001).
Pembagian anemia menurut Mansjoer (2001), antara lain :
1. Anemia mikrositik
a. Anemia defisiensi besi
Anemia yang disebabkan oleh kekurangan intake zat besi/absorbsi
zat besi yang menurun yang dibutuhkan untuk diproduksi
hemoglobin dalam sel darah merah.
b. Anemia penyakit kronik
Anemia yang disebabkan karena penyakit kronik/penyakit infeksi.
Anemia ini dikenal dengan nama sidereponik anemia endothelial
siderosis.
2. Anemia makrositik/megaloblastik
Anemia ini adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya
eritroblas yang besar terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut,
sel tersebut dinamakan megaloblas (Sarwono, 2001).
Anemia ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Defisiensi vitamin B12/pernisiosa
Adalah kekurangan vitamin B12 yang bisa disebabkan oleh faktor
intrinsik.
b. Defisiensi asam folat
Adalah anemia kekurangan asam folat terutama terdapat dalam
daging, susu dan daun-daunan yang hijau.
3. Anemia karena perdarahan, terbagi atas :
Perdarahan akut
Timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, terjadinya
penurunan kadar HB baru terjadi beberapa hari kemudian.
Perdarahan kronik
Perdarahan yang timbul sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui
pasien.
4. Anemia Hemolitik
Terjadi karena penurunan sel darah merah (normal 120 hari) baik
sementera atau terus menerus. Salah satu jenis anemia ini adalah anemia
hemolitik autoimun (Auto Imun Hemolitik Anemia/ALHA) dimana auto
antibodi IgG dibentuk terkait pada membran sel darah merah (SDM).
5. Anemia Aplastik
Terjadikarenaketidakseimbangan sumsumtulanguntuk membentuk sel-
sel darah.
2.4 Patofisiologi
Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau
ribosom.Sel darah merah tidak dapat bereproduksi atau melakukan
fosforilasioksidatif sel atau sintesis protein.Sel darah merah mengandung protein
hemoglobin, yang mengangkut sebagian besar oksigen dari paru ke sel-sel
diseluruh tubuh.Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intraseleritrosit.Sel
darah merah diproduksi di dalam sumsum tulang yang berespon terhadap faktor
pertumbuhan hemopoietik, terutama eritropoietin, dan memerlukan zat besi, asam
folat serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis. Pada saat sel darah merah
hampir matang, sel akan dilepas keluar dari sumsung tulang, dan mencapai fase
matang di dalam aliran darah, dengan masa hidup sekitar 120 hari. Selanjutnya,
sel ini akan mengalami disintegrasi dan mati. Sel-sel darah merah yang mati
diganti sel-sel yang baru yang dihasilkan dari sumsum tulang. Jika sel darah
merah yang mati dalam jumlah berlebih, sel darah merah yang belum matang akan
dilepas dalam jumlah yang lebih banyak dari normal, akibatnya meningkatkan
kadar retikulosit yang bersirkulasi yang dikenali sebagai salah satu jenis anemia.
Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah besi
tidak adekuat atau tidak dapat diakses, atau kekurangan asam folat, vitamin B12,
atau globulin. Produksi sel darah merah juga dapat tidak mencukupi jika
mengalami penyakit sumsum tulang lainya. Defisiensi eritropoetin, yang dapat
terjadi pada gagal ginjal, juga dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah
merah. Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah berukuran terlalu
kecil (mikrositik) atau terlalu besar (makrositik), dan kandungan hemoglobin yang
secara abnormal rendah (hipokromik) (Corwin, 2009).Timbulnya anemia
mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum (misal berkurangnya eritropoesis)
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir,
masalahnya dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah
(disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direflesikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang, kadar
di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai
kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul pada plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya (misal apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100mg/dl), hemoglobin
akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urine (hemoglobinuria). Jadi
ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan
informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien
dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses
hemolitik tersebut. Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien
tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah
merah yang tidak mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung
retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematanganya, seperti terlihat pada biopsi, dan ada atau
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia (Smeltzer, 2002).
Anemia yang terkait dengan kehilangan darah dapat menjadi akut dan
kronis, anemia akut adalah mempunyai peredaran RBC dalam jumlah besar. Pada
orang dewasa dapat kehilangan darah sebanyak 500 ml (di luar jumlah yang 6000
ml) tanpa berakibat yang seluas, tetapi bila kehilangan sebanyak 1000 ml atau
lebih maka dapat menyebabkan konsentrasi akut. Macam gejalanya tergantung
pada hilangnya darah dan pada tingkat akibat hypoxiannya (kurangnya oksigen
pada jaringan), bila jumlah RBC-nya menurun maka sedikit oksigen yang bisa
dikirim ke jaringan. Kehilangan volume darah sebanyak 30% atau lebih akan
menimbulkan gejala seperti diaphoresis, gelisah, tacycardia, tersengal-sengal dan
shock
Respon kompensasi tubuh terhadap hypoxia antara lain :
1. Tingkat out cardial dan pernafasan akan memperbanyak jumlah oksigen yang
dikirim ke jaringan.
2. Tingkatkan pelepasan oksigen oleh hemaglobin
3. Tambahkan volum plasma dengan cara pengeluarkan cairan dari jaringan
4. Distribusi ulang darah ke organ-organ vital
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Anemia Mikrositik Hipokrom
1) Anemia Defisiensi Besi
Mengatasipenyebab pendarahan kronik,misalnya pada ankilostomiasis
diberikan antelmintik yang sesuai.
Pemberian preparat Fe :
a) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong,
dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap
pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.
b) Fero Glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila
terdapat intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau
gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat
diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg
BB). Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah normal.
c) Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan secara intra
muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari
sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula diberikan
intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila
dalam 3-5 menit menimbulkan reaksi boleh diberikan 250-500
mg.
2) Anemia Penyakit Kronik
Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada anemia
yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah
seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan
kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis rheumatoid. Pemberian
kobalt dan eritropoetin dikatakan dapatmemperbaiki anemia pada
penyakit kronik.
b. Anemia Makrositik
1) Defisiensi Vitamin B12/Pernisiosa
Pemberian Vitamin B12 1000 mg/hari IM selama 5-7 hari 1 x/bulan.
2) Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula
dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg/hari.
d. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.
Bila karena reaksi toksik imunologik yang dapat diberikan adalah
kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan
splenektomi apabila keduanya tidak berhasil dapat diberikan obat-obat
glostatik, seperti klorobusil dan siklophosfamit.
e. Anemia Aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan
etiologi dari anemianya.
Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :
1) Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila
diperlukan trombosit, berikan darah segar/platelet concencrate.
2) Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik, dan higiene yang baik
perlu untuk mencegah timbulnya infeksi.
3) Kortikosteroid dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan
akibat trombositopenia berat.
4) Androgen, seperti pluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon
dan nondrolon. Efek samping yang mungkin terjadi virilisasi,
retensi air dan garam, perubahan hati dan amenore.
5) Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin
dkk menyarankan penggunaannya pada pasien lebih dari 40 tahun
yang tidak dapat menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada
pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
6) Transplantasi sumsum tulan