PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Vulva
Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina. Vulva terdiri atas mons pubis,
labia (labia mayora dan labia minora), klitoris, daerah ujung luar vagina dan saluran kemih.
Mons pubis : gundukan jaringan lemak yang terdapat dibagian bawah perut, Daerah ini dapat
dikenali dengan mudah karena tertutup oleh rambut pubis. Rambut ini akan tumbuh saat
seorang gadis beranjak dewasa.
Labia: Lipatan berbentuk seperti bibir yang terletak di dasar mons pubis.Terdiri dari dua
bibir, yaitu labium mayora (bibir luar) merupakan bibir yang tebal dan besar dan labium
minora (bibir dalam), merupakan bibir yang tipis yang menjaga jalan masuk ke vagina.
Klitoris : merupakan organ kecil yang terletak pada pertemuan antara ke dua labia minora
dan dasar mons pubis. Ukurannya sebesar kacang polong, penuh dengan sel syaraf sensorik
dan pembuluh darah. Organ mungil ini sangat sensitif dan berperan besar dalam
fungsi seksual.
2. Vagina
Vagina merupakan saluran yang elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan berakhir pada
rahim. Vagina dilalui oleh darah pada saat menstruasi dan merupakan jalan lahir. Karena
terbentuk dari otot, vagina bisa melebar dan menyempit. Kemampuan ini sangat hebat,
terbukti pada saat melahirkan vagina bisa melebar seukuran bayi yang melewatinya. Pada
bagian ujung yang terbuka, vagina ditutupi oleh sebuah selaput tipis yang dikenal dengan
istilahselaput dara. Bentuknya bisa berbeda-beda antara tiap wanita. Selaput ini akan robek
pada saat bersanggama, kecelakaan, masturbasi/onani yang terlalu dalam, olah raga dsb.
Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang predominan adalah
laktobasili (95%) ,disamping itu terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari
bakteri erobik maupun anerobik. Ekosistem vagina yang normal mengandung 105 sampai
106 /gr dari sekresi vagina; sedangkan pada vaginosis bakterialis terjadi peningkatan sangat
besar yaitu mencapai 109 – 1011/gram sekresi.
C. EPIDEMIOLOGI
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum ditemukan pada wanita
usia subur (Bouchard dkk, 1997). Di USA keadaan ini merupakan sekitar 50% penyebab
vaginitis pada seluruh populasi wanita dan merupakan 10%-30% penyebab vaginitis pada
wanita hamil (Majeroni 1998). Sebelum tahun 1955, penyakit ini dikenal dengan nama
nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium
vaginitis , nonspecific vaginosis atau anaerobic vaginosis (Hill GB,1993).
D. ETIOLOGI
Bakteri yang menyebabkan vaginosis bakterialis adalah :
Gardnerella vaginalis
Bakteri batang anerob gram negatif yang termasuk dalam genera
- Prevotella
- Porphyromonas dan Bacteroides
- Peptostreptococcus sp
- Mycoplasma hominis
- Ureaplasma urealyticum dan seringkali Mobiluncus sp
Bakteri anerob inilah yang memproduksi ensim-ensim yang menimbulkan bau amis tajam
pada keadaan vaginosis bakterialis, (Thomason 1991).
Bacteroides sp.
Mycoplasma hominis
Faktor resiko terjadinya Vaginosis Baterial :
1. Pasangan seksual yang baru
2. Merokok
3. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
4. Pembilasan vagina yang terlampau sering, menyebabkan menurunnya jumlah laktobaksil
penghasil hidrogen peroksida yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain
khususnya yang berasal dari bakteri anerobik.
5. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti celana dalam.
E. PATOFISIOLOGI
Ekosistem seimbang pada vagina didominasi oleh bakteri Lactobacillus yang menghasilkan
asam organik, seperti :
a. Asam laktat, seperti organic acid lanilla
Berfungsi untuk memelihara pH dibawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan tempat
yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang patogen bagi
vagina.
b. Peroksida (H2O2)
Merupakan mekanisme Lactobacillus untuk hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob.
c. Bakteriosin
Suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri
khususnya Gardnerella vaginalis.
G. TES DIAGNOSTIK
1. Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5 kriteria dibawah
ini (Majeroni,1998):
Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi
PH vagina > 4.5, dengan menggunakan phenaphthazine paper(nitrazine paper).
Uji Amin (+)
Uji Amin (KOH whiff test) : Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas
objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy / musty odor ), bau amis muncul
sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob
Terdapat “clue cell” ( sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillusyang padat)
> 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram.
Cara pemeriksaannya :
Pemeriksaan preparat basah;dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl
0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis).Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas
98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.
Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10 dinyatakan sebagai
vaginosis bakterial.
2. Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan
segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang
karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis
bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi.
H. KOMPLIKASI
Dapat mudah terjadi :
1. Postpartum endometritis
2. Selulitis tumpul vagina pasca histerektomi
3. Peradangan Panggul pasca kuretasi
4. Plasma sel endometritis
5. Vaginosis bakterialis juga berhubungan dengan keberadaan fetal fibronectin yang
terbukti meningkatkan kejadian korioamnionitis dan neonatal sepsis.
6. Terjadi peningkatan risiko terjadinya persalinan kurang bulan, kontraksi prematur atau
kelahiran dengan BBLR
7. Lebih mudah terjadi infeksi Gonorrhoea dan Klamidia
8. Meningkatkan kerentanan terhadap HIV dan infeksi penyakit menular seksual lainnya.
I. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Topikal:
- Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari
- Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari.
- Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
- Triple sulfonamide cream (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka
penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
2. Pengobatan Oral :
- Metronidazol 500 mg selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal,
keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan
urin menjadi gelap. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau
amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan,keberhasilan penyembuhan
sekitar 66%.
- Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari, kaberhasilan penyembuhan sekitar 94%.
Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus
ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk
perempuan menyusui.
- Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7
hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap metronidazol.
- Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
- Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
- Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
- Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
J. PENCEGAHAN
1. Jangan memakai celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat
2. Pakailah selalu celana katun
3. Jangan memakai panty-liner setiap hari
4. Sesudah mandi keringkan daerah vulva dengan baik sebelum berpakaian (bisa
memakai hairdryer).
5. Cebok dari depan ke belakang setiap berkemih/b.a.b dapat membantu
mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rektum
6. Kurangi mengkonsumsi gula-gula, alkohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari
K. PROGNOSIS
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis
bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi
perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan
klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Anamnesis :
- Keluhan utama
- Keluhan tambahan
- Riwayat penyakit : pernah mengalami penyakit pada kelaminnya atau tidak?
- Adanya keputihan
- Banyaknya cairan vagina yang keluar
- Bau
- Konsistensinya
- Warna
3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : cairan vagina yang keluar meliputi, warna, konsistensi, jumlah dan baunya.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksan pH dengan phenaphthazine paper (nitrazine paper).
b. Uji Amin (KOH whiff test)
c. preparat basah atau pewarnaan Gram
d. Uji H2O2
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan banyaknya sekret yang keluar pada vagina
dan adanya rasa gatal.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan banyaknya bakteri yang berkembang dalam vagina.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyebab dan
prognosis penyakit.