Panduan Pemicuan
Panduan Pemicuan
I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Strategi dan langkah-langkah pelaksanaan pemicuan di tingkat desa ini dimaksudkan
sebagai acuan bagi fasilitator kesehatan, dan unit lain terkait dalam rangka mewujudkan
perilaku hidup bersih dan sehat, dimana masyarakat tidak berperilaku membuang air besar
sembarang, serta perilaku lain sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan.
1.3. Pengertian
a. STBM (Sanitasi Total Bebasis Masyarakat) adalah pendekatan untuk meriubah
perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan.
1
b. Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinterkasi secara social
berdasarkan kesamaa kebutuhan dan nilai-nali untuk meraih tujuan. Dalam panduan
ini komunitas dapat direfleksikan sebagai kelompok masyarakat dalam wilayah
pedukuhan atau RW
c. ODF (Open Defecation Free) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak buang air besar sembarangan
d. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang effektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit.
e. Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas i) tidak buang air
besar/BAB sembarangan, ii) mencuci tangan pakai sabun, iii) mengelola air minum
rumah tangga dan makanan yang aman, iv) mengelola sampah dengan benar, dan v)
mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
f. PHBS (Perilaku Hidup bersih dan Sehat) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
2.1. Strategi
Untuk meningkatkan kinerja pemicuan terhadap masyarakat dalam wilayah kerja
Pamsimas, maka strategi lapangan perlu dikembangan.
a. Penciptaan Lingkungan Kondusif
Penciptaan lingkungan yang kondusif dimaksudkan agar setiap stake holder
atau pemangku kepentingan yang terkait, baik ditingkat Kabupaten, Kecamatan
dan khususnya tingkat Desa memberikan support yang optimal dalam kegiatan
STBM di level masyarakat, sehingga terwujud lingkungan dan perilaku hidup
bersih dan sehat. Untuk itu seorang Fasilitator harus secara pro-aktif melakukan
koordinasi, advokasi, sosialisasi baik kepada instansi pemerintah, organisasi
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat dan swasta yang ada di wilayah
kerjanya.
b. Mengutamakan Gerakan Masyarakat
Gerakan masyarakat, kapanpun dan dimanapun dilakukan, akan menimbulkan atau
menciptakan suatu timbulan energy yang besarnya tak terhingga. Untuk itu
dalam program Pamsimas, khususnya pemberdayaan untuk perubahan perilaku dan
peningkatan layanan akses sarana sanitasi/jamban gerakan masyarakat perlu
di”ungkit” dan dirangsang untuk timbul. Kegiatan seperti kerja bakti, gotong
royong dan saling membantu dalam pembuatan jamban keluarga misalnya akan sangat
effektif demi tercapainya ODF pada suatu komunitas. Gerakan masyarakat pada
hakekatnya adalah gerakan untuk “mau saling memberi” dari setiap individu dalam
masyarakat, entah itu dalam bentuk materi atau tenaga, entah itu dari yang “besar
kepada yang kecil” atau bahkan sebaliknya.
2
c. Pemicuan Terfokus
Pemicuan adalah suatu kegiatan sifatnya diharapkan akan menimbulkan effek yang besar
dan berakumulatif. Untuk itu pemicuan harus terfokus dan didasari oleh sesuatu
yang memang akan mampu untuk menjadi besar dan meluas. Dengan demikian
utamakan bahwa dalam pemicuan dipilih daerah yang ada potensinya untuk
berkembang, karena akhirnya daerah tersebut akan dijadikan “acuan” bagi daerah lain
untuk mereplikasi. Pilih suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas (misal
suatu wilayah dusun atau RW) sehingga relative mudah dicover dan dimonitor.
Daerah tersebut jelas masalahnya dan dianalisis kemungkinan sumber dayanya.
Pemicuan tidak harus dilakukan pada seluruh dukuh atau RW dalam suatu wilayah
desa. Pemicuan yang difokuskan dalam satu atau dua dukuh/RW asalkan terencana,
mantap, serius dan berkesinambungan dalam pendampingan akan lebih menghasilkan
karya yang nyata, disbanding dengan pemicuan yang terlalu luas tetapi tidak mendalam
dan hanya sekilas saja. Pemicuan dalam wilayah dukuh/RW, dan berhasil, kelak akan
menjadi bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh bagi dukuh/RW dalam desa yang
bersangkutan, dan bahkan desa lainnya.
e. Reward Sistem
Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada pihak lain, baik itu
dalam bentuk materi maupun non-materi, dan hal ini sangat perlu diterapkan dalam
proses pemicuan STBM. Memberi applous tepuk tangan kepada orang yang baru
selesai memberikan pendapat adalah suatu bentuk reward. Memberi tepuk tangan
kepada orang yang menyatakan sikap telah siap akan membangun jamban dalam
suatu kurun waktu tertentu adalah suatu bentuk reward. Kehadiran seorang dokter
Puskesmas, seorang Camat atau ibu Camat, apalagi seorang Kepala Dinas atau
bahkan Bupati ke suatu desa adalah sebentuk reward bagi desa tersebut yang tinggi
nilainya. Reward juga harus dikembangkan untuk para fasilitator yang sudah
berhasil. Rerward tidak harus dalam bentuk uang. Bentuk reward lain misalnya
3
makan siang bersama dengan Bupati atau para pejabat yang lain, member kesempatan
kepada fasilitator untuk presentasi pada saat rapat kerja, workshop apalagi tingkat
nasional adalah bentuk reward yang sangat tinggi nilainya.
4
unsur-unsur mana yang masuk dalam kategori sebagai Kekuatan/Peluang
atau sebagai Kendala/Tantangan, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai
suatu acuan atau pijakan untuk kegiatan pemicuan.
5
mewujudkan lingkungan yang sehat tersebut lebih komit.
Petugas Puskesmas yang berperan dalam mendampingi Fasilitator dalam
proses pe micuan adalah Sanitarian, karena petugas ini mempunyai tugas
pokok dan fungsi yang terkait dengan masalah kesehatan lingkungan, dan
merupakan tenaga terdepan dari jajaran kesehatan untuk pelaksanaan
Pamsimas. Dalam siklus proses Pamsimas, Sanitarian akan memberikan
SERTIFIKASI pelaksanaan pemicuan disuatu wilayah.
Namun demikian, selain Sanitarian perlu juga untuk menghikutserta- kan
dokter/ Kepala Puskesmas dan Bidan Desa setempat, karena Kepala
Puskesmas sebagai atasan Sanitarian juga mempunyai tanggung jawab
sepenuhnya dalam mewujudkan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Sedangkan Bidan Desa akan sangat membantu Fasilitator dalam
pendampingan selanjutnya, karena Bidan Desa merupakan tenaga kesehatan
yang berada di desa setempat, dan khususnya akan erat terkait dengan isu
gender.
Kehadiran seorang Kepala/dokter Puskesmas, Camat, Ketua PKK dalam
proses kegiatan pemicuan maupun kegiatan lain terkait akan memberingan
motivasi dan rasa kebanggaan tersendiri bagi seseorang maupun
sekelompok masyarakat. Hal ini diharapkan akan memberikan dampak
yang positif bagi berlangsungnya proses pemicuan.
2.2.1.3. Peran masyarakat sekolah
Sekolah merupakan suatu “laboratorium” yang dapat dijadikan obyek vital
sekaligus subyek dalam penerapan STBM. Dalam lingkup sekolah, rantai
pemicuan akan berlangsung secara berjenjang dan berkesinambungan, yaitu
dari guru ke murid dan kemudian murid dapat berperan ganda dalam
proses pemicuan lanjutan, yaitu dari murid ke murid lainnya, dari murid
ke orang tua dan dari murid ke masyarakat sebagai suatu group presure. Effek
pemicuanpun dapat diharapkan lebih dahsyat, mengingat anak usia sekolah
pada umumnya lebih antusias dalam mengadopsi ide-ide baru.
Guru dapat mengajak anak murid untuk menciptakan dan meneriakan yel-
yel hidup sehat dapat, dapat menciptakan lagu-lagu bernuansa PHBS
khususnya dalam kaitanya dengan STOP BABS dan CTPS.
Guru dapat melakukan absensi jamban dan CTPS setiap minggu atau
setiap bulan, dengan cara menanyakan kemana kebiasan BAB kepada murid
secara langsung di depan kelas. Tanyakan kemana pagi ini si murid BAB.
Tanyakan kepada murid pagi ini apa cuci tangan pake sabun setelah dari
BAB. Tanyakan secara terus menerus terkait kebiasaan PHBS, sehingga
hal itu akan memicu murid untuk melakukan hal-hal yang benar sesuai
dengan kaidah kesehatan.
Seorang murid juga tanpa sadar dapat memicu kepada teman-temanya.
Mintakan mereka untuk saling menggambar rumahnya dan rumah-rumah
temannya yang berada disekitarnya, lengkap dengan kebaradan jambannya.
Gambar-gambar tersebut dibaca didepan kelas, kemudian dapat disimpan
6
untuk suatu saat dibuka kembali, apa sudah ada perbedaan atau tidak.
Dapat pula gambar tersebut dipasang di dinding atau papan pengumunan
secara bergantian.
Dengan adanya “desakan moral” dari guru dan temanya, seorang murid
akan tergerak untuk memicu hal-hal yang terjadi di sekolah kepada orang
tuanya.
7
2.2.2.2. Pemetaan perilaku BABS
Pemicuan melalui analisis partisipasi dimulai dengan menggambarkan
peta wilayah RT/RW/Dukuh oleh masyarakat itu sendiri. Kemudian peserta
diminta menggambar sungai, masjid, sekolah, dll yang merupakan sarana
umum di wilayah tersebut.
Selanjutnya peserta diminta mengambarkan peta lokasi rumah masing-
masing, sekaligus tanyakan kepada mereka kemana saat ini mereka buang
air besar. Beri kode simbol atau gambarkan rumah dengan warna kuning
bagi mereka yang BAB sembarangan, dan warna hijau untuk rumah mereka
yang BAB di jamban. Dalam pemicuan bias juga menggunakan bahan-bahan
yang ada disekitar lokasi, seperti daun, batu, ranting kayu, dll. Dengan
memberi simbol atau warna pada lokasi gambar rumah masing-masing,
maka akan terlihat dengan jelas, bagaimana penyebaran tinja yang ada di
wilayah tersebut.
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor dan evaluasi kondisi
wilayahnya sendiri pada waktu yang akan datang, maka peta yang dibuat
diatas tanah pada saat proses pemicuan “harus “ disalin ke atas kertas yang
cukup lebar (missal kertas flipchart yang disambung- sambung) dan
ditempelkan didinding balai pertemuan atau balai LKM, atau balai pertemuan
lainnya.
2.2.2.3.Transek walk
Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri
wilayah dalam suatu RT/RW/Dukuh untuk mengetahui lokasi-lokasi
dimana warga setempat buang air besar sembarang. Semua peserta yang
hadir dalam proses pemicuan diajak untuk jalan bersama melihat lokasi
tersebut.
Bila peserta transect melewati suatu lokasi BABS kepada mereka dilarang
untuk menutup hidung, sehingga peserta merasakan betapa bau yang
timbul akibat tinja berada diruang terbuka sembarangan. Ingat, dilarang
menutup hidung saat transect walk dan tetap berhenti ditempat
sekejap untuk diskusi. Ajak peserta untuk mendiskusikan keadaan
tersebut, baik dari aspek keindahan dan kebersihan lingkungan, dari
aspek penyebaran penyakit, dari aspek keselamatan, dll. Akhirnya
tanyakan kepada warga yang BABS tersebut, bagaimana perasaannya
sekarang setelah orang lain menderita akibat bau menyengat.
Jika ada kelompok anak yang ikut dalam transek, atau tak jauh
dari tempat BAB sembarangan tersebut,, tanyakan apakah mereka senang
akan keadaan tersebut. Ajak anak- anak untuk menghentikan kebiasaan
BAB sembarangan, ajak untuk membuat nyanyian, slogan, puisi atau
bentuk-bentuk kesenian lainnya.
Pemicuan dengan melalui transect walk ini akan lebih menyentuh ego
8
seseorang, dengan timbulnya rasa malu dan rasa jijik seseorang apalagi
dengan melihat secara nyata tinja yang berserakan ditanah terbuka
9
- Mintakan kepada seorang warga untuk minum air gelas yang ada lalatnya,
apakah mereka mau meminumnya. Dan lain-lain
10
kapan mereka akan membangun jamban dengan menyebut waktu
pembangunan jamban.
Buatlah daftar kehadiran dan daftar kesangupan bagi mereka yang
hadir dalam proses pemicuan, dan bagi anggota masyarakat yang sudah
memberi kesanggupan pembangunan jamban diminta untuk parap/tanda
tangan. Absensi ini kelak akan berguna sebagai alat monitoring, untuk
“menagih janji-janji” mereka dalam pembangunan jamban. Pembuatan
absen, daftar kesanggupan dan kegiatan “menagih janji” biarkan untuk
dilakukan oleh masyarakat sendiri atau Natural Leader yang ada.
Pada saat melaksanakan Rencana Tindak dari masing masing anggota
masyarakat, maka Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan harus selalu
pendampingan. Suntikan semangat harus selalu diberikan, terutama bagi
mereka yang belum terpicu. Biarkan masyarakat melakukan inovasi untuk
membangun jambanya sendiri.
Bilamana pada suatu wilayah (RT/RW/Dukuh) terjadi “kegagalan” pada saat
pemicuan awal maupun saat pelaksanaan Rencana Tindak, maka abaikan
untuk sementara wilayah tersebut. Biarkan mereka melihat sendiri hasil yang
terjadi pada wilayah lain terlebih dahulu, baru dilakukan pendampingan lagi
11
h. Hindari menjadi pemimpin dan mendominasi dalam proses diskusi.
Fasilitator hanya melemparkan pertanyaan pancingan, dan biarkan masyarakat
yang bicara lebih banyak. Jangan langsung menjawab suatu pertanyaan
masyarakat. Kembalikan setiap pertanyaan kepada masyarakat itu sendiri ( misal
“Bagaimana sebaiknya pendapat Bpk/Ibu/Sdr akan pertanyaan atau usulan
tadi….?)
3.3.1.Monitoring
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk melihat perkembangan suatu kegiatan,
dalam hal ini kegiatan pembangunan sarana jamban keluarga dan PHBS. Monitring
dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (monitoring partisipatif) maupun
monitoring yang dilakukan oleh Fasilitator atau oleh Tim Gabungan Lintas
Kecamatan (external monitoring)
Jika masyarakat yang sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah stop
babs baru sebagian), natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat
melalukan transek walk dengan membawa “peta jamban”. Transek ini dilakukan
dengan mengunjungi rumah rumah dan menanyakan kepada mereka kapan mereka
mau berubah stop babs seperti keluarga lain yang sudah mulai membangun jamban.
Dalam melaksanakan monitoring, maka peta yang dibuat pada saat proses
pemicuan di atas kertas yang ditempelkan didinding balai pertemuan atau balai
LKM, atau balai pertemuan lainnya, akan sangat bermanfaat sebagai alat bantunya.
Dengan melihat peta tersebut maka akan tergambarkan kemajuan kegiatan di
lapangan, dan harus selalu diadakan review peta “jamban” setiap saat (misal
bulanan atau triwulanan).
3.3.2.Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan masyarakat telah
berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan kearah PHBS yang lebih
baik sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat disbanding pada saat atau awal
kegiatan berjalan.
Seperti halnya kegiatan monitoring, maka dalam kegiatan evaluasi ini juga dapat
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (evaluasi partisipatif) maupun oleh pihak
gabungan dari Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan.
Indikator keberhasilan dilihat dari out put kegiatan yaitu berapa banyak
jamban yang dibangun oleh masyarakat dalam suatu wilayah tertentu
(RT/RW/Dukuh). Namun demikian harus dimaknai bahwa STBM bukanlah
jambanisasi dalam suatu desa tetapi yang lebih penting adalah adanya kesadaran
masyarakat untuk menjalankan apa-apa yang telah mereka ketahui terkait masalah
kebersihan, keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Untuk mengetahui
keberhasilan dari indicator aspek perilaku, perlu dikembangan monitoring dan
evaluasi secara partisipatif dari masyarakat itu sendiri.
12
Indikator impact yang perlu dilihat adalah seberapa jauh terjadinya penurunan
angka kesakitan penyakit diare. Secara nasional saat ini angka kesakitan diare
adalah sebesar 423 jiwa per 1.000 orang penduduk. Untuk lingkup desa, impact
inii dapat dilihat dengan penurunan kasus diare setiap tahunnya, yang didapat dari
Bidan Desa, Puskesmas Pembantu (Pustu) setempat atau dilevel Puskesmas
Kecamatan.
13
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2008
Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
Dit. PL, Ditjen PP-PL Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2008
Pedoman Pelaksanaan Stop Buang air Besar Sembarangan di Indonesia, Dit Penyehatan
Lingkungan Ditjen PP-PL, Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat
Jakarta, 2008
Sanitasi Total di Indonesia: Perlu lebih dari sekedar proyek, Studi dimensi kelembagaan
Penyebarluasan CLTS di Indonesia, Kerjasama Akademika-Pusat Kajian Kebijakan Publik
Indonesia dan Institute of Development Studies, university of Sussex UK, 2008
Percik, Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Maret 2008
Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta 2008
14