Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap
kali bernapas. (Tarwanto, 2006). Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital
dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam
proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang
bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya berbagai upaya perlu
selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Banyak kondisi yang
menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen, salah satunya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat medis yang dipicu
oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung
dengan kerusakan paru (Aryanto, 2006). ARDS mengakibatkan terjadinya
gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang
berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. Pada kondisi
ini individu merasakan pentingnya oksigen.
ARDS atau bisa disebut syok paru akibat cedera paru dimana sebelumnya
paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000
pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang
mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain
termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap
atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan
intubasi dan ventilasi mekanik. Dalam kasus ini untuk meningkatkan kadar
oksigen dalam aliran darah dilakukan dengan memberikan oksigen tambahan.

1
2

Oksigen dipasok ke dalam tubuh melalui proses pernapasan atau respirasi


yang melibatkan sistem pernapasan. Sistem pernapasan terdiri dari serangkaian
organ yang berfungsi melakukan pertukaran gas antara atmosfer dengan plasma
melalui proses ventilasi paru-paru, difusi, transporasi oksigen, dan perfusi
jaringan. Fungsi ini berlangsung selama kehidupan untuk mempertahankan
homeostatis dengan mengatur penyediaan oksigen, mengatur penggunaan nutrisi,
melakukan eliminasi sisa metabolisme (karbondioksida), dan mengatur
keseimbangan asam basa (Asmadi, 2008). Terapi oksigen merupakan salah satu
terapi pernapasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen
adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil
menurunkan upaya bernapas dan mengurangi stress pada miokardium.
Dalam pelaksanaannya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut masuk ke
dalam bidang garapan tenaga medis. Karenanya setiap tenaga medis harus paham
dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Oleh karena itu penanganan pada ARDS juga sangat memerlukan tindakan khusus
dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien. Untuk itu tenaga medis perlu memahami secara mendalam
konsep pemberian oksigenasi pada pasien dengan gangguan pada pernapasan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar Oksigenasi di ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya?”.

1.3 Tujuan
Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada pasien Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan masalah gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar Oksigenasi.
3

1.4 Manfaat
Mampu memahami proses asuhan keperawatan pada pasien Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan masalah gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar Oksigenasi.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


2.1.1 Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru
total akibat berbagai etiologi. Kondisi ini terjadi ketika kantung udara paru-paru
dipenuhi cairan sehingga tidak mendapatkan cukup oksigen. Keadaan ini dapat
dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi
isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak,
tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2,
perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan
tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai
proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan
paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa (SDPD) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupun intra alveolar.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar
dapatdigunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh
sel. Selain itu, sistem pernapasan melakukan fungsi non respirasi yaitu
memelihara keseimbangan air dan panas tubuh, keseimbangan asam dan basa,
meningkatkan aliran balik napas, mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing,
ekspresi emosi (tertawa, menangis, mengeluh). Fisiologi pernapasan mencakup 3
proses utama yaitu:

4
5

1) Ventilasi
Pergerakan udara antara alveoli dan atmosfer. Proses ventilasi meliputi
pergerakan diafragma, perubahan tekanana transpulmonar, kompliens paru, dan
tahanan jalan napas. Pada saat inspirasi, udara dari atmosfer masuk ke rongga
thorax sehingga membuat rongga thorax/dada mengembang. Selama inspirasi,
tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan atmosfer. Dan pada saat
ekspirasi udara keluar dari rongga thorax sehingga mengakibatkan rongga thorax
turun/menguncup. Selama ekspirasi, tekanan intra-alveolus lebih besar daripada
tekanan atmosfer. Sedangkan selama siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih
rendah dari tekanan intra-alveolus atau negatif.
2) Difusi
Pergerakan CO2 dan O2 antara alveoli dan kapiler.
3) Transportasi
Pergerakan O2 dari alveoli ke sel-sel dan pergerakan CO2 dari sel-sel ke
alveoli. Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru.
Saluran pernapasan berawal dari saluran hidung (nasal), tenggorokan (faring) ,
laring àtrakea, bronkus à bronkiolus dan alveolus.
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, berbentuk
seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan. Dinding
alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe 1 yang gepeng dan sel alveolus
tipe 2. Sel alveolus tipe 2 mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks
fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan ekspansi paru. Di dalam
lumen kantung udara juga terdapat makrofag alveolus untuk pertahanan tubuh.
Dinding alveolus terdapatpori-pori Kohn ukuran kecil yang memungkinkan
aliran udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal
sebagai ventilasi kolateral. Terdapat kantung pleura yang memisahkan paru dari
dinding dada. Permukaan pleura ini mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang
membasahi permukaan pleura sewaktu kedua permukaan saling bergeser satu
sama lain saat gerakan bernapas. Sehingga jika terjadi peradangan pada kantung
pleura (pleuritis) maka akan menimbulkan rasa nyeri dan auskultasi napas friction
rub. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah sistem saraf pusat, spinal
cord, sistem kardiovaskuler dan darah, thorax dan pleura, system neuromuscular,
dan jalan napas bagian atas.
6

2.1.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya
bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-
paru:
1) Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2) Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
l. Terapi radiasi
m. Trauma hebat, Cedera pada dada
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit
atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14
diantara 100.000 orang/tahun.
7

Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya
ARDS adalah:
Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab
b. Sepsis gram negative
c. Hipotermia, Hipertermia
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f. Eklampsia
g. Luka bakar
Pulmonal:
a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
d. Pneumositis
Non-Pulmonal:
a. Cedera kepala
b. Peningkatan TIK
c. Pascakardioversi
d. Pankreatitis
e. Uremia
2.1.4 Klasifikasi
Menurut definisi Berlin (2012), ARDS dikategorikan menjadi 3 tipe
berdasarkan tingkat keparahannya. Pembagian ini didasarkan atas tingkat
hipoksemia yang dialami, yaitu :
ARDS PaO2/FiO2 CPAP/PEEP Mortalitas

ARDS Ringan 200-300 mmHg ≥ 5 cm H2O 27 %

ARDS Sedang 100-200 mmHg ≥ 5 cm H2O 32 %

ARDS Berat ≤ 100 mmHg ≥ 5 cm H2O 45 %


8

Berdasarkan tampilan histologis, ARDS dibagi menjadi 3 fase yaitu :


1) Fase Eksudatif (0-4 hari)
a. Edema Alveolar dan interstitial
b. Kongesti kapiler
c. Kerusakan sel alveolar Tipe I
d. Pembentukan membran hialin lebih awal
2) Fase Proliferatif (3-10 hari)
a. Peningkatan sel alveolar Tipe II
b. Infiltrasi seluler dari septum alveolar
c. Penyusunan membran hialin
3) Fase Fibrotik ( > 10 hari)
a. Fibrosis membran hialin dan septum alveolar
b. Fibrosis duktus alveolar
2.1.5 Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1) Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan
eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2) Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi
fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus
dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran
9

hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai
sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3) Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan
fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan
sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.

2.1.6 Manisfestasi Klinis


Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1) Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
3) Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
4) Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
5) Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
10

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai adalah Infeksi paru dan abdomen. Adanya
edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan
paru terhadap infeksi. Komlikasi yang sering terjadi adanya penurunan curah
jantung, pneumotoraks dan pnemomedistium. Hasil positif pada pasien yang
sembuh dari ARDS paling mungkin kemampuan tim kesehatan untuk melindungi
paru dari kerusakan lebih lanjut selama periode pemberian dukungan hidup,
pencegahan toksisitas O2 dan perhatian pada penurunan sepsis.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgent dada
2) Pemeriksaan laboratorium
3) Radiogram dada
2.1.9 Penatalaksaan Medis
Tujuan terapi:
1) Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif.
2) Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
3) Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi:
1) Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
2) Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
eosinofilik)
3) Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS.
Non-farmakologi:
1) Ventilasi mekanis dengan berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure).
2) Pembatasan cairan.
3) Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin.
11

2.2 Konsep Dasar Oksigenasi


2.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas
normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel.
Fungsi utama oksigenasi adalah untuk memperoleh O2 agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh du an mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Saat bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk kemudian diangkut ke
seluruh tubuh (sel-selnya) nelalui darah guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya,
sisa pembakaran berupa CO2 akan kembali diangkut oleh darah ke paru-paruntuk
dibuang ke lingkungan karena tidak berguna lagi oleh tubuh.
2.2.2 Proses Oksigenasi
1) Oksigenasi Eksternal
Oksigenasi/pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada
keseluruhan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Secara umum, proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni ventilasi
pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan karbon dioksida.
(1)Ventilasi pulmoner. Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru-paru
melalui proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan
eksternal dan alveolus. Prosesn ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang
utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik,
serta komplians paru yang adekuat.
(2)Pertukaran gas alveolar. Setelah oksigen memasuki alveolus, proses
pernapasan berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah
pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau
bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini
berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan
membran serta perbedaan tekanan gas.
12

(3)Transpor oksigen dan karbon dioksida. Tahap ketiga pada proses pernapasa
adalah transpor gas-gas pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari
paru-paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali
menuju paru.
a. Transpor O2. Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru.
Normalnya, sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin
dan diangkut ke seluruh jaringan dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2), dan
sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah O2
yang masuk ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas
darah yang membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma,
jumlah hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengen Hb.
b. Transpor CO2. Karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-menerus
diproduksi dan diangkut menuju paru dalam tiga cara: (1) sebagian besar
karbon dioksida (70%) diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk
bikarbonat (𝐻𝐶𝑂3 − ); (2) sebanyak 23% karbon dioksida berikatan dengan
hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin (𝐻𝑏𝐶𝑂2 ); dan (3) sebanyak 7%
diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam
karbonat.
2) Oksigenasi Internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses metabolisme
intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses
ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara
kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga
melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.
2.2.3 Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan menurut
Potter dan Perry tahun 2005, yaitu:
13

1) Faktor fisiologis
Proses fisiologi yang mempengaruhi oksigenasi antara lain:
Proses Pengaruh Pada Oksigenasi
Anemia Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen
Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen
Obstruksi jalan Menghambat pengiriman oksigen yang diinsiprasi ke
napas alveoli
Tempat yang tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen inspirator
Meningkatkan frekuensi metabolisme dan kebutuhan
Demam
oksigen di jaringan
Mencegah penurunan diafragma dan menurunkan
Pengaruh gerakan
diameter anteroposterior thoraks pada saat inspirasi,
dinding dada
menurunkan volume udara yang diinspirasi.

Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada:


a. Kehamilan
Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka uterus yang
berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas diagfragma.
b. Obesitas
Klien yang obesitas akan mengalami penurunan volume paru. Hal ini
dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.
c. Kelainan musculoskeletal
Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan
oksigenasi.
d. Konfigurasi structural yang abnormal.
e. Trauma.
f. Penyakit otot.
g. Penyakit system persarafan.
h. Pengaruh penyakit kronis.
2) Faktor Perkembangan
a. Bayi Prematur
14

Bayi prematur berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang diduga


disebabkan defisiensi surfaktan.
b. Bayi dan Todler
Bayi dan toddler berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari rokok.
Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang
kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatkan
potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering dialami adalah nasofaringitis,
faringitis, influenza, dan tonsillitis.
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan faktor-
faktor resiko pernapasan, misalnya asap rokok dan merokok.
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak
faktor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan
fisik, obat-obatan
e. Lansia
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan
denganosteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Otot-otot pernapasan
melemahdan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.
3) Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Klien yang kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernapasan. Kondisi
ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan
oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, sehingga individu
mampu untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan
karbondoksida.
c. Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit
paruobstrukti kronis, dan kanker paru.
15

d. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan akan menggganggu
oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki asupan nutrisi
yang buruk.
4) Faktor Lingkungan
a. Abestosis
Penyakit paru yang diperoleh dari tempat kerja dan berkembang setelah
individu terpapar asbestosis.
b. Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat.
2.2.4 Klasifikasi
Gambar Keterangan
Kateter Nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini
adalah sekitar 1–6 liter/menit dengan konsentrasi
24%-44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi
insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
nasofaring. Persentase oksigen yang mencapai paru-
paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi
pernapasan, terutama jika mukosa nasal membengkak
atau pada pasien yang bernapas melalui mulut.
Nasal Kanul
Nasal kanul terdapat dua kanula yang panjangnya
masing-masing 1,5 cm (1/2 inci) menonjol pada
bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke dalam
lubang hidung untuk memberikan oksigen dan yang
memungkinkan klien bernapas melalui mulut dan
hidungnya. Oksigen yang diberikan dapat secara
kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit. Konsentrasi
oksigen yang dihasilkan dengan nasal kanul sama
dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.
16

Simple Face Mask


Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu
atau selang seling serta konsentrasi oksigen yang
diberikan dari tingkat rendah sampai sedang. Aliran
oksigen yang diberikan sekitar 5-8 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen antara 40-60%.

Rebreathing Mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi
tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter/menit.
Memiliki kantong yang terus mengembang, baik saat
inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi,
oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari
kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada
kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan
udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripadasimple face mask
Non-Rebreathing Mask
Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan
konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan
kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Prinsip alat ini
yaitu udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi,
dan ada 1 katup lagi yang fungsinya mencegah udara
kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi
(Suciati, 2010)
2.2.5 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
17

dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan napas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner dan Suddarth, 2002).
Clinical Pathway
Sel kanker bermetastase

Aterosklerosis, trombosis,
Beban ventrikel
konstriksi arteri koronaria

Hipertrofi ventrikel kanan


Aliran darah ke jantung ↓

Penyempitan lumen
O2 dan nutrisi ↓
ventrikel kanan

Jaringan miokard
Gagal pompa ventrikel kanan

Nekrose > 30 menit


Bendungan atrium
kanan
Suplai dan kebutuhan O2 ke
jantung tidak adekuat
Bendungan vena
sistemik
Suplai O2 ke miokard ↓

Lien
Gagal pompa ventrikel kiri

Splenomegali
Back failure

Mendesak
LVED ↑ diafragma

Tekanan vena pulmonalis ↑ Sesak napas

Tekanan kapilar paru ↑ Ketidakefektifan


pola napas
Gangguan Edema paru
pertukaran gas
18

Ronkhi basah

Iritasi mukosa paru

Ketidakefektifan
Reflek batuk ↓ Penumpukan sekret
bersihan jalan napas

2.2.6 Manisfestasi Klinis


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot napas tambahan
untuk bernapas, pernapasan napas faring (napas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, napas pendek, napas dengan mulut, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi napas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola napas yang tidak
efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2014).
Beberapa tanda dan gejala gangguan pertukaran gas yaitu diaforesis,
dispneu, gas darah arteri abnormal, gelisah, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia,
iritabilitas, sakit kepala ketika bangun, pola pernapasan abnormal (frekuensi,
irama, dan kedalaman napas), sianosis, somnolen, takikardia, warna kulit abnorma
(pucat, kehitam-hitaman) (NANDA, 2015).
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:
1) Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2) Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3) Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4) Pemeriksaan sinar X dada
19

Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.


5) Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
6) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7) Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8) CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
2.2.8 Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis pada gangguan kebutuhan oksigenasi menurut Potter
dan Perry tahun 2005, yaitu:
1) Pemantauan hemodinamika
2) Pengobatan bronkodilator
3) Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter, misal
nebulizer, kanula nasal, dan masker untuk membantu pemberian oksigen.
20

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Berikut hasil pengkajian dengan gangguan kebutuhan oksigenasi:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk
b. Pola nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b) Pasien mengatakan berat saat bernafas
2) Data Objektif
a) Irama nafas pasien tidak teratur
b) Orthopnea
c) Pernafasan disritmik
d) Letargi
c. Gangguan pernafasan gas
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala

20
21

b) Pasien mengeluh susah tidur


c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial,
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat secara akuntabilitas
dapa mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti. Diagnosa
Keperawatan yang sering muncul pada masalah dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi adalah:
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai
dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk
dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
c. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
22

3.3. Intervensi
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai
dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk
dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan:
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Kriteria hasil:
 Tidak mengalami aspirasi
 Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam
paru-paru
 RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit
 Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor
 Pemeriksaan GDA menunjukkan PCO2 = 38-44 mmHg
 Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega
 Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)
23

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas
kepala dan gunakan jalan nafas dengan paten.
tambahan bila perlu

- - Catat perubahan dalam bernafas dan Penggunaan otot-otot interkostal atau


pola nafasnya. abdominal/leher dapat meningkatkan
- usaha dalam bernafas.

- Observasi dari penurunan Pengembangan dada dapat menjadi


pengembangan dada dan peningkatan batas dari akumulasi cairan dan
fremitus. adanya cairan dapat meningkatkan
fremitus.

- Catat karakteristik dari suara nafas. Suara nafas terjadi karena adanya
aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya
cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas.

- Catat karakteristik dari batuk. Karakteristik batuk dapat merubah


ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya
sputum dapat dalam jumlah yang
banyak, tebal dan purulent.

- Kaji kemampuan batuk, latihan Penimbunan sekret mengganggu


nafas dalam, perubahan posisi dan ventilasi dan predisposisi
lakukan suction bila ada indikasi. perkembangan atelektasis dan infeksi
paru.
24

- Peningkatan oral intake jika Peningkatan cairan per oral dapat


memungkinkan. mengencerkan sputum.

KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV; Mengeluarkan sekret dan
tempatkan di kamar humidifier sesuai meningkatkan transport oksigen.
indikasi.
-
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik Dapat berfungsi sebagai
nabulasasi. bronchodilatasi dan mengeluarkan
secret.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya: Meningkatkan drainase sekret paru,


postural drainase, perkusi peningkatan efisiensi penggunaan
dada/vibrasi jika ada indikasi. otot-otot pernafasan.

- Berikan bronchodilator misalnya: Diberikan untuk mengurangi


aminofilin, albuteal dan mukolitik. bronchospasme, menurunkan
viskositas sekret dan meningkatkan
ventilasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,


penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Kriteria hasil :
 Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai
tidak adanya dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.
25

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau perubahan kompensasi untuk hipoksemia dan
pola nafas. peningkatan usaha nafas.

- Catat ada tidaknya suara nafas dan Suara nafas mungkin tidak sama atau
adanya bunyi nafas tambahan seperti tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
crakles, dan wheezing. karena peningkatan cairan di
- permukaan jaringan yang disebabkan
- oleh peningkatan permeabilitas
- membran alveoli – kapiler. Wheezing
- terjadi karena bronchokontriksi atau
- adanya mukus pada jalan nafas.

- Kaji adanya cyanosis. Selalu berarti bila diberikan oksigen


(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis
dapat dinilai pada mulut, bibir yang
indikasi adanya hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti pada kuku
dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
-
- Observasi adanya somnolen, Hipoksemia dapat menyebabkan
confusion, apatis, dan iritabilitas dari miokardium.
ketidakmampuan beristirahat.
- Menyimpan tenaga pasien,
-Berikan istirahat yang cukup dan mengurangi penggunaan oksigen.
nyaman.

KOLABORASI
-Berikan humidifier oksigen dengan Memaksimalkan pertukaran oksigen
26

masker CPAP jika ada indikasi. secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai.

- Berikan pencegahan IPPB. Peningkatan ekspansi paru


meningkatkan oksigenasi.

- Review X-ray dada. Memperlihatkan kongesti paru yang


- progresif.
-
-Berikan obat-obat jika ada indikasi Untuk mencegah ARDS.
seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant.

3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non


Kardia.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan
tanda tekanan darah, berat badan pada batas normal.
Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.

Intervensi Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan Mengetahui keadaan umum pasien.
darah, heart rate, denyut nadi (jumlah
dan volume)

Hitung intake output dan balance Memberikan informasi tentang status


cairan. Amati “insesible loss” cairan. Keseimbangan cairan negatif
merupakan indikasi terjadinya defisit
cairan.
27

Timbang berat badan setiap hari Perubahan yang drastis merupakan


tanda peningkatan total body water.

KOLABORASI
Pemberian Diuretik Mengeluarkan kelebihan cairan
melalui farmakoterapi.
28

Anda mungkin juga menyukai