Anda di halaman 1dari 6

ERGONOMI ASPEK MANUSIA DALAM KERJA

Senin, 12 Desember 2016

ergonomi aspek manusia dalam kerja

Tidak diketahui secara pasti kapan manusia mulai mengenal kerja, namun fosil-fosil yang ditemukan
menunjukkan bahwa otot-otot anggota gerak manusia telah dipakai untuk kerja. Ditambah dengan
penemuan alat-alat piranti kerja manusia yang semakin berkembang. Sebelum mengenal ergonomi, satu
sistem kerja pada dasarnya ditekankan pada rancangan yang ditunjukan untuk menyesuaikann
kemampuan manusia terhadap pekerjaan (fitting the man to the job)

1.1 DEFINISI ERGONOMI

Kata ergonomi berasal dari bahasa tYunani, yaitu ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti aturan.
Ergonomi baru berkembang dalam peradaban manusia modern setelah Perang Dunia Kedua berupa
pengalaman dengan senjata perang, baik beban, ukuran maupun kapan digunakan oleh prajurit dalam
melaksanakan suatu misi tertentu. Pasca Perang Dunia Kedua, ergonomi mulai dikembangkan dalam
aplikasi ilmiah dalam hal metode kerja, peralatan, dan lingkungan. Dengan demikian ergonomi
berkembang menjadi salah satu ilmu pengetahuan yang membahas mengenai hubungan antara manusia
dan lingkungan kerja. Biasnaya penelitian tentang kerja dilakukan di pabrik sedangkan penelitian tentang
organisasi dan metode dilakukan di perkantoran. Padahal ergonomi adalah sistem dan prosedur baik di
industri maupun perkantoran

Berkembangnya industri menyusul digunakan permesinan modern, sistim informasi teknologi


memerlukan system dan prosedur untuk mengoperasikan mesin produksi masal dan bahkan sistim
otomatisasi. Jelas demi keselamatan dan effektifitas perlu bantuan ergonomi. Ergonomi merupakan
multi disiplin ilmu, mulai rekayasa (engineering), fisiologi, biomekanika, antropologi, bahkan psikologi.
Saat ini, manusia bekerja tidak dapat dilepaskan dengan mesin. Interaksi manusia dengan mesin menjadi
sangat dominan. Dengan demikian ergonomi telah berkembang dari sekedar untuk mengatasi
keterbatasan fisik manusia pada saat bekerja tetapi juga masalah kognisi manusia. Hal ini merubah
anggapan ergonomi yang semula dikenal sebagai tukang bikin kursi yang nyaman untuk kerja dengan
ilmu ergonomi yang berkembang pesat dan mampu mengendalikan control room di instalasi perlu
kendali melalui sistem informasi teknologi yang memerintahkan katup pengaman peluncuran terbuka
untuk peluncuran peluru kendali. Dalam perkembangannya ergonomi dibagi atas:
1.2 ERGONOMI KLASIK

Ergonomi klasik menitikberatkan pada ergonomi fisik dan organisasi ergonomi. Ergonomi fisik
merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif yang bertujuan untuk menciptakan
kenyamanan kerja guna meningkatkan kerja, berupa upaya melakukan antisipasi dan pengaturan
terhadap suhu kerja, bising, kelembaban, cahaya dan polutan. Organisasi ergonomi berhubungan dengan
organisasi kerja yang bertujuan untuk membangun motivasi kerja yang antara lain dituangkan dalam
sistem kerja bergilir, komunikasi, manual kerja, standart operating procedure (SOP) bahkan remunerasi.

Dalam ergonomi klasik, sistem kerja dipengaruhi oleh postur kerja, peralatan kerja (tata letaknya),
metode kerja, arus material, dan ruang kerja. Sistem kerja dibuat dengan memperhatikan antropometri
(ukuran perawakan), sistem otot, sistem tubuh manusia (rangka, reseptor, otot, syaraf, organ vital, dan
penginderaan). Termasuk di dalamnya mengenai masalah bising, suhu kerja, pencahayaan dan polutan.

Menurut Grandjean (1998), tujuh petunjuk ergonomis yang membuat beban dapat diminimalisir adalah:

1. Mencegah semua bentuk sikap kerja yang tidak alamiah, misalnya badan selalu membungkuk,
kepala lebih banyak menoleh ke samping daripada ke depan.

2. Mencegah tangan atau lengah terlalu lama pada posisi ke depan atau ke samping. Misalnya:
operator yang mengoperasikan mesin yang sedang berjalan.

3. Kerja duduk yang terlalu lama.

4. Gerak satu tangan/lengan yang statis, merupakan beban otot.

5. Lingkungan kerja dengan meja. Jarak mata dengan pekerjaan harus baik, jangan terlalu dekat.

6. Alat-alat yang dipakai kerja harus mudah dijangkau bila perlu. Jarak dengan mata dan alat-alat tadi
adalah 25-30 cm.

7. Kerja dengan tangan dapat dipergunakan penopang di bawah lengan dan siku.

Dalam perkembangannya, ergonomi diterapkan dalam desain antara lain:

1. Tempat duduk dapat disetel naik-turun 40-53 cm dari lantai.

2. Sandaran punggung dapat disetel naik-turun 14-23 cm di atas alas duduk.

3. Sandaran punggung dapat disetel maju-mundur 34-44 cm dari pinggir depan dudukan.

4. Dalamnya dudukan paling sedikit 35 cm.

5. Kursi harus stabil.

6. Sandaran punggung maksimal 32 cm.


7. Kaki kursi sebanyak 4 buah.

Postur kerja yang salah dapat mengakibatkan keluhan pada tubuh, baik kepala, tengkuk, punggung,
lengan & tangan, pinggang bawah, lutut & kaki, dan paha. Kilbon, (1986). Mengidentifikasi bahwa stress
pada muskulo-skeletal dapat menimbulkan cedera. Misalnya seseorang yang mempunyai keluhan pada
bagian tungkai kaki bawah, tungkai kaki atas dan pinggang bawah kemungkinan adalah akibat dari
berjalan pada permukaan yang tidak rata, miring, licin ataupun bergelombang. Keterbatasan ruang saat
bekerja atau memindahkan barang. Penggunaan alat kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang
dikerjakan. Kaki lelah karena berulang kali naik-turun, loncat, jongkok, atau bertumpu pada salah satu
kaki.

Tujuan utama ergonomi klasik adalah mengurangi kelelahan dan ketidaknyamanan bekerja sehingga
produktivitas dapat ditingkatkan. Dalam ergonomi klasik, suatu sistem kerja ditekankan pada rancangan
yang ditunjukan meningkatkan kemampuan manusia terhadap pekerjaan sehingga meningkatkan
efisiensi dan kinerja. Dalam ergonomi klasik, suatu sistem direncanakan untuk menyesuaikan
kemampuan manusia terhadap pekerjaan. Peterson (1988) memberikan contoh mengenai pilot pesawat
temput yang memerlukan pakaian khusus untuk melawan gaya gravitasi saat bermanuver di udara
dengan kecepatan melebihi suara ditambah dengan tekanan dan temperature yang ekstrim. Keadaan ini
tidak mungkin dihadapi kecuali pesawat dirancang agar dapat melindungi batas kemampuan manusia.
Wajar bila pekerjaan disesuaikan dengan keterbatasan manusia karena pada kenyataannya tidak
selamanya manusia mampu menyesuaikan diri.

1.3 ERGONOMI KOGNITIF

Pengertian tentang ergonomi kognitif secara lebih mendalam dapat dipahami melalui uraian Hollnagel
yang membedakannya dengan ergonimi klasik dimana secara berlebihan mengibaratkan manusia di
dalam suatu system kerja sebagai tubuh tanpa pikiran (mindless body) dan hanya menguraikan tentang
bagaimana pekerjaan mempengaruhi tubuh. Dengan mengetahui pengaruh-pengaruh pekerjaan
terhadap tubuh maka dapat dicari jalan keluar untuk mengatasi atau mengurangi dampak buruknya.

Bridger (1995) menyatakan bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi di bidang elektronik mikro
dan teknologi informasi maka pekerjaan yang mulanya lebih banyak dilakukan langsung dengan fisik dan
secara manual, kini bersifat lebih abstrak dan dilakukan secara tidak langsung dengan penekanan pada
hal-hal penting pada suatu rancangan sistem yang ditemukan dalam bentuk abstrak dan simbolik hanya
dapat ditangani secara baik dengan menggunakan konsep dan metode psikologi kognitif.

Perkembangan teknologi yang pesat menimbulkan tuntutan kerja yang lebih tinggi seperti kecepatan,
ketepatan dan ketahan. Manusia harus mampu bekerja di dalam kendaraan ruang angkasa yang bergerak
dengan kecepatan melebihi suara dengan tekanan dan temperature dangat ekstrim. Keadaan tersebut
tentu tidak mungkin dihadapi kecuali kendaraan dirancang agar dapat melindungi batas kemampuan
manusia. Kenyataannya tidak selamanya manusia mampu menyesuaikan diri, bagaimana juga manusia
mempunyai keterbatasan yang tidak mungkin ditingkatkan lagi, karena wajar bila pekerjaan yang
disesuaikan terhadap keterbatasan manusia.

Bila awalnya ergonomi lebih ditekankan pada aspek kekuatan, ketahanan dan kecepatan fisik,
maka sejak terjadi revolusi di bidang teknologi dan informasi tuntutan kerja mulai bergeser ke fungsi
pikiran manusia. Rancangan iystem kerja yang pada awalnya lebih ditekankan pada aspek fisik manusia
kini penekanannya lebih banyak kepada aspek kognitif.

Tujuan utama ergonomi klasik adalah mengurngi kelelahan dan ketidaknyamanan bekerja
sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Dengan kata lain focus rancangan system kerja dengan
pendekatan ergonomi klasik terletak pada aspek somatic pekerjaan saja atau dampak pekerjaan
terhadap tubuh. Pada kenyataannya bekerja tidak hanya sekedar melibatkan tubuh manusia dan aspek
fisik dari pekerjaan semata. Bekerja juga melibatkan aspek kognitif. Hollnageel menyatakan tidak ada
pekerjaan tanpa melibatkan pikiran. Bekerja selalu dengan pikiran atau oleh pikiran.

Menurut Hollnagel (1997), ergonomi kognitif lebih dipusatkan pada perancangan alat serta
penggunaannya dan perancangan situasi kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu Hollnagel
menyarankan beberapa langkah yang perlu diambil sebelum membuat rancangan sisten berbasis
hubungan kognitif. Adapun langkah-langkah tersebut adalah:

1. Mengenali atau memperkirakan situasi yang memungkinkan timbulnya masalah

2. Menguraikan kondisi yang menjadi penyebab timbulnya masalah atau yang memiliki pengaruh
terhadap berkembangnya situasi.

3. Menentukan cara-cara yang dapat menghindarkan masalah atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan.

1.4 PENGARUH ERGONOMI DAN KECELAKAAN KERJA

Dalam abad terakhir ini safety di industry telah berkembang secara pesat. Kalau kita lihat evolusi
perkembangan upaya pencegahan kecelakaan dimana telah dilakukan riset pertana pada thaun 1990-an
yang difokuskan pada pencarian penyebab kecelakaan dari sudut psikologi. Dari survey tersebut patut
diduga bahwa manusia harus bertanggung jawab terhadap hampir semua terjadinya kecelakaan.
Umumnya kecelakaan terjadi melalui behavior error yang disebabkan oleh attitude, stress, kegelisahan,
ketakutan, kepribadian, atau emosional. Mengurangi kecelakaan pada dasarnya dapat dilakukan melalui
re-adjusting attide atau personality. Biasanya berupa counseling atau tindakan disiplin oleh para penyelia
dikenal dengan istilah psychological approach (Glendon dan Mc Kenna, 1995).
Pada umumnya penyebab kecelakaan kerja selalu dihubungkan dengan kesalahan pekerja. Namun
demikian, apapun masalahnya yang penting adalah bagaimana dapat diidentifikasi masalah yang
mungkin menjadi penyebab sehingga dapat dilakukan pencegahannya. Sejalan dengan perkembangan
teknologi yang sangat pesat, bekerja tidak dapat dikaitkan dengan faktor fisik saja. Hollnagel (1997)
menyatakan bahwa kerja tidak hanya melibatkan tubuh tenaga kerja saja serta aspek fisik dan lingkungan
kerja saja tetapi aspek kognitif juga ikut terlibat. Karena itu, harus menyertakan aspek kognitif yang
terkandung dalam rancangan sistem kerja tersebut.

Sementara itu, Glendon dan Mc Kenna (1995) menaytakan karena ada potensi kesalahan kerja pada
berbagai daerah rawan dalam proses interaksi manusia dan mesin maka perlu dipertimbangkan cara-
cara mengurangi potensi kesalahan kerja pada suatu rancangan system. Daerah-daerah rawan tersebut
terletak pada:

1. Display dan interface, yaitu alat yang memberikan informasi kepada indera manusia melalui
berbagai cara.

2. Kognisi manusia (Human cognition), perlu dipertimbangkan karena berhubungan denan


pemrosesan informasi pada suatu sistem manusia mesin.

3. Kegiatan dengan gerakan tertentu (Carrying out the required), adalah berbagai kombinasi gerakan
yang mungkin diperlukan untuk melakukan kegiatan. Untuk mengurangi kesalahan kerja, rancangan
sistem harus memperhatikan kelelahan otot, bentuk tubuh yang janggal, kemampuan menyesuaikan
gerakan, keterbatasan keterampilan.

4. Display/control interface, alat pengendalian yang digunakan untuk merubah keadaan atau
mengendalikan pekerjaan. Susunan alatpengendalian harus mempertimbangkan harapan (expectation)
atau strereotip operator).

DAFTAR PUSTAKA

1. Hollnagel, E (1993). Human Reability Analysis, Context and Control. Academic Press. Hollnagel, E.,
Woods, D.D. (1997). Cognitive Ergonomics:It’s All in the Mind. Ergonomics, Vol.40, No. 10. Taylor &
Francis Ltd., 18, 1170-1182.

2. Safety Management: A Human Approach. New York: Aloray, 4-5. Sanders dan McCormick (1992)

3. Sajidi., Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja, Jakarta: Yayasan Patra Tarbiyyah Nusantara,
2014.
Unknown di 02.33

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai