Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

Peneliti dalam hal ini menyajikan pembahasan hasil penelitian tentang

keaktifan pada prolanis terhadap terkontrolnya gula darah penderita diabetes

melitus tipe 2 di Puskesmas Lerep.

A. Analisis Univariat

1. Keaktifan peserta prolanis

Berdasarkan tabel 4.1 di Puskesmas Lerep sebagian besar tidak

aktif adalah 75 % atau 45 dari jumlah total 60 responden didapatkan yang.

responden yang mengikuti prolanis responden. Alasan mengapa peserta

prolanis lebih banyak yang tidak aktif adalah menurut (putri, 2014) factor

yang mempengaruhi ketidakaktifan antara lain kesibukan, individu, belum

terbentuknya kebiasaan melakukan olah raga,kurang tersedianya sarana

dan prasarana serta factor usia yaitu lansia . Adapun hasil penelitian ini

sejalan dengan Primahuda et.al (2016) juga menunjukkan bahwa

ketidakaktifan mengikuti prolanis sebesar 71,9% atau 59 responden dari

82 responden. Alasan dibalik banyaknya peserta tidak aktif dalam prolanis

salah satu factor yang mempengaruhi dalam adalah tingkat pengetahuan

yang kurang terhadap pentingnya mengikuti semua pilar dalam prolanis

yaitu konsumsi terapi farmakologi, konsultasi medis, latihan jasmani dan

edukasi kesehatan. (Primahuda et.al, 2016)

Menurut susesno (2012) keaktifan adalah sesuatu kesibukan yang

dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh sesuatu. Factor-faktor yang

49
50

mempengaruhi keaktifan peserta prolanis dalam mengikuti aktivitas

prolanis adalah. Pengetahuan yang rendah tentang pemanfaatan prolanis

dapat menjadi kendala bagi peserta dalam mengikuti semu pilar prolais.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau

kesediaan peserta prolanis untuk mengikuti aktivitas prolanis. Keluarga

dapat menajadi motivator kuat bagi peserta prolanis selalu bersedia untuk

mendampingi atau mengantarkan peserta ke pelayanan prolanis. Efek dari

dukungan keluarga yang adekuat terhadap kesehatan dan kesejahteraan

terbukti dapat menurunkan mortalitas, mempercepat penyembuhan dari

penyakit, meningkatkan kesehatan kognitif, fisik dan emosi, disamping itu

pengaruh postif dari dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap

kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan stress. Motivasi

adalah sesuatu yang membuat seseorang bertindak, motivasi merupakan

dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya. Kondisi

fisik yang lemah membuat seseorang tidak dapat leluasa menggunakan

berbagai sarana dan prasarana yang ada, termasuk dalam hal ini adalah

prolanis.

Menurut Setyo (2011), dalam penelitiannya membuktikan bahwa

pengetahuan tentang pengelolaan DM behubungan signifikan dengan

keberhasilan pengelolaan DM tipe 2. Hal ini menunjukan bahwa orang

yang mempunyai penegtahuan baik mempunyai resiko 4 kali berhasil

dalam pengelolaan DM tipe 2 dibandingkan dengan yabg bepengetahuan

kurang secara statistic bermakna.


51

2. Terkontrolnya gula darah peserta prolanis

Berdasarkan tabel 4.2 dari jumlah total 60 responden didapatkan

responden yang mengikuti prolanis di Puskesmas Lerep sebagian besar

tidak terkontrol gula darahnya adalah 65 % atau 39 responden. Adapun

hasil penelitian ini sejalan dengan pradyta et.al (2017) yang juga

menunjukkan bahwa kadar gula darah orang sebagian respondennya tidak

normal yaitu sebesar 79,1% atau 151 orang dari 191 responden.

Alasan dibalik banyak responden tidak terkotrol gula darahnya

menurut Achjar (2014) obesitas menjadi factor resiko pada ketidaksatbilan

gula darah. Selain itu menurut Waspadji dalam Ngaisyah (2015)

ketidakstabilan gula darah dipengaruhi oleh pola makan. Sedangkan,

menurut Zulkarnain (2015) aktifitas fisik menjadi faktor yang

menyebabkan kestabilan gula darah. Sedangkan menurut asif (2011),

modifikasi gaya hidup yang efektif termasuk konseling tentang penurunan

berat badan, adopsi pola diet sehat seperti diet mediterania, bersam dengan

aktivitas fisik adalah landasa dalam pencegahan diabetes mellitus tipe 2.

B. Analisis Bivariat

Hubungan keaktifan prolanis terhadap terkontrolnya gula darah

penderita diabetes militus tipe 2 di Puskesmas Lerep.

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden yang aktif dan

terkontrol gula darahnya sebesar 9 orang (60%) alasanya peserta prolanis yang

aktif mengikuti prolanis dan terkotrol gula darahnya karena peserta sudah

mengikuti semua pilar dalam prolanis yang berupa aktifitas fisik, edukasi
52

kesehatan, konsultasi medis, konsumsi terapi farmakologi dan pemerikasaan

gula darah yang dilaksakan setiap bulan di Puskesmas Lerep.

Hasil uji chi square (contunuity correction) diperoleh p. value 0,042

karena p. value 0,42< α (0,005) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

secara signifikan antara keaktifan prolanis terhadap terkotrolnya gula darah

pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Lerep, kabupaten

Semarang. Kemudian, nilai dari odd rasio yang diperoleh sebesar 4,13 ini

artinya pasien yang yang tidak terkotrol, dibandingkan pasien aktif dalam

prolanis. Hal ini sejalan dengan penelitian Wicakso et.al (2018) yang

menyatakan ada hubungan yang signifikan antara keaktifan dalam klub

prolanis terhadap peningkatan kualitas hidup penderita diabetes militus tipe 2

di Puskesmas kedungwuni 2 Kabupaten Pekalongan.

Aktifitas klub merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan

kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya

kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta prolanis

dengan aktivitas fisik (BPJS, 2015). Aktivitas fisik , edukasi kesehatan,

konsultasi medis, konsumsi terapi farmakologi yang dilakukan setiap bulan.

Berdasarkan penelitian putri et.al (2013) yang bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan penerapan 4 pilar pengendalian diabetes militus dengan

rata-rata gula darah menunjukan bahwa ada hubungan penyerapan edukasi

(p=0,002), olah raga (p=0,031), pangaturan makan (p=0,002), kepatuhan

pengobatan (p=0,0003), dengan rerata kadar gula darah. (BPJS, 2015); (putri

et.al, 2013)
53

Selain itu pengetahuan tentang pengelolaan diabetes berhubungan signifikan

dengan keberhasilan pengelolaan diabetes tipe 2. Hal ini menunjukkan bahwa

orang yang mempunyai kesempatan 4 kali berhasil dalam pengelolaan

diabetes tipe 2 dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang dan secara

statistic bermakna (Setyo, 2011). Kemudian, Restuning (2015) mengatakan

bahwa edukasi diabetes melitus merupakan pendidikan mengenai pengetahuan

dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan mengubah perilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya. Perubahan merupakan

hasil dari pendidikan kesehatan dalam bentuk pengetahuan dan pemahaman

tentang kesehatan, yang diikuti dengan kesadaran yaitu positive terhadap

terhadap kesehatan yang akhirnya diterapkan dalam tindakan pencegahan

komplikasi diabetes melitus. Semakin sering seseorang mendapat penyuluhan,

maka semakin baik pula perilakunya. Pasien diabetes perlu mendapat

informasi tentang pengertian tentang diabetes militus terutama adalah

perencanaan program diit. Pengetahuan manajemen diabetes merupakan

komponen yang penting agar pengelolaan diabetes itu bisa berjalan dengan

baik. (Setyo, 2011);(Restuning, 2015)

Adapun responden tidak aktif prolanis akan tetapi gula darahnya

terkontrol sejumlah 12 responden (26%). Peserta yang tidak aktif mengikuti

prolani tetapi terkotrol gula darahnya ada beberapa factor yang dapat

mempengaruhi menurut (Tandra, 2017) adalah pola diit dan kepatuhan dalam

mengotrol pola diit dapat mempengaruhi kadar gula darah, selain itu tingkat

stress juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terkontrolnya

gula darah, olah raga yang di lakukan di rumah juga mempengaruhi kadar gula
54

darah peserta misalnya jalan santai, melakukan pekerjaan rumah ataupun

aktifitas lainya seperti berkebun, hal ini sejalan dengan penelitian (paramita,

2014) yang menjelaskan bahwa adanya kegiatan aktifitas fisik yang dilakukan

secara teratur akan dapat menurukan kadar gula darah, begitu juga sebaliknya.

Responden yang aktif prolanis dan tidak terkontrol gula darahnya 6

responden (40%) menurut Anies (2018) ada beberapa keadaan yang

membuat penderita sulit mengontrol gula darahnya adalah salah satunya

adalah usia yang terlalu tua, dalam penelitian ini seluruh responden

merupakan lansia yaitu lansia awal (45-55 tahun) sejumlag 19

responden,lansia akhir (56-65 tahun) sejumlah 39 responden dan manula (> 65

tahun) sejumlah 7 responden. Sejalan dengan penelitian. Prabowo et.al, (2014)

menjelaskan, usia > 45 tahun merupakan usia rentan memiliki masalah

toleransi glukosa. Menurut (Trisnawati, 2013) yang menjelaskan bahwa

peningkatan resiko diabetes terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, di sebabkan

karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa.

Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya sel β pancreas dalam

memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lanjut terdapat

penurunan aktifitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan

memicu terjadinya resistensi insulin.

C. Keterbatasan penelitian

1. Kekuatan penelitian

a. Penelitian ini tidak hanya berisi data deskriptif tetapi juga

menghubungkan antar 2 variabel


55

b. Menggunakan total sampling, sehingga lebih representative

2. Kelemahan penelitian

a. Hanya megangandalkan dari lembar observasi untuk mendapatkan data

sehingga informasi yang di dapat kurang detail.

3. Keterbatasan penelitian

a. Waktu yang tersedia saat penelitian cukup terbatas sehingga peneliti kurang

menggali informasi di luar data sekunder pasien.

b. Peneliti dalam hal ini hanya melihat data sekunder sehingga tidak dapat

mengontrol faktor independent peserta prolanis.


BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai keaktifan prolanis terhadap

terkontrolnya gula darah penderita diabetes militus tipe 2 di Puskesmas Lerep,

kabupaten Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagian besar peserta prolalanis di Puskesmas Lerep tidak aktif

mengikuti prolanis adalah 75 % atau 45 dari jumlah total 60 responden.

2. Sebagian besar peserta prolanis di Puskesmas Lerep tidak terkontrol gula

darahnya adalah 65,0 % atau 39 responden dari jumlah total 60 responde.

3. Sedangkan untuk hubungan keaktifan prolanis terhadap terkontrolnya gula

darah penderita diabetes militus tipe 2 di Puskesmas Lerep yang aktif dan

terkontrol gula darahnya sebesar 9 (60 %). Setelah diuji menggunakan uji

chi square (contuinuity correction) diperoleh p. value 0,042 oleh karena p.

value 0,042 < alfa (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

secara signifikan antara keaktifan pada prolanis terhadap Terkontrolnya

gula darah pada penderita diabetes militus tipe 2 di Puskesmas Lerep.

B. SARAN

1. Saran teoritis

56
57

a. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian

mengenai factor-faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan peserta

prolanis di Puskesmas Lerep , karena masih banyaknya peserta yang

tidak aktif mengikuti prolanis setiap bulan.

b. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang keaktifan

prolanis disarankan untuk menyusun nalat ukur yang lebih spesifik lagi

dengan memperhatikan aspek-aspek di luar 4 pilar prolanis.

2. Saran praktis

a. Bagi Puskesmas , hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi untuk mempertahankan dan meningkatkan program pelayanan

penyakit kronis. Misalnya, bagi peserta prolanis yang tidak hadir 3

bulan berturut-turut di lakukan kunjungan rumah atau home visit agar

diketahui kendala yang dihadapai peserta.

b. Bagi pesrta prolanis disarankan agar lebih meningkatakan keaktifan

dalam mengikuti semua pilar prolanis agat kadar gulam darahnya dapat

terkontrol.

c. Bagi masyarakat dan keluaraga peserta prolanis agar memberikan

perhatian dan keperdulian dengan memberkan dukungan kepada

peserta prolanis agar tetap aktif mengikuti prolanis.

Anda mungkin juga menyukai