Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu
merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri
anak–anak mudah sakit. Kondisi ini sebagian dapat diupayakan pencegahannya.
Sebagai orang tua sudah seharusnya untuk senantiasa siap menghadapi saat–saat
ketika anak terserang penyakit.
Batuk merupakan salah satu penyakit yang lazim pada anak. Batuk memiliki
ciri khas sehingga dapat dikenali. Satu hal yang perlu diingat bahwa batuk
hanyalah sebuah gejala, bukan suatu penyakit. Batuk baru bisa ditentukan sebagai
tanda suatu penyakit jika ada gejala lain yang menyertainya. Seperti dalam
penelitian di Propinsi Jawa Barat Prevalensi tertinggi ditemukan khususnya
dipedesaan, yaitu tercatat 36% kematian bayi dan balita akibat penyakit Infeksi
Saluran pernapasan pada tahun 1993 (Depkes RI 1993).
Mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan merupakan gejala suatu
penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir
atau mukus, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk juga merupakan salah
satu gejala paling umum yang menyertai penyakit pernafasan seperti asma,
bronkitis, dan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Ketiadaaan
batuk dapat berbahaya dan fatal untuk kesehatan, karena bisa jadi batuk
merupakan gejala awal dari penyakit pernafasan dan memudahkan dokter untuk
mendiagnosis suatu penyakit (Gayton 1996).
Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan beragam hal salah satunya adalah
keberadaan mukus pada saluran pernafasan. Normalnya, mukus membantu
melindungi paru-paru dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun
apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus tidak lagi membantu malahan
mengganggu pernafasan (Ganong W.F. 2003). Oleh karena itu, tubuh memiliki
respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti debu
maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin banyak partikel
asing yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang.
Frekuensi batuk yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Pada peraktikum ini kami menggunakan zat aktif teofilin yang dibuat
dalam bentuk sediaan elixir. Zat aktif teofilin tersebut memiliki efek farmakologi
sebagai brokodilator dengan cara menghambat secara kompetitif enzim siklik
nukleotida fosfodilaterase yang menghasilkan peningkatan kadar CAMP sehingga
terjadi relaksasi langsung otot polos bronki (Mansjoer A. dkk. 2000).
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengetahui dan memahami cara memformulasikan teofilin
manjadi sediaan elixir
2. Bagaimana mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan elixir
3. Bagaimana mengetahui dan memahami evaluasi sediaan elixir
I.3 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud
1. Mahasiswa diharapkan agar mengetahui dan memahami cara
memformulasikan teofilin manjadi sediaan elixir
2. Mahasiswa diharapkan agar mengetahui dan memahami cara pembuatan
sediaan elixir
3. Mahasiswa diharapkan agar mengetahui dan memahami evaluasi sediaan
elixir
I.2.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami cara memformulasikan teofilin manjadi
sediaan elixir
2. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan elixir
3. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi sediaan elixir
BAB VII
PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
1. Pada formulasi ini digunakan zat aktif teofilin yang memiliki efek
farmakologi sebagai brokodilator dengan cara menghambat secara
kompetitif enzim siklik nukleotida fosfodilaterase yang menghasilkan
peningkatan kadar CAMP sehingga terjadi relaksasi langsung otot polos
bronki (Mansjoer A. dkk. 2000). Dan beberapa eksipien yaitu metil dan
propil paraben dengan konsentrasi 0,018% dan 0,02% sebagai pengawet,
propilenglikol dengan konsentrasi 4,11% sebagai pembawa, natirum fosfat
dan asam fosfat dengan konsentrasi 0,22% dan 0,042% sebagai pendapar,
etanol dengan konsentrasi 5% sebagai pembawa, strawbarry dengan
konsentrasi 0,05% sebagai perasa, allura red 2% sebagai pewarna dan
aqudes di ad hingga 60 mL sebagai pembawa.
2. Cara membuat sediaan elixir. Pertama disiapkan alat dan bahan, ditimbang
teofilin dan eksipien, dicampurkan etanol 3 g, propilenglikol 2,466 g dan
aquades kedalam gelas beaker lalu diaduk hingga tercampur sempurna,
setelah itu dilarutkan metil dan propil paraben dengan air hangat pada
wadah terpisah kemudian setelah larut dicampurkan keduanya. Dimasukan
1,8 g teofilin kedalam M1 sedikit demi sedikit, dimasukkan larutan metil dan
propil kedalam M1 kemudian diaduk hingga larut, dimasukkan adjuvant pH
pada larutan sediaan. Dilarutkan asam fosfat dan natrium fosfat dengan air
panas dengan wadah terpisah, setelah itu dilarutkan kedua campuran
tersebut. Dimasukkan larutan pendapar kedalam sediaan, dimasukkan
kedalam botol, dan diberikan etiket, brosur, dan kemasan.
3. Dilakukan evaluasi sediaan elixir yang meliputi uji organoleptis, uji ph, dan
uji viskositas, daya sebar dan uji terpindahkan.
VII.2 Saran
VII.2.1 Untuk Asisten
Tetap menjaga keharmonisan dan keakraban dengan praktikan
VII.2.2 Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak lagi untuk
mempermudah dan mengoptimalkan kelancaran praktikum.
VII.2.3 Untuk Jurusan
Sebaiknya jurusan lebih mengupayakan kelengkapan alat dalam
laboratorium.
Dapus
Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengujian dan Pengembangan
Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik. Jakarta : Depkes RI pp 15-17
Gayton & Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Setiawan,
I.,Tengadi, K.A., Santoso, A. Cetakan I. Edisi VIII, Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. pp:1221-1237.
Ganong W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 21. Penerjemah:
M.Djauhari Widjajakus umah. Jakarta: EGC
Mansjoer A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai