Kita tinjau perkalian matriks A dan X dalam persamaan (7.1) apabila kedua sisi
dalam persamaan tersebut dikalikan dengan matriks identitas didapatkan:
IAX = IλX
AX = λIX
Dengan menyelesaikan persamaan (7.3) dapat ditentukan nilai eigen ( λ ) dari sebuah
matriks bujur sangkar A tersebut.
• Perhitungan eigenvector
a11 a12
A=
a 21 a 22
a11 a12 x1 x
a = λ 1 (7.4)
21 a 22 x 2 x2
1 0 a11 a12 x1 1 0 x1
0 1 a = λ
21 a 22 x 2
0 1 x 2
a11 a12 x1 λ 0 x1
a a 22 x 2 0 λ x 2
=
21
a11 − λ a12 x1
a a 22 − λ x = 0 (7.5)
21 2
(a11 − λ ) x1 + a12 x 2 = 0
(7.6)
a 21 x1 + (a 22 − λ ) x 2 = 0
Persamaan (7.6) adalah sistem persamaan linier homogen, vektor dalam ruang Rn
yang tidak nol didapatkan jika dan hanya jika persamaan tersebut mempunyai solusi
non trivial untuk nilai eigen yang sesuai.
Contoh soal:
1
1. Misalkan Sebuah vektor X = dan sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2
2
4 0
A= , Apabila matriks A dikalikan dengan X maka:
4 2
4 0 1 4 + 0 4
AX = = =
4 2 2 4 + 4 8
Dimana:
4 1
8 = 4 = λX
2
4 0 1 1
4 2 2 = 4 2
2 1
2. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =
3 2
Jawab:
λ − 2 1
det
λ − 2
=0
3
(λ − 2)(λ − 2) − 3 = 0
λ2 − 4λ + 4 − 3 = 0
λ 2 − 4λ + 1 = 0
Dengan menggunakan rumus abc didapatkan:
4 ± (−4) 2 − 4.1.1
λ1, 2 =
2
4 ± 16 − 4
=
2
4 ± 12
=
2
4±2 3
=
2
= 2± 3
2 1
Nilai eigen matriks A = adalah:
3 2
λ1 = 2 + 3 dan λ3 = 2 − 3
4 1
3. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =
1 5
Jawab:
λ − 4 1
det
λ − 5
=0
1
maka:
(λ − 4)(λ − 5) − 1 = 0
λ2 − 9λ + 20 − 1 = 0
λ2 − 9λ + 19 = 0
Dengan rumus abc didapatkan:
9 ± (−9) 2 − 4.1.19
λ1, 2 =
2
9 ± 81 − 76
λ1, 2 =
2
9± 5
λ1, 2 =
2
1 1
Didapatkan λ1 = 4,5 + 5 dan λ 2 = 4,5 − 5 , jadi nilai eigen matriks
2 2
4 1 1
A= adalah λ = 4,5 ± 5
1 5 2
3 2
𝐴= � �
−1 0
Jawab:
Ax=λx
3 2
� �x=λx
−1 0
3 2 λ 0
� �x=� �x
−1 0 0 λ
λ 0 3 2
� �x-� �x=0
0 λ −1 0
λ − 3 −2
� �x=0
1 λ
Det (λI – A) = 0
{( λ-3) . λ} – (- 2.1) = 0
λ2 - 3 λ + 2 = 0
(λ – 1) (λ – 2) = 0
• Sekarang tentukan nilai vektornya yaitu : sebuah vector tak 0 yang memenuhi
persamaan Ax = λx.
- Untuk nilai eigen λ = 1
Ax = λx
3 2
� �x=λx
−1 0
3 2 𝑥1 𝑥1
� � �𝑥 � = 1. �𝑥 �
−1 0 2 2
3𝑥 + 2𝑥2 𝑥1
� 1 � = �𝑥 �
−𝑥1 2
3𝑥 + 2𝑥2 − 𝑥1
� 1 �=0
−𝑥1 − 𝑥2
3x1 + 2x2 – x1 = 0
-x1 – x2 = 0
-x1 – x2 = 0 artinya x1 = - x2
Maka di dapat
𝑥1 −𝑘
X = �𝑥 � = � �
2 𝑘
Ax = λx
3 2
� �x=λx
−1 0
3 2 𝑥1 𝑥1
� � �𝑥 � = 2. �𝑥 �
−1 0 2 2
3𝑥 + 2𝑥2 2𝑥
� 1 � = � 1�
−𝑥1 2𝑥2
3𝑥 + 2𝑥2 − 2𝑥1
� 1 �=0
−𝑥1 − 2𝑥2
-x1 – 2x2 = 0
Maka di dapat
𝑥1 −2𝑘
X = �𝑥 � = � �
2 𝑘
Linear Algebra
Generalized Inverses
Misalkan matriks A = (aij) Cnxm . Sebuah matriks X = (xij) Cnxm dikatakan sebagai
generalized atau pseudo invers dari matriks A jika X memenuhi satu atau lebih dari
sifat-sifat berikut:
(i) AXA = A
(ii) XAX = X
(iii) (AX)H =AX (6.10)
(iv) (XA)H = XA
If
then
1. BAB = B
2. ABA = A
3. (BA)H = BA
4. (AB)H = AB
Contoh:
Teorema 1
Diberikan A sembarang matriks berukuran mxn, maka terdapat invers matriks tunggal
tergeneralisasi dari A berukuran nxm.
Bukti:
Jika X,Y adalah invers matrik tergenerasliasi dari A, maka X, Y memenuhi keempat
sifat pada teorema 1. Sehingga berlaku:
AY = (AXA)Y= (AX)(AY)
Karena AX dan AY matriks Hermitian dengan sifar nomer 4, di peroleh:
AY = ((AX(AY))H
= (AY)H(AX)H
= (AY)(AX)
= (AYA)X
= AX
Dengan cara yang sama didapatkan YA= XA. Berikutnya AY= AX dikalikan dengan
Y dari kiri, didapatkan Y = YAY = YAX
YAX = XAX = X
Jadi Y = YAX = X
Di dalam matematika, sebuah subspace merupakan vector space yang berada di dalam
vector space lain. Jadi, setiap subspace adalah vector space yang berada dalam subspace
itu sendiri atau bisa juga merupakan vector space yang ada di dalam vector space lain
(yang lebih besar).
Dimisalkan ada dua buah vector space, yaitu V dan W yang keduanya memiliki bagian
vector dan bagian skalar. Dimisalkan bahwa W merupakan subspace dari V, dengan W ⊆
V. Apabila V adalah vector space yang didefinisikan C4, melalui sebuah matriks
berbentuk 4x4, maka sudah jelas bahwa W ⊆ V apabila objek dari W adalah vektor
kolom yang berjumlah 4.
INVARIANT SUBSPACE
Invariant subspace merupakan suatu istilah yang ditujukan pada sebuah subspace, yang
apabila ada transformasi linier
T:V→V
Perhatian :
Contoh soal:
1. Transformasi linear dari T: C4―> C4 didefinisikan sebagai T(x)=Ax.
Dimana A=
Dan himpunan W={w1,w2}. Kita akan periksa apakah W merupakan invariant subspace
dari C4 dengan T. Dari definisi W, setiap vector yang dipilih dari W dapat ditulis sebagai
kombinasi linear dari w1 dan w2. Anggap w 𝜖 W, berikut penjelasan untuk
pemeriksaannya.
T(w) = T(a1*w1+a2*w2)
=a1*w2+a2*((-1)w1++2w2)
=(-a2)*w1+(a1+2a2)*w2 𝜖 W
Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka W merupakan
invariant subspace dari C4 dengan T.
Dan himpunan X={x1,x2}. Kita akan periksa apakah X merupakan invariant subspace dari
C4 dengan T. Dari definisi X, setiap vector yang dipilih dari X dapat ditulis sebagai
kombinasi linear dari x1 dan x2. Berikut penjelasan untuk pemeriksaan apakah X
merupakan invariant subspace dari C4 atau tidak.
T(w) = T(b1*x1+b2*x2)
=b1* + b2*
=a1*(-11,7*x1+8,1*x2)+a2*(-28,57*x1+22,98*x2)
=-(11,7*a1+28,57*a2)*x1+(8,1*a1+22,98*a2)*x2 𝜖 X
Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka X merupakan
invariant subspace dari C4 dengan T.
Linear Subspaces (Sub Ruang Linier)
1. Pembuka
Dalam tulisan ini sedikit menyinggung tentang beberapa istilah dalam aljabar linier yang perlu
dimengerti sebelum belajar kontrol robust. Beberapa istilah lain ada di tulisan lain untuk
melengkapi tulisan ini. Selain belajar dari tulisan ini, diharapkan peserta kuliah juga aktif
menelusuri lebih dalam tentang aljabar linier di beberapa referensi buku yang disodorkan agar
peserta bisa lebih memahami tentang istilah-istilah yang di tulis disini yang nantinya akan
mempengaruhi pemahaman kita saat belajar kontrol robust.
Dalam tulisan ini akan di jelaskan seperti apa sub ruang vektor (Subspace), kombinasi linier suatu
vektor, span, kebebasan linier, basis dan dimensi yang mana seluruhnya saling berhubungan.
Selain itu juga akan disinggung mengenai vektor yang ortogonal, ortonormal, kernel, image, dan
trace.
2. Subruang
Jika diketahui V adalah ruang vektor dan U adalah sub himpunan V, maka U dikatakan sub ruang
dari V jika memenuhi dua syarat:
Untuk lebih memahami pernyataan di atas kita bisa perhatikan contoh di bawah ini:
𝑥
2.1. jika U= � � adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang R2 ?
0
#Syarat penjumlahan
2 3
misal 𝑝̅ = � � dan 𝑞� = � � dimana kita tahu bahwa 𝑝̅ , 𝑞� ϵ U maka
0 0
2 3 5
𝑝̅ + 𝑞� = � � + � �= � �
0 0 0
5
𝑝̅ + 𝑞�= � � ϵ U, berapapun nilai x pada 𝑝̅ , 𝑞� ϵ U akan tetap mengakibatkan 𝑝̅ + 𝑞� sebagai anggota
0
U (Syarat penjumlahan terpenuhi)
#Syarat perkalian
2
misal 𝑝̅ = � �, maka k𝑝̅ ϵ U dengan k skalar. Berapapun nilai k dan berapapun nilai x yang ada
0
pada 𝑝̅ , k𝑝̅ tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi)
𝑥
2.2. jika U= �𝑦� dan x ≥0 , dan U adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang
R2 ?
#Syarat penjumlahan
2 3
misal 𝑝̅ = � � dan 𝑞� = � � dimana kita tahu bahwa 𝑝̅ , 𝑞� ϵ U maka
4 6
2 3 5
𝑝̅ + 𝑞� = � � + � �= � �
4 6 10
5
𝑝̅ + 𝑞�= � � ϵ U, berapapun nilai x asalkan x≥0 dan berapapun nilai y pada 𝑝̅ , 𝑞� ϵ U akan tetap
10
mengakibatkan 𝑝̅ + 𝑞� sebagai anggota U (Syarat penjumlahan terpenuhi)
#Syarat perkalian
2
misal 𝑝̅ = � �, maka ada nilai k yang tidak dapat memenuhi syarat k𝑝̅ ϵ U yaitu ketika k ≤ 0 .
4
−2
misalkan k = -1 maka k𝑝̅ = � � , padahal nilai x harus ≥0 agar tetap berada di dalam anggota U.
−4
(syarat perkalian tidak terpenuhi)
karena ada syarat yang tidak terpenuhi maka U bukanlah subruang dari R2
1 4
misal 𝑝̅ =� � 𝑞�=� �, maka span{𝑝̅ , 𝑞�} adalah:
2 3
span{𝑝̅ , 𝑞�} adalah kombinasi linier yang mungkin terjadi dari {𝑝̅ , 𝑞�} , maka katakanlah
𝑢� = span{𝑝̅ , 𝑞�}
1 4 𝑘 + 4𝑘
𝑢� = k1.𝑝̅ + k 2 . 𝑞�=k1.� � + k 2 . � � = � 1 2
�
2 3 2𝑘1 + 3𝑘2
Untuk mengujinya dengan 2 syarat sub ruang, maka kita definisikan lagi 𝑣̅ sebagai kombinasi linier
yang lain dari U, maka
𝑣̅ = span{𝑝̅ , 𝑞�}
1 4 𝑚 + 4𝑚2
𝑣̅ = m1.𝑝̅ + m2 . 𝑞�=m1.� � + m2 . � � = � 1 �
2 3 2𝑚1 + 3𝑚2
Jika kita masukan nilai k1, k2, m1, dan m2 ke dalam 𝑢� dan 𝑣̅ maka 𝑢� dan 𝑣̅ akan tetap menjadi
anggota himpunan U, selanjutnya adalah pengujian terhadap syarat subruang :
#syarat penjumlahan
Berapapun nilai k1, k2, m1, dan m2, 𝑢� + 𝑣̅ tetap anggota himpunan U (syarat penjumlahan)
#Syarat perkalian
𝑘1 + 4𝑘2
𝑢� = � �, maka c𝑢� ϵ U dengan C skalar. Berapapun nilai c serta berapapun nilai k1 dan k2
2𝑘1 + 3𝑘2
yang ada pada 𝑢�, c𝑢� tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi)
karena dua syarat di atas terpenuhi maka span{U}=span{𝑝̅ , 𝑞�} adalah subruang dari R2
4. Kebebasan Linier, Basis, dan Dimensi
U = { ���,
𝑥1 ���, 𝑥𝑛 } dikatakan bebas linier (Linearly independent) jika :
𝑥2 . . . . . . ���
1 4
4.1. misal U={𝑝̅ , 𝑞� }, 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑝̅ =� � 𝑞�=� �, apakah U basis dari R2 ?
2 3
0
Span{U} = span{𝑝̅ , 𝑞� }= k1.𝑝̅ + k 2 . 𝑞� = � �
0
1 4 𝑘 + 4𝑘2 0
Span{U} =k1.� � + k 2 . � � = � 1 �=� �
2 3 2𝑘1 + 3𝑘2 0
1 4 k1 0
� �� � = � �
2 3 k2 0
k 1 4 −1 0
� 1� = � � � �
k2 2 3 0
k 0
� 1� = � �
k2 0
karena k1=k 2 =0, maka U bebas linier, karena U bebas linier maka U adalah basis dari R2. Dapat
diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 2 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U adalah basis
dari R2.
1 4 5
4.2. misal U={𝑝̅ , 𝑞� , 𝑟̅ }, 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑝̅ =� � 𝑞�=� � 𝑟̅ =� �, apakah U basis dari R2 :
2 3 1
Cek kebebasan liniernya, maka
0
Span{U} = span{𝑝̅ , 𝑞� , 𝑟̅ }= k1.𝑝̅ + k 2 . 𝑞� + k 3 . 𝑟̅ = � �
0
1 4 5 𝑘 + 4𝑘2 + 5𝑘3 0
Span{U} =k1.� � + k 2 . � � + k 3 . � � = � 1 �=� �
2 3 1 2𝑘1 + 3𝑘2 + 𝑘3 0
1 4 5 k1 0
� �� � = � �
2 3 1 k2 0
𝑎𝑑𝑗 𝐴
Invers dari suatu matriks A adalah A-1 =
det 𝐴
1 4 5
Matriks � � tidak memiliki determinan, maka matriks tersebut tidak bisa di inverskan, oleh
2 3 1
karena itu
k 0
� 1� ≠ � �
k2 0
karena k1≠ k 2 ≠ 0, maka U bergantung linier, karena U bergantung linier maka U bukanlah basis
dari R2. Dapat diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 3 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U
bukanlah basis dari R2.
Didefinisikan dengan
Adalah semua nilai vektor x (𝑥⃑) yang memenuhi persamaan, dimana 𝑥⃑ adalah anggota Rn
�⃑).
dan matriks A jika dikali 𝑥⃑ akan menghasilkan vektor 0 (0
1 1 1 1
5.2 misal A=�1 2 3 4�, maka berapakah Null A (N(A))?
4 3 2 1
𝑥1 0
1 1 1 1 𝑥
2 0 �⃑}
A=�1 2 3 4� �𝑥 �=� � N(A) := {𝑥⃑ ∈ Rn | A 𝑥⃑ = 0
3 0
4 3 2 1 𝑥
4 0
Matriks di atas bisa diwaki denagn persamaan linear sebagai berikut
X1 + X2 + X3 +X4 =0
X1 +2X2+3X3+4X4 =0
4X1+3X2+2X3+X4 =0
Persamaan diatas bisa diwakili dengan sebuah matriks buatan yaitu
1 1 1 10
�1 2 3 4�0�
4 3 2 10
kemudian : baris ke 2 diganti dengan : baris ke 2 dikurangi baris ke 1 dan
baris ke 4 diganti dengan : 4 x baris ke 1 dikurangi baris ke 4
sehingga matriks tersebut menjadi :
1 1 1 10
�0 1 2 3�0�
0 1 2 30
kemudian : baris ke 1 diganti dengan : baris ke 1 dikurangi baris ke 2 dan
baris ke 4 diganti dengan : baris ke 4 dikurangi baris ke 3
sehingga matriks tersebut menjadi :
1 0 −1 −2 0
�0 1 2 3 �0�
0 0 0 0 0
Matriks di atas bisa dituliskan menjadi persamaan :
X1 – X3 – 2X4 =0 maka X1= X3 + 2X4
X2+2X3+3X4 =0 maka X2= –2X3 – 3X4
Sehingga
𝑥1 1 2
𝑥2 −2 −3
�𝑥 �= X3� � + X4 � �
3 1 0
𝑥4 0 1
1 2
−2 −3
Jadi N(A) = Span�� � + � ��
1 0
0 1
Sebagai catatan tambahan jika kolom – kolom pada Matriks A merupakan bebas linear(linieary
�⃑
independent) maka 𝑥⃑ yang memungkinkan 𝑥⃑ = 0
Im A = span{a1,a2,...,an}.
Sebuah pesegi matriks U ∈ Fn x n yang kolomnya membentuk basis orthonormal untuk Fn disebut
kesatuan matriks ( atau matriks orthogonal jika F = R), dan itu membuktikan U*U = I = UU*.
6.1 Trace
Trace dari matriks persegi ordo n x n didefinisikan sebagai jumlah elemen pada diagonal
utama, yaitu diagonal dari kiri atas ke kanan bawah dinotasikan dengan Tr(A), yaitu
n
a11+a22+a33+...ann=∑i=1 aii
atau bisa juga dituliskan :
n
Trace(A): = � aii
i=1
Sebagai contoh :
−1 2 0
matriks A=� 1 2 −2� hitung trace dari A?
−1 1 3
= (-1) + 2 +3 = 4
6. Referensi
1. Anton, Howard dan Rorres, Chris. Elementary Linear Algebra-Ninth Edition. John
Wiley and Sons, Inc. 2005
2. Sibaroni, Yuliant. Buku Ajar Aljabar Linier. STT Telkom Bandung. 2002
3. www.Youtube.com (channel: khan academy, bagian Lenear Algebra)
Definisi inverse
JIka A dan B matriks bujur sangkar sedemikian rupa sehingga A B = B A = I , maka B disebut
balikan atau invers dari A dan dapat dituliskan ( B sama dengan invers A). Matriks B
juga mempunyai invers yaitu A maka dapat dituliskan .
1. subtitusi
2. matriks adjoint
3. eliminasi guass-jordan
4. dekomposisi
Pada pembahasan kali ini kami hanya kan membahas 2 metode saja yaitu menggunakan
matriks adjoint dan partisi matriks-dekomposisi, karena erat kaitannya dengan mata kuliah yang
sedang kami ambil yaitu teknik control robust terutama metode dekomposisi.
Misalkan A suatu matriks kuadrat dengan baris dan kolomnya masing masing sebesar n.
Jadi A = (ai j) ; i,j = 1,2,….n. Dan setiap element dari matriks mempunyai kofaktor, yaitu elemen
ai j mempunyai kofaktor k i j .Apabila semua kofaktor itu dihitung untuk semua elemen matriks
A, kemudian dibentuk suatu matriks K dengan kofaktor dari semua elemen matriks A
sebagai elemennya, maka:
Yang disebut adjoint matriks A ialah suatu matriks yang elemen elemennya terdiri dari
transpose semua kofaktor dari elemen-elemen matriks A, yaitu apabila: k=( k i j ), dimana k i j
ialah kofaktor dari elemen ai j , maka adjoint matriks A yaitu :
Jadi, jelasnya Adj (A) ialah transpose dari matriks kofaktor K, yaitu:
Matriks orde 2 x 2 :
= Invers Matriks A
Adj (A) = Matriks adjoint dari matriks A
Det (A) = Determinan matriks A
Untuk matriks berordo 2X2 dimana matriks A =
A=
=
Matriks orde 3 x 3 :
Contoh soal :
Penyelesaian :
Det (A) = a11a22a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 – a31 a22 a13 – a32 a23 a11 – a33 a21 a12
• Mencari Adjoint A
A11 =
Det (A11) =(1)(1) – (-2)(4) = 1 + 8 = 9
A21 =
A31 =
A12 =
A22 =
Det (A22) =(3)(1) – (2)(2) = 3 - 4 = -1
A32 =
A13 =
A23 =
A=
Dekomposisi adalah menuliskan suatu matriks sebagai jumlah atau perkalian dua
matriks , yang masing-masing bentuknya tertentu. Cara menentukan invers dari
matriks A berukuran nxn dengan metode dekomposisi dimulai dengan teknik partisi.
Partisi matriks adalah membagi matriks menjadi submatriks-submatriks. Ada 2
macam teknik partisi , yaitu partisi simetri dan partisi tak simetri. Partisi simetri
adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah submatriks yang ukurannya
sama. Partisi tak simetri adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah
submatriks yang ukurannya berbeda, dalam hal ini blok diagonal harus merupakan
matriks bujur sangkar dan dua blok lainnya adalah matriks garis dan matris kolom.
Penggunaan matriks dekomposisi bertujuan untuk menyelesaikan suatu invers
dari matriks yang berukuran besar, karena apabila kita menggunakan metode yang
biasa digunakan seperti matriks adjoint atau operasi baris elementer (OBE) rentan
terjadi kesalahan dalam proses perhitungannya dan relative lebih sulit, namun apabila
kita menggunakan metode dekomposisi maka matriks yang besar tersebut kemudian
akan dibagi menjadi submatriks –submatriks yang berukuran lebih kecil sehingga
akan lebih teliti dalam perhitungan menentukan invers dari suatu matriks.
Untuk lebih memahami bagaimana penyelesaian inverse dengan metode
dekomposisi, kita bisa membuat formula atau rumus umumnya .
Dimisalkan matriks Z adalah matriks bujur sangkar hasil partisi dari suatu matriks
besar ,dimana A11 dan A22 adalah juga merupakan sebuah matriks bujur sangkar.
Z= A11 A12
A21 A22
Z= A B = Im 0 A 0 Im A’B
C D CA’ In 0 ∆ 0 Iq
A 0 = Im 0 A B Im A’B
0 ∆ CA’ In C D 0 Iq
<=>
Persamaan 2 :
<=>
persamaan 3 :
=
-1
-1 -1
Im C = Im 0 Im B = Im -B
0 In -C In dan 0 In 0 In
Z= =
Z= A11 A12
A21 A22
Maka berlaku juga pada permisalan A= A22 adalah matriks nonsingular, sehingga
didapat
Z= A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
persamaan 1
persamaan 2
dari persamaan 1 dan 2 didapat persamaan 3
dari persamaan 3 didapat bahwa
A B = Im -BD’ -1
∆ 0 Im 0 -1
C D 0 In 0 D -D’C Iq
-1 -1
Im C = Im 0 Im B = Im -B
0 In -C In dan 0 In 0 In
A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
Z= A B = I 0 A 0 I A’B
C D CA’ I 0 ∆ 0 I
Dari Persamaan 1 :
x y V
Dan =∆
Y = V X-1
Y -1 = V -1 X , sehingga :
Dari teori
A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
Kronologi mendapatkan rumusnya adalah sebagai berikut ;
Dengan F adalah ∆ (schum complement dari D) =
Dianalogikan bahwa
Lalu didapat
persamaan 1
persamaan 2
Berarti : dan
Lalu didapat
Dan
=
Contoh soal penyelesaian matriks dengan metode dekomposisi :
A=
A11 =
A12 =
A21 =
A22 = [2]
Maka kita dapat menggunakan rumus karena A11 merpakan matriks Non singular
sehingga kita menggunakan rumus :
A11 A12 = A11 -1 + A11 -1 A12 ∆-1 A21 A11 -1 - A11 -1 A12 ∆-1
Berdasarkan rumus diatas kita cari nilai – nilai dari setiap matriks diatas :
A11 -1 =
∆ = -2
∆-1 = - 0.5
A=
2 5
1 3
>> inv(A)
ans =
3 -5
-1 2
SEMIDEFINIT MATRICES
Suatu matriks Hermitian A∈Mn dikatakan definit positif jika x*Ax > 0, untuk semua x ∈Cn.
Jika ketaksamaan di atas diperlemah menjadi x * Ax ≥ 0 maka A dikatakan semidefinit
positif. Secara implicit, ruas kiri pada ketaksamaan di atas menyatakan suatu bilangan
real.
• Matrik Hessian
Beberapa konsep dalam matriks dan aljabar seperti matriks Hessian dapat kita gunakan sebagai
salah satu metode untuk menentukan jenis matriks seperti matriks definite positive, semidefinite positif,
definite negative atau indefinite dan definit negative.
Diberikan f(x1, x2, …, xn) adalah sebuah fungsi dengan n variable, (x1, x2, …, xn). Matriks Hessian
adalah matriks yang merupakan turunan parsial dari fungsi tersebut dengan susunan seperti berikut :
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓
𝑓11 = (𝜕𝑥 2 𝑓1𝑛 =
2) 𝜕𝑥1 𝜕𝑥𝑛
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓
𝑓2𝑛 = 𝑓𝑛𝑛 = (𝜕𝑥 2
𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 𝑛)
Contoh :
Tentukan matriks hessian dari suatu fungsi dengan tiga variabel berikut :
turunan parsial I :
𝜕𝑓 𝜕𝑓 𝜕𝑓
= 2x1 + 4x2 - 5x3 = 4x2 + 4x1 + 6x3 = - 6x3 - 5x1 + 6x2
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥3
turunan parsial II :
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓
𝑓11 = (𝜕𝑥 2 =2 𝑓12 = =4 𝑓13 = = -5
1) 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 𝜕𝑥3
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓
𝑓21 = =4 𝑓22 = (𝜕𝑥 2 =4 𝑓23 = =6
𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 2) 𝜕𝑥2 𝜕𝑥3
𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓
𝑓31 = = -5 𝑓32 = =6 𝑓33 = (𝜕𝑥 2 = -6
𝜕𝑥3 𝜕𝑥1 𝜕𝑥3 𝜕𝑥2 3)
Maka akan diperoleh matriks hessian :
2 4 −5
(𝐻) = � 4 4 6�
−5 6 −6
Jika terdapat suatu matriks berukuran (n x n), maka principal minor ke k (k≤n) adalah suatu sub matriks
dengan ukuran (k x k) yang diperoleh dengan menghapus (n-k) baris dan kolom yang bersesuaian dari
matriks tersebut.
Contoh :
1 2 3
(𝑄) = �4 5 6�
7 8 9
Principal minor ke-1 adalah elemen-elemen yang diagonal yaitu 1,5,9.
1 2 1 3 5 6
� � � � � �
4 5 7 9 8 9
Principal minor ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.
Leading principal minor ke k dari suatu matriks n x n diperoleh dengan menghapus (n - k) baris
terakhir dan kolom yang bersesuaian. Dengan matriks Q diatas leading minor ke-1 adalah 1 (hapus dua
baris terakhir dan dua kolom terakhir). Leading principal minor ke-2 adalah :
1 2
� �
4 5
Sementara yang ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.
Banyaknya leading Principle determinan dari suatu matriks (n x n) adalah n. Determinan dari leading
principal minor dinamakan leading principal determinan.
Cara pengujian sederhana untuk menentukan apakah suatu matriks adalah definit positif, semidefinit
positif, definit negative, semidefinit negative atau indefinite. Semua pengujian ini berlaku hanya jika
matriksnya simetris.
Ketentuan uji bagi matriks definit positif adlah :
Untuk membuktikan bahwa suatu matriks definit negative (semidefinit negatif), uji negative dari
matriks itu untuk definit positif (semidefinit positif). Suatu uji cukup bagi suatu matriks menjadi indefinite
adalah bahwa sekurang-kurangnya dua elemen diagonalnya memiliki tanda berlawanan.
Bukti:
Misalkan A dan B keduanya semidefinit positif, dan a,b ≥ Ο .
Perhatikan bahwa x∗(aA + bB)x = a(x∗ Ax)+ b(x∗Bx)≥ Ο untuk semua x ∈Cn.
b. Setiap nilai eigen dari matriks definit positif adalah bilangan real positif
Bukti:
Misalkan A definit positif dan λ ∈σ (A), yaitu suatu nilai eigen dari A dan x adalah vektor eigen
yang bersesuaian dengan λ .
Perhatikan,
x∗ Ax = x∗λx = λx∗x
(𝑥∗𝐴𝑥)
Oleh karena itu kita peroleh λ = dimana pembilang dan penyebut keduanya positif.
𝑥∗𝑥
c. Sebagai akibat dari bagian (b), trace dan determinan dari matriks definit positif adalah positif
Pada bagian ini kita akan melihat syarat cukup yang harus dipenuhi oleh matriks definit dan semidefinit
positif yang dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 2
1. Suatu matriks Hermitian A∈Mn adalah semidefinit positif jika dan hanya jika semua nilai
eigennya nonnegative.
2. Suatu matriks Hermitian n A∈M adalah definit positif jika dan hanya jika semua nilai eigennya
positif.
Bukti:
Jika setiap nilai eigen dari A adalah positif maka untuk sebarang vektor tak nol x ∈Cn
Berlaku
Dimana D adalah matriks diagonal dengan entri-entri diagonal adalah nilai-nilai eigen dari A, y = Ux dan
U uniter.
Akibat 3
Jika n A∈M suatu matriks semidefinit positif maka demikian juga matriks Ak, k = 1,2,…
Bukti:
Jika λ adalah suatu nilai eigen dari A maka λk adalah nilai eigen untuk Ak. Berdasarkan Teorema di atas
maka Ak semidefinit positif.
Contoh Soal :
Contoh 1 :
maka
14 −4 2
(𝐻) = �−4 20 −4 �
2 −4 −14
dengan leading principal determinan H1 = 14, H2 = 264, H3 = 3456
Contoh 2 :
maka
−2 3 −3
(𝐻) = � 3 −2 4 �
−3 4 −2
dengan leading principal determinant H1 = -2, H2 = -5, H3 = -12
Contoh 3 :
maka
2 4 1
(𝐻) = �4 8 4�
1 4 2
dengan leading principal determinan H1 = 2, H2 =0 , H3 = 24
Ulinnuha L (L2F009030)
Susdarminasari T (L2F009034)
Rank ( r ) menyatakan banyaknya jumlah baris atau kolom yang saling independent antara baris atau
kolom lainnya dalam suatu matrik. Matrik P merupakan matrik orthogonal berukuran m x r
sedangkan matrik Q merupakan matrik orthogonal berukuran n x r. Matrik Δ adalah matrik diagonal
berukuran r x r yang elemen diagonalnya merupakan akar positif dari eigenvalue matrik A.
Terbentuknya matrik Δ tergantung kondisi matrik A, yaitu :
a. Δ, bila r = m = n
Δ
b. � � bila r = n dan r < m
(0)
c. [Δ (0)] bila r = m dan r < n
Δ (0)
d. � � bila r < m dan r < n
(0) (0)
Matrik P dapat diperoleh melalui perkalian antara A, Q, dan Δ-1 sehingga dapat dinyatakan P = AQΔ-1
CONTOH
Contoh 1 :
Menghitung SVD matrik non singular
2 1
X=� � Hitung SVD dari matrik X
2 3
Jawab :
Pertama mencari nilai eigenvalue dari X XT
2 1 2 2 5 7
A = X XT = � � � � =� �
2 3 1 3 7 13
5 7 λ 0
�XX T − λI� = 0,, �� �− � ��=0
7 13 0 𝜆
5−λ 7
� �=0
7 13 − λ
( 5-λ)(13-λ) – (7)(7) = 0
65 - 5λ - 13λ + λ2 – 49 = 0
λ2 - 18λ + 16 = 0
−𝑏 ± √𝑏2 − 4𝑎𝑐 − (−18)± �(−18)2 −4(1)(16)
λ1,2 = = = 9 ±√65
2𝑎 2(1)
• λ1 = 0.9377
( XXT – λI)x = 0
5 7 0.9377 0 𝑥1 0
( � � -� � ) �𝑥 � = � �
7 13 0 0.9377 2 0
4.0623 7 𝑥1 0
� � � �=� �
7 12.0623 𝑥2 0
4.0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 + 12.0623 x2 = 0
7
x1 =- x2 = - 1.7232 x2
4.0623
Proses normalisai
𝑥1 −1.7232𝑥2
𝑥1 �𝑥 � � �
𝑥2
𝑥1∗ = 1/2 = 2
𝑥1 1/2
=
�𝑥1𝑇 𝑥1 � −1.7232𝑥2 1/2
�(𝑥1 𝑥2 ) �𝑥 �� �(−1.7232𝑥2 𝑥2 ) � ��
2 𝑥2
−1.7232 −1.7232
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 −0.8649
= 1/2 = =�
0.5019
�
�2.9693𝑋22 + 𝑥22 � 𝑥2 √3.9693
• λ2 = 17.0623
( XXT – λI)x = 0
5 7 17.0623 0 𝑥1 0
( � � -� � ) �𝑥 � = � �
7 13 0 17.0623 2 0
−12.0623 7 𝑥1 0
� � � �=� �
7 −4.0623 𝑥2 0
-12,0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 – 4.0623 x2 = 0
7
x1 = x2 = 0.5803 X2
12.0623
Proses normalisai
𝑥1 0.5803 X2
𝑥1 �𝑥 � � 𝑥2 �
𝑥2∗ = 1/2 =
2
1/2 =
�𝑥1𝑇 𝑥1 � 𝑥1 0.5803𝑥2 1/2
�(𝑥1 𝑥2 ) �𝑥 �� �(0.5803 X2 𝑥2 ) � ��
2 𝑥2
0.5803 0.5803
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 0.5019
= 1/2 = 𝑥2 √1.3367
=�
0.8649
�
�0.3367 𝑥22 + 𝑥22 �
−0,8649 0,5019
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah P = � �
0,5019 0,8649
• λ1 = 0.9377
( XTX – λI)x = 0
8 8 0.9377 0 𝑥1 0
( � � -� � ) �𝑥 � = � �
8 10 0 0.9377 2 0
7.0623 8 𝑥1 0
� � � �=� �
8 9.0623 𝑥2 0
7.0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 + 9.0623 x2 = 0
8
x1 =- x2 = - 1.1328 x2
7.0623
Proses normalisai
𝑥1 −1.1328𝑥2
𝑥1 �𝑥 � � �
𝑥2
𝑥1∗ = 1/2 = 2
𝑥1 1/2
=
�𝑥1𝑇 𝑥1 � −1.1328𝑥2 1/2
�(𝑥1 𝑥2 ) �𝑥 �� �(−1.1328𝑥2 𝑥2 ) � ��
2 𝑥2
−1.1328 −1.1328
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 −0.7497
= 1/2 = =�
0.6618
�
�1,2832𝑥22 + 𝑥22 � 𝑥2 √2.2832
• λ2 = 17.0623
( XT X– λI)x = 0
8 8 17.0623 0 𝑥1 0
( � � -� � ) �𝑥 � = � �
8 10 0 17.0623 2 0
−9.0623 8 𝑥1 0
� � �𝑥 � = � �
8 −7.0623 2 0
-9,0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 – 7.0623 x2 = 0
8
x1 = x2 = 0.8828 X2
9.0623
Proses normalisai
𝑥1 0.8828 X2
𝑥1 �𝑥 � � 𝑥2 �
𝑥2∗ = 1/2 = 2
1/2 =
�𝑥1𝑇 𝑥1 � 𝑥1 0.8828𝑥2 1/2
�(𝑥1 𝑥2 ) �𝑥 �� �(0.8828 X2 𝑥2 ) � ��
2 𝑥2
0.8828 0.8828
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 0.6618
= 1/2 = 𝑥2 √1.7793
=�
0.7497
�
�0.7793 𝑥22 + 𝑥22 �
−0,7497 0,6618
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah Q = � �
0,6618 0,7497
�𝜆1 0
Sedangkan matrik Δ adalah Δ = � � diambil dari eigenvalue matrik A atau B, pilih salah satu.
0 �𝜆2
0,9377 0 0,9684 0
Δ = �√ � =� �
0 √17,0623 0 4,1307
Matrik SVD adalah bila P Δ Q = X
−0,8649 0,5019 0,9684 0 −0,7497 0,6618
P Δ Q =� �� �� �
0,5019 0,8649 0 4,1307 0,6618 0,7497
−0,8376 2,0733 −0,7497 0,6618
=� �� �
0,4861 3,5727 0,6618 0,7497
2 1
=� �
2 3
2 1
Terbukti bahwa P Δ Q = X = � �
2 3
Contoh 2 :
Menghitung SVD matrik simetri non singular, bedanya ini langsung mencari eigenvalue tanpa
harus mengalikannya dengan transposenya.
5 2
1. Diketahui A = � �
2 2
2. Mencari nilai eigenvalue matrik A
−0,5 −0,25
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 −0.4472
= 1/2 = =�
0.8944
�
�0,25𝑥22 + 𝑥22 � 𝑥2 √1,25
λ2 = 6
( A – λI)x = 0
5 2 6 0 𝑥1 0
( � � -� � ) �𝑥 � = � �
2 2 0 6 2 0
−1 2 𝑥1 0
� � � �=� �
2 −4 𝑥2 0
-x1 + 2 x2 = 0
x1 = 2 X2
Proses normalisai
𝑥1 2X
𝑥1 �𝑥 � � 𝑥 2�
𝑥2∗ = 1/2 = 2
𝑥1 1/2
= 2
1/2
�𝑥1𝑇 𝑥1 � 2𝑥
�(𝑥1 𝑥2 ) �𝑥 �� �(2 X2 𝑥2 ) � 2 ��
2 𝑥2
2 2
� �𝑥2 � �𝑥2
1 1 0.8944
= 1/2 = =�
0.4472
�
�4 𝑥22 + 𝑥22 � 𝑥2 √5
−0,4472 0,8944
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah X = � �
0,8944 0,4472
4. Menentukan Δ
𝜆 0 1 0
Δ=� 1 �=� �
0 𝜆2 0 6
5. Mencari SVD dengan rumus A = X Δ XT
−0,4472 0,8944 1 0 −0,4472 0,8944
A=� �� �� �
0,8944 0,4472 0 6 0,8944 0,4472
−0,4472 5,3664 −0,4472 0,8944
=� �� �
0,8944 2,6832 0,8944 0,4472
5 2 5 2
=� � maka terbukti nilai X Δ XT = A = � �
2 2 2 2
Contoh 3:
1 1
A= 0 1
1 0
Jawab:
1 0 1
AT =
1 1 0
1 1
1 0 1 0 1 = 2 1
ATA =
1 1 0 1 0 1 2
Eigenvalue ATA
2 1 λ 0 2−λ 1
1 2 − 0 λ = 0 2−λ
=0
1
(2- λ )2-1=0
4-4 λ + λ 2-1=0
λ 2-4 λ +3=0
( λ -3)( λ -1)=0
λ 1=1 λ 2=3
Eigenvektor ATA
• Untuk λ 1=1
( A − λ1I ) x = 0
2 − λ 1 x1 0
=
1
2 − λ x2 0
2 − 1 1 x1 0
=
1
2 − 1 x2 0
1 1 x1 0
1 1 x = 0
2
x1 + x2 = 0 x1 = - x2
Proses Normalisasi
x1 − x2
x1 =
* x2 = 2
x
1 1
x 2
− x 2
( x1 x2 ) 1 (− x2 x2 ) 2
x2 x2
− x2 − x2 1
−
x2 x2 2
= = =
[x2
2 + x22 ] 1
2 x2 2 1
2
• Untuk λ 1=3
( A − λ2 I ) x = 0
2 − λ 1 x1 0
=
1
2 − λ x2 0
2 − 3 1 x1 0
=
1
2 − 3 x2 0
− 1 1 x1 0
1 − 1 x = 0
2
-x1 + x2 = 0 x1 = x2
Proses Normalisasi
x1 x2 x2 x2 1
x2 2
x2 x2 = 2 =
x
x2 =
*
= =
( x1
x
x2 ) 1
1
2
(− x2
x
x2 ) 2
1
2
[x
2
+ x22 ]
1
2 x2 2 1
2
2
x2 x2
1 1
− 2 2
X =
1 1
2 2
1 1 2 1 1
1 0 1
AA = 0 1
T 1 1 0
1 1 0
=
1 0 1 0 1
Eigenvalue AAT
2 1 1 λ 0 0 2−λ 1 1
1 1 0 − 0 λ 0 = 0 1 1− λ 0 =0
1 0 1 0 0 λ 1 0 1− λ
( 2 − λ )( 1 − λ ) ( 1 − λ ) +0+0-( 1 − λ ) -( 1 − λ ) =0
- λ 3-3 λ =0
- λ ( λ 2-3)=0 λ =0 ; λ =1 ; λ =3
Eigenvektor AAT
• Untuk λ 1 = 0
( A − λ1I ) x = 0
2 − λ 1 1 x1 0 2 1 1 x1 0
1
1− λ 0 x2 = 0 1 1 0 x2 = 0
1 0 1 − λ x3 0 1 0 1 x3 0
2x1 + x2 + x3 =0 ; x1 + x2 = 0 ; x1 + x3 = 0
x2 = - x1 ; x3 = - x1
Proses Normalisasi
𝑥1
�𝑥2 �
𝑥3
𝑥1∗ =
𝑥1 1�2
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] �𝑥2 ��
𝑥3
𝑥1
−𝑥
� 1�
−𝑥1
𝑥1∗ =
𝑥1 1�2
�[𝑥1 −𝑥1 −𝑥1 ] �−𝑥1 ��
−𝑥1
𝑥1 𝑥1 1
⎡ ⎤
−𝑥
� 1� −𝑥
� 1� ⎢ √3 ⎥
−𝑥1 −𝑥1 ⎢ 1⎥
𝑥1∗ = 1� = = ⎢− ⎥
(3𝑥12 ) 2 √3𝑥1 ⎢ √3⎥
⎢− 1 ⎥
⎣ √3⎦
• Untuk λ 2 = 1
2 − λ 1 1 x1 0 1 1 1 x1 0
1
1− λ 0 x2 = 0 1 0 0 x2 = 0
1 0 1 − λ x3 0 1 0 0 x3 0
x1 + x2 + x3 =0 ; x1 = 0 ; x1 = 0
x3 = - x2
Proses Normalisasi
𝑥1
�𝑥2 �
𝑥3
𝑥2∗ =
𝑥1 1�2
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] �𝑥2 ��
𝑥3
0
�−𝑥3 �
𝑥3
𝑥2∗ = 1�
0 2
0
0
�−𝑥3 � ⎡ 1 ⎤
𝑥3 ⎢− √2⎥
𝑥2∗ = 1� = ⎢ 2 ⎥
(2𝑥32 ) 2
⎢ 1 ⎥
⎣ 2 √2 ⎦
• Untuk λ 3 = 3
2 − λ 1 1 x1 0 − 1 1 1 x1 0
1
1− λ 0 x2 = 0 1 − 2 0 x2 = 0
1 0 1 − λ x3 0 1 0 − 2 x3 0
1 1
x2 = 2 x1; x3 = 2 x1
Proses Normalisasi
𝑥1
�𝑥2 �
𝑥3
𝑥3∗ =
𝑥1 1�2
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] �𝑥2 ��
𝑥3
𝑥1
1
�2 𝑥1 �
1
𝑥
2 1
𝑥3∗ = 1�
𝑥1 2
1
𝑥 � �2 𝑥1 ��
1 1
��𝑥1 𝑥
2 1 2 1 1
𝑥
2 1
𝑥1 𝑥1
1 1
�2 𝑥1 � �2 𝑥1 �
1 1
𝑥 0,8165
𝑥
2 1 2 1
𝑥3∗ = 1� = = �0,4082�
1 2 1,2247𝑥1
2
�1 2 𝑥1 � 0,4082
Mencari Nilai P:
P = AQ∆-1
1 1 −1 1 1
0
= �0 1� � 1√2 √2 √1
1 �� 1 �
1 0 √2 0
√2 √3
⎡ 01 √2⎤ 1
1 0
= ⎢ √2 ⎥ √1
√2 � �
1
⎢ 1 1 ⎥ 0
⎣− √2 √2 ⎦ √3
√6
⎡ 0 3⎤
⎢ √6⎥
= ⎢ √2
2 6⎥
⎢ √2 √6⎥
⎣− 2 6⎦
A = P∆Q
√6
⎡ 0 3⎤ √2 √2
⎢ √6⎥ 1 0 −2
= ⎢ √2 � �� 2
�
2 6⎥ 0 √3 √2 √2
⎢ √2 √6⎥ 2 2
⎣− 2 6⎦
⎡ 0 √2⎤ √2 √2
⎢ √2 √2 ⎥ −
2 2
= ⎢ 2 2 ⎥ � √2 √2
�
⎢ √2 √2 ⎥ 2
⎣− 2 2 ⎦
2
1 1
= �0 1 �
1 0
Contoh 4
Dapatkan Singular Value Decomposition (SVD) dari matrik yang berukuran mxn berikut ini :
2 − 2 4
B(2×3) =
4 2 2
Jawab:
2 4 20 4 16
−
= 4 8 − 4
2 2 4
BTB = C = − 2 2
4 2
4 2 2
16 − 4 20
2 4
2 − 2 4 = 24 12
T
BB = D = − 2 2
4 2 2 4 2 12 24
20 4 16 λ 0 0
4
8 − 4 − 0 λ 0 = 0
16 − 4 20 0 0 λ
20 − λ 4 16
4 8−λ −4 =0
16 −4 20 − λ
⇒ [(20−λ)(8−λ)(20−λ) + 4(−4)16 + 16(4)(−4)] − [16(8−λ)16 + (−4)2(20−λ) + 42(20−λ)] =
0
⇒ [−λ3 + 48λ2 −720λ + 3200 −256 −256] − [256(8−λ) + 16(20−λ) + 16 (20−λ)] = 0
⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2048 − 256λ + 320 − 16λ + 320 −16λ) = 0
⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2688 − 288λ) = 0
⇒ −λ3 + 48λ2 − 432λ = 0
⇒ −λ(λ2 − 48λ − 432) = 0
⇒ −λ (λ − 12)(λ − 36) = 0
λ1 = 0, λ2 = 12, dan λ3 = 36
0 0 0
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆12 = 0 12 0
0 0 36
24 12 λ 0
12 24 − 0 λ = 0
24 − λ 12
=0
12 24 − λ
⇒ [(24−λ)(24−λ) − 122] = 0
⇒ (λ2− 48λ + 576 − 144) = 0
⇒ λ2− 48λ + 432 = 0
⇒ (λ − 12) (λ − 36) = 0
λ1 = 12 dan λ2 = 36
12 0
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆22 =
0 36
Pada proses mencari eigenvalue matrik BTB (matrik C) didapatkan λ1 = 0, mengacu pada
prosedur penyelesaian SVD matrik m×n terdapat catatan bahwa: jika dalam perhitungan
eigenvalue didapatkan λ = 0 maka untuk prosedur perhitungan eigenvalue λ = 0 diabaikan
yang berakibat eigenvektor untuk kolom λ = 0 pada prosedur selanjutnya akan dihilangkan
dari matrik eigenvektornya.. Sehingga, matrik diagonal ∆12 = ∆22 = ∆2.
12 0
∆2 =
0 36
Untuk λ1 = 0
• Untuk λ1 = 0 (C – x1 = 0
20 − λ 4 16
4
8−λ − 4 x1 = 0
16 −4 20 − λ
20 − 0 4 16 x11
4 8−0 − 4 x = 0
12
16 − 4 20 − 0 x3
20 4 16 x11
4
8 − 4 x12 = 0
16 − 4 20 x3
20 x11 + 4 x12 + 16 x13 0
4 x + 8 x − 4 x = 0
11 12 13
16 x11 − 4 x12 + 20 x13 0
36x11 + 36x13 = 0
x11 + x13 = 0
8x12 − 8x13 =0
x11 − x13
x12 x13
x x
x1* =
x1 13 13
(x x ) 1/ 2
= 1/ 2
= 1/ 2
x11 − x13
T
1 1
( x11 x12 x13 ) x12 (− x13 x13 x13 ) x13
x x
13 13
− x13 − x13
x13 x13 − 1 / 3 − 0,5774
x x
= 13 = 13 = 1 / 3 = 0,5774
( x13 + x13 + x13 )1 / 2
2 2 2 2
(3 x13 )1 / 2
1 / 3 0,5774
• Untuk λ2 = 12 (C – λ2Ι) x 2 = 0
20 − λ 4 16
4
8−λ − 4 x 2 = 0
16 −4 20 − λ
20 − 12 4 16 x 21
4 8 − 12 − 4 x = 0
22
16 − 4 20 − 12 x 23
8 4 16 x 21
4 − 4 − 4 x = 0
22
16 − 4 8 x 23
8 x 21 + 4 x 22 + 16 x 23 0
4 x − 4 x − 4 x = 0
21 22 23
16 x 21 − 4 x 22 + 8 x 23 0
8 x 21 + 4 x 22 + 16 x 23 = 0 Pers.1
4 x 21 − 4 x 22 − 4 x 23 = 0 Pers.2
16 x − 4 x + 8 x = 0
21 22 23 Pers.3
24x21 + 24x23 = 0
x21 + x23 = 0
−4x22 − 8x23 =0
x 21 − x 23
x 22 − 2 x 23
x x
x 2* =
x2
= 23 = 13
(x x )
T
2 2
1/ 2
x 21
1/ 2
− x 23
1/ 2
( x 21 x 22 x 23 ) x 22 (− x 23 − 2 x 23 x 23 ) − 2 x 23
x x
23 23
− x 23 − x 23
− 2 x 23 − 2 x 23 − 1 / 6 − 0,4082
x x
= 23 = 23 = − 2 / 6 = − 0.8165
( x 23 + 4 x 23 + x 23 )1 / 2
2 2 2 2
(6 x 23 )1 / 2
1 / 6 0,4082
• Untuk λ3 = 36 (C – λ3Ι) x3 = 0
20 − λ 4 16
4
8−λ − 4 x3 = 0
16 −4 20 − λ
20 − 36 4 16 x31
4 8 − 36 − 4 x = 0
32
16 − 4 20 − 36 x33
− 16 4 16 x31
4 − 28 − 4 x = 0
32
16 − 4 − 16 x33
108x32 = 0
x32 = 0 Pers.4
16x31 − 16x33 = 0
x31 x33
x32 0
x x
x3 =
x3
= 32 = 13
(x x )
T
3 3
1/ 2
x31
1/ 2
x33
1/ 2
x33 x33
0 0 1 / 2 0,7071
x x
= 33 = 33 = 0 = 0
( x33 + x33 )1 / 2
2 2 2
(2 x33 )1 / 2
1 / 2 0,7071
Sehingga, eigenvektor yang didapatkan adalah:
− 0,5774 − 0,4082 0,7071
X = 0,5774 − 0,8165 0
0,5774 0,4082 0,7071
Akan tetapi, untuk prosedur selanjutnya eigenvektor yang digunakan adalah eigenvektor dari
kolom yang nilai eigenvalue (λ) lebih dari nol (positif).
− 0,4082 0,7071
Q = − 0,8165 0
0,4082 0,7071
24 − λ 12
12 x1 = 0
24 − λ
24 − 12 12 x11
12 24 − 12 x = 0
12
12x11 + 12x12 = 0
x11 + x12 = 0
x11 = – x12 Pers.3
Proses normalisasi untuk x1 :
x11 − x12
x1 x12 x12
x1* =
(x x ) 1/ 2
= 1/ 2
= 1/ 2
x − x
T
1 1
( x11 x12 ) 11 (− x12 x12 ) 12
x12 x12
− x12 − x12
x12 x12 − 1 / 2 − 0,7071
= = = =
( x12 + x12 )
2 2 1/ 2 2 1/ 2
(2 x12 ) 1 / 2 0,7071
• Untuk λ2 = 36 (D – λ2I) x 2 = 0
24 − λ 12
12 x2 = 0
24 − λ
24 − 36 12 x 21
12 24 − 36 x = 0
22
− 12 12 x 21
12 − 12 x = 0
22
− 12 x 21 + 12 x 22 0
12 x − 12 x = 0
21 22
− 12 x 21 + 12 x 22 = 0 Pers.1
12 x 21 − 12 x 22 = 0 Pers.2
−12x21 + 12x22 = 0
−x21 + x22 = 0
x 21 x 21
x2 x 22 x 22
x 2* = = =
(x x )
T
2 2
1/ 2
( x 21
x
x 22 ) 21
1/ 2
( x 21
x
x 22 ) 21
1/ 2
x 22 x 22
x 21 x 21
1 / 2 0,7071
= 222 1 / 2 =
x 22 x
= =
( x 21 + x12 )
2 2 1/ 2
(2 x 22 ) 1 / 2 0,7071
12 0 12 0 3,464 0
Diketahui: ∆2 = ⇒∆= =
0 36 0 36 0 6
1 / 12 0 0,2887 0
∆-1 = = 0
0 1 / 12 0,1667
Didapatkan:
P1 = B Q1 ∆-1
− 0,4082 0,7071
2 − 2 4 0,2887 0
P1 = − 0,1667
0,8165 0
4 2 2 0,4082 0,7071 0
2,4494 4,2426 0,2887 0
P1 =
− 2,4494 4,2426 0 0,1667
0,7071 0,7071
P1 =
− 0,7071 0,7071
Dekomposisi matrik B = P1 ∆ Q1T
2 − 2 4
B=
4 2 2
Vector Norms and Matrix Norms
VECTOR NORM
Norm merupakan konsep yang dimaksudkan untuk memperluas pengertian
magnitude atau “besar” sebuah besaran scalar dan vector atau bisa juga norm
mendefinisikan panjang suatu vector di ruang Euclidean (system koordinat yang
lazim digunakan. Untuk lebih mudahnya, pada konsep panjang kita dapat
membandingkan mana yang lebih besar antara dua buah vector yaitu dengan
membandingkan panjang keduanya.
Norm didefinisikan dengan symbol ||•||
Besaran vektorx =(xi) ∈ Rn dinyatakan "panjang" atau "besar"-nya dengan norm dari
x, dilambangkan oleh ||x||. Dalam literature dikenal ada 3 buah definisi tentang ||x||:
n
1. norm-1 : ||x||1 ≡ ∑ x i ;
i =1
n
2. norm-2 : ||x||2 ≡ ||x|| ≡ ∑x
2
i = (xTx)1/2;
i =1
152 + 202 = 25
625 = 25
25 = 25 (Terbukti)
52 + 7 2 ≤ 5 + 3,605
8,602 ≤ 8,605 (Terbukti)
MATRIX NORM
Norm juga digunakan pada matriks. Ruang matriks Mn adalah suatu ruang
vector berdimensi n2. Dengan demikian sifat-sifat norm vektor di ruang berdimensi-
hingga tetap berlaku di sana. Perbedaannya, untuk sembarang A dan B di Mn kita
dapat mengalikan keduanya yang menghasilkan matriks baru AB di Mn juga.
Sangatlah wajar jika kita menginginkan suatu ukuran matriks yang memberikan
hubungan antara ukuran ketiganya
Suatu fungsi||.||: Mn→ R disebut norm matriks jika untuk sembarang A,
B∈Mn berlaku lima sifat berikut:
(1). ||A||≥ 0 untuk norm matrix akan selalu bernilai positif
(1a).||A||= 0 jika dan hanya jika A = 0
(2). ||cA||= |c|.||A|| untuk semua scalar kompleks c.
(3). ||A + B||≤ ||A||+ ||B||
(4). ||AB||≤ |A|.||B||(sub-multiplikatif)
Pada definisi di atas keempat sifat pertama tidak lain merupakan sifat-sifat norm
vektor. Adapun sifat terakhir ditambahkan untuk menghubungkan “ukuran” matriks –
matriks A, B dan hasil perkalian keduanya yaitu matriks AB. Inilah yang membedakan
Norm matriks dengan norm vektor.
Dengan melihat keterkaitan antara ruang Mn dan Cn maka kita dapat mendefinisikan
suatu norm di Mn dengan melibatkan norm di Cn seperti pada definisi berikut.
Untuk p = 1, 2, dan ∞
Untuk p =1
||A||1 = max1≤𝑗≤𝑛 ∑𝑚
𝑖=1 |𝑎𝑖𝑗 | ,nilai maksimum dari masing-masing
Contoh :
3 5 7
A = �2 6 4 �
0 2 8
Untuk p = ∞
Contoh :
3 5 7
A = �2 6 4 �
0 2 8
Contoh :
2 1
A=� �
4 3
2 4
A* = � �
1 3
2 4 2 1 20 14
A*A =� �� �= � �
1 3 4 3 14 10
λ max(𝐴 ∗ 𝐴) = |SI – (A*A)|
𝑆 0 20 14
= |� �-� �|
0 𝑆 14 10
𝑆 − 20 −14
=|� �|
−14 𝑆 − 10
= (S-20)(S-10) - 196
= S2- 30S + 200 -196
= S2-30S + 4
−𝑏 ± √𝑏2 −4𝑎𝑐
S1,2 = 2𝑎
30 ± �(−30)2 −4(4)
= 2
30 ± √900−16
= 2
= 15 ±14,86
S1 = 15 + 14,86 = 29,86 (nilai eigen maksimal)
S2 = 15 –14,86 = 0,14
Lebih mudahnya, perhitungan frobenius form adalah akar dari jumlah kuadrat nilai
eigen dari (A transpose x A).
Contoh:
2 1
A=� �
4 3
2 4
A* = � �
1 3
2 4 2 1 20 14
A*A =� �� �= � �
1 3 4 3 14 10
λ max(𝐴 ∗ 𝐴) = |SI – (A*A)|
𝑆 0 20 14
= |� �-� �|
0 𝑆 14 10
𝑆 − 20 −14
=|� �|
−14 𝑆 − 10
= (S-20)(S-10) - 196
= S2- 30S + 200 -196
= S2-30S + 4
−𝑏 ± √𝑏2 −4𝑎𝑐
S1,2 = 2𝑎
30 ± �(−30)2 −4(4)
= 2
30 ± √900−16
= 2
= 15 ±14,86
S1 = 15 + 14,86 = 29,86
S2 = 15 –14,86 = 0,14