Anda di halaman 1dari 36

MENGENALI ARITMIA

I. SINUS ARITMIA

Ketika jantung berfungsi secara normal, sinoatrial (SA) node, juga

dikenali dengan sinus node, berfungsi sebagai pace maker. SA node

diasumsikan sebagai pace maker karena secara otomatis SA node

menimbulkan denyut lebih banyak dari pace maker jantung lainnya. Pada

saat istirahat, SA node memiliki kecepatan denyut 60-100 kali per menit.

Suplai darah SA node berasal dari A. Coronaria Dextra atau A.

Circumflexa Sinistra. SA node diinervasi oleh sistem saraf otonom melalui

N. Vagus, saraf parasimpatis, dan beberapa saraf simpatis. Penurunan

stimulasi N. Vagus menurunkan kecepatan denyut SA node, sedangkan

stimulasi saraf simpatis meningkatkan kecepatan denyut SA node.

Pada sinus aritmia, sel pace maker dari SA node berdenyut secara

irregular. Denyut jantung tetap pada batas normal, tetapi ritmenya irregular

dan sesuai dengan laju pernapasan. Sinus aritmia dapat terjadi secara natural

pada atlet dan anak-anak, tetapi jarang terjadi pada bayi. Kondisi yang tidak

berhubungan dengan pernapasan juga dapat menimbulkan sinus aritmia,

termasuk infark dinding miokard inferior, usia lanjut, penggunaan digoxin

atau morfin, dan kondisi yang terkait dengan peningkatan TIK.

Sinus aritmia (respon normal jantung terhadap pernapasan) sebagai

hasil dari inhibisi aktivitas reflex vagal atau tonus vagal. Selama inspirasi,

peningkatan aliran darah kembali ke jantung mengurangi tonus vagal, yang


meningkatkan heart rate. Kompleks EKG tampak lebih rapat, sehingga

interval P-P memendek, durasi antara dua geloombang P lebih singkat.

Selama ekspirasi terjadi penurunan aliran balik vena sehingga

meningkatkan tonus vagal, melambatkan heart rate, dan interval P-P

memanjang.

GAMBAR

Sinus aritmia biasanya tidak signifikan dan tanpa gejala. Variasi

interval P-P pada pasien lanjut usia dapat mengindikasikan sick sinus

syndrome yang berpotensi menjadi hal yang lebih serius.

Untuk mengenali sinus aritmia, dapat dilihat irama yang irregular

dan sesuai dengan laju pernapasan. Perbedaan antara P-P interval terpendek

dan terpanjang lebih dari 0,12 detik.

Denyut atrial dan ventrikular berada pada batas normal (60-100 kali/

menit) dan berbeda pada tiap laju pernapasan (cepat pada inspirasi dan

lambat pada ekspirasi). Parameter lain dalam batas normal kecuali QT

interval yang sedikit berbeda tetapi cenderung normal.

Periksa denyut nadi perifer yang meningkat selama inspirasi dan

menurun selama ekspirasi.

GAMBAR

Bedakan sinus aritmia dengan jenis aritmia yang lain. Sekilas, sinus

aritmia terlihat seperti atrial fibrilasi, ritme sinus normal dengan kontraksi

atrial prematur, SA blok, atau sinus pause. Observasi monitor dan pola
pernapasan selama beberapa menit untuk menentukan ritme dan denyut.

Seperti biasa, cek nadi pasien. *kotak

Sinus aritmia lebih mudah dideteksi ketika denyut nadi lambat; sinus

aritmia dapat menghilang jika denyut nadi meningkat, misalnya pada saat

exercise atau setelah pemberian atropin.

Jika pasien tidak menunjukkan gejala maka terapi tidak dibutuhkan.

Jika sinus aritmia tidak berkaitan dengan respirasi, maka penyebab yang

mendasari perlu diatasi. Ketika menangani pasien sinus aritmia observasi

denyut jantung selama respirasi untuk menentukan apakah aritmia sesuai

dengan laju pernapasan.

Jika sinus aritmia diakibatkan oleh obat-obatan seperti morfin sulfat

dan sedatif lainnya, maka pemberian obat tersebut dapat dilanjutkan. Jika

sinus aritmia memberat pada pasien yang mengonsumsi digoxin maka

kemungkinan pasien mengalami toksisitas digoxin.

Sinus bradikardia memiliki karakteristik irama sinus <60 kali/ menit

dan regular. Hal ini dapat terjadi secara normal saat tidur atau pada pasien

dengan kondisi jantung sehat seperti atlet. Banyak atlet mengalami hal

tersebut karena kondisi jantung yang baik dapat mempertahankan Stroke

Volume normal dengan usaha minimal. Sinus bradikardia juga dapat terjadi

secara normal selama tidur, hal ini berkaitan dengan penurunan kebutuhan

metabolik.

Sinus bradikardia biasa terjadi sebagai respon normal penurunan

kebutuhan aliran darah. Dalam hal ini, stimulasi vagal meningkat dan
stimulasi simpatis menurun. Pada akhirnya, secara otomatis sel SA node

cenderung mengurangi pembentukan impuls.

Sinus bradikardia secara umum terjadi setelah infark dinding

miokard inferior yang meliputi A. Coronaria Dextra yang menyuplai darah

ke SA node. Hal ini juga dapat terjadi akibat penggunaan beberapa obat-

obatan.

Manisfestasi klinis yang muncul bergantung pada seberapa rendah

denyut jantung dan apakah pasien menimbulkan gejala. Sebagai contoh,

kebanyakan dewasa muda dapat menoleransi sinus bradikardia dengan 45-

59 denyut per menit tetapi kurang toleran dengan denyut dibawah 45 kali

per menit.

Biasanya, sinus bradikardia tidak bergejala dan tidak signifikan.

Jika, pasien tidak menunjukkan gejala penurunan cardiac output maka

terapi tidak dibutuhkan.

Ketika sinus bradikardia memperlihatkan gejala, maka dibutuhkan

tindakan segera. Jantung pasien dengan riwayat penyakit jantung

kemungkinan tidak dapat berkompensasi terhadap denyut yang sangat

rendah dengan meningkatkan stroke volumenya. Cardiac output yang

rendah memperlihatkan gejala seperti hipotensi dan pusing. Bradikardia

juga dapat menjadi faktor predisposisi untuk menjadi aritmia yang lebih

serius seperti ventrikel takikardia dan ventrikel fibrilasi. Sinus bradikardia

dapat disebabkan oleh;


1. Gangguan non kardiak seperti hyperkalemia, peningktan tekanan intra

kranial, hipotiroid, hipotermia dan glaucoma.

2. Kondisi yang menstimulasi vagal atau menurunkan stimulasi simpatis

seperti tidur, relaksasi dalam, maneuver valsalva, masase sinus karotis,

dan muntah.

3. Penyakit jantung seperti SA node disease, cardiomyopathy, miokarditis

dan iskemik miokard yang diikuti oleh infark dinding miokard inferior.

4. Obat-obatan, terutama beta adrenergic bloker, digoxin (lanoxin),

calcium channel blocker, lithium (lithobit), anti aritmia seperti sotalol

(betapace), amiodarone (cordarone), propafenone (rhytmol) dan

quinidine.

Pada pasien infark miokard akuut inferior, sinus bradikardia

dipertimbangkan memiliki prognosis baik kecuali disertai hipertensi.

Karena sinus bradikardia jarang terjadi pada anak, hal ini dipertimbangkan

memiliki prognosis buruk jika terjadi pada anak-anak.

Pada sinus bradikardia, ritme atrial dan ventrikular regular tetapi

dibawah 60 kali per menit. Karakteristik lain tampak normal. Pada EKG,

tampak gelombang P mendahului setiap kompleks QRS dan interval PR,

kompleks QRS, gelombang T dan interval QT normal.

Selama pasien mampu mengompensasi penurunan cardiac outpu maka

tidak akan timbul gejala. Jika mekanisme kompensasi gagal, maka timbul

gejala seperti hipotensi dan pusing.


Palpitasi dan nadi irregular dapat terjadi pada pasien yang mengalami

ectopic beats seperti atrial prematur, junctional atau kontraksi ventrikel.

Aliran darah yang berkurang ke otak akan menimbulkan gejala kesadaran

menurun. Bradycardia induced syncope atau adam stokes juga dapat terjadi.

Pasien yang asimtomatik dan memiliki tanda vital stabil tidak

memerlukan penanganan. Observasi nadi, kemudian perhatikan

perkembangan dan durasi bradikardia. Evaluasi toleransi ritme jantung saat

istirahat dan saat aktivitas. Kaji riwayat konsumsi obat yang dapat menekan

pembentukan impuls SA node seperti digoxin, beta adrenergic blocker, dan

calcium channel blocker.

Jika pasien simtomatik, terapi diberikan berdasarkan penyebab yang

mendasarinya. Gunakan obat seperti atropine, epinefrin, atau dopamine.

Atropine diberikan 0,5 mg 3-5 menit dengan dosis maksimal 3 mg. jika

atropine tidak efektif maka diberikan epinefrin 2-10 mcg/menit. Jika

bradikardia disertai dengan hipotensi maka diberikan dopamine 2-10

mcg/kgBB/menit. Untuk bradikardia kronik diperlukan pemasangan pace

maker permanen.

Bradikardia simtomatik memberikan gejala hipotensi, akral dingin,

altered mental status terganggu, pusing, pandangan kabur, ronkhi, dispneu,

bunyi jantung S3 galllop, nyeri dada, dan sinkope.

Sinus takikardia pada orang dewasa dicirikan dengan irama sinus lebih

dari 100 kali per menit dan dapat mencapai 160 kali per menit. Hal ini dapat
terjadi sebagai respon tubuh saat latihan atau saat emosi. Juga dapat terjadi

karena hypovolemia, perdarahan atau nyeri.

Sinus takikardia dapat menjadi aritmia yang signifikan karena

penggunaan oksigen miokardium meningkat saat terjadi peningkatan

denyut jantung sehingga takikardia akan memberikan episode nyeri pada

pasien dengan penyakit jantung coroner. Peningkatan denyut jantung juga

dapat terjadi pada pasien dengan kondisi jantung tipe obstruksi seperti

stenosis aorta dan kardiomiopati hipertrofi.

Sinus takikardia terjadi pada 30% pasien post miocard infarct dan

diperkirakan memiliki prognosis yang buruk karena berhubungan dengan

kerusakn jantung massif. Takikardia persisten juga dapat sebagai signal

impending heart failure atau syok kardiogenik.

Pada sinus takikardia, ritme atrium dan ventrikel regular. Seperti pada

sinus bradikardia, gelombang P berukuran normal dan diikuti leh kompleks

QRS tetapi memiliki amplitude yang lebih besar. Seiring peningkatan

denyut jantung, gelombang P berimpit dengan gelombang T dan menjadi

sulit untuk diidentifikasi. PR interval, kompleks QRS, dan gelombang T

tampak normal. Interval QT akan memendek saat takikardia.

Pasien dengan sinus takikardia memiliki denyut nadi lebih dari 100

kali per menit dengan ritme regular. 0biasanya, pasien akan tampak

asimtomatik, namun jika cardiac output menurun dan mekanisme

kompensasi gagal maka pasien akan mengalami hipotensi, sinkope dan


pandangan kabur. Pasien juga dapat merasa nyeri dada dan berdebar serta

merasa cemas. Jika terjadi gagal jantung maka didapatkan ronkhi, S3 gallop

dan distensi vena jugular.

Gambar

Takikardia dapat menurunkan cardiac output dengan mengurangi waktu

pengisian ventrikel dan mengurangi jumlah darah yang dipompa setiap oleh

ventrikel detiap kontraksi. Secara normal, volume ventrikel mencapai 120-

130 ml selama diastol. Pada takikardia, penurunan volume ventrikel

mengakibatkan hipotensi dan penurunan perfusi perifer. Saat terjadi

penurunan cardiac output, tekanan arteri dan perfusi perifer juga menurun.

Takikardia dapat memburuk pada pasien iskemik miokard karena

meningkatkan kebutuhan jantung akan oksigen dan mengurangi waktu

diastol.

Penanganan pasien asimtomatik difokuskan pada penanganan kausa

yang mendasarinya. Sebagai contoh, jika takikardia disebabkan oleh

perdarahan, maka penanganan yang diberikan antara lain; menghentikan

perdarahan dan mengganti darah yang hilang dengan cairan.

Jika takikardia berkembang menjadi iskemik kardiak penanganan yang

diberikan antara lain; obat untuk memperlambat heart rate. Obat yang

sering digunakan antara lain beta adrenergic blocker seperti metoprolol

(Lopressor) dan atenolol (Tenormin) dan calcium channel blocker seperti

verapamil (calan). Kaji riwayat penggunaan obat-obatan pasien. Riwayat


penggunaan agen simpatomimetik dapat mencetuskan sinus takikardia. Kaji

riwayat konsumsi kafein, nikotin, alkohol dan obat-obatan lainnya seperti

kokain dan amfetamin yang dapat mencetuskan takikardia.

Periksa adanya nyeri dada dan tanda-tanda gagal jantung, monitor intake

dan output, cek perfusi serebral, posisikan pasien senyaman mungkin

dengan suasana yang tenang, edukasi pasien mengenai teknik relaksasi agar

tidak cemas, hati-hati pada sinus takikardia akut setelah miokard infark yang

mengindikasikan perluasan infark. Ingat, takikardia merupakan tanda

pertama terjadinya emboli paru.

Sinus arrest disebabkan kurangnya aktivitas listrik di atrium. Kondisi ini

dsebut atrial standstill. Selama hal ini terjadi, atrium tidak distimulasi dan

tampak PQRST kompleks menghilang dari gambaran EKG. Atrial standstill

disebut juga sinus pause ketika satu atau 2 denyut tidak terbentuk dan sinus

arrest adalah ketika 3 atau lebih denyut tidak terbentuk. Sinus arrest tampak

mirip dengan SA blok derajat 3 dan juga disebut exit block.

Sinus arrest terjadi ketika SA node gagal menghasilkan impuls.

Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi akut, penyakit jantung

dan stimulasi vagal. Kondisi yang dapat menyebabkan sinus arrest :

1. Penyakit sinus node seperti fibrosis dan degenerative idiopatik

2. Peningkatan tonus vagal yang terjadi pada maneuver valsalva,

masase sinus karotis dan muntah

3. Digoxin, quinidine, procainamide, dan salisilat.


4. Penggunaan beta adrenergic blocker dosis tinggi seperti metoprolol

dan propranolol.

5. Penyakit jantung seperti penyakit jantung coroner, miokarditis akut,

kardio miopati, dan hypertensive heart disease.

6. Infark miokard akut inferior

7. Sick sinus syndrome

8. Infeksi akut

Sinus arrest yang memanjang dapat menyebabkan sinkope atau asistol

selama 7 detik. Mengenali sinus arrest:

1. Ritme regular kecuali saat kompleks PQRST menghilang

2. Rate 40x/menit

3. Gelombang P normal dan menghilang selama blok

4. PR interval 0,2 second

5. QRS second 0,08 second dan menghilang selama blok

6. Gelombang T normal dan menghilang selama blok

7. QT interval 0,4 second dan menghilang saat blok.

Pada pasien yang asimtomatik tidak dibutuhkan penanganan. Pasien

yang menunjukkan gejala, difokuskan untuk mempertahankan cardiac

output dan menentukan penyebab sinus arrest seperti; menghentikan obat-

obatan yang menekan SA node seperti digoxin, beta adrenergic blocker, dan

calcium channel blocker.


Pasien yang menunjukkan tanda-tanda kegagalan sirkulasi membutuhkan

penanganan seperti pemasangan pacu jantung sementara dan pemberian

atropine atau epinefrin. Periksakan kadar digoxin serum dan kadar elektrolit

serum.

*kotak*

Sinoatrial blok.

Pada sinoatrial blok, impuls berasal dari SA node secara regular. Beberapa

dari impuls tersebut mengalami delay dalam perjalanannya menuju atrium.

Berdasarkan panjang delaynya, SA blok dibagi menjadi 3 kategori:

1. SA blok derajat 1

Pada SA blok derajat 1, terdapat delay antara pembentukan impuls SA

node dan depolarisasi atrium.

2. SA blok derajat 2

SA blok derajat 2 dibagia menjadi 2 tipe yaitu;

a. SA blok derajat 2 tipe 1

Waktu konduksi antara SA node dan jaringan atrium, secara

progresif memanjang hingga kompleks PQRST menghilang

sehingga irama menjadi irregular dan P-P interval memendek.


b. SA blok derajat 2 tipe 2

Waktu konduksi antara SA node dan jaringan atrium normal hingga

impuls terblok sehingga irama yang terekam regular kemudian

kompleks PQRST menghilang.

3. SA blok derajat 3

Pada SA blok derajat 3, beberapa impuls terblok sehingga menyebabkan

blok yang panjang. Hal ini terjadi karena adanya kegagalan dalam

konduksi impuls lain halnya dengan sinus arrest yang terjadi karena

adanya kegagalan dalam pembentukan impuls.

*kotak

Sick sinus syndrome dikenal juga dengan disfungsi sinus nodal, adalah

abnormalitas SA node secra luas yang menyebabkan terhalangnya konduksi

impuls ke atrium. Kondisi Sick sinus syndrome dapat disebabkan oleh

degenerasi area sistem nervus otonom dan destruksi parsial dari SA node.

Juga dapat terjadi karena gangguan suplai darah post infark miokard

inferior.

Gejala yang mungkin terlihat pada Sick sinus syndrome adalah episode

sinus arrest, SA blok yang tiba-tiba dan atrial fibrilasi durasi pendek.

Umumnya pasien berusia diatas 60 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

Prognosis Sick sinus syndrome tergantung pada usia penderita, adanya

penyakikt lain, tipe dan durasi aritmia yang terjadi. Jika terjadi atrial fibrilasi

maka prognosis buruk karena dapat terjadi komplikasi tromboemboli.

Mengenali Sick sinus syndrome :


1. Ritme irregular

2. Rate atrial 60 beat per menit, ventrikel 70 beat per menit

3. Gelombang P bervariasi

4. PR interval bervariasi sesuai ritme

5. Kompleks QRS 0,10 second

6. Gelombang T bervariasi

7. QT interval bervariasi

Sama seperti sinus aritmia lainnya, tidak dibutuhkan terapi pada pasien yang

tidak menunjukkan gejala. Pada kasus yang menimbulkan gejala diberikan

atropine, epinefrin dan antikoagulan untuk mencegah tromboemboli dan

stroke.

II. ARITMIA ATRIAL

Atrial aritmia merupakan gangguan ritme jantung yang paling sering

terjadi yaitu dimana impuls berasal dari area diluar SA node. Aritmia ini

dapat mempengaruhi waktu pengisian ventrikel dan mengurangi kekuatan

pompa atrium.

Atrial aritmia memiliki 3 mekanisme yaitu; 1) Peningkatan

kemampuan sel jantung untuk menghasilkan impuls sendiri sehingga


mecetuskan impuls yang abnormal. Hal ini disebabkan faktor ekstrasel

seperti hipoksia, asidosis, hipokalsemia, dan toksisitas digoxin. 2) Re-entry.

Pada keaadaan ini, impuls terhambat dalam jalur konduksi yang

menyebabkan terbentuknya impuls lain selama repolarisasi miokardium.

Hal ini biasanya terjadi pada penderita penyakit jantung koroner,

kardiomiopati atau infark miokard. 3) Sel yang rusak kadang kala

mengalami repolarisasi parsial. Hal ini menyebabkan timbulnya impuls

ektopik secara berulang.

Premature atrial contraction (PACS) adalah keadaan dimana

impuls berasal dari daerah diluar SA node yang biasanya adalah irritable

spot. Dalam hal ini, SA node mengeluarkan impuls yang diikuti

pembentukan impuls oleh irritable spot sebelum SA node dapat membentuk

impuls selanjutnya,

PACS secara umum terjadi pada jantung normal yang dicetuskan

oleh alkohol, nikotin, kecemasan, lemah, demam, dan penyakit infeksi.

Keadaan ini juga dapat berhubungan dengan penyakit katup jantung, gagal

napas akut, hipoksia, penyakit paru, toksisitas digoxin dan imbalas

elektrolit.

PACS dapat berkembang menjadi jenis aritmia yang lebih serius

seperti atrial fibrilasi dan atrial flutter. PACS dapat timbul sebagai gejala

awal pada pasien dengan infark miokard akut. Karakteristik EKG PACS:

1. Ritme irregular

2. Rate 90 kali per menit


3. Gelombang P abnormal dengan PAC dan beberapa berimpit dengan

gelombang T

4. PR interval 0,20 second

5. Kompleks QRS 0,08 second

6. Gelombang T abnormal

7. QT interval 0,32 second

Pasien asimtomatik tidak membutuhkan terapi. Jika pasien

menunjukkan gejala maka terapi didasarkan pada penyebabnnya seperti

kafein, alkohol dan nikotin. Jika pasien memeiliki penyakit katup, maupun

jantung iskemik maka perlu diperhatikan adanya tanda gagal jantung,

imbalas elektrolit dan perkembangan menjadi aritmia yang lebih berat.

Atrial takikardia disebut juga supraventricular takikardia (SVT)

merupakan keadaan dimana impuls muncul dengan cepat dan berasal dari

bagian atas ventrikel. Atrial takikardia memiliki rate 150-250 kali per menit.

Denyut yang cepat akan memendekkan fase diastole sehingga menyebabkan

kontraksi atrium yang tidak adekuat, penurunan cardiac output, penurunan

perfusi coroner dan iskemia miokard. Atrial takikaria terbagia menjadi tiga

tipe yaitu:

1. Atrial takikardia dengan blok

Jenis atrial takikardia ini disebabkan oleh peningkatan kemampuan

jaringan atrium untuk menghasilkan impuls sendiri. Karena denyut

atrium meningkat dan konduksi AV terganggu maka terjadi blok 2 : 1.


Gambar

a. Ritme atrium regular, ritme ventrikuler bisa regular maupun

irregular

b. Rate 150-250

c. Gelombang P sedikit abnormal, bentuknya bergantung pada lokasi

timbulnya impuls

d. PR interval normal

e. Kompleks QRS normal

f. Gelombang T sulit dikenali

g. QT interval tidak dapat dibedakan

h. Lain-lain; gelombang P lebih dari satu untuk setiap QRS

2. Multifocal atrial takikardia (MAT)

Pada jenis aritmia ini, terdapat beberapa fokus impuls secara intermitten.

Sehingga menghasilkan gelombang P yang bervariasi. Jenis aritmia ini

biasanya terjadi pada pasien chronic pulmonary disease.

a. Ritme irregular

b. Rate atrium 100-250 kali per menit, rate ventrikuler 101-250 kali per

menit

c. Gelombang P bervariasi, setidaknya terdapat 3 gelombang P yang

berbeda.

d. PR interval bervariasi

e. Kompleks QRS normal


f. Gelombang T sulit dinilai

g. QT interval sulit dibedakan.

3. Paroksismal atrial takikardia (PAT)

Aritmia jenis ini mulai dan berhenti secara tiba-tiba sebagai hasil dari

pembentukan impuls ektopik yang cepat.

a. Ritme regular

b. Rate 150-250 kali per menit

c. Gelombang P abnormal, dapat tumpang tindih dengan gelombang T

sebelumnya

d. PR interval relatif sama sebelum dan setelah terjadinya PAT

e. Kompleks QRS abnormal

f. Gelombang T sulit dinilai

g. QT interval sulit dibedakan

h. Lain-lain; satu gelombang P untuk setiap kompleks QRS.

Atrial takikardia dapat terjadi pada pasien dengan jantung normal.

Secara umum kondisi yang berhubungan dengan kondisi ini adalah kafein,

marijuana, imbalas elektrolit, hipoksia, dan stress fisik maupun psikologi.

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan atrial takikardia antara lain;

infark miokar, cardiomiopati, kelainan kongenital, wolff Parkinson white

syndrome, penyakit katup jantung, cor pulmonale, hipertiroid, hipertensi

sistemik, dan toksisitas digoxin. Mengidentifikasi atrial takikardia :

1. Ritme regular
2. Rate 150-250 kali per menit

3. Gelombang P sulit dinilai, nyaris berimpit dengan gelombang T

4. PR interval 0,12 second

5. Kompleks QRS 0,10 second

6. Gelombang T sulit dinilai

7. QT interval 0,20 second

Kompleks QRS seringkali tampak normal kecuali impuls terkonduksi

secara abnormal selama di ventrikel. Gelombang T dapat normal atau

inverted jika terdapat iskemia.

Terapi yang diberikan berdasarkan tipe takikardia, lebar kompleks

QRS, dan kondisi klinis pasien. Salah satu penyebab tersering dari aritmia

ini adalah toksisitas digoxin. Kenali tanda dan gejala toksisitas digoxin dan

periksa serum digoxin level. Maneuver valsalve atau masase sinus carotis

dapat digunakan untuk menangani atrial takikardia. Masase carotis

menstimulasi nervus vagus untuk menginhibisi pembentukan impuls oleh

SA node dan memperlambat konduksi AV node sehingga SA node kembali

menjadi pace maker utama. Resiko dari masase sinus karotis antara lain;

penurunan heart rate, vasodilatasi, ventrikel aritmia, stroke, dan cardiac

arrest sehingga manuver ini kontraindikasi bagi pasien lanjut usia.

Terapi medikamentosa yang dapat digunakan termasuk digoxin beta

adrenergic dan calcium channel blocker. Jika terapi gagal dan pasien tidak

stabil, maka dilakukan kardioversi.


Atrial flutter memiliki karakteristik ritme atrial berkisar 250-350

kali per menit. Atrial flutter secara umum berhubungan dengan blok derajat

dua. Dalam hal ini, AV node gagal meneruskan konduksi impuls ke ventrikel

sehingga rate ventrikel melambat. Atrial flutter dapat disebabkan oleh

kondisi dimana jaringan atrium membesar dan terjadi peningkatan tekanan

atrium seperti pada pasien penyakit katup mitral berat, hipertiroid, penyakit

pericardium, dan penyakit miokardium primer. Mengidentifikasi atrial

flutter:

1. Ritme atrium regular, ritme ventrikel irregular

2. Rate atrium 250-350 kali per menit, rate ventrikel 60 kali per menit

3. Galombang P tampak seperti gigi gergaji (saw tooth appearance)

4. PR interval tidak dapat diukur

5. Kompleks QRS 0,08 second

6. Gelombang T tidak dapat diidentifikasi

7. QT interval tidak dapat diidentifikasi.

Jika rate ventrikel normal, pasien tampak asimtomatik namun jika rate

ventrikel meningkat maka pasien akan memperlihatkan gejala penurunan

cardiac output dan dekompensasi jantung. Jika hemodinamik pasien tidak

stabil maka dibutuhkan tindakan kardioversi secepatnya. Pada pasien

stabil, terapi difokuskan untuk mengontrol rate dan memperbaiki ritme.

Pada pasien dengan durasi aritmia <48 jam dapat dipertimbangkan

tindakan kardioversi namun sebalikny ajika durasi >48 jam maka

kardioversi tidak dilakukan sebab dapat meningkatkan resiko


tromboemboli kecuali pasien telah diyakini menerima terapi antikoagulan

yang adekuat.

Atrial fibrilasi diartikan sebagai aktifitas listrik yang kacau dan tidak

sinkron pada jaringan atrium. Impuls ektopik memiliki rate 400-600 kali

per menit yang menyebabkan atrium bergetar bukannya berkontraksi.

Konduksi yang irregular ini akan melewati AV node sehingga

menyebabkan respon ventrikel yang irregular.

Atrial fibrilasi dapat terjadi pada pasien dengan riwayat opersi

jantung, hipotensi lama, emboli paru, PPOK, imbalans elektrolit,

regurgitasi mitral, stenosis mital, hipertiroid, infeksi, PJK, IMA,

pericarditis, hipoksia dan ASD. Hal ini juga dapat terjadi karena konsumsi

kafein, alkohol, beberapa obat-obatan (digoxin dan aminofilin), dan stress.

Seperti atrial aritmia lainnya, atrial fibrilasi mengurangi kontraksi

atrium sehingga mengurangi waktu pengisian dan adanya rate yang cepat

menyebabkan masalah klinis yang signifikan. Jika respon ventrikel lebih

dari 100 kali per menit (atrial fibrilasi tak terkontrol) maka pasien dapat

mengalami gagal jantung, angina atau sinkope. Jika atrial fibrilasi tidak

ditangani maka dapat terjadi kolaps kardiovaskuler, pembentukan trombus,

dan emboli paru atau sistemik. Mengenali atrial fibrilasi:

1. Ritme irregular

2. Rate atrial sulit dinilai, rate ventrikel 130 kali per menit

3. Gelombang P tidak ada, digantikan dengan gelombang fibrilasi


4. PR interval sulit dinilai

5. Komples QRS 0,08 second

6. Gelombang T sulit dinilai

7. QT interval tidak dapat diukur.

Ketika menangani pasien dengan atrial fibrilasi dapat ditemukan denyut

nadi radialis lebih lambat dibandingkan denyut apeks jantung. Hal ini

disebabkan kontraksi otot jantung yang lemah, sehingga tidak

menghasillkan denyut nadi yang adekuat.

Sasaran terapi atrial fibrilasi adalah untuk menurunkan respon

ventrikel dibawah 100 kali per menit. Hal ini dapat dicapai dengan

memberikan obat untuk mengontrol respon ventrikel dan atau kardioversi.

Terapi atrial fibrilasi secara umum sama dengan atrial flutter. Pada kasus

akut dan pasien kooperatif dapat dilakukan manuver vagal atau masase

sinus karotis untuk memperlambat respon ventrikel tetapi hal ini tidak

dapat mengubah aritmia. Obat-obatan seperti digoxin, procainamide,

propranolol, quinidine, amiodaron dan verapamil dapat diberikan setelah

kardioversi berhasil menjadi normal sinus rhythm dan mengontrol laju

ventrikel pada atrial fibrilasi.

Wandering pace maker adalah ritme irregular yang dihasilkan ketika

titik pace maker jantung berubah dari SA node menjadi area diatas

ventrikel. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tonus vagal, toksisitas

digoxin, dan penyakit jantung organik seperti reumatik carditis. Keadaan


ini jarang menjadi serius namun pada kasus kronik, keadaan ini merupakan

tanda penyakit jantung dan harus diperiksa lebih lanjut. Mengidentifikasi

wandering pace maker :

1. Ritme atrial dan ventrikel irregular

2. Rate atrial dan ventrikel 50 kali per menit

3. Terjadi perubahan ukuran dan bentuk gelombang P; awalnya inverted

selanjutnya upright

4. PR interval bervariasi

5. Kompleks QRS 0,08 second

6. Gelombang T normal

7. QT interval 0,44 second

Jika pasien asimtomatik, maka tidak diperlukan terapi. Pada pasien

simtomatik, dibutuhkan pemantauan ritme jantung dan hemodinamik,

status mental dan warna kulit.

III. ARITMIA JUNCTIONAL

Aritmia junctional berasal dari AV junction (area disekitar AV node

dan berkas his). Aritmia ini terjadi ketika SA node gagal untuk

mengonduksikan impuls atau ketika terjadi blok maka impuls listrik akan

dibentuk oleh sel pace maker pada AV junction.

Pada konduksi impuls yang normal, AV node berfungsi untuk

memperlambat impuls dari atrium menuju ventrikel sehingga atrium dapat

berkontraksi dan memompa darah sebanyak mungkin ke ventrikel sebelum


terjadi kontraksi ventrikel. AV junction terletak di bagian bawah atrium

kanan denkat dengan katup tricuspid, sehingga impuls di area ini

menyebabkan jantung mengalami depolarisasi yang tidak normal. Impuls

bergerak keatas sehingga menyebabkan depolarisasi retrograde dari atrium.

Hal ini terekam dalam EKG sebagai P inverted pada sandapan II, III, AVF.

Impuls yang terbentuk di AV junction dapat mencapai atrium atau

ventrikel terlebih dahulu. Jika impuls mencapai atrium terlebih dahulu maka

gelombang P akan terbentuk sebelum kompleks QRS.

Gambar

Jika impuls mencapai ventrikel terlebih dahulu maka gelombang P akan

terbentuk setelah kompleks QRS.

Gambar

Jika impuls mencapai atrium dan ventrikel secara simultan maka gelombang

P akan tersembunyi di kompleks QRS

gambar

Atrial aritmia terkadang sulit dibedakan dengan aritmia junctional

karena impuls lemah di atrium dan menyebabkan depolarisasi retrograde

serta gelombang P inverted. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat PR

interval. Jika tampak gelombang P sebelum kompleks QRS dan PR interval

normal (0,12-0,20 second) artinya impuls terbentuk di atrium. Jika aritmia

tampak dengan PR interval <0,12 second maka impuls terbentuk di AV

junction.
Premature junctional contraction (PJC) adalah denyut yang terjadi

sebelum denyut normal sehingga menyebabkan denyut irregular. Atrium

mengalami depolarisasi retrograde sedangkan ventrikel mengalami

depolarisasi secara normal. PJC dapat disebabkan oleh toksisitas digoxin

(>2,5 ng/ml), intake kafein berlebihan, infark miokard dinding inferior,

penyakit jantung reumatik, penyakit katup, hipoksia, gagal jantung, atau

pembengkakan AV junction post operasi jantung. Mengidentifikasi PJC:

1. Ritme irregular

2. Rate 100 kali per menit

3. Gelombang P inverted dan mendahului kompleks QRS

4. PR interval 0,06 second

5. Komples QRS 0,06 second

6. Gelombang T normal

7. Interval QT 0,36 second

PJC tidak membutuhkan terapi kecuali memberikan gejala. Terapi diberikan

berdasarkan penyebab yang mendasari aritmia.

Junctional escape rhythm adalah rentetan denyut yang terjadi

setelah konduksi di atrium mengalami perlambatan. Pada aritmia jenis ini

juga terjadi depolarisasi atrium retrograde dan gelombang P inverted.

Junctional escape rhythm dapat disebabkan oleh sick sinus syndrome,

stimulasi vagal, toksisitas digoxin, infark miokard inferior dan penyakti

jantung reumatik.
Junctional escape rhythm akan menunjukkan ritme regular 40-60

kali per menit. Gelombang P dapat tampak sebelum, setelah atau

tersembunyi di kompleks QRS. PR interval <0,12 second dan dapat diukur

hanya jika gelombang P tampak sebelum kompleks QRS. Identifikasi

Junctional escape rhythm:

1. Ritme regular

2. Rate 40-60 kali per menit

3. gelombang P inverted dan mendahului seluruh kompleks QRS

4. PR interval 0,10 second

5. Kompleks QRS 0,10 second

6. Gelombang T normal

7. QT interval 0,44 second

Terapi diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari aritmia. Atropine

dapat diberkan untuk meningkatakan heart rate, atau diberikan pace maker

permanen. Periksa serum digoxin level dan elektrolit.

Accelerated junctional rhythm disebabkan oleh titik yang sensitive di AV

junction sehingga mempercepat dan mengambil alih pace maker. Juga

terjadi depolarisasi retrograde dan depolarisasi ventrikel normal. Kondisi

yang dapat menyebabkan aritmi aini antara lain; toksisitas digoxin,

hypokalemia, infark inferior atau posterior, penyakit jantung reumatik atau

penyakit katup jantung. Mengidentifikasi Accelerated junctional rhythm :

1. Ritme regular
2. Rate 80 kali per menit

3. Gelombang P tidak ada

4. PR interval tidak dapat diukur

5. Kompleks QRS 0,10 second

6. Gelombang T normal

7. QT interval 0,32 second

Pada EKG akan tampak ritme regular dengan rate 60-100 kali per menit.

Jika terdapat gelombang P, maka akan tampak inverted di lead II, III, AVF.

Pasien bisa saja tidak menunjukkan gejala karena aritmia ini

memiliki rate yang sama dengan irama sinus. Jika cardiac output pasien

akan tampak pusing, hipotensi, bingung, dan denyut nadi perifer lemah.

Terapi didasarkan pada penyebab yang mendasari. Pantau serum digoxin

level, kadar natrium dan elektrolit lain. Jika pasien menunjukkan gejala

maka diperlukan pemasangan alat pacu jantung.

Pada Junctional tachycardia, PJC terjadi 3 kali atau lebih berturut-

turut. Aritmia ini terjadi ketika automatisitas titik impuls di AV junction

meningkat dan tumpang tindih dengan SA node sebagai pace maker

jantung. Pada aritmia ini, atrium mengalami depolarisasi retrograde dan

konduksi di ventrikel normal. Rate 100-200 kali per menit.

Mengidentifikasi junctional tachycardia:

1. Ritme regular

2. Rate 100-200 kali per menit


3. Gelombang P inverted diikuti oleh kompleks QRS

4. PR interval tidak dapat diukur

5. Kompleks QRS 0,08 second

6. Gelombang T normal

7. QT interval 0,36 second

Penyebab junctional tachycardia; toksisitas digoxin yang diperberat

dengan hypokalemia, infark miokard atau iskemia inferior atau posterior,

penyakit jantung bawaan pada anak, dan pembengkakan AV junction post

operasi jantung.

Pasien dengan heart rate yang cepat dapat mengalami penurunan

cardiac output dan hemodinamik yang tidak stabil. Terapi didasarkan pada

penyebab yang mendasarinya. Manuver vagal dan obat-obatan seperti

verapamil dapat memperlambat heart rate pada pasien simtomatik. Jika

pasien baru saja mengalami infark miokard atau operasi jantung maka

dibutuhkan pemasangan alat pacu jantung. Pasien dengan junctional

tachycardia berulang ditangani dengan terapi ablasi dan diikuti dengan

pemasangan alat jantung permanen. Pantau gejala penurunan cardiac

output, cek serum digoxin level dan natrium. Jika gejala memberat dan

disebabkan oleh digoxin maka diberikan terapi digoxin binding.

IV. VENTRIKULAR ARITMIA


Ventrikular aritmia terjadi di ventrikel di bawah berkas HIS. Hal ini

terjadi ketika depolarisasi impuls di miokardium mengalami jalur yang

berbeda.

Ventrikular aritmia memiliki gambaran EKG yang khas. Tampak

QRS kompleks lebih lebar dari normal karena waktu konduksi yang

memanjang di ventrikel. Gelombang T dan QRS kompleks tampak

berlawanan karena terjadi perbedaan aksi potensial selama depolarisasi dan

repolarisasi ventrikel. Gelombang P tidak tampak karena depolarisasi

atrium tidak terjadi.

Jika impuls listrik berasal bukan dari atrium melainkan dari ventrikel maka

cardiac output akan menurun sebanyak 30 %. Pasien dengan VA akan

memperlihatkan tanda dan gejala dari dekompensasi jantung, termasuk

hipotensi, angina, sinkop, dan distres pernapasan.

Prematur ventrikular contraction (PVC) adalah denyut ektopik

yang dapat terjadi pada orang sehat tanpa menyebabkan masalah. PVS biasa

disebabkan oleh iritabilitas listrik sistem konduksi di ventrikel atau jaringan

otot. Hal ini dapat diprovokasi oleh semua gangguan elektrolit yang terjadi

pada sel selama depolarisasi dan repoarisasi.

Kondisi yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain :

1. Ketidakseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hiperkalemi,

hipomagnesemia, dan hipokalsemia

2. Asidosis metabolic

3. Hipoksia
4. Iskemia miokard/infark miokard

5. Intoksikasi obat seperti kokain, amfetamin, dan antdepresant trisiklik

6. Pembesaran ruang jantung

7. Peningkatan stimulasi simpatis

8. Miokarditis

9. Konsumsi kafein/alkohol

10. Merokok

PVC dapat menjadi aritmia yang lebih serius seperti ventrikel takikardi

atau ventrikel fibrilasi. Risiko tersebut meningkat pada pasien iskemia

jantung. PVC dapat menurunkan cardiac output yang disebabkan

berkurangnya waktu pengisian ventrikel selama fase diastolic dan hilangnya

kontraksi atrium. Mengidentifikasi PVC:

1. Ritme irregular

2. Rate 120 kali per menit

3. Gelombang P menghilang selama PVC terjadi namun kembali normal

setelahnya

4. PR interval 0,12 second

5. Kompleks QRS muncul lebih awal dengan konfigurasi tidak normal dan

durasi 0,14 second pada PVC; 0,08 second pada ritme setelahnya

6. Gelombang T normal; berkebalikan dengan kompleks QRS pada PVC

7. Interval QT

Berikut adalah beberapa jenis prematur ventrikular contraction yang


berbahaya:
1. Paired PVCs
Dua PVC yang berurutan disebut pasangan atau couplet. Sepasang PVC
dapat menghasilkan ventrikel takikardia karena depolarisasi kedua
bertemu dengan jaringan refrakter. Tiga atau lebih PVC yang berurutan
dipertimbangkan sebagai ventrikel takikardia.
2. Multiform PVCs
Adalah PVC yang terlihat berbeda satu sama lain dengan konduksi
abnormal. Aritmia jenis ini dapat mengindikasikan peningkatan
sensitivitas ventrikel.
3. Bigemini dan trigemini
Adalah PVC yang terjadi setelah setiap satu denyut atau setiap tiga
denyut (trigemini). Aritmia jenis ini dapat mengindikasikan peningkatan
sensitivitas ventrikel
4. R on T phenomenon
Pada R on T phenomenon, PVC terjadi sangat cepat sehingga berimpit
dengan gelombang T pada denyut sebelumnya. Karena sel belum
mengalami repolarisasi secara sempurna, ventrikel takikardia atau
ventrikel fibrilasi dapat terjadi.

Jika pasien asimtomatik, aritmia kemungkinan tidak membutuhkan


penanganan. Jika tampak gejala yang serius maka penanganan didasrkan
pada penyebab. PVC dapat diberikan procainamide (Procain), amiodarone
(Cordarone) atau Lidokain IV. NaCl dapat diberikan secara IV untuk
mengoreksi hipokalemia, Magnesium Sulfat dapat diberikan untuk
mengoreksi hipomagnesemia.terapi lain yang mungkin dibutuhkan adalah
mengoreksi asidosis, hipotermia atau hipoksia. Pasien PVC kronik harus
diobservasi secara ketat. Bila pasien menunjukkan gejala serius maka
pemantauan EKG diperlukan secara terus mnerus.

Idioventrikuler rhythm disebut juga rhythm of last resort.

Idioventrikuler rhythm berperan sebagai mekanisme untuk mencegah tidak


berkontraksinya ventrikel karena adanya blok diatas berkas his sehingga

tidak ada impuls yang dikonduksikan ke ventrikel. Sel-sel his-purkinje

mengambil alih dan berperan sebahgai pace maker jantung untuk

membentuk impuls. Aritmia ini dapat dibarengi dengan blok derajat III atau

disebebkan oleh iskemia miokard, infark miokard, toksisitas digoxin, beta

adrenergic blocker, kegagalan pace maker, dan imbalans metabolik.

Idioventrikuler rhythm merupakan signal kegagalan konduksi yang serius.

Rate ventrikel yang lambat dan hilangnya kontraksi atrium akan

mengurangi cardiac output. Jika denyut idioventrikuler yang terbentuk

hanya satu maka keadaan ini disebut ventricular escaped beat. Ketika

aritmia ini terjadi, ritme dan rate atrial tidak dapat ditentukan.

Mengidentifikasi idioventrikuler rhythm:

1. Ritme regular

2. Rate atrial tidak dapat ditentukan, ventrikel 40 kali per menit

3. Gelombang P tidak ada

4. PR interval tidak dapat diukur

5. Kompleks QRS lebar

6. Gelombang T berkebalikan dengan kompleks QRS

7. QT interval 0,60 second

kotak

Accelerated idioventrikuler rhythm memiliki karakteristik yaitu lebih cepat

dari idioventrikular rhythm ratenya bervariasi antara 40-100 kali per menit.
Jika pasien simtomatik maka terapi harus diberikan secara cepat untuk

meningkatkan heart rate, cardiac output dan mengontrol ritme. Atropine

dapat diberikan untuk meningkatkan heart rate. Jika atropine tidak efektif

atau pasien memperlihatkan tanda hipotensi maka dibutuhkan pemasangan

pace maker untuk mengendalikan heart rate. Transcutaneous pace maker

digunakan pada keadaan emergency sampai transvenous pace maker dapat

dipasang.

Sasaran terapi bukan untuk menekan idioventrikular rhythm, karena hal ini

merupakan mekanisme untuk melindungi jantung. Idioventricular rhythm

tidak boleh diterapi dengan lidocaine atau anti aritmia lainnya yang dapat

menekan mekanisme ini. Pasien dengan idioventricular rhythm

membutuhkan monitoring EKG secara kontinyu.

Ventrikel takikardia secara umum disebut V-Tach dimana tiga atau lebih

PVCs terjadi secara berurutan dan ventricular rate mencapai 100 kali per

menit. Aritmia ini dapat mengawali ventrikel fibrilasi dan sudden death.

Aritmia ini biasa disebabkan oleh peningkatan sensitivitas miokardial yang

mencetuskan peningkatan otomatisitas di sitem purkinje.

Kondisi yang dapat menyebakan aritmia ini antara lain; iskemia mmiokard,

infark miokard, penyakit jantung coroner, penyakit katup jantung, gagal

jantung, kariomipoati, impalans elektrolit seperti hypokalemia, dan

intoksikasi obat (digoxin, procainamide, quinidine, atau kokain).

Mengidentikasi ventikel takikardia:


1. Ritme regular

2. Rate 100-250 kali per menit

3. Gelombang P tidak ada

4. PR interval tidak dapat diukur

5. Kompleks QRS 0,16 second; lebar

6. Gelombang T berkebalikan dengan kompleks QRS

7. QT interval tidak dapat diukur.

Kotak

Torsade de point adalah pola spesial dari ventrikuler takkikardia polimorfik.

Ratenya berkisar 150-250 kali per menit, lebih sering irregular, kompleks

QRS lebar dengan perubahan amplitude, dan gelombang P tidak ada.

Paroxysmal rhythm aritmia ini dapat terjadi secara paroksismal yaitu mulai

dan berhenti secara tiba-tiba serta dapat berubah menjadi ventrikel fibrilasi.

Reversible causes; penyebab umum torsade de point dapat berupa obat-

obatan yang dapat memanjangkan QT interval seperti amiodarone, ibutilide,

eritromicin, haloperidol, droperidol dan sotalol. Penyebab lain antara lain;

iskemia miokard, hypokalemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia.

Going into overdrive; torsade de point diterapi berdasarkan penyebab yang

mendasarinya. Magnesium sulfat dapat diberikan. Elektrik kardioversi

dapat digunakan ketika aritmia ini tidak merespon terapi lain. *

Pasien dengan pulseless ventrikel takikardia diterapi sama dengan ventrikel

fibrilasi dan membutuhkan tindakan defibrilasi segera dan CPR. Sedangkan


terapi pada pasien dengan nadi teraba didasarkan pada stabil tidaknya

kondisi pasien dan QRS monomorfik atau polimorfik. Jika pasien stabil

dengan ventrikel takikardia monomorfik maka diberikan amiodarone, jika

pemberian obat tidak berhasil maka dibutuhkan tindakan kardioversi.

Jika pasien memiliki ventrikel takikardia polimorfik dengan QT interval

normal maka koreksi iskemia dan imbalans elektrolit kemudian berikan beta

adrenergic blocker, lidocaine, amiodarone atau procainamide. Untuk pasien

dengan QT memanjang diberikan magnesium intervena.

Semua takikardia dengan kompleks QRS lebar harus diterapi sebagai

ventrikel takikardia sampai diagnosis pasti ditegakkan.

Ventrikel fibrilasi adalah pola aktifitas listrik yang kacau di ventrikel

sehingga impuls listrik menucul dari berbagai titik yang berbeda namun

tidak efektif untuk menghasilkan kontraksi otot sehingga tidak ada cardiac

output.

Penyebab vventrikel fibrilasi; iskemia miokard, infark miokard, ventrikel

takikardia yang tidak ditangani, imbalans asam basa, hipotermia berat,

imbalans elektrolit, toksisitas obat seperti digoxin, dan hipoksia berat.

Mengenali ventrikel fibrilasi:

1. Ritme kacau

2. Rate tidak dapat ditentukan

3. Gelombang P tidak ada

4. PR interval tidak dapat diukur


5. Kompleks QRS tidak dapat ditentukan

6. Gelombang T tidak dapat dikenali

7. QT interval tidak dapat diidentifikasi

8. Lain-lain; tampak pola ombak (wave form)

Defibrilasi merupakan terapi paling efektif dibarengi dengan intubasi

endotrakeal. Obat-obatan seperti epinefrin atau vasopressor dapat

membantu respon jantung terhadap defibrilasi. Obat-obatan lain seperti

amiodarone, lidocaine, procainamide dan magnesium sulfat juga dapat

diberikan.

Asistol adalah tidak berkontraksinya ventrikel. Pasien menjadi

unresponsive karena tidak ada aktivitas listrik pada jantung dan tidak ada

cardiac output. Aritmia ini dihasilkan paling sering dari periode cardiac

arrest yang lama dan tidak mendapatkan pertolongan. Penting untuk

membedakan asistol dengan fine ventikel fibrillation karena terapinya

berbeda. oleh karena itu, asistol harus dikonfirmasi lebih dari sekedar EKG.

Asistol disebut juga aritmia of death. Tanpa tindakan yang tepat maka

situasi dengan cepat menjadi irreversible. hal-hal yang mengakibatkan

aliran darah ke jantung tidak adekuat dapat menimbulkan asistol, antara

lain; infark miokard, imbalans elektrolit, emboli paru massif, hipoksia lama,

gangguan asam basa berat, syok elektrik, intoksikasi obat seperti overdosis

kokain, tamponade jantung, dan hipotermia. Gambaran EKG asitol hampir

tampak datar. Terapi bagi aritmia ini adalah CPR.


Kotak

Pulseless electrical activity

Pada PEA, otot jantung kehilangan kemampuan untuk berkontraksi

meskipun terdapat aktifitas listrik sehingga pasien menjadi cardiac arrest.

Pada EKG, akan tampak bukti aktifitas listrik tetapi nadi tidak teraba dan

tidak dapat diukur tekanan darah. Penyebab PEA antara lain; hypovolemia,

hipoksia, asidosis, tension peneumothorax, tamponade jantung, emboli paru

massif, hipotermia, hyperkalemia, infark miokard akut dan overdosis obat-

obatan seperti anti depresan trisiklik.terapi yang tepat adalah CPR, disusul

dengan pemberian epinefrin.

Anda mungkin juga menyukai