ASBABUL NUZUL
Disusun oleh :
SUGIYANTO
M1.11.021
SALATIGA
2 0 11
TURUNNYA AL QURAN
I. Pendahuluan
Ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran tidak diturunkan menurut urutan yang kita baca
dalam Al-Quran sekarang ini, yakni pertama surat al-Fatihah, kemudian al-Baqarah, Ali
Imran, an-Nisa' dan seterusnya. Al Qur’an diturunkan sesuai dengan tugas kenabian
Rasulullah. Hal ini dapat dibuktikan dengan bukti-bukti sejarah tentang hal itu dan
kandungan ayat-ayat Al-Quran sendiri memberi kesaksian tentang hal tersebut. Di dalam Al
Qur’an yang seperti kit abaca sekarang ini, sebagian surat dan ayat yang berkenaan dengan
masalah-masalah yang terjadi pada awal masa kenabian, ternyata terletak di bagian akhir Al-
Quran, seperti surat al-'Alaq dan al-Qalam. Dan surat atau ayat yang berkenaan dengan
masalah- masalah pada masa sesudah hijrah dan akhir masa Nabi s.a.w., ternyata terletak di
awal Al-Quran, seperti surat-surat al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa', al-Anfal dan at-Taubah.
Al Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw
sebagai pedoman hidup bagi umat Islam. Selain Al Qur’an, Allah juga menurunkan wahyu
kepada nabi-nabi lain seperti kepada nabi Musa yang terhimpiun dalam kitab Taurat, kepada
nabi Daud dalam kitab Zabur, dan kepada nabi Isa dalam kitab Injil.
Al Qur’an akan menjadi pedoman hidup apabila dipahami dan dilaksanakan isi
kandungannya. Salah satu syarat memahami isi kandungan Al Qur’an aadalah dengan
1. Tanpa perantara
Artinya bahwa nabi menerima wahyu secara langsung dari Allah SWT. Cara
wahyu melalui mimpi yang benar ketika tidur. Sejak menerima wahyu ini
‘Alaq 1-5. Sebagaimana matan hadits dari Aisyah Ummul Mukminin r.a,
yang artinya:
ًس ْوال
ُ ب اَ ْو ي ُْر ِس َل َر
ٍ ائ ِح َجا َوما َ َكاَنَ ِل َبش ٍَر ا َ ْن يُ َك ِله َمهُ ه
ِ ّللاُ اِالَّ َو ْحيًا اَ ْو ِم ْن َو َر
ي َح ِكيْم َ ُفَي ُْو ِحي ِب ِا ْذ ِن ِه ما َ َيشا َ ُء اِنَّه
ُّ ع ِل
Artinya : “dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-
kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di
belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizing-Nya apa
yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana”.
2. Dengan perantaraan malaikat Jibril
ًس ْوال
ُ ب اَ ْو ي ُْر ِس َل َر
ٍ ائ ِح َجا َوما َ َكاَنَ ِلبَش ٍَر ا َ ْن يُ َك ِله َمهُ ه
ِ ّللاُ اِالَّ َو ْحيًا اَ ْو ِم ْن َو َر
ي َح ِكيْم َ ُفَي ُْو ِحي ِب ِا ْذنِ ِه ما َ َيشا َ ُء اِنَّه
ُّ ع ِل
Artinya : “dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-
kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di
belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizing-Nya apa
yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana”.
ث بْنَ ِهش ٍَام رضى هللا َ ار ِ أ َ َّن ْال َح- رضى هللا عنها- َشةَ أ ُ ِ هم ْال ُمؤْ ِمنِين َ ِعائ َ ع ْن َ
ّللاِ صلى هللا عليه َّ سو َل ُ سأ َل َرَ َ - يك فَقَا َل عنه ْ
َ ْف َيأ ِت َ ّللاِ َكيَّ سو َل ُ وسلم َيا َر
« أ َ ْحيَانًا يَأْتِينِى ِمثْ َل- ّللاِ صلى هللا عليه وسلم َّ سو ُل ُ ى فَقَا َل َر ُ ْال َو ْح
، ع ْنهُ َما قَا َل َ ُع ِنهى َوقَ ْد َو َعيْت َ ص ُم َ فَيُ ْف- ى َّ َعل
َ ُشدُّه َ َ َو ُه َو أ- صلَ ِة ْال َج َر ِس َ ص ْل
َ
ُ شةَ ِعائ َ ت َ ه ً
ْ َ قَال. » ى ال َملَكُ َر ُجال فَيُ َك ِل ُمنِى فَأ ِعى َما يَقُو ُل ْ َ َوأ َ ْحيَانًا َيت َ َمث ُل ِل
َّ
، شدِي ِد ْالبَ ْر ِد َّ ى ِفى ْاليَ ْو ِم ال ُ علَ ْي ِه ْال َو ْح
َ رضى هللا عنها َولَقَ ْد َرأ َ ْيتُهُ يَ ْن ِز ُل
ع َرقًا َ ُ صد َّ َع ْنهُ َو ِإ َّن َج ِبينَهُ لَ َيتَف َ ص ُم ِ فَ َي ْف
Artinya : Dari Aisyah Ummul Mukminin r.a. bahwa Harits bin Hisyam r.a.
bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, "Ya Rasulullah,
bagaimana caranya wahyu turun kepada Anda?" Rasulullah
menjawab, "kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku seperti
bunyi lonceng. Itulah yang sangat berat bagiku. Setelah bunyi itu
berhenti, aku baru mengerti apa yang disampaikannya. Kadang
kadang malaikat menjelma seperti seorang laki-laki
menyampaikan kepadaku dan aku mengerti apa yang
disampaikannya," Aisyah berkata, "Aku pernah melihat Nabi
ketika turunnya wahyu kepadanya pada suatu hari yang amat
dingin. Setelah wahyu itu berhenti turun, kelihatan dahi Nabi
bersimpah peluh."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah ditanya tentang tata cara turun
ى ْال َملَكُ َر ُجالً فَيُ َك ِله ُمنِى فَأ َ ِعى َما يَقُو ُل
َ َوأ َ ْحيَانًا َيت َ َمث َّ ُل ِل
”Dan terkadang Malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki,
lalu ia berbicara kepadaku dan kemudian aku memahami apa yang dia
katakan.”
َولَقَ ْد َرا َءهُ ن َْزلَةً ا ُ ْخ َرى ِع ْندَ ِسد َْرةِ ْال ُم ْنتَ َهى
Artinya : “dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di sidrotul
muntaha”.
Hikmah dalam hal ini adalah pada hikmah diturunkannya Al Qur’an secara
sampai kepada Rasulullah saw. Adapun tahap turunnya Al Qur’an adalah sebagai
berikut:
2. Tahap kedua, dari lauh Mahfuzh Al Qur’an diturunkan ke langit bumi (Baitul
kemulyaan itu tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah yang
mengetahui. Dasar yang digunakan pada tahapan ini oleh pendapat pertama
adalah:
b. Hadits Nabi yang diriwayatkan al-Hakim dari Baihaqi serta lainnya dari
jalur Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata :
Selain dari hadits di atas, pendapat ini juga mengambil beberapa ayat Al
lauh mahfudz ke langit dunia terjadi pada suatu malam yang disebut malam
a. Q.S. Al Qodar : 1
إِنَّا أ َ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَد ِْر
Artinya : “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam
kemulyaan “
b. Q.S. Al-Dhukhan : 3
َ ِإنَّا أ َ ْنزَ ْلنَاهُ ِفي لَ ْيلَ ٍة ُم َب
َار َك ٍة ِإنَّا ُكنَّا ُم ْنذ ِِرين
Artinya : “ Sesumgguhmya Kami menurunkan ( Al-Qur’an ) pada malam
yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi
peringatan “
kenabian. Dasar yang dipakai pada tahapan ini adalah Firman Allah dalam
ditengah-tengah umat yang ummi dan yang tidak pandai membaca dan
Qamar : 17.
(22 : ان ِلل ِذِّك ِْر فَ َه ْل ِمن ُّم َّد ِك ٍر ) القمر
َ س ْرنَا ا ْلقُ ْر َء
َّ ََولَقَ ْد ي
Artinya : “dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaan?”.al-
Qomar : 22)
c. Dengan cara ini, turunya ayat sesuai dengan peristiwa yang terjadi akan
menjawabnya, dalam persoalan istri su’ad bin Rabi’ yang datang kepada
Rasulullah.
d. Bukti yang pasti ( mu’jizat ) bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi Allah SWT
sebagaimana Allah SWT berfirman : QS. Al-Isra’ : 88, QS. Hud : 13, QS.
Al-Baqarah : 23.
mengamalkannya.
suatu hukum.
Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat, jika terjadi
1. Apabila bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti: “Ayat ini turun
mengenai urusan ini”, atau ”aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”,
maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “Ayat ini
turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab
nuzul dengan tegas, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang
termasuk didalam hukum ayat. Contoh tentang hal ini ialah riwayat tentang
sebab nuzul firman Allah: “Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok
Dari Nafi disebutkan : “ Pada suatu hari aku membaca (isteri-isterimu adalah
ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam), maka kata Ibn Umar: “Tahukah
engkau mengenai apa ayat ini turun ?” Aku menjawab : “Tidak”. Ia berkata :
“Ayat ini turun mengenai persoalan mendatangi isteri dari belakang”.
Bentuk redaksi riwayat dari Ibn Umar tidak dengan tegas menunujukkan
sebab nuzul. Sementara itu terdapat riwayat lain yang secara tegas
Melalui Jabir dikatakan; Orang-orang yahudi berkata: “ Apa bila seorang laki-
laki mendatangi isterinya dari belakang, maka anaknya nanti akan bermata
juling, maka turunlah ayat: “isteri-isterimu itu adalah ibarat tanah kamu
bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kamu bercocok tanammu itu
sebagaiman saja kamu kehendaki”. (al-Baqarah : 223).
Riwayat melalui Jabir ini tegas menyatakan sebab turunnya ayat tersebut,
pernyataan tegas tentang sebab nuzul. Sedang ucapan Ibn Umar, tidaklah
3. Apa bila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang
salah satu riwayat diantaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan adalah
riwayat yang sahih. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim
Dari Jundub al-Bajali : Nabi menderita sakit hingga dua atau tiga malam, tidak
bangun malam. Kemudian datanglah seorang perempuan kepadanya dan
berkata: “Muhammad, kurasa setanmu sudah meninggalkanmu, selama dua
tiga malam ini, sudah tidak mendekatimu lagi”. Maka Allah menurunkan
firman ini “Demi waktu Dhuha, dan demi malam apa bila telah sunyi;
Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tidak benci kepadamu”.
dari Hafs bin Maisarah, dari ibunya, dari budak perempuannya pembantu
Rasulullah : “Bahwa seekor anak anjing telah masuk kedalam rumah Nabi,
lalu masuk kekolong tempat tidur dan mati. Karenanya selama empat hari
tidak turun wahyu kepadanya. Nabi berkata ; “Khaulah apa yang telah terjadi
diruamah Rasulullah ini ? sehingga jibril tidak datang kepadaku!”. Dalam hati
aku berkata: “Alangkah baiknya andai kata aku membenahi rumah ini dan
menyapunya”. Lalu aku menyapu kolong tempat tidurnya, maka kukeluarkan
seekor anak anjing. Lalu datanglah Nabi sedang janggutnya bergetar. Apabila
turun wahyu kepadanya ia tergetar. Maka Allah menurunkan “Demi waktu
Dhuha, dan demi malam apa bila telah sunyi; Tuhanmu tiada meninggalkanmu
dan tidak benci kepadamu”.
Menurut Ibn Hajar dalam syarah Bukhari, dalam isnad hadits terlambatnya
Jibril karena adanya anjing terdapat orang yang tidak dikenal, walaupun
masyhur. Maka hadits yang pertama yang lebih shahih dan digunakan sebagai
Atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih sahih. Maka riwayat yang lebih
kuat itulah yang didahulukan. Contohnya ialah sebab turunnya Q.S al-Israa:
85. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibn Mas’ud yang mengatakan:
“Aku berjalan dengan Nabi di Madinah, ia berpegang pada tongkat dari pohon
kurma, dan ketika melewati serombongan orang-orang yahudi, seseorang
diantara mereka berkata: coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya, lalu mereka
menanyakan: ceritaka kepada kami tentang roh. Nabi berdiri sejenak dan
mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya, wahyu itu
turun hingga selesai. Kemudian ia berkata: “Dan mereka bertanya kepadamu
tentang roh”, Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. ( al-Israa: 85 ).
Sementaa hadits yang diriwayatkan dan disahihkan oleh Tirmizi, dari Ibn
“Orang Quraisy berkata kepada orang yahudi; berilah kami suatu persoalan
untuk kami tanyakan kepada orang ini ( Muhammad ). mereka menjawab:
Tanyakan kepadanya tentang roh. Lalu mereka tanyakan kepada Nabi. Maka
Allah menurunkan: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh”,
Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”. ( al-Israa: 85 ).
5. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat dan tidak dapat dicari mana yang
Sehingga dapat dinyatkan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah
sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab-sebab itu berdekatan.
Misalnya, ayat orang yang menuduh isterinya berbuat zina (an-nur 6-9).
Bukhari Tirmizi dan Ibn Majah meriwayatkan, dari Ibn Abbas bahwa ayat
tersebut turun mengenai Hilal bin Umayah yang menuduh isterinya telah
Riwayat lain yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan yang lain, dari Sahl
bin Sa’ad; Uwaimir datang kepada Asim bin Adi lalu berkata: “Tanyakan
kedua riwayat ini bisa dipadukan, yaitu ketika peristiwa Hilal terjadi labih
dahulu, dan kebetulan pula Uwaimir mengalami kejadian serupa, maka turun
ayat yang berkenaan dengan urusan kedua orang itu sesudah terjadi dua
peristiwa tersebut.
6. Bila riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara
sebab yang satu dengan sebab yang lain berjauhan, maka hal yang demikian
Hakim dan yang lain juga meriwayatkan sebab turunnya ayat ini, dari Ibn
“Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kekuburan, lalu duduk didekat salah
satu makam. Ia bermunajat cukup lama, lalu menangis. Katanya: “Makam ini
dimana aku duduk disisihnya adalah makam ibuku, aku telah meminta izin
kepada Tuhanku untuk mendoakannya, tetapi Dia tidak mengizinkan, lalu
diturunkan wahyu kepadaku “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang yang
beriman memintakn ampun kepada Allah bagi orang musyrik”.
maksudnya bahwa ayat itu Qur’an surat at-Taubah: 113 diturunkan berulang
kali.
IV. Kesimpulan
terhadap isi Al Qur’an menjadi penting agar dapat mengejawantahkan isi kandungan
mengetahui isi kandungannya. Dari sini maka pengetahuan tentang asbabun nuzul
Daftar pustaka
4. Sejarah dan Pengantar Ilmu Qur’an dan Tafsir, Tengku Muhammad Hasby
Ash-Shidiqi