Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekanbaru awalnya dikenal dengan sebagai Senapelan dan Kota Pekanbaru


merupakan salah satu kota yang strategis, dimana kota Pekanbaru berada diantara
tiga negara dan jalur lintas timur Sumatera. Karena letak kota yang strategis dan
menjadi jalur pertemuan perdagangan antar tiga negara tersebut perkembangan
kota Pekanbaru tiap tahunnya meningkat pesat baik dari pertumbuhan ekonomi,
sosial, dan budaya.

Jumlah penduduk kota Pekanbaru pada tahun 2009 adalah 834.378 jiwa dengan
pertumbuhan penduduk 3,20 persen. Bersumber dari AntarRiau.com pertambahan
penduduk sekitar 5300 jiwa per bulan yang tersebar pada 60 Kelurahan dan 12
kecamatan terutama di Kecamatan Tampan. Pertumbuhan penduduk lebih
dikarenakan migrasi dari pada faktor kelahiran. Kecamatan Tampan merupakan
salah satu Kecamatan di Ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau, tanggal 20 September 1996
Nomor KPTS: 151/IX/1996.

Secara geografis, lokasi penelitian berada pada kooordinat 101° 22‘ 45“BT–
101° 23‘ 09“BT dan 0° 28‘ 41“LU–0° 29‘ 09“LU memiliki luas wilayah 59.81
km2. Kecamatan Tampan merupakan wilayah terluas dibandingkan kecamatan
lain yang ada di wilayah Kota Pekanbaru, sehingga adanya wacana pemekaran
menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Tampan dan Kecamatan Tuah Karya.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1987 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru, luas wilayah Kecamatan
Tampan adalah 4.872 Km2 atau sama dengan 9,46% dari luas kota Pekanbaru,
yang sebagian besar wilayahnya digunakan untuk perumahan/perkarangan.

Pertumbuhan penduduk yang meningkat ini menjadikan Pekanbaru sebagai


kota metropolitan yang padat. Kota Pekanbaru sendiri mengalami perkembangan
fisik yang luar biasa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Fakta yang mendukung

1
adalah pertambahan jumlah bangunan rata-rata 10.000 unit tiap tahunnya.
Pekanbaru juga telah memiliki setidaknya 5 (lima) pusat perbelanjaan besar dan
memiliki kecenderungan untuk terus bertambah. Ditambah dengan laju
pertumbuhan penduduk yang lebih dari 4 % per tahun, dapat dibayangkan tingkat
penambahan/perluasan pemanfaatan lahan untuk memenuhi kebutuhan tempat
tinggal dan usaha di dalam wilayah kota.Hal ini membawa dampak negatif dan
positif bagi kota ini.

Dampak negatif dari penjumlahan penduduk di Pekanbaru ini mengakibatkan


penggunaan ruang yang tidak optimal bahkan adanya penyalah gunaan lahan yang
bisa memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk menyeimbangkan
antara pertumbuhan penduduk dan ruang yang tersedia maka perlunya pengaturan
tata ruang wilayah agar lingkungan mampu mendukung kehidupan makhluk hidup
terutama manusia dalam menjalankan aktifitasnya dan melakukan pembangunan
yang berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang.

Dan didalam makalah ini akan dipaparkan kondisi nyata masalah tata ruang di
daerah Kecamatan Tampan dan akan dibandingkan dengan RTRW Kota
Pekanbaru serta akan diberikan solusi penanganannya.

1.2 Tujuan Studi

1. Membandingkan kondisi tata ruang wilayah Pekanbaru ( Kecamatan Tampan


) dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru.

2. Analisis masalah lingkungan (dalam bidang drainase, sampah, air bersih, air
limbah dan pemanfaatan lahan) di Kecamatan Tampan.

1.3 Metode Studi

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu survey lapangan


dengan cara wawancara kepada narasumber dan studi pustaka yang mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru serta sumber dari buku dan
internet.

1.4 Batasan Studi

2
Pembatasan masalah dalam makalah ini yaitu pembahasan mengenai keadaan
kondisi fisik (keadaan pengelolaan sampah), prasarana (drainase), pemanfaatan
lahan di Kecamatan Tampan yang dianlisis menggunakan perbandingan dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ruang, Tata Ruang, dan Penataan Ruang

Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud


fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi
manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas
kehidupan yang layak”. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Hal tersebut
merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi
Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah sususnan pusat-pusat
pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional) dan pola ruang (ialah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).

2.2 Pelaksanaan Penataan Ruang

Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat


terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia
sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban
untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara
optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup

4
rakyatnya. Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam
konstitusi negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan
kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa
alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.

Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan tersebut


tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara ideal
berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang termasuk dalam
kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan
pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau
hambatan.Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan
negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten. Hadirnya
konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya merupakan intuisi
sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai pola pemerintahan
yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan dari sentralistik ke
desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang masih ragu-ragu dan belum
terbukti keefektifannya.

2.2.1 Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang
dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pada
Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah
nasional, rencana tata ruaang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi. Perencanaan Pembangunan Nasional terbagi atas tiga jenis
perencanaan yaitu: Rencana Jangka Panjang, Rencana Lima Tahunan, dan
Rencana Tahunan.

2.2.2 Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

5
program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang
ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang sebagai berikut:

1. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan


ruang beserta pembiayaannya.

2. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan


dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun
pemanfaatan ruang di dalam bumi.

3. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di
dalam rencana tata ruang wilayah.

4. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka


waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang.

5. Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
administratif sekitarnya.

6. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan


dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana
dan prasarana.

Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai berikut :

1. Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota


dilakukan:

a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang


wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis.

b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang


dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis.

c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang


wilayah dan kawasan strategis.

6
2. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata
ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang
dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.

3. Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

4. Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai


dengan:

a. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

b. Standar kualitas lingkungan.

c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

2.3 Permasalahan Tata Ruang Terhadap Lingkungan

2.3.1 Drainase

Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut.

Sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal
dengan istilah sistem drainase perkotaan. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase
yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota yang meliputi
permukiman, kawasan industri dan perdagangan,kampus dan sekolah, rumah sakit
dan fasilitas umum, lapangan olahraga,lapangan parker, instalasi militer, listrik,
telekomunikasi,pelabuhan udara.(H.A. Halim Hasmar.2002:1)

Kegunaan drainase dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Mengeringkan bagian wilayah yang permukaan lahannya rendah dari


genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan
infrastruktur dan harta benda milik masyarakat.

7
2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar
tidak membanjiri/ menggenangi wilayah pertanian.

3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat


dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah

2.3.2 Sampah

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk
maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau
bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau
buangan”. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994 dalam Anonim, 2008).

Dampak negative yang ditimbulkan oleh sampah menurut Dinas Kebersihan,


2009 sebagai berikut :

1. Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang menjadi


tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi
kesehatan manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya.
Banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran
udara lingkungan masyarakat Dengan demikian sampah berpotensi
sebagai sumber penyebaran penyakit. (Dinas Kebersihan, 2009).

2. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan vektor


Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan
sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan
genangan air) (Dinas Kebersihan, 2009).

3. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang
menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan
Metylmercaptan (Dinas Kebersihan, 2009).

4. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan


banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan
tempat penumpukan sampah (Dinas Kebersihan, 2009)

8
Sedangkan menurut Mukono,2006 dampak negative yang ditimbulkan oleh
sampah sebagai berikut :

1. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain (Mukono,


1995).

2. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan


menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi
dangkal (Mukono, 2006).

3. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan


minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah
tersebut (Mukono, 2006)

2.3.3 Air Bersih

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan dapat diminum apabila dimasak.

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan 1990 Kriteria penentuan standar baku


mutu air dibagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Persyaratan kualitas air untuk air minum.

2. Persyaratan kualitas air untuk air bersih.

3. Persyaratan kualitas air untuk limbah cair bagi kegiatan yang telah
beroperasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan
kualitas, yaitu:

1. Aman dan higienis.

2. Baik dan layak minum.

9
3. Tersedia dalam jumlah yang cukup.

4. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Mengenai parameter kualitas air baku, Depkes RI telah menerbitkan standar


kualitas air bersih tahun 1977 (Ryadi Slamet, 1984:122). Dalam peraturan tersebut
standar air bersih dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Menkes No. 173/per/VII
tanggal 3 Agustus 1977):

1. Kelas A. Air yang dipergunakan sebagai air baku untuk keperluan air
minum.

2. Kelas B. Air yang dipergunakan untuk mandi umum, pertanian dan air
yang terlebih dahulu dimasak.

3. Kelas C. Air yang dipergunakan untuk perikanan darat.

2.3.4 Air Limbah

Menurut Sugiharto (1987), Air Limbah (waste water) adalah kotoran dari
masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air
permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan
hal yang bersifat kotoran umum.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk
bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut antara
lain sebagai berikut:

1. Gangguan kesehatan

a. Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat yang disebabkan
oleh bakteri Vibrio cholera.

b. Typhus abdominalis adalah penyakit yang menyerang usus halus yang


disebabkan bakteri salmonella typi.

c. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A.

d. Dysentrie amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba


hystolytica.

10
2. Penurunan kualitas lingkungan

Bahan organik yang terdapat dalam air limbah jika dibuang langsung kesungai
dapt menyababkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen yang
terlarut di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan
didalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan
mengurangi perkembangannya.

3. Gangguan terhadap keindahan

Air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan


perubahan warna pada bahan air penerima.Walaupun pigmen tersebut tidak
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tapi terjadi gangguan keindahan
terhadap badan air penerima tersebut.

4. Gangguan kerusakan benda.

Ada kalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri
anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2C. Gas ini dapat mempercepat
proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan air kotor
lainnya. Dengan cepat rusaknyaair tersebut maka biaya pemeliharaannya akan
semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material.

2.3.5 Permasalahan Sosial

A. Aspek Pendidikan

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi


pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam
Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-
anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan pendidikan sebagai


berikut :

a. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

b. Rendahnya Kesejahteraan Guru

11
c. Rendahnya Prestasi Siswa

d. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

e. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

f. Mahalnya Biaya Pendidikan

B. Aspek Perumahan

Aspek perumahan merupakan aspek yang penting dalam kegiatan dan aktivitas
perkotaan.Hal ini disebabkan perumahan merupakan pemakai lahan terbesar dari
lahan terbangun perkotaan, sekitar 40 % dari lahan terbangun dalam Rencana Tata
Ruang (RTR), sedangkan penggunaan lainnya adalah untuk open sapce dan
industri.Dari kondisi di atas, terlihat bahwa aspek perumahan berpotensi
menimbulkan permasalahan dalam pemanfaatan lahan perkotaan.

Pertambahan penduduk perkotaan dan sub urban serta perkembangan aktivitas


perkotaan membutuhkan supply perumahan yang tidak sedikit, namun saat ini
supply untuk perumahan murah masih belum mencukupi. Kondisi seperti inilah
yang memunculkan permasalahan permukiman, ketidakseimbangan antara
permintaan dan penyediaan rumah murah. Selain itu, penurunan kualitas
lingkungan, tidak meratanya distribusi perumahan, dan tidak tercukupinya
fasilitas perumahan akan berujung pada permasalahan permukiman kumuh. Selain
itu, akibat tidak adanya supply lahan dan perumahan murah di perkotaan,
mengakibatkan munculnya permukiman-permukiman liar.

Dilihat dari kondisi tersebut, permasalahan pengendalian untuk sektor


permukiman termasuk permasalahan yang cukup berat, dimana tuntutan
kebutuhan rumah murah selalu naik, sedangkan penyediaan selalu kurang. Selama
permasalahan tersebut belum terselesaikan masalah permukiman masih akan
selalu ada.

Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman ,


permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

12
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992, tentang
Perumahan dan Permukiman).

Secara garis besar permasalahan permukiman perkotaan antara lain :

a. Percampuran fungsi bangunan/kawasan

b. Alih fungsi bangunan

c. Permukiman liar

d. Permukiman kumuh.

2.3.6 Permasalahan Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan


pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan
di dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap
melalui penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan
dengan pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama, sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kegiatan pemanfaatan ruang seharusnya
disesuaikan dengan produk rencana tata ruang yang telah disusun, namun pada
kenyataannya masih banyak terjadi permasalahan-permasalahan pemanfaatan
ruang. Permasalahan tersebut dapat terjadi akibat dua faktor, yaitu pembuatan
rencana tata ruang yang tidak memperhatikan aspek perkembangan kota dan
terjadinya perkembangan kota yang terlalu cepat, sehingga rencana tata ruang
yang telah tersusun menjadi tidak sesuai lagi. Untuk mengetahui lebih detail maka
permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan perkotaan dilihat
berdasarkan 4 (empat) aspek yaitu aspek tata ruang, aspek transportasi, aspek
perumahan, dan aspek industri.

A. Aspek Tata Ruang

Perkembangan kawasan perkotaan serta daerah-daerah di sekitarnya dicirikan


dengan adanya ketidakseimbangan perkembangan antar kawasan serta tidak
meratanya pusat-pusat pelayanan untuk masyarakat. Fenomena yang juga
mewarnai perkembangan kota-kota besar lain tercermin di dalam struktur

13
keruangan dan pola sebaran guna lahan di kawasan perkotaan. Guna lahan
campuran (mixed-use) dijumpai di mana-mana, tidak hanya di pusat-pusat
komersial dengan nilai lahan tinggi, tetapi juga di kawasan pinggiran yang relatif
masih belum intensif tingkat perkembangannya. Pola keruangan yang demikian
tidak hanya terjadi pada kawasan permukiman formal skala besar, tetapi juga
terjadi pada kawasan yang berkembang secara tradisional (kampung).

Pola perkembangan seperti itu justru terjadi pada saat ketika hampir setiap kota
telah mempunyai instrumen pengendali perkembangan kota dalam bentuk rencana
tata ruang kota. Pertanyaan umum yang sering muncul adalah bagaimana
sebenarnya peran rencana kota di dalam proses pembangunan. Rencana kota
terlihat tidak saja tidak efektif, tetapi justru cenderung tidak berperan apa-apa di
dalam mengarahkan pembangunan perkotaan yang sangat pesat.

Tiga permasalahan besar yang dihadapi oleh kawasan perkotaan adalah :

1. Adanya kecenderungan pemusatan kegiatan (over-concentration) pada


kawasan-kawasan tertentu.

2. Perkembangan penggunaan lahan yang bercampur (mized-use).

3. Terjadinya alih fungsi lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan
konservasi, atau ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun intensif
(permukiman, industri, perkantoran, prasarana).

Sedangkan permasalahan besar yang dihadapi oleh kawasan sub urban adalah :

1. terjadinya pengalihan fungsi kawasan resapan air menjadi kawasan


terbangun.

2. terjadinya pembangunan fisik kawasan secara terpencar (urban sprawl).

3. banyaknya lahan tidur di wilayah sub urban dan wilayah transisi.

B. Aspek Transportasi

Permasalahan lalu lintas di kota metropolitan semakin meningkat sejalan


dengan bertambahnya populasi dan kebutuhan untuk melakukan perjalanan
dengan angkutan jalan raya. Beberapa kendala yang dihadapi dalam mengatasi

14
permasalahan lalu lintas saling berkaitan satu sama lain, sehingga upaya
penyelesaiannya pun akan sulit bila tidak dilakukan secara serentakoleh seluruh
lapisan masyarakat, khususnya pengguna jalan maupun pemerintah. Kendala yang
dihadapi dalam permasalahan lalu lintas dapat berasal dari komponen-komponen
dalam sistem transportasi jalan raya, antara lain kendaraan, energi penggerak,
lintasan/jalur jalan, sistem pengawasan operasional dan terminal.

Kemacetan arus lalu lintas yang terjadi di jalan dapat disebabkan oleh banyak
faktor, antara lain :

1. Kondisi fisik jalan, seperti kerusan struktur atau kondisi geometri yang
kurang memadai, diantaranyalebar dan jumlah jalur yang tidak memadai,
persimpangan jalan yang kurang terkontrol dengan baik.

2. Disiplin pengguna jalan yang relatif rendah.

3. Pelayanan ruas jalan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peranannya.

4. Lingkungan sepanjang jalan yang kurang mendukung.

5. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement).

6. Kondisi lalu lintas, diantaranya peningkatan jumlah kendaraan yang


persentasenya dari tahun ke tahun cenderung meningkat tajam.

Permasalahan aspek transportasi yang dihadapi oleh kawasan perkotaan adalah:

1. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di pusat-pusat aktivitas.

2. Berkembangnya kegiatan on street parking.

Sedangkan permasalahan transportasi yang terjadi di kawasan suburban adalah:

1. Terjadinya kemacetan di daerah kawasan industri.

2. Kemacetan lalu lintas pada daerah perbatasan kawasan urban dan sub
urban.

3. Berkembangnya angkutan umum plat hitam.

15
C. Aspek Industri

Aktivitas industri perkotaan seringkali diidentikkan dengan modal besar


(capital intensive), utilisasi teknologi tinggi, penyerapan tenaga kerja dalam
jumlah besar, produk kompetitif bernilai tambah tinggi dan sumber pencemar
lingkungan terbesar disamping kendaraan bermotor. Sudut pandang demikian
bahkan juga masih dianut di sejumlah negara industri maju yang masih enggan
menandatangani Protokol Tokyo tentang pembatasan emisi gas buang yang
didominasi aktivitas industri. Namun pandangan demikian tidak sepenuhnya
benar untuk mengungkapkan fenomena industrialisasi perkotaan di negara
berkembang seperti Indonesia. Jika di negara maju pengaturan peruntukan lahan
industri sudah sangat jelas dan bahkan industri di perkotaan sudah berorientasi
pada industri bersih (clean industry), maka di Indonesia masih dapat ditemui
aktivitas-aktivitas industri di tengah-tengah permukiman perkotaan. Sementara
industri polutif belum sepenuhnya direlokasi ke kawasan pinggiran kota, di
tengah-tengah permukiman justru masih banyak dan makin bertambah banyak
lagi ditemui aktivitas industri berskala kecil hingga besar. Fenomena campuran
dan belum tersegmentasinya peruntukan secara tegas seperti ini merupakan
sumber permasalahan timbulnya dampak-dampak industri di perkotaan maupun di
sub urban.

Perwujudan dampak-dampak aktivitas industri tersebut secara umum terukur


dari perubahan kondisi fisik lingkungan.Secara riil dampak tersebut semestinya
juga bisa diukur menurut kriteria ekonomis dan sosial budaya. Dalam konteks
pemanfaatan ruang perkotaan dan sub urban, secara ringkas terdapat dua
permasalahan menonjol yang dapat ditemui :

1. Pencemaran lingkungan dan penurunan cadangan air tanah.

2. Penurunan kualitas fisik dan tingkat pelayanan jalan

16
2.4 Daya Dukung dan Daya Tampung Kawasan

2.4.1 Pengertian Daya Dukung Dan Daya Tampung

Daya dukung lingkungan adalah Kemampuan lingkungan untuk mendukung


perikehidupan semua makhluk hidup yang meliputi ketersediaan sumberdaya
alam untuk memenuhi kebutuhan dasar atau tersedianya cukup ruang untuk hidup
pada tingkat kestabilan sosial tertentu disebut daya dukung lingkungan.Daya
dukung adalah segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia
untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya
dukung.

Keberadaan sumberdaya alam di bumi tidak tersebar merata sehingga daya


dukung lingkungan pada setiap daerah akan berbeda-beda. Oleh karena itu,
pemanfaatannya harus dijaga agar terus berkesinambungan dan tindakan
eksploitasi harus dihindari. Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup
harus dilakukan dengan cara yang rasional antara lain sebagai berikut :

1. Memanfaatkan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-


hati dan efisien, misalnya : air, tanah dan udara.

2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).

3. Mengembangkan metode penambangan dan pemprosesan yang lebih


efisien serta dapat didaur ulang.

4. Melaksanakan etika lingkungan dengan menjaga kelestarian alam.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam#cite_note-sdabio1-1)

Menurut Lenzen dan Murray (2003), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan
dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan
manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak
ekologi (ecological footprint). Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui
tingkat keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia
kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara
jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai
perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying capacity

17
atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat
dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu
yang panjang.

Carrying Capacity/CC (kapasitas daya tampung) merupakan kemampuan


optimum lingkungan untuk memberikan kehidupan yang baik dan memenuhi
syarat kehidupan terhadap penduduk yang mendiami lingkungan tersebut. Apabila
kemampuan optimum telah terpenuhi, sedangkan populasi cenderung meningkat
maka akan terjadi persaingan dalam memperebutkan sumberdaya (SD). Untuk
mengurangi disparitas pemenuhan kebutuhan masing-masing individu akan
sumberdaya (SD) maka diperlukan sebuah teknologi yag dapat membantu
memperbesar kapasitas sumberdaya (SD). Adanya konsep Carrying Capacity
(CC) berdasarkan sebuah pemikiran bahwa lingkungan mempunyai batas
kapasitas maksimum guna mendukung pertumbuhan populasi penduduk yang
berbanding lurus dengan azas manfaatnya.

Kapasitas daya tampung (CC) dibedakan atas 4 (empat) tingkatan, yaitu :

1. CC Maksimum, apabila SD yang tersedia telah dimanfaatkan semaksimal


mungkin dan telah melebihi daya dukung SD dalam memenuhi
kebutuhan populasi penghuninya.

2. CC Subsistem, apabila pemanfaatan SD melebihi kapasitas daya tampung


SD akan tetapi populasi tidak optimum sehingga melebihi kebutuhan
populasi.

3. CC Suboptimum, apabila pemanfaatan SD yang ada berada di bawah


rata-rata kebutuhan populasi.

4. CC Optimum, apabila kapasitas daya tampung SD berada di bawah rata-


rata kebutuhan populasi.

18
Gambar 2. 1 Carrying Capacity Indicator (Rolasisasi, 2007)

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Dukung

Faktor – faktor yang mempengaruhi daya dukung yaitu :

1. Produktivitas Lahan

Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan angka
pertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besarnya bahan
pangan yang harus tersedia.Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi
peningkatan produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju
peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Sudah pasti jika tidak
ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan akan menimbulkan masalah
antara kebutuhan dan ketersediaan dengan kesenjangan semakin melebar.

2. Tingkat kesuburan tanah.

Erosi tanah merupakan faktor utama penyebab ketidak-berlanjutan kegiatan


usahatani di wilayah hulu. Erosi yang intensif di lahan pertanian menyebabkan
semakin menurunnya produktivitas usahatani karena hilangnya lapisan tanah
bagian atas yang subur dan berakibat tersembul lapisan cadas yang keras.
Penurunan produktivitas usahatani secara langsung akan diikuti oleh penurunan
pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping menyebabkan ketidak-
berlanjutan usahatani di wilayah hulu, kegiatan usahatani tersebut juga

19
menyebabkan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan di wilayah hilir, yang
akan menyebabkan ketidak-berlanjutan beberapa kegiatan usaha ekonomi
produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan sedimen, kerusakan
sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan kekeringan dimusim
kemarau.

20
BAB III
LAPORAN DAN ANALISIS HASIL STUDI LAPANGAN

3.1 Analisis Secara Umum Ditingkat Kota Pekanbaru

3.1.1 Keadaan Fisik Wilayah

1. Keadaan Geografis

Kota Pekanbaru secara geografis terletak antara 101014’ – 101034’ BT dan


0025’ – 0045’ LU, dengan batas administrasi sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan


Kabupaten Kampar
 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan
Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan
Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar

Kota Pekanbaru terdiri dari 12 Kecamatan dan 58 Kelurahan, dengan luas


632,26 km2. Luas wilayah per kecamatan dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 1. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

1 Pekanbaru Kota 2,26 0,36

2 Sail 3,26 0,52

3 Sukajadi 3,76 0,59

4 Lima Puluh 4,04 0,64

5 Senapelan 6,65 1,05

21
No Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

6 Bukit Raya 22,05 3,49

7 Marpoyan Damai 29,74 4,70

8 Payung Sekaki 43,24 6,84

9 Tampan 59,81 9,46

10 Rumbai 128,85 20,38

11 Rumbai Pesisir 157,33 24,88

12 Tenayan Raya 171,27 27,09

Jumlah 632,26 100,00

2. Iklim

Kota Pekanbaru mempunyai iklim tropis dengan suhu udara maksimum


berkisar antara 31,00C-33,40C dengan suhu udara minimum berkisar antara
23,40C-24,40C. Curah hujan antara 73,9-584,1 mm/tahun. Kelembaban
maksimum berkisar antara 85,5%-93,2% dan kelembaban minimum berkisar
antara 57,0-67,7%.

Berikut tabel banyaknya curah hujan (Tabel 2.3) dan banyaknya hari hujan
(Tabel 2.4) yang terjadi di Kota Pekanbaru pada tahun 2006 – 2010:

Tabel 2. Banyak Curah Hujan Kota Pekanbaru Tahun 2006-2010 (mm)

Rata-
Bulan 2006 2007 2008 2009 2010
Rata

Januari 317.1 278.9 245.2 173.9 375.6 278.1

Februar
106.9 206.2 140.1 148.5 204.6 161.3
i

22
Maret 173.8 234.2 410.8 551.4 434.4 360.9

April 203.3 371.1 341.5 343.2 379.9 327.8

Mei 363.8 307.8 105.0 216.2 373.3 273.2

Juni 233.9 180.7 263.6 123.4 271.8 214.7

Juli 391.1 181.6 195.2 73.9 321.8 232.7

Agustus 279.9 207.8 253.7 278.6 191.5 242.3

September 124.5 336.5 451.4 256.7 466.6 327.1

Oktober 195.9 501.7 197.4 293.7 120.7 261.9

Nopember 168.7 396.3 318.7 346.8 147.8 275.7

Desember 487.2 148.4 146.3 584.1 213.9 316.0

3,046 3,351 3,068 3,390 3,501


3,271.7
Jumlah .1 .2 .9 .4 .9

Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

23
Tabel 3. Banyak Hari Hujan Kota Pekanbaru Tahun 2006-2010 (hari)

200 200 200 200 201


Bulan Rata-Rata
6 7 8 9 0

Januari 19 21 20 14 23 19

Februari 14 18 14 12 16 15

Maret 16 17 22 23 20 20

April 18 21 20 21 19 20

Mei 18 18 12 14 16 16

Juni 13 18 13 9 17 14

Juli 16 20 13 11 19 16

Agustus 10 19 18 17 20 17

September 15 21 19 18 24 19

Oktober 19 23 19 17 15 19

Nopember 21 21 20 21 10 19

Desember 22 20 19 21 22 21

Jumlah 201 237 209 198 221 213

Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

3. Topografi

a. Ketinggian

Kota Pekanbaru terletak pada bagian ketinggian 10 – 50 meter di atas


permukaan laut. Kawasan pusat kota dan sekitarnya relatif datar dengan
ketinggian rata-rata antara 10-20 meter di atas permukaan laut. Sedangkan
kawasan Tenayan dan sekitarnya umumnya mempunyai ketinggian antara 25-50
meter di atas permukaan laut. Kawasan yang relatif tinggi dan berbukit terutama

24
dibagian utara kota, khususnya di Kecamatan Rumbai dan Rumbai Pesisir dengan
ketinggian rata-rata sekitar 50 meter di atas permukaan laut.

Sebagian besar wilayah Kota Pekanbaru (44%) mempunyai tingkat kemiringan


antara 0-2% atau relatif datar. Sedangkan wilayah kota yang agak landai hanya
sekitar 17%, landai (21%), dan sangat landai (13%). Sedangkan yang relatif
curam hanya sekitar 4-5% yang terdapat di Kecamatan Rumbai Pesisir.

b. Morfologi

Morfologi Kota Pekanbaru sebagian besar terdiri dari dataran aluvium,


selebihnya terdiri dari perbukitan. Bentuk morfologi Kota Pekanbaru dibagi
menjadi:

 Satuan Morfologi Dataran

Sebarannya menempati daerah Kecamatan Kota Pekanbaru, Senapelan, Lima


puluh, Sukajadi, Sail, sebagian wilayah Rumbai, sebagian wilayah Rumbai
Pesisir, Bukit Raya, sebagian wilayah Tenayan Raya, serta wilayah Tampan,
Marpoyan Damai, dan Payung Sekaki, dengan proporsi kurang lebih 65% dari
luas keseluruhan Kota Pekanbaru. Daerah ini merupakan daerah endapan sungai
dan rawa. Sebagian merupakan daerah dataran banjir (flood plain), sedangkan
daerah rawa meliputi daerah bagian Barat Daya dan Tengah. Kemiringan
lerengnya kurang dari 5 %, kecuali pada lembah-lembah, dan makin
bergelombang ke arah Utara.

Pemanfaatan lahan di daerah ini umumnya dimanfaatkan sebagai lahan


permukiman, kebun campuran, dan pertanian berupa persawahan dan ladang.
Aliran Sungai Siak termasuk sebagian atau seluruhnya masuk dalam satuan
morfologi ini.

 Satuan Morfologi Perbukitan Rendah

Satuan morfologi ini terdapat setempat di bagian Utara, sebagian daerah


Selatan, Timur dan Barat memanjang dari Barat Laut – Tenggara, umumnya
tersusun oleh batu lumpur, batu pasir, sedikit batu lanau, batuan malihan, dan
granit.

25
Ketinggian satuan ini berkisar antara 20 hingga 35 meter di atas permukaan
laut (dpl), membentuk perbukitan rendah yang ditumbuhi semak dan alang-alang
dengan kemiringan lereng kurang dari 20%. Sungai yang mengalir di daerah ini
berpola aliran meranting (sub dendritik) dan sub paralel, sebagian besar
merupakan sungai-sungai yang airnya dipasok oleh air tanah (efluent stream).

 Satuan Morfologi Perbukitan Sedang

Satuan morfologi ini menempati bagian Utara daerah Kota Pekanbaru,


merupakan daerah perbukitan dengan arah punggungannya memanjang dengan
arah Barat Laut – Tenggara yang ditumbuhi oleh tanaman keras sebagai hutan
lindung. Ketinggiannya dari muka air laut adalah sekitar 40 meter. Daerah
perbukitan ini disusun oleh batuan yang terdiri atas batuan lava, lahar, dan batuan
malihan yang umumnya bertonjolan kasar dan agak tajam dengan kemiringan
lereng kurang dari 40 %.

4. Kemiringan Lereng

Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru sebagian besar arealnya


mempunyai kelas lereng datar dengan luas 38.624 Ha, yang terdiri dari 2 (dua)
kelas kemiringan lereng yaitu kemiringan lerengnya 0 – 2% dengan luas 27.818
Ha dan sekitar 10.806 Ha kemiringan lereng 2 – 8% yang sesuai untuk
pengembangan pembangunan kota. Kemiringan 0 – 2% ini terletak di daerah
bagian Selatan, sedangkan kemiringan lereng 2 – 8% terletak menyebar di bagian
Tenggara Kota Pekanbaru dan sebagian lagi di daerah Utara.

Untuk kemiringan dengan kelas kelerengan 26 – 40% yang merupakan daerah


agak curam mempunyai luasan terkecil yaitu 2.917 Ha, yang terletak di daerah
Utara dan juga daerah Tenggara Kota Pekanbaru, tepatnya di Kecamatan Rumbai,
Rumbai Pesisir, dan Kecamatan Tenayan Raya. Lahan dengan kondisi morfologi
demikian umumnya cenderung memiliki faktor pembatas yang cukup tinggi
terutama untuk kegiatan terbangun, oleh karena itu pada lokasi dengan tipikal
kemiringan seperti ini pengembangannya lebih diarahkan sebagai kawasan
konservasi.

26
Tabel 4. Luas Kelas Kemiringan Lereng Kota Pekanbaru

Kemiringan Lereng Luas(Ha) Persentase(%)


No

1 Datar 0-2 % 27.818 44,00

2 Agak Landai 2-15 % 10.806 17.09

3 Landai 15-40% 13.405 21.20

4 Sangat Landai 8.280 13.10

5 Agak Curam 2.917 4.61

Total 63.226 100.00

Sumber : Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Kota


Pekanbaru, 2004

Berdasarkan keadaan topografi, maka pengembangan wilayah Kota Pekanbaru


adalah sebagai berikut :

1. Kemiringan 0 – 2% (datar), lahan pada interval ini masuk dalam


klasifikasi sangat layak bagi pengembangan semua kegiatan budidaya
karena kondisi permukaan tanah yang datar. Wilayah dengan kemiringan
ini memanjang dari Barat ke Timur di sepanjang Sungai Siak yang
mencakup dan Kecamatan Payung Sekaki, Tampan, Marpoyan Damai,
Bukit Raya, Pekanbaru Kota, Sail, Senapelan, Sukajadi, Lima Puluh,
dan sebagian Kecamatan Rumbai, sebagian Rumbai Pesisir, Kecamatan,
serta sebagian Tenayan Raya.

2. Kemiringaan 2 – 15% (datar s/d landai), memiliki kelayakan fisik bagi


pengembangan kegiatan budidaya. Wilayah yang tercakup kedalamnya
adalah sebagian di Kecamatan Rumbai, Rumbai Pesisir, Tenayan Raya
dan Bukit Raya.

3. Lahan dengan kemiringan 15 – 40% (agak landai s/d agak curam),


pemanfaatan lahan pada interval ini masih memungkinkan bagi

27
pengembangan kegiatan budidaya terbangun secara terbatas, yang
meliputi Kecamatan Rumbai, Rumbai Pesisir, dan Tenayan Raya seluas
2.917 Hektar (4,61%)

Dari uraian di atas, maka pengembangan fisik di Kota Pekanbaru tidak


menghadapi kendala morfologi lahan dan pengembangan fisik kawasan sebagai
kawasan permukiman karena dapat dilakukan di semua kecamatan yang ada di
Kota Pekanbaru. Sedangkan untuk ketinggian 26 – 40%, sangat sesuai bagi
pengembangan kawasan konservasi tepatnya di Kecamatan Rumbai, Rumbai
Pesisir, dan Tenayan Raya.

5. Hidrologi

Kondisi hidrologi dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu kondisi hidrologi air
permukaan dan air tanah.

1. Hidrologi air permukaan pada umumnya berasal dari sungai–sungai yang


mengalir di Kota Pekanbaru yaitu Sungai Siak, mengalir dari Barat ke
Timur di dalam kota, dengan panjang 300 Km dan kedalaman 29 meter
serta lebar 100 – 400 meter yang mempunyai anak – anak sungai seperti :
Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sibam, Setukul, Pengambang, Ukai,
Sago, Senapelan, Limau, dan Tampan.

2. Hidrologi air tanah kurang baik sebagai air minum, khususnya hidrologi
air tanah dangkal dari Formasi Petani. Sedangkan untuk air tanah dangkal
dari Formasi Minas memiliki potensi ketersediaan air yang cukup
banyak, mengingat kondisi batuan Formasi Minas memiliki permeabilitas
dan porositas yang tinggi.

a. Aliran Sungai

Aliran Sungai di Kota Pekanbaru di antaranya sebagai berikut :

1. Sungai Siak, dengan lebar rata-rata 96 meter dan kedalaman rata-rata 8


meter, dipengaruhi oleh pasang surut air laut, kecepatan aliran rata-rata 0,75
liter/detik.

28
2. Sungai Senapelan, merupakan penampung utama bagi wilayah sebelah Barat
Jl. Jendral Sudirman dan sebelah utara Jalan Tuanku Tambusai, dengan lebar
rata-rata 3-4 meter.

3. Sungai Sail, merupakan penampung utama bagi wilayah sekitar Pasar Laket
yang dibatasi Jl. Pelajar di sebelah barat, Jl. Pepaya di sebelah timur, Jl.
Mangga di sebelah utara dan Jl. Tuanku Tambusai di selatan.

4. Sungai Sago, merupakan penampung bagi wilayah sebelah barat Jl.


Sudirman, Sungai Lunau, Sungai Tanjung Datuk I dan II.

b. Sistem Drainase

Sistem drainase Kota Pekanbaru memanfaatkan saluran alami yang ada,


seperti; sungai, rawa, dan lain-lain. Sistem drainase Kota Pekanbaru mempunyai
karakteristik sebagai berikut :

1. Lokasi pembuangan utama drainase kota adalah Sungai Siak.

2. Saluran drainase primer adalah anak-anak Sungai Siak.

3. Saluran drainase sekunder dan tersier pada sub basin anak-anak Sungai
Siak.

4. Sistem drainase Kota Pekanbaru umumnya menggunakan sistem


gravitasi yang tergantung pada kondisi topografi. Kondisi topografi
Pekanbaru yang relatif datar menyebabkan sistem pengaliran air hujan
tidak dapat terjadi dengan baik.

Sistem drainase yang berfungsi sebagai retention pond adalah rawa-rawa di


sebelah utara Sungai Siak, sampai dengan batas Jl. Sekolah, wilayah rawa ini
dibagi 2 (dua) oleh Jl. Yos Sudarso menjadi rawa sebelah barat dan rawa sebelah
timur.

Wilayah yang terletak di tepian Sungai Siak dan anak-anak sungai Siak
merupakan kawasan yang berpotensi banjir dan genangan. Secara topografi
kawasan ini terletak pada daerah yang relatif rendah dengan ketinggian elevasi

29
antara 1,50 sampai 2,50 meter di atas permukaan air laut dan setiap musim hujan
sering mengalami banjir.

6. Struktur Geologi

Berdasarkan pada peta geologi Lembar Pekanbaru dan sekitarnya (M.C.G.


Clarke dkk,1982.) dengan skala 1:250.000, struktur geologi yang terdapat di Kota
Pekanbaru terdiri dari sesar mendatar dengan arah umum Barat Laut – Tenggara,
lipatan Sinklin dan Antiklin dengan arah penunjaman berarah relatif Timur Laut –
Barat Daya.

a. Jenis tanah

Secara umum kondisi tanah di Kota Pekanbaru mempunyai daya pikul (T


tanah) antara 0,7 kg/cm2 - 1 kg/cm2, kecuali di beberapa lokasi yang berdekatan
dengan anak sungai (T tanah) antara 0,4 kg/cm2 - 0,6 kg/cm2.

Kedalaman efektif tanahnya (top soil) sebagian besar kurang dari atau sama
dengan 50 cm yang terdapat di bagian tengah. Kedalaman efektif tanah 50 – 75
cm terdapat di bagian Selatan dan kedalaman lebih dari 100 cm terdapat di bagian
Utara Kota Pekanbaru.

Fisiografi grup aluvial berdasarkan klasifikasi tanah USDA, tanahnya


didominasi oleh Dystropepts dengan asosiasi Tropofulvents dan Tropaquents,
sedangkan pada fisiografi dataran (plain) jenis tanah yang mendominasi adalah
Topaquents pada areal datar, Humitropepts pada areal datar berombak, dan
Kandiudults pada areal berombak sampai perbukitan. Tanah – tanah tersebut
terbentuk dari bahan induk sedimen halus masam sehingga walaupun tanah sama
tetapi mempunyai perbedaan kepekaan terhadap erosi atau berdasarkan klasifikasi
tanah PPT (1983) termasuk dalam jenis tanah podsolik dan sebagian aluvial.

30
Untuk lebih jelasnya, grup fisiografi tanah dan satuan lahan di Kota Pekanbaru
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Grup Fisiografi Tanah dan Satuan Lahan Kota Pekanbaru

Grup
Lokasi Komposisi
Fisiogr Luas
Tanah
No afi/ Uraian

Satuan (Gol./PPT/US H
(Kecamatan) %
Lahan DA) a

1 Aluvial Dataran banjir Tampan Spodosol/Podzol 3. 6,


dari sungai ik 919 20
yang Gleiik/Tropaque
bermeander pts

Sedimen tidak Payung Inceptisol/Kambi


dibedakaan Sekaki sol
Distrik/Dysprope
pts

Bukit Raya Entisol/Litosol/


Tropofluvents

Lereng < 3% Marpoyan Tropohemists


Damai

Tenayan
Raya

Lima Puluh

Rumbai

Rumbai
Pesisir

2 Aneka Daerah Rumbai 6. 9,

31
Bentuk permukiman 024 53

Kota besar Rumbai


dan daerah Pesisir
pembangunan

3 Datara Dataran banjir Semua Ultisol/Podzolik 49 78


n dari sungai Kecamatan Kandik/Kandiud .461 ,23
yang ults
bermeander

Sedimen tidak Inceptisol/Kambi


dibedakaan sol
Distrik/Dysprope
pts

Batuan Hapludox
sedimen halus
dan kasar

Masam Hapluduts

Lereng < Humittropepts


3%

Datar sampai Ultisol/Podzolik


bergelombang Merah/Paleudult
(< 8%) s

Berombak Spodosol/Podzol
ik
Gleiik/Tropaque
pts

Berombak Entisol/Litoso
sampai l/
bergelombang

32
Tropofluvents

Berbukit kecil Tropohemists

Perbukitan
kecil (lereng >
16%)

4 Kubah Kubah gambut Payung Troposaprits 3. 6,


Gambu oligotrofik air Sekaki 822 04
t tawar

Kedalaman Rumbai Tropohemists


gambut 0.5 - 2
meter

Datar sampai Tropofibrits


sedikit
Sulfihemits
cembung

63 10
Jumlah
.226 0,00

Sumber : Rancangan Kegiatan Rehabilitas Hitan dan Lahan (RHL) Kota


Pekanbaru, 2004

3.2 Analisis Secara Khusus ditingkat Kecamatan Tampan

Kecamatan Tampan merupakan salah satu Kecamatan di Ibukota Pekanbaru


yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Riau, tanggal 20 September 1996 Nomor KPTS: 151/IX/1996.

3.2.1 Letak dan Geografis Kecamatan Tampan

Kecamatan Tampan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota


Pekanbaru, terletak pada kooordinat 101° 22‘ 45“BT–101° 23‘ 09“BT dan 0° 28‘
41“LU–0° 29‘ 09“LU. Kecamatan tampan terdiri atas 71 RW dan 424 RT. Luas

33
wilayah Kecamatan Tampan adalah 59,81 km2 dengan luas masing-masing
kelurahan sebagai berikut:

1
. Kelurahan Simpang Baru : 23,59 km

2
. Kelurahan Siddomulyo Barat : 13,69 km2

3
. Kelurahan Tuah Karya : 12,09 km2

4
. Kelurahan Delima : 10,44 km2

Batas-batas wilayah Kecamatan Tampan adalah:

1
. Sebelah timur : Berbatasan dengan Kecamatan Marpoyan Damai

2
. Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Kampar

3
. Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Payung Sekaki

4
. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Kampar

Perbandingan Persentase Luas Wilayah Kelurahan

Di Kecamatan Tampan Tahun 2013

17,46%

39,44% Simpang Baru

Sidomulyo Bar
20,21% at

34
22,89% Tuah Karya

Delima

Berdasarkan pesentase diatas luas wilayah kelurahan simpang baru 39,44%,


kelurahan sidomulyo barat 22,89%, keluran tuah karya 20,21% dan Kelurahan
Delima 17,46%, dari gambar persentase diatas diketahui kelurahan simpang baru
adalah kelurahan terluas dengan persentase 39,44%.

Kecamatan Tampan merupakan wilayah terluas dibandingkan kecamatan lain


yang ada di wilayah Kota Pekanbaru, sehingga adanya wacana pemekaran
menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Tampan dan Kecamatan Tuah Karya.
Kecamatan Tampan terbentuk dari beberapa Desa dan Kecamatan dari
Kabupaten kampar yaitu, Desa Simpang Baru dari Kecamatan Kampar, desa
Sidomulyo Barat , Desa Labuh Baru dan Desa Tampan dari Kecamatan Siak
Hulu.

Dalam kehidupan bermasyarakat di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru yang


mempunyai bermacam suku dan budaya, jarang sekali terjadi perbenturan dan
pada umumnya mereka hidup rukun dan damai. Perbedaan suku, golongan bahkan
juga agama tidak menjadikan mereka sulit untuk bergaul dengan sesama.
Sementara budaya-budaya daerah setiap suku terbina melalui kesenian tradisional,
seperti tayuban, pencak silat, dan lain sebagainya.

Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru juga tersedia sarana dan prasarana


sosial sebagai penunjang kegiatan yang dilakukan masyarakat, diantaranya adalah
sarana olah raga, sarana kesenian dan sarana sosial lainnya. Sarana olahraga yang
tersedia diantara lain lapangan sepakbola, badminton, voly dan lain-lain. Untuk
sarana kesenian terdiri dari bermacam-macam kesenian diantaranya; sanggar tari,
tayuban, pencaksilat dan lain sebagainya. Sedangkan untuk sarana sosial
diantaranya posyandu, pos kamling, dan lain-lain.

3.2.2 Kondisi Iklim

Kondisi iklim dan cuaca di Kecamatan Tampan mengikuti iklim Kota


Pekanbaru pada umumnya yang beriklim sangat basah, tipe A klasifikasi
Schmidt dan Ferguson. Suhu berkisar antara 21,6°-35,0° C dengan rata-rata

35
28,0°C, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 57,9%-93,2% dengan rata-
rata 74,6% dan tekanan udara 1.007,2 Mb-1.013,0 Mb, dengan rata-rata 1,010,1
Mb serta mempunyai kecepatan angin 7-8 knot/jam. Curah hujan antara
1.408 mm/th–4.344 mm/th, dengan rata-rata curah hujan mencapai 2.938
mm/th dan hari hujan selama 198 hari. Musim hujan terjadi pada bulan Januari
sampai April dan September sampai Desember. Musim kemarau terjadi pada
bulan Mei sampai Agustus.Keadaan topografi Kecamatan Tampan yaitu datar
dengan kelerengan antara 0–8% dan ketinggian lokasi lebih kurang 20 m dpl.
Jenis tanahnya adalah brown forest soil. Kondisi tekstur tanahnya berupa lempung
dengan tingkat kesuburan sedang.

3.2.3 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk kecamatan Tampan mencapai 175.634 jiwa . Angka ini


terus meningkat dan 16 tahun.pada tahun 2013 penduduk Kecamatan Tampan
mencapai 206.267 jiwa. Pesatnya pertumbuhan penduduk dikarenakan kecamatan
Tampan sebagai daerah pusat pendidikan terdapat banyak sekolah lembaga
pendidikan dan dua universitas negeri terbesar di Provinsi Riau.

Jumlah penduduk Kecamatan Tampan mencapai 206.267 jiwa pada tahun


2013. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 7,2 persen dari tahun 2012.
Kepadatan penduduknya mencapai 3.449 jiwa/km2, dengan kelurahan terpadat
adalah Tuah Karya sebesar 6.398. jiwa/km2.

Untuk lebih jelasnya, luas wilayah dan jumlah penduduk serta kepadatan
penduduk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan


Tampan Tahun 2013

Kepadatan
Jumlah
Kelurahan Luas (Km2) Penduduk (Jiwa/Km²)

(1) (2) (3) (4)

Simpang Baru 23,59 46,690 1,979

36
Sidomulyo Barat 13,69 47,394 3,462

Tuah Karya 12,09 77,353 6,398

Delima 10,44 34,830 3,336

Jumlah 59,81 206,267 3,449

Sumber : Kantor Camat Tampan

Berdasarkan tabel diatas kelurahan tuah karya merupakan kelurahan dengan


jumlah penduduk terbanyak yaitu 77.353 dengan tingkat kepadatan penduduk
6.398 jiwa/KM.

Dengan kepadatan penduduk yang selal meningkat dan beranekaragam nya


etnis yang tinggal dikecamatan tampan tidak membuat terjadinya pertikaian,
bahkan keanekaragaman tersebut menunjang pembangunan.adapun jumlah
penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Tampan


Tahun 2013

Kelurahan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

Simpang Baru 22,498 24,192 46,690

Sidomulyo Barat 24,217 23,177 47,394

Tuah Karya 41,213 36,140 77,353

Delima 17,722 17,108 34,830

Jumlah 105.650 100.617 206.267

Sumber : Kantor Camat Tampan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk kecamatan tampan
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 105.650 jiwa sedangkan
perempuan berjumlah 206.267 jiwa.

37
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan Di Kecamatan Tampan
Tahun 2013

Kelurahan Status Kewarganegaraan Jumlah

WNI WNA

Simpang Baru 46,510 180 46,690

Sidomulyo Barat 47,382 12 47,394

Tuah Karya 77,353 0 77,353

Delima 34,828 2 34,830

Jumlah 206,073 194 206.267

Kecamatan Tampan merupakan kecamatan yang memiliki jumlah


penduduk terbanyak di Kota Pekanbaru. Jumlah Penduduk Kecamatan yang tinggi
terdapat di Kelurahan Tuah Karya. Jumlah penduduk yang tinggi terjadi karena
Kecamatan Tampan mempunyai wilayah yang luas dibanding dengan kecamatan
lainnya. Selain permasalahan lingkungan, dampak negatif dari tingginya jumlah
penduduk salah satunya ialah kemacetan lalu lintas. Semakin meningkatnya
jumlah penduduk mengakibatkan semakin tingginya tingkat kegiatan dan secara
langsung akan meningkatkan pergerakan pada suatu daerah. Meningkatnya
jumlah pergerakan di suatu kota akan meningkatkan jumlah penggunaan sarana
transportasi baik sarana transportasi umum maupun pribadi.

Gambar 1. Kemacetan di jl. Subrantas KM 15 Simpang baru, Panam


Pekanbaru

3.2.4 Sistem Pendidikan

1. Perwujudan sistem pendidikan kecamatan tampan

38
Dalam rangka meningkatkan pembangunan suatu wilayah, pendidikan
merupakan sesuatu yang sangat berperan. Karena pendidikan dapat dijadikan
sebagai tolak ukur melihat maju mundurnya suatu wilayah. Dengan pendidikan,
maka pembangunan yang direncanakan diberbagai sektor, akan dapat diwujudkan.
Hal ini sesuai dengan pasal 3 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara
didirikan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Maka dalam pelaksanaannya pemerintah membentuk suatu sistem
pendidikan dan pengajaran nasional yang dikenal dengan pendidikan formal dan
non formal.

Disisi lain, dalam Islam pendidikan merupakan suatu yang


diwajibkan, bahkan dalam al-Qur’an Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang
memiliki pendidikan (ilmu) akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT beberapa
derajat. Oleh karena itu, untuk melihat maju mundurnya Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru, terlebih dahulu dilihat dari bidang pendidikannya; yaitu pendidikan
yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan pada tabel di
bawah ini :

Sumber: Data Kantor Kecamatan Tampan, Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan


Tampan Kota Pekanbaru menurut pendidikan yang ditamatkan adalah tingkat
SLTA, berjumlah 43.919 jiwa.

39
Selanjutnya, maju mundurnya pendidikan juga didukung oleh sarana
pendidikan yang ada. Untuk mengetahui jumlah sekolah negeri menurut jenis
sekolah di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dapat dilihat dari rincian grafik
berikut :

2. Pelaksanaan di lapangan

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pekanbaru, Drs.Yuzamri Yakub. Pesatnya


perkembangan di Kecamatan Tampan. Sayangnya, perkembangan ini tidak diikuti
peningkatan fasilitas pendidikan sekolah. Alhasil, Kecamatan Tampan saat ini
masih kekurangan sekolah. Terutama SMP dan SMA sederajat. Sampai saat ini,
kebutuhan itu masih terpenuhi pada sekolah di luar Tampan. Sehingga karena
kurangnya fasilitas pendidikan terutama untuk SMP dan SMA Negeri membuat
masyarakat memilih lebih memilih bersekolah diluar tampan.

Hal ini tidak sesuai dengan RT/RW Kota Pekanbaru yang menetapkan bahwa
kecamatan Tampan merupakan kawasan pendidikan, terbukti kurangnya sekolah
negeri terutama SMP dan SMA. Terlihat di tabel hanya memiliki 2 SMP Negeri
dan 1 SMA Negeri.

Tabel 9. Jumlah Sarana Pendidikan Umum

Tingkat Negeri Swasta Total

40
No

Sekolah Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persenta

se

44,95
1 TK 1 0,98% 48 44,04% 49 %

30,27
2 SD 16 14,68% 17 15,06% 33 %

3 SLTP 2 1,83% 8 7,34% 10 9,17%

SMU
4 Kejuruan 2 1,83% 5 4,59% 7 6,42%

SMU
5 Umum 1 0,98% 3 2,75% 4 3,67%

Sekolah
6 tinggi 2 1,83% 2 1,83% 4 3,67%

7 Universitas 2 1,83% - - 2 1,83%

Total 26 23,96% 83 76,15% 100%


109

41
%

Sumber: Data Kantor Kecamatan Tampan, Tahun 2012

3.2.5 Sistem Industri

1. Perwujudan kawasan industri di kecamatan Tampan

Industri sedang adalah industri yang mempunyai tenaga kerja 20 s.d 99 orang,
sedangkan industri besar yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih.
Sementara itu industri kecil adalah perusahaan dengan tenaga kerja 5 s.d. 19
orang.

2. Pelaksanaan di lapangan

Dalam survey yang kami lakukan kami menemukan beberapa permasalahan


pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Pekanbaru yang menetapkan
bahwa kecamatan Tampan merupakan kawasan pendidikan,tetapi dikawasan
yang telah ditetapkan sebagai kawasan pendidikan malah ada pabrik sangat
berpengaruh buruk terhadap kawasan sekitarnya yakni permukiman penduduk.

42
Dalam masalah ini kita tidak bisa juga menyalahkan pabrik yang berada pada
kecamatan Tampan kerena pabrik sudah berdiri semenjak tahun 1985(wawancara
dengan mantan pekerja PT IGA BINA MIX) jauh sebelum kawasan ini
ditetapkan sebagai kawasan pendidikan.

Gambar 3 : PT IGA BINA MIX Jln. Garuda Sakti KM 1

Keterangan :

Nama Perusahaan : PT. IGA BINA MIX

Alamat : Jalan Garuda Sakti

Narasumber : Mantan Pekerja PT IGA BINA MIX

Dari hasil survey yang telah kami lakukan dengan mengunjungi pabrik ini
dengan menanyakan warga sekitar kawasan pabrik dan salah satu mantan pekerja
pabrik PT IGA BINA MIX ini ternyata pabrik yang bergerak pada industri

43
pengolahan beton tidak beroperasi lagi selama satu tahun belakangan karena
mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1985 ini
dijual kepada pabrik industri padang yaitu PT. Asoka. Pabrik PT IGA BINA
MIX sudah berdiri sebelum perumahan di sekitaran Garuda Sakti dibangun.

3.2.6 Sistem Pemukiman

1. Perwujudan kawasan pemukiman di Kecamatan Tampan

Semakin padatnya jumlah penduduk di Kecamatan menyebabkan pemukiman


di Kecamatan Tampan semakin banyak. Dimana idealnya untuk satu RT hanya
membawahi 30-50 KK, sementara yang terjadi saat ini satu RT membawahi
hingga 75-100 KK bahkan lebih. Sementara itu, dari RW juga harusnya
membawahi 150 KK atau tiga RT. Kondisi seperti ini ditemukan di beberapa
Kecamatan di Pekanbaru seperti dikawasan padat pemukiman seperti Kecamatan
Sukajadi maupun Kecamatan Tampan.

Tabel 10. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan


Tampan

2. Pelaksanaan Di Lapangan

Jumlah penduduk kecamatan yang tinggi terdapat di Kelurahan Tuah Karya ini
karena padatnya antara perumahan dan toko – toko serta kios – kios kecil .
Padatnya pemukiman dikawasan tampan yang tidak diseimbangi daya dukung
lingkungan membuat berkurangnya lahan terbuka hijau yang mengakibatkan
cuaca panas saat siang hari.

44
3.2.7 Sistem Komersial

1. Sarana Perekonomian

Tabel 11. Sarana Perekonomian di Kecamatan Tampan

No Sarana Perekonomian Jumlah Persentse

1 Pasar 3 0.08%

2 BUUD/KUD 1 0.03%

3 Bank 22 0.60%

4 Toko 1,438 38.99%

5 Warung/Kios 2,224 60.30%

Total 3,688 100.00%

Sumber: Data Kantor Kecamatan Tampan, Tahun 2012

Pada tabel di atas terlihat bahwa sarana perekonomian yang banyak ditemukan
di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru adalah warung/kios berjumlah 2.224 jiwa
(60,30%), selanjutnya diikuti oleh sarana perekonomian berupa toko berjumlah
1.438 jiwa (38,99%), meskipun adanya sarana perekonomian lain seperti pasar
(0,08%), BUUD/KUD (0,03%), dan bank (0,60%).

2. Pelaksanaan Lapangan

Dalam kehidupan manusia sebagai Khalifah Allah di permukaan bumi tentu


saja memiliki beraneka macam kehidupan social dan budaya. Ini merupakan hal
yang wajar karena setiap individu yang hidup telah mempunyai kebudayaan
sendiri-sendiri, terutama yang berasal dari nenek moyang mereka yang lebih
dikenal dengan adat istiadat. Dan ini sangat berguna untuk mengatur kehidupan
individu yang ada di dalam kelompok masyarakat tersebut.

Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu
penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya

45
pertumbuhan ekonomi, suatu kota cenderung untuk tumbuh, ukurannya bertambah
dan struturnya berubah.

Aktivitas perekonomian perdagangan dan jasa (komersial) adalah sektor yang


paling mudah tumbuh ditempat-tempat strategis. Pengertian komersial yaitu
kawasan pusat perniagaan kota, dan mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan
ekonomi kota. Sehubungan dengan unsur lahan, aktivitas ini diukur oleh dua
faktor yaitu kemampuan keuangan untuk membeli lahan, dan karakteristik lahan
yang dapat menunjang aktivitas tersebut. Bila dua hal tersebut bertemu dengan
penawaran lahan disuatu tempat maka dimungkinkan terjadinya perubahan fungsi
suatu lahan menjadi fungsi komersial.

Dalam survey lapangan yang kami lakukan, di Kecamatan Tampan tampak


banyak sekali perniagaan atau perdagangan yang dilakukan. Seperti, berjualan di
pinggir jalan, Mall, dan lain sebagainya. Kecamatan Tampan sebenarnya
merupakan kawasan pendidikan, tetapi lebih didomiasi oleh komersial atau
perekonomian, sehingga ini tidak sesuai dengan RTRW Pekanbaru. Perniagaan
seperti pasar pagi yang berada dijalan arenka 1 menyebabkan kemacetan pada
pengendara motor yang membuat jalan menjadi sempit akibat sebagian jalan
digunakan untuk lahan parkir, lalu menurunkan estetika dari jalan arenka.

3.3 Permasalahan Lingkungan Di Kecamatan Tampan

3.3.1 Sistem persampahan

1. Pengelolaan Sampah

Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat dari komponen-


komponen yang saling mendukung satu dengan yang lainnya saling berintekrasi
untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur dapat dilihat
dalam komponen tersebut adalah :

a. Aspek teknik operasioanal (teknik)

b. Aspek kelembagaan (institusi)

c. Aspek pembiayaan (finansial)

46
d. Aspek hukum dan pengaturan (hukum)

e. Aspek peran serta masyarakat

2. Perwujudan Sistem Persampahan berdasarkan RTRW Pekanbaru

Table 12. Perwujudan Sistem Persampahan berdasarkan RTRW Pekanbaru

Indikator Lokasi Bia Sumber Pelaksana


Program ya Dana

Penyusunan Kota APBN,


masterplan Pekanbaru APBD
Bappeda, DKP
Persampahan Kota Propinsi,
APBD Kota

Rehabilitasi dan Semua


DKP
penambahan TPS Kecamatan
APBN,
Pengadaan lahan Semua DKP, Panitia
APBD
TPS Kecamatan Pengadaan Lahan
Propinsi,
Penataan dan APBD Kota
Semua DKP,
penyediaan sarana
Kecamatan Kecamatan
pendukung TPS

Pemeliharaan
APBN,
dan penambahan
Semua APBD DKP,
sarana
Kecamatan Propinsi, Kecamatan
pengangkutan
APBD Kota
sampah

Pembangunan Payung
pos tempat Sekaki, APBN,

pengelolaan Tampan, APBD DKP,

sampah terpadu Marpoyan Propinsi, Kecamatan

(TPST) Damai, APBD Kota

Bukit Raya,

47
Tenayan
Raya,
Rumbai,
Rumbai
Pesisir

Penyediaan APBN,
lahan TPA Tenayan APBD DKP, Panitia
Tenayan Raya Propinsi, Pengadaan Lahan
APBD Kota

Pembangunan APBN,
fasilitas TPA Tenayan APBD
DKP, DPU
Tenayan Raya Propinsi,
APBD Kota

Peningkatan
APBN,
pengelolaan
Kota APBD DKP,
sampah terpadu 3R
Pekanbaru Propinsi, Bappeda, BLH
skala kawasan dan
APBD Kota
skala kota

3. Pelaksanaan di Lapangan

Kenyataan di lapangan banyak sekali tumpukan sampah yang berserakan


dipinggir jalan raya, khususnya kecamatan tampan yang tidak sesuai dengan
RTRW Pekanbaru.

Hal-hal yang tidak terpenuhi di kecamatan Tampan antara lain :

a. tidak ada lahan TPA untuk pembuangan sampah.

b. tidak ada rehabilitasi dan penambahan TPS.

c. tidak ada pembanguna fasilitas TPA.

48
d. tidak ada penggandaan lahan TPS.tidak ada pemeliharaan dan
pembangunan sarana pengangkutan sampah

Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :

Dengan melihat gambar diatas maka diperlukan pengelolaan sampah sesuai


dengan undang-undang yang berlaku. Sarana dan Prasarana yang ada untuk
mengelola kebersihan lingkungan di Kecamatan Tampan seharusnya lebih
ditingkatkan. Saat ini yang paling dibutuhkan adalah mobil pengangkut sampah,
selain mobil pengangkut sampah, sarana lainnya adalah bak sampah yang ada
dipinggir jalan. Sepeti yang terlihat pada gambar, banyak masyarakat yang
membuang sampah di tepian jalan karena tidak tersedianya bak penampung
sampah. Seharusnya setiap KM harus ada bak sampah sehingga masyarakat dapat
meletakkan sampahnya di tempat yang telah disediakan.

Selain adanya sarana dan prasarana untuk pengangkutannya, dalam


pengelolaan sampah juga harus ada dana atau tarif untuk pekerja yang
mengumpulkan sampah untuk dibuang ke TPA.

Selain sarana dan prasarana yang kurang memadai, faktor yang ikut
mempengaruhi pelaksanaan retribusi kebersihan Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru adalah luas wilayah, Kecamatan Tampan memiliki empat kelurahan
yaitu kelurahan simpang baru,delima tuah karya,dan sidomulyo barat. Hal ini
menyulitkan dalam melakukan pengawasan, begitu juga dengan masalah
pengangkutan sampah, mobil pengangkutan sampah yang dimiliki sangat terbatas,
meskipun sudah ada mobil pengangkut sampah yang dikelola secara pribadi oleh
masyarakat, tetap saja masih kekurangan. Itulah yang menyebabkan terhambatnya
pembayaran retribusi kebersihan oleh masyarakat.

Jarak tempat pembuangan sampah juga mempengaruhi pelaksanaan retribusi


kebersihan di Kecamatan Tampan, karena jarak TPS yang berjauhan membuat
masyarakat malas untuk membuang sampah pada lokasi yang telah ditentukan,

49
sehingga masyarakat lebih sering menumpuk sampah di pinggir-pinggir jalan
meskipun di sana sudah dipasang pengumuman larangan membuang sampah.

Pemerintahan Kecamatan Tampan seharusnya menyediakan tempat sampah


sementara atau bak penampung sampah setiap jarak 100 M di tepi-tepi jalan, hal
ini bertujuan agar masyarakat tidak kesulitan dalam menemukan tempat sampah,
sedangkan pada TPA nya sebaiknya menggunakan sistem pengolahan sampah
dengan cara sanitary landfill. Sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir
sampah yang dilakukan dengan cara menimbun sampah di TPA pada sampah
yang sudah disiapkan sebelumnya dan telah memenuhi syarat teknis, setelah
ditimbun lalu dipadatkan dengan menggunakan alat berat seperti buldozer
maupun track loader, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup
setiap hari pada setiap akhir kegiatan. Hal ini dilakukan terus menerus secara
berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan. Selain Sanitary Landfill masih
banyak cara untuk mengelola sampah seperti pembakaran dengan cara teknik
yang canggih yaitu insenerasi.

Untuk menentukan lokasi TPA juga harus memenuhi hal berikut ini:

a. Ketersediaan fasilitas umum (jalan masuk, saluran drainase, pos


jaga/kantor dan pagar).

b. Fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan dasar kedap air, jaringan


pengumpul leachate, instalasi pengolahan leachate, ventilasi gas, tanah
penutup, buffer zone, sumur uji dll).

c. Fasilitas operasional (alat berat, dump truck tanah, jembatan timbang)


dan fasilitas penunjang seperti air bersih, bengkel dan lain-lain.

3.3.2 Sistem Air Bersih

Kecamatan Tampan merupakan satu dari 12 kecamatan di Kota Pekanbaru


yang terdiri dari empat Kelurahan yaitu Kelurahan Delima, Simpang Baru, Tuah
Karya dan Sidomulyo Barat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru,
luas wilayah Kecamatan Tampan adalah 59,81 𝑘𝑚2 atau sama dengan 9,46% dari
luas kota Pekanbaru. Jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 97.296 jiwa

50
atau sama dengan 12,47% dari jumlah penduduk kota Pekanbaru sebesar 779.881
jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.627 jiwa/𝑘𝑚2 . Jumlah penduduk laki-laki
48.834 jiwa dan perempuan 50.462 jiwa dengan sex ratio antara penduduk laki-
laki dan perempuan sebesar 109, sedangkan jumlah rumah tangganya tercatat
sebanyak 20.814 rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga per
kepala keluarga sebanyak 5 jiwa (Bappeda Kota Pekanbaru, 2007).

Topografi Kecamatan Tampan relatif datar, sebagian bergelombang dengan


kemiringan 0-2%. Jenis tanah sebagian besar terdiri atas liat berpasir, bergambut
dan podzolik merah kuning. Sumber air bersih rumah tangga di Kecamatan
Tampan berasal dari sumur bor dan sumur gali, tidak ada menggunakan prasarana
air bersih PDAM Tirta Siak. Banyaknya pemakaian sumur pompa di Kecamatan
Tampan, termasuk di Kelurahan Delima tidak terlepas dari pengaruh tekstur tanah
di daerah tersebut yang banyak tanah bergambut. Biasanya kedalaman sumur
yang dibuat cukup 5 meter saja, artinya air sumur yang diambil termasuk air tanah
dangkal.

Menurut Sutrisno dan Suciastuti (1987), air tanah dangkal kualitasnya lebih
rendah dari air tanah dalam, karena masih sangat rentan terhadap pengaruh zat-zat
kimia (garam-garam yang terlarut) seperti mangan, besi, dipengaruhi sifat organik
tanah dan adakalanya air berwarna. Dengan demikian tidak heran jika banyak
penghuni rumah di Kecamatan Tampan mengatasi masalah sumur dangkalnya
dengan beralih kepada sumur bor yang sumber airnya lebih dalam.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penghuni rumah bahwa pada saat
musim kemarau, air sumur warga berbau seperti bau air parit, hal ini
kemungkinan terjadinya perembesan air parit ke sumur milik warga. Keyakinan
semakin diperkuat oleh fakta di lapangan bahwa banyak ditemukan saluran parit
tidak berfungsi sehingga air limbah rumah tangga yang masuk ke dalam parit
menjadi tergenang dan merembes ke dalam tanah, fakta ini relevan dengan data
yang dikemukan oleh Tim Pokja Sanitasi Kota Pekanbaru tahun 2007.

Berdasarkan fakta dilapangan, guna untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi
warga perumahan, setidaknya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

51
1. Sumber air perumahan diambil dari satu lokasi saja.

2. Sumber air bersih diambil dari Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ).

3.3.3 Sistem Air Limbah

Tabel 13. Perwujudan Kawasan Industri berdasarkan RTRW Pekanbaru

Indikator Program Lokasi Biaya Sumber Pelaksana


Dana

Studi dampak Kec. Tampan


jalur patahan di , Kec. Marpoyan Dinas
APBD
wilayah Damai, Kec. Pertambangan
Kota
pembangunan Payung Sekaki, , Dinas PU
(WP) V Kec. Bukit Raya

Pengendalian
pemanfaatan lahan
pada jalur patahan Kec. Tampan
melalui , Kec. Marpoyan Dinas
APBD
pembatasan Damai, Kec. TRB,Dinas
Kota
pengembangan Payung Sekaki, PU, BPN
prasarana dasar, Kec. Bukit Raya
terutama jaringan
jalan.

Evaluasi
Dinas
terhadap hak
TRB,Dinas
penguasaan/ lahan
PU, BPN,
yang telah Semua
Dinas
dikeluarkan/ Kecamatan
kehutanan,
direkomendasikan
Dinas
oleh pemerintah
Pertanian
pusat dan daerah.

52
Tabel 14. Perwujudan Kawasan Budidaya berdasarkan RTRW Kota
Pekanbaru

Program Indikator Program Lokasi Bia Sumber


ya Dana

Sektor Pembangunan pasar Kec.


Perdagangan induk Tampan
dan Jasa
Monitoring,
pengawasan,
pembinaan dan Semua APBD
penertiban industri Kecamatan Kota, swasta
kecil dan rumah
tangga

Permukim Penyusunan RP3KP Kota APBD


an Pekanbaru Kota

Rehabilitasi APBN,
bangunan rumah dan Kec. APBD
peremajaan kawasan tampan Propinsi,
kumuh APBD Kota

Penataan atau
APBN,
relokasi kawasan
Kota APBD
permukiman yang
Pekanbaru Propinsi,
berada di sempadan
APBD Kota
sungai, kaw lindung

Relokasi kawasan
APBN,
permukiman dalam
Kec. APBD
radius bahaya
tampan Propinsi,
kecelakaan dan bahaya
APBD Kota
kebisingan.

53
Pengembangan APBN,
permukiman vertikal APBD
untuk kawasan padat Pusat Kota Propinsi,
APBD Kota,
swasta

Dalam pengolahan air limbah dapat dilakukan beberapa cara, salah satu cara
yang efektif dalam mengurangi dampak pencemaran sumber air oleh limbah
domestik, adalah dengan memusatkan pengumpulan limbah tinja dari setiap
rumah ke tempat pengolahan terpadu (komunal). Di Pekanbaru penerapan IPAL
komunal telah mulai dilaksanakan, pemerintah Kota Pekanbaru bekerja sama
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan konsultan lingkungan asal Belanda
Haskoning.

Sejak tahun 2006 telah dibangun tujuh lokasi unit pengolahan limbah komunal
di beberapa tempat dalam kota Pekanbaru, yang bertujuan untuk mengurangi
dampak pencemaran lingkungan oleh limbah domestik termasuk oleh tinja
manusia. Namun kenyataannya, sampai saat ini pemerintah kota Pekanbaru belum
menekankan pentingnya membuat IPAL komunal kepada pengusaha pengembang
perumahan. Keutamaan IPAL komunal sebagai salah satu cara untuk mengurangi
dampak pencemaran air sumur di lokasi perumahan, ternyata belum mendapat
perhatian dari pemerintah dan dianggap penting oleh masyarakat. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya usaha kecil seperti bengkel motor, rumah makan,
bengkel las, dan laundry, bahkan perumahan masih membuang limbah ke parit.

Berikut adalah salah satu gambar air limbah detergen yang dibuang ke drainase

Menurut Sulistiyo (2009), memang tidak mudah untuk mendapatkan dukungan


langsung dari masyarakat tentang sesuatu yang baru khususnya IPAL komunal.
Penerapan IPAL Komunal membutuhkan waktu 3-4 tahun untuk mendapatkan
dukungan penuh masyarakat dan IPAL komunal bisa berjalan optimal.

3.3.4 Sistem Drainase

54
1. Perwujudan Sistem Drainase berdasarkan RTRW Pekanbaru

Tabel 15. Perwujudan Sistem Drainase berdasarkan RTRW Pekanbaru

Indikasi Lokasi bia Sumber dana pelaksan


program ya a

Monitoring titik Kota


APBD Kota DPU
banjir /genangan Pekanbaru

Normalisasi Kota APBN,


Sungai Pekanbaru APBD Propinsi, DPU
APBD Kota

Pembatan Kota APBN,


Tanggul/Turab/Tal Pekanbaru APBD Propinsi, DPU
ud Sungai APBD Kota

Pembuatan jalan S. Siak, S.


ispeksi Sail, S. Air
APBN,
Hitam, S.
APBD Propinsi, DPU
Sibam,
APBD Kota
S.Ambang, S.
Ukui

Pemeliharaan WP I, WP APBN,
danau/kolam II, WP V APBD Propinsi, DPU
tampung/ waduk APBD Kota

Pembangunan Semua APBN,


kolam tampung / Kecamatan APBD Propinsi, DPU
waduk APBD Kota

Pemeliharaan Kota
APBN,
dan pembangunan Pekanbaru
APBD Propinsi, DPU
jaringan drainase
APBD Kota
kota.

55
Pembuatan Kota APBN, DPU,
sumur resapan Pekanbaru APBD Propinsi, Dinas
APBD Kota Pertanian

Penempatan APBN,
DPU,
pompa APBD Propinsi,
BWSS
pengendalian banjir APBD Kota

Pengembangan Kota APBN,


DPU,
pembuatan biopori Pekanbaru APBD Propinsi,
DKP,
APBD Kota,
Swasta,
Swasta,
Masyarakat
Masyarakat

2. Pelaksanan dilapangan

Dalam survey yang kami lakukan kami melihat beberapa jalan yang ada di
kecamatan tampan dengan kondisi drainase yang tidak sesuai dengan RTRW
Pekanbaru, kondisi dilapangan menunjukkan saluran yang dibuat oleh pihak
pengembang belum sempurna bahkan ada yang tidak memiliki saluran sehingga
setiap hujan dapat menyebabkan banjir. Permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan drainase adalah lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dengan
komponen infrastruktur lain. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan
secara menyeluruh mengacu pada SIDLACOM (Survey, Investigation, Design
Land Acqulsation, Construction, Operation, Maintenance), serta ditunjang dengan
peningkatan kelembagaan pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

Sistem drainase kota berupa jaringan pembuangan yang berfungsi


mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air pemukiman yang berasal dari
hujan local sehingga tidak mengganggu masyarakat.

Menurut Mardianto kepada Riau Pos, sistem drainase di Pekanbaru mengalami


disfungsi. Drainase seharusnya berfungsi sebagai wadah mengalirkan air. Namun
di Pekanbaru, drainase berfungsi sebagai penampung air. Buktinya, jika drainase

56
mengalirkan air, maka air hujan pun akan dialirkan ke anak sungai atau ke sungai.
Namun di Pekanbaru drainase hanya untuk menampung air. Alhasil saat hujan
turun, drainase tidak mampu menampung debit air sehingga meluap dan
menggenang.

Buruknya manajemen drainase ini juga diungkapkan anggota DPRD ota


Peanbaru Darmil. Tapi ia mengatakan masalah disebabkan sampah yang terus
menumpuk didrainase. Selain itu, menurut Darmil anggaran penanganan
infrastuktur dan rehabilitas drainase juga belum signifikan.

Dinas Pekerjaan Umum harus bekerjasama dengan stake holder lain seperti tata
kota guna mengatasi banjir. Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Pekanbaru harus
bekerja ekstra untuk mengatasi masalah banjir yang terjadi di Pekanbaru selama
ini, karena saat ini Pekanbaru selalu mengalami kebanjiran saat hujan datang.

Hasil dari survey lapangan drainase daerah kecamatan tampan terdapat banyak
sampah dan menjadi pemicu terjadinya sumbatan mengakibatkan banjir. Drainase
yang penuh dengan sampah sehingga aliran air tidak mengalir dan menyebabkan
bau tidak sedap dan mengurangi nilai estetika. Selain itu air run off yang berada
dipinggir jalan dikarenakan drainase yang tidak memadai. Selain dari drainase
yang tidak memadai yang menjadi faktor penyebab banjir di daerah kecamatan
tampan yaitu kurangnya lahan terbuka untuk resapan air karena lahan yang ada
sudah disemenisas

3.3.5 Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negri No. 14 tahun 1998 tentang


penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ruang terbuka hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.

57
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan
yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas
pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan
hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau perkarangan. Ruang terbuka hijau
diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur
vegerasinya ( Fandeli, 2004 ).

Luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru adalah sekitar 31.750,341 hektar.
Sebaran luas untuk masing-masing kecamatan adalah; Kecamatan Pekanbaru Kota
0,353 hektar, Senapelan 3,173 hektar, Limapuluh 50,246 hektar, Sukajadi 1,852
hektar, Sail 28,649 hektar, Rumbai 9.596,980 hektar, Bukit Raya 18.929,067
hektar, dan Tampan 3.140,021 hektar.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

58
1. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Penataan ruang adalah suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Permasalahan sampah di Kecamatan Tampan merupakan masalah yang


sangat serius. Dengan jumlah penduduk yang banyak disebabkan kecamatan
ini memiliki 4 kelurahan, menyebabkan banyaknya sampah yang berserakan
di pinggiran jalan raya sangat menggangu kondisi lingkungan dan juga nilai
estetika daerah tersebut. Kurangnya kinerja kecamatan untuk menyediakan
mobil pengangkut sampah serta kurangnya penyediaan bak sampah umum
sebagai tempat pengumpulan sampah sangat terlihat jelas dengan banyaknya
sampah yang dibuang begitu saja dipinggiran jalan raya.

3. Topografi Kecamatan Tampan yang relatif datar, sebagian bergelombang


dengan kemiringan 0-2% dan jenis tanahnya yang sebagian besar merupakan
tanah liat berpasir, bergambut dan podzolik merah kuning menyebabkan
sumber air bersih rumah tangga di Kecamatan Tampan kebanyakan berasal
dari sumur bor dan sumur gali, pada saat kemarau air sumur warga berbau
seperti bau air parit, hal ini kemungkinan terjadinya perembesan air parit ke
sumur milik warga disebabkan parit/drainase yang tidak berfungsi dengan
selayaknya.

4. Pengolahan air limbah dapat dilakukan beberapa cara, salah satu cara yang
efektif dalam mengurangi dampak pencemaran sumber air oleh limbah
domestik, adalah dengan memusatkan pengumpulan limbah tinja dari setiap
rumah ke tempat pengolahan terpadu (komunal). Namun kenyataannya,
sampai saat ini pemerintah kota Pekanbaru belum menekankan pentingnya
membuat IPAL komunal kepada pengusaha pengembang perumahan,
sehingga kebanyakan masyarakat mulai dari yang memiliki usaha kecil
seperti bengkel motor, rumah makan, bengkel las, dan laundry, bahkan
perumahan masih membuang limbah ke parit.

59
5. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan drainase adalah lemahnya
koordinasi dan sinkronisasi dengan komponen infrastruktur lain. Pengelolaan
drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh mengacu pada
SIDLACOM (Survey, Investigation, Design Land Acqulsation, Construction,
Operation, Maintenance), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan
pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Kecamatan Tampan merupakan
kawasan yang masih kurang dalam pembuatan drainase yang layak. Masih
banyak kawasan yang tidak memiliki drainase yang layak sehingga
megakibatkan run off. Mulai dari ukuran parit yang tidak wajar, penggunaan
parit sebagai tempat pembuangan sampah karena kurangnya tempat
penampungan sampah, dan karena kurangnya lahan terbuka hijau yang
digunakan sebagai daerah resapan air sebab banyak lahan terbuka hijau yang
di semenisasi.

6. Luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru adalah sekitar 31.750,341 hektar.
Sebaran luas untuk masing-masing kecamatan adalah; Kecamatan Pekanbaru
Kota 0,353 hektar, Senapelan 3,173 hektar, Limapuluh 50,246 hektar,
Sukajadi 1,852 hektar, Sail 28,649 hektar, Rumbai 9.596,980 hektar, Bukit
Raya 18.929,067 hektar, dan Tampan 3.140,021 hektar. Namun
kenyataannya, di Kecamatan Tampan masih sangat susah ditemukan adanya
ruang terbuka hijau, bahkan juga terjadi pengalihan lahan yang semula nya
merupakan ruang terbuka hijau, namun saat ini sudah dibangun sebuah
Rumah Sakit Daerah di Jln. Garuda Sakti.

4.2 Saran

Berikut beberapa saran dalam pembuatan makalah dan studi lapangan:

1. Diperlukan keseriusan yang lebih dalam pembuatan makalah ini agar tercapai
tujuan yang telah di tetapkan.

2. Lebih pandai dalam membagi waktu untuk jadwal pelaksanaan studi lapangan
supaya waktu lebih banyak digunakan untuk pemantauan daripada jalan-jalan.

60
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Muhammad, Charles Jackson dkk. 2013. Hukum Penataan Ruang. Bandar
Lampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan
Fakultas Hukum Universitas Lampung.

61
Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar ( RisKesDas )
IndonesiaTahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim, (1990), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990. tentang Syarat-syarat dan Pengawasa
Kualitas Air. Jakarta: Kementrian RI.
Dewantara, K. H. 1977. Karya Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa.
Dinas Kesehatan Pekanbaru. 2009. Profil Kementrian Kesehatan Indonesia
Pusatdan Surveilans Epydemiologi Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kementrian RI.
Hasmar, Halim. 2002. Drainase Perkotaan. Yogyakarta: UII Press
Hermit Herman. 2008. Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang. Bandung:
Mandar Maju.
Ismoyo Imam Hendargo. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Jakarta: PT Bina Rena
Pariwara.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002. Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan industry. Jakarta: Kementrian RI.
Lenzen, M., dan Murray, S.A., 2003. A modified ecological footprint method
andits application to Australia. Ecological Economics, 37(2), pp. 229–
255.
Mukono, H. J. 1995. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airangga
Universitas Press.
Mukono, H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Muljana, B. S. 2001. Perencanaan Pembangunan Nasional dan Proses
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V.
Jakarta: UI-Press
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 173/MenKes/Per/VII/1977. Tentang
Penyediaan Minum yang Harus Memenuhi Standart Kuantitas dan
Kuaitas. Jakarta: Kementrian RI

62
Ridwan, H. R. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Radja Grafindo
Persada
Slamet Riyadi, A.L. Skm. 1984. Sistem Kesehatan Nasional. Surabaya: Bina Indra
Karya
Sugiharto. 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press
Tiasnadmidjaja, D. A . 1997. Dalam Asep Warlan Yusuf PranatanPembangunan.
Bandung: Universitas Parahiayang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Andarita Rolasisasi, ` Pemberdayaan Masyarakat guna Mengurangi Kemiskinan
Perkotaan, Diakses 20 Oktober 2014.
http://Pemberdayaanmasyarakatsuwoto.blogspot.com/2009_02_01archive.
html
http:/www.lampungtimurkab.go.id/mobile/, diakses 17 Oktober 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam#cite_note-sdabio1-1

LAMPIRAN

63
Kegiatan Survey di Kantor Camat, Kecamatan Tampan tentang Sarana dan
Prasarana yang ada termasuk jumlah penduduk dll.

Mengamati Drainase di Km. 15 Jl. Soebrantas Simpangbaru Panam Pekanbaru.

Kemacatan yang terjadi akibat padatnya jumlah penduduk yang banyak dengan
fasilitas seperti jalan yang tidak mencukupi ( luas jalan ) dan faktor lainnya yang
mempengaruhi di Km. 15 Jl. Soebrantas Simpangbaru Panam Pekanbaru.

64
Sampah yang dibuang sepanjang jalan di Km. 15 Jl. Soebrantas Simpangbaru
Panam Pekanbaru , kurangnya fasilitas TPA yang memadai dan kesadaran
masyarakat akan sampah.

Rusaknya jalan di Jalan Garuda Sakti KM 1 dan Di Jalan Bangau Sakti.

65
Profil PT Iga Bina Mix Di Jalan Garuda Sakti KM 1 yang sudah tidak
beroperasi.

Wawancara Di Kantor Camat Dengan Bapak Aris

66
Wawancara dengan salah satu pekerja Di RSUD yang diduga telah
mengalihkan fungsi kawasan terbuka hijau menjadi RSUD

Salah satu sekolah yang ada di Kecamatan Tampan , tepatnya di Jalan Garuda
Sakti

67
Drainase di Kecamatan Tampan yang dipenuhi oleh sampah dan tanaman liar,
tepatnya di daerah sekitar PT Iga Bina Mix Jalan Garuda Sakti KM 1

Salah satu kegiatan komersil di Pasar Pagi Arengka

Salah satu pemukiman padat di Kelurahan Tuah Karya, Kecamatan Tampan

68

Anda mungkin juga menyukai