Anda di halaman 1dari 27

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
PEMETAAN SUMBER DAYA LAHAN
(08. Pengukuran Polygon)

Oleh :
Kelompok/Sift : 01/ B2
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 22 Oktober 2019
Nama (NPM) : 1. Pera Anggraini (240110170100)
2. Fatina Danyah H (240110180072)
3. Ilham Wahyudi (240110180083)
4. M. Qolbu (240110180094)
5. Akbar Razif A (240110180097)
Asisten Praktikum : 1. Desvianna Devani F
2. Faris Yudhiantoro
3. Kania Altiasari
4. Muhamad Iqbal
5. Shinta Atilia Diatara, S.T.P

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
Nama : Pera Anggraini
NPM : 240110170100

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permukaan bumi yang kita tempati tidaklah datar, hal ini terkadang membuat
orang kesulitan dalam melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap suatu
wilayah. Diperlukan ilmu atau teknik-teknik tertentu untuk melakukan hal tersebut.
Ilmu yang dimaksud adalah ilmu pemetaan lahan atau wilayah yang merupakan
bagian dari ilmu geodesi. Dasarnya, untuk skala pengukuran pada wilayah yang
tidak luas, pengukuran bisa dilakukan hanya bermodalkan patok dan meteran. Lain
halnya jika pengukuran yang hendak dilakukan mencapai puluhan, ratusan, bahkan
ribuan meter, maka peralatan yang dibutuhkan harus bisa mencapai jarak tersebut
dan biasanya alat tersebut sudah termasuk canggih, contohnya theodolitee dan total
station.
Metode pengukuran juga penting diperhatikan ketika hendak melakukan
pengukuran. Metode pengukuran disesuaikan dengan kebutuhan pengukur. Salah
satu metode pengukuran dalam ilmu ukur wilayah adalah metode pengukuran
poligon. Pengukuran dengan metode tersebut dilakukan untuk memberikan data
topografi di atas peta sehingga diperoleh bayangan atau informasi dari relief bumi.
Kelengkungan dan ketelitian data topografi tersebut sangat tergantung dari
kerapatan titik detail yang akan diukur. Oleh karena itu, pengukuran titik-titik detil
di suatu daerah perlu dilakukan agar mendapatkan bentuk lahan tempat pengukuran
dengan benar.
Metode pengukuran poligon berhubungan dengan titik koordinat. Metode
pengukuran poligon bertujuan untuk menetapkan koordinat dari sudut yang diukur.
Metode pengukuran ini, memiliki panjang dan arah telah ditentukan dari
pengukuran lapangan. Metode pengukuran poligon juga dapat diaplikasikan untuk
menentukan posisi horizontal banyak titik. Fungsi dari pengukuran polygon ini
adalah sebagai kerangka horizontal pada daerah pengukuran, sebagai kontrol jarak
dan sudut, basis titik untuk pengukuran selanjutnya, serta memudahkan dalam
perhitungan dan plotting peta. Berdasarkan uraian tersebut, maka praktikum
Nama : Pera Anggraini
NPM : 240110170100

mengenai pengukuran poligon harus dilakukan dan diketahui mahasiswa teknik


pertanian sebagai bagian dari pemetaan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum pengukuran polygon ini adalah:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran untuk penentuan posisi titik
dengan metode polygon; dan
2. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran polygon dengan benar.

1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran


1.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Alat tulis;
2. Kalkulator;
3. Payung;
4. Rambu ukur;
5. Theodolitee; dan
6. Tripod.
1.3.2 Metode Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan praktikum kali ini adalah:
1. Alat theodolitee didirikan lengkap dengan tripodnya;
2. Arah utara sebagai acuan dicari menggunakan kompas dari tempat alat 12
atau tempat alat awal tiap-tiap kelompoknya;
3. Titik 1 dibidik (sebagai bidikan muka) dan hasilnya dibaca;
4. Alat dipindahkan ke setiap titik dengan bidikan tempat alat sebelumnya
sebagai bidikan belakangnya, dan melakukan pada setiap titiknya; dan
5. Hasil dicatat dan dihitung dari setiap pembacaan pada alat dan sudutnya.
Nama : Ilham Wahyudi
NPM : 240110180083

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengukuran Polygon


Pengukuran dan pemetaan polygon merupakan salah satu metode pengukuran
dan pemetaan kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat planimetris
(X, Y) titik-titik ikat pengukuran. Metode polygon adalah salah satu cara penentuan
posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu
sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-
titik (polygon). Dapat disimpulkan bahwa polygon adalah serangkaian garis
berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran di lapangan.
Pengukuran polygon sendiri mempunyai maksud dan tujuan untuk
menentukan letak titik di atas permukaan bumi serta posisi relatif dari titik lainnya
terhadap suatu sistem koordinat tertentu yang dilakukan melalui pengukuran sudut
dan jarak serta dihitung terhadap referensi koordinat tertentu. Selanjutnya posisi
horizontal atau koordinat tersebut digunakan sebagai dasar untuk pemetaan situasi
topografi suatu daerah tertentu (Rasta, 2012).
Kerangka kontrol horizontal merupakan kerangka dasar pemetaan yang
memperlihatkan posisi horizontal antara satu titik relatif terhadap titik yang lain di
permukaan bumi pada bidang datar. Untuk mendapatkan posisi horizontal dapat
digunakan berbagai metode, salah satunya adalah pengukuran metode polygon.
Metode polygon ini digunakan untuk penentuan posisi horizontal banyak titik
dimana titik yang satu dan lainnya dihubungkan dengan jarak dan sudut sehingga
membentuk suatu rangkaian sudut titik-titik (polygon). Pada penentuan posisi
horizontal dengan metode ini, titik yang belum diketahui koordinatnya ditentukan
dari titik yang sudah diketahui koordinatnya dengan mengukur semua jarak dan
sudut dalam polygon (Basuki,2006)
Polygon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus
sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian titik atau polygon. Pada
pembuatan peta, rangkaian titik-titik ini digunakan sebagai kerangka peta, yaitu
merupakan jaringan titik-titik yang telah ditentukan letaknya dengan ditandai
menggunakan patok, dimana semua benda buatan manusia seperti jembatan, jalan
raya, gedung maupun benda-benda alam seperti danau, gunung, sungai akan
diorientasikan (Basuki,2006).

2.2 Theodolitee
Theodolite adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan
waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolite sudut
yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Alat ini dilengkapi
dengan dua lingkaran berskala, yaitu lingkaran berskala horizontal dan vertikal.
Apabila sudut vertikal zenith diatur 90o atau nadir 0o maka dapat berfungsi sebagai
alat menyipat datar (Chairil, 2009).
Cara kerja alat ini adalah dengan mengatur nivo dan unting-unting di bawah
theodolite. Kemudian menetapkan salah satu titik sebagai acuan. Setelah itu,
menembak titik-titik yang lain dengan patokan titik awal yang ditetapkan tadi.
Theodolite dapat mengecek kondisi dalam arah vertikal, juga untuk menentukan
ketinggian suatu titik. Dalam penggunaannya, theodolite didirikan pada tripod atau
kaki tiga.

Gambar 1. Theodolite digital


(Sumber: Chairil, 2009)

2.3 Bagian-bagian Theodolite


Secara umum, konstruksi theodolite terbagi atas dua bagian :
1. Bagian atas, terdiri dari :
a. Teropong / Teleskope;
b. Nivo tabung;
c. Sekrup Okuler dan Objektif;
d. Sekrup Gerak Vertikal;
e. Sekrup gerak horizontal;
f. Teropong bacaan sudut vertical dan horizontal;
g. Nivo kotak;
h. Sekrup pengunci teropong;
i. Sekrup pengunci sudut vertical;
j. Sekrup pengatur menit dan detik; dan
k. Sekrup pengatur sudut horizontal dan vertikal.
2. Bagian Bawah terdiri dari :
a. Statif / Trifoot;
b. Tiga sekrup penyetel nivo kotak;
c. Unting – unting;
d. Sekrup repitisi; dan
e. Sekrup pengunci pesawat dengan statif.

Gambar 2. Bagian-bagian Theodolite


(Sumber: Chairil, 2009).

2.4 Jenis-jenis Theodolite


Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal 3 macam theodolitee :
1. Theodolite Reiterasi (Theodolite sumbu tunggal)
Theodolitee reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal) menjadi satu dengan
plat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap.
Sehingga lingkaran mendatar bersifat tetap. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci
plat nonius.
2. Theodolite Repetisi
Pada theodolitee repetisi, plat lingkarn skala mendatar ditempatkan
sedemikian rupa, sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan tabung poros
sebagai sumbu putar. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar
dan sekrup nonius.
3. Theodolitee Elektro Optis
Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya antara
theodolitee optis dengan theodolitee elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop
pada pembacaan skala lingkaran tidak menggunakan system lensa dan prisma lagi,
melainkan menggunkan system sensor. Sensor ini bekerja sebagai elektro optis
model (alat penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama system analog
dan kemudian harus ditransfer ke system angka digital. Proses penghitungan secara
otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka decimal (Chairil, 2009).

2.5 Kalibrasi Theodolite


Sebelum theodolitee digunakan dalam kerja pengukuran ada baiknya
theodolitee diperiksa terlebih dahulu. Hal ini untuk memastikan, apakah theodolitee
berfungsi dengan baik dan benar. Ini penting dalam ketelitian pengambilan data,
sehingga Kesalahan dan ketidaktelitian dalam pengambilan data dapat
diminimalisir.
Apabila theodolitee sudah berada tepat pada stasiun di atas tanah, proses
selanjutnya ialah memastikan theodolitee berada dalam keadaan benar. Proses
kalibrasi adalah seperti berikut :
1. Pastikan semua pengunci penyilang atas dan bawah telah dilonggarkan.
Gerakkan theodolitee supaya kotak gelembung udara (berbentuk memanjang)
sesuai dengan sepasang sekrup kaki penyearah.
2. Atur kedua sekrup kaki penyearah pada arah yang berlawanan serentak
sehingga gelembung udara berada di tengah-tengah kotaknya.
3. Atur teleskop sehingga kotak gelembung udara berada 90° dari kedudukan
asal tadi. Kemudian sejajarkan alat menggunakan sekrup kaki penyearah
ketiga saja.
Ulangi langkah (2) dan (3) sehingga gelembung udara tetap berada di tengah
walaupun theodolitee diputar ke arah mana sekalipun. Gelembung udara (berbentuk
bulat) akan sendirinya terarah apabila keadaan ini terhasil (Basuki,2006).

2.6 Pengukuran dengan Theodolite


Alat ukur theodolite adalah alat ukur untuk mengukur sudut. Benang stadia
digunakan dalam pengukuran jarak dengan metode tachimetri atau trigonometri.
Dengan adanya pengungkit teropong pada theodolite, maka pembidikan teropong
tidak harus mendatar seperti pada waterpass. Sehingga jangkauan bidikan dapat
lebih jauh, tidak dibatasi oleh beda tinggi seperti pada waterpass(Chairil,2009).
Theodolite memiliki beberapa ketentuan :
1. Meningkatkan ketelitian pengukuran dapat dilakukan dengan dua kali
pembacaan, yaitu pembacaan biasa dan luar biasa;
2. Pembacaan sudut miring umumnya digunakan sistem zenith, yaitu sudut yang
dimulai (titik nol nya) berada di atas, bergerak searah jarum jam dan berakhir
diarah yang bersangkutan; dan
3. Pengukuran jarak dengan metode tachimetri dihitung dengan persamaan
berikut :
a. Bila menggunakan sudut kemiringan (α)
Jarak miring (dm) = C (BA-BB) cos α
Jarak datar (dd) = C (BA-BB) cos2 α
b. Bila menggunakan sudut zenith (m)
Jarak miring (dm) = C (BA-BB) sin α
Jarak datar (dd) = C (BA-BB) sin2 α

2.7 Tripod
Tripod adalah alat yang terbuat dari alumunium atau logam lainnya yang
memiliki tiga kaki dan berfungsi untuk menegakkan dan tempat untuk menaruh
Theodolite, Waterpass maupun Total station. Tripod memiliki tiga kaki dengan
tujuan agar mudah diatur tegak pada berbagai kondisi di lapangan, selain itu tripod
ini juga berfungsi agar membantu pengukuran menjadi lebih akurat karena alat ukur
menjadi tegak lurus dengan permukaan bumi. (Yunita, 2007).
2.8 Sudut Azimuth
Sudut azimuth adalah sudut horizontal yang titik 0,00 derajatnya berada tepat
di arah utara, sehingga sudut dihitung besarnya dari arah utara ke titik yang akan
dibidik searah dengan arah berputar jarum jam. Sudut azimuth ini berfungsi untuk
menentukan koordinat titik pengukuran dari arah utara (Basuki,2009).

2.9 Elevasi
Elevasi sendiri merupakan besaran yang menyatakan ketinggian suatu benda
atau objek dari titik datum yang dinyatakan dalam satuan panjang meter dalam
sistem internasional. Dalam penggunaannya, elevasi dibedakan menjadi dua, yaitu
elevasi dalam bidang surveying dan elevasi dalam astronomi. Elevasi dalam
surveying menggunakan titik datum rata-rata permukaan laut, sementara elevasi
dalam astronomi menggunakan titik datum rata-rata permukaan bumi (Yola,2011).

2.10 Benchmark
Benchmark adalah titik yang digunakan dalam pengukuran lahan sebagai titik
acuan sehingga titik ini perlu diketahui koordinatnya dan perlu diketahui elevasinya
untuk digunakan sebagai literatur untuk pengukuran-pengukuran beda tinggi pada
titik-titik yang akan diukur (Amaru,2013).
Nama : Akbar Razif A
NPM : 240110180097

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


3.1.1 Tabel
Tabel 1. Data hasil pengukuran
Tinggi Titik Bacaan Bacaan Muka Bacaan Jara Beda
Temp Belakang (dm) (dm) Sudut Elevas
Alat Bidik k Tingg
at Alat i (m)
(dm) an BA BT BB BA BT BB Hor Ver (m) i (m)
Bu 12.5 12.3 12 0.00 92.14 3.70 2.53
12 14.8 Bm11 8.5 8 7.8 0.00 92.02 4.38 1.93
1 11 10.8 10.5 185.32 92.02 3.13 0.87
Bm12 13.6 13.3 13 0.00 92.02 3.75 2.42
1 14.1
2 13.7 13 12.3 153.02 98.14 6.46 2.44
Bm1 7.6 7 6.2 0.00 85.15 1.40 -1.24
2 14.3
3 11.4 11 10.3 256.32 85.15 1.10 -2.65
Bm2 15.5 15 14.4 0.00 96.15 9.84 1.48
3 15.2
4 3.3 2.9 2.4 154.32 96.15 8.05 0.90
Bm3 7 6.5 6 0.00 96.15 8.95 2.18
4 15
5 4 3.3 2.5 299.10 84.95 0.23 -5.05
Bm4 14.3 13.5 12.8 0.00 99.77 7.16 -4.55
5 15.5
6 6.8 6.3 5.9 234.74 99.77 4.30 -3.48
Bm5 3.6 3.3 2.9 0.00 94.67 1.17 0.93
6 15.6
7 4.2 3.9 3.4 117.98 87.78 0.28 -4.25
Bm6 18.5 18.1 17.7 0.00 98.25 4.60 2.56
7 15.2
8 17.6 17.1 16.8 269.81 98.25 4.60 1.14
Bm7 10.3 10.2 9.9 0.00 83.98 2.21 -0.51
8 15.3
9 13.2 13 12.5 92.43 83.98 3.87 -3.08
Bm8 17.3 17 16.6 0.00 96.04 6.65 1.39
9 14.7
10 16.7 16.3 15.9 278.75 96.04 7.60 0.22
Bm9 3.9 3.4 3 0.00 90.55 2.50 -2.86
10 14.9
11 27.3 27 26.6 219.02 90.55 1.94 -5.82
Bm10 11 10.5 10 0.00 83.68 8.26 0.78
11 14.9
12 27.1 26.8 26.4 243.89 83.68 5.78 -2.44

3.2 Perhitungan
1. Perhitungan jarak dari titik BM 11
Jarak (s) = 100 x (BA-BB) Sin2 m
= 100 x (8,5 dm - 7,8 dm) (Sin 92,018)2
= 43,75 dm
= 4,375 m

2. Perhitungan Beda Tinggi


Δh = ½ C (BA-BB) Sin2α + (Hi-BT)
= ½ 100 (8,5 dm – 7,8 dm) (Sin2*92,018)2 + (14,8 dm – 8)
= 19,29 dm
= 1,929 m
Nama : Pera Anggraini
NPM : 240110170100

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini, praktikan melakukan pengukuran dengan menggunakan
metode polygon dan menggunakan alat ukur theodolitee. Pengukuran dilakukan
pada lahan di sekitar farm house FTIP. Metode poligon yang digunakan pada
pengukuran kali ini adalah metode poligon tertutup, dimana titik awal pengukuran
sama denga titik akhir pengukuran. Pengukuran dengan metode ini memberikan
pengecekan pada sudut-sudut dan jarak tertentu. Pengukuran poligon bertujuan
untuk memperoleh koordinat planimetris atau horizontal (X,Y) pada titik-titik
pengukuran yang telah ditentukan. Pengukuran dilakukan dengan menghubungkan
12 titik-titik pengukuran di suatu lahan yang ditandai dengan patok di setiap
titiknya. Pengukuran dimulai dari titik 1 dengan patokan sudut horizontal bench
marknya 0o pada arah utara bumi yang diketahui dengan menggunakan kompas dan
kemudian dilakukan bacaan muka pada titik 2.
Data yang telah didapatkan, praktikan menggabarkan sketsa dari hasil
perhitungan tersebut pada milimeterblock dengan menggunakan sudut horizontal
dan nilai jaraknya. Penggambaran sketsa poligon ini dapat dilakukan secara manual
maupun secara digital. Penggambaran secara manual harus memperhatikan ukuran
lembar kertas dan skala gambar, sedangkan penggambaran secara digital lebih
menekankan kepada sistem koordinat yang digunakan serta satuan unit yang
digunakna. Sketsa yang telah didapatkan dari hasil penggambaran dapat
disimpulkan bahwa keakuratan dalam membaca bacaan muka dan bacaan belakang
akan mempengaruhi gambar sketsa yang didapat. Semakin akurat data yang didapat
maka akan semakin akurat pula sketsa yang akan dibuat.
Sudut yang dipakai pada pengukuran polygon kali ini adalah sudut azimuth.
Pengukuran pertama kearah utara bisa digunakan untuk pengukuran patokan untuk
pengukuran berikutnya (bench mark). Pengukuran kearah utara dilakukan dari
patok 1 dengan jarak yang tidak ditentukan. Jarak yang tidak ditentukan tersebut
karena tidak ada patokan yang menandai letak rambu ukur, namun tujuan dari
pengukuran ini adalah untuk mengetahui arah patokan saja, jadi jarak dari alat ke
rambu ukur pada pengukuran ini tidak harus ditentukan. Penaksiran atau perkiraan
letak rambu ukur bisa dilakukan dengan mencari tempat yang dekat saja dari alat
namun rambu ukur tetap bisa terbaca dengan baik. Bench mark tersebut digunakan
untuk menentukan sudut yang dibentuk ke titik selanjutnya yaitu titik 1. Hasil sudut
yang didapatkan pada pengukuran pertama yaitu 92,143 o ke arah titik azimuth atau
arah utara. Jarak datar antar titik yang didapatkan yaitu berkisar 4,99 meter – 14,88
meter.
Kendala yang terjadi pada praktikum kali ini adalah ketika melakukan
pemindahan alat, menyesuaikan nivo dan alat dengan patok. Adanya pohon yang
menghalangi pada saat melakukan pembacaan rambu ukur. Kurang telitinya
praktikan dalam membaca rambu ukur. Kesalahan juga dapat terjadi dalam proses
penggambaran juga dapat terjadi karena adanya kurang ketelitian. Kesalahan-
kesalahan tersebut menyebabkan nilai dari bacaan tengah dengan rata-rata bacaan
atas dan bacaan bawah menjadi tidak sama. Pemasangan patok-patok yang
ditempatkan di tempat-tempat yang tidak terlalu memiliki beda tinggi yang
signifikan secara kasat mata pun menjadi penyebab dari kesalahan karena dengan
hal tersebut maka hasil pengukuran kurang dapat menggambarkan kondisi lahan
yang sebenarnya di lapangan. Fungsi dari pengukuran polygon ini adalah sebagai
kerangka horizontal pada daerah pengukuran, sebagai kontrol jarak dan sudut, basis
titik untuk pengukuran selanjutnya, serta memudahkan dalam perhitungan dan
plotting peta. Metode polygon merupakan metode paling akurat karena kesalahan
atau erorr pada pengukuran dibagi rata sehingga hasil yang diperoleh akurat.
Nama : Fatina Danyah H
NPM : 240110180072

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pengukuran polygon. Pengukuran ini dilakukan
di Pedca Utara, dekat dengan green house FTIP. Alat yang digunakan adalah
theodolite karena pada praktikum ini sudut miring pada setiap titik diukur. Titik
yang diukur berjumlah 12 titik dengan titik pertama diawali oleh sudut azimuth
(utara). Pengukuran awal yang dilkukan menghadap sudut azimuth dilakukan untuk
menyeragamkan posisi memudahkan dalam pembacaan sketsa yang dibuat.
Pengukuran polygon memiliki kemiripan dengan pengukuran lain, seperti
planimetris. Perbedaannya adalah pengukuran polygon melakukan pengukuran
tepat di atas titik yang diukur. Pengukuran planimetris melakukan pengukuran
yang berpusat pada satu titik untuk membidik titik-titik lainnya. Perbandingan
antara dua metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pengukuran polygon dirasa memiliki pengukuran yang lebih akurat, karena titik
yang diukur merupakan titik actual yang akan dijadikan peta. Kekurangannya
adaah, pengukuran polygon tidak dapat dilakukan untuk mengukur suatu bangunan
ataupun pada lahan yang memiliki kondisi ekstrem. Pengukuran bangunan
menggunakan pengukuran polygon tidak bisa dilakukan karena titik yang terukur
tidak akan akurat dan pada lahan ekstrem akan membahayakan praktikan.
Pengukuran planimetri dapat melakukan pengukuran pada bangunan dan pada
lahan ekstrem, karena pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran jarak jauh.
Hasil yang didapatkan tidak terlalu akurat karena dapat saja terjadi kesalahan dalam
pengukuran ataupun mebidikan.
Hasil yang kami dapatkan menunjukan lahan memiliki beda tinggi yang
berbeda beda sehingga nilai yang ditampilkan ada yang bententuk bilangan
negative dan ada yang benbentuk bilangan positif. Bilangan negative menunjukan
bahwa lahan dalam keadaan menurun danbilangan positif menunjukan lahan dalam
kondisi menanjak. Jarak yang dihasilkan menujukan nilai berkisar 0,23 hingga 9,84.
Kondisi lahan yang kami ukur memang tidak terlalu luas seperti pada metode
planimetri kemarin. Selisih pada pembacaan titik bidikan Batas Atas (BA) dan dan
Batas Bawah (BB) menunjukan hasil yang berbanding kurus dengan jarak yang
dihasilkan. Semakin besar selisih bacaan bidikan semakin besar jarak yang
dihasilkan.
Banyak kendala dalam melakukan praktikum ini seperti ada pohon dan
tumbuhan yang menghalangi pembacaan rambu ukur, adanya angin yang membuat
rambu ukur bergoyang-goyang, posisi theodolite yang miring, dan masih banyak
lagi kendala lainnya. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan pengalaman
pada praktikum sebelumnya, seperti pengaturan tripod dan kerjasama yang baik
antar tim.
Nama : Ilham Wahyudi
NPM : 240110180083

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini, praktikan melakukan pengukuran jarak menggunakan
metode polygon, yang tidak dilakukan disekitar FTIP tetapi praktikum kali ini
dilakukan dengan melakukan pengukuran di lahan Pedca utara. Adapun alat ukur
yang digunakan dalam pengukuran metode polygon adalah theodolitee. Metode
poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus
sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian titik atau polygon.
Metode polygon dilakukan untuk memetakan suatu kawasan dan titik-titik polygon
digunakan sebagai kerangka dasar pengukuran. Kerangka dasar horizontal pada
metode polygon diperoleh dari koordinat planimetrisnya (x,y) sebagai titik-titik
pengukuran. Data yang didapatkan dari hasil pembidikan antara lain BA, BB dan
BT pada bacaan muka, sudut horizontal, sudut vertikal yang dapat langsung dilihat
melalui layar theodolitee. Sedangkan pengukuran yang dilakukan nanti akan
menghasilkan perhitungan jarak datar, jarak miring, beda tinggi, dan elevasi.
Setiap titik acuan yang telah diukur tersebut mewakili bentuk lahan yang
diukur. Sehingga pengukuran ini dalam aplikasinya akan sangat bermanfaat untuk
membuat suatu desain dalam rencana pembangunan atau pengembangan suatu
lahan, baik untuk pertanian ataupun untuk industri dan juga yang lainnya.
Praktikum ini juga semakin melatih praktikan dalam menggunakan alat ukur
wilayah, khususnya theodolitee yang digunakan dalam pengukuran poligon ini,
sehingga praktikan menjadi semakin terlatih dan juga terbiasa dalam menggunakan
peralatan ukur wilayah, dan juga melatih praktikan dalam melakukan pengukuran
sehingga semakin terbiasa dalam melakukan pengaturan terhadap alat yang
disesuaikan dengan bentuk lahan, ditambah semakin terbiasa dengan melakukan
pembidikan atau pengukuran pada wilayah yang tengah di ukur. Pengukuran
dimulai dengan membidik patok utara sebagai titik bench mark serta dijadikan
sebagai sudut nol derajat (sudut horizontal). Metode poligon ini berbeda dengan
metode tachimetri, dimana bacaan belakang pada metode poligon tetap dibaca dan
setiap perpindahan alat sudut horizontal diatur menjadi 0˚. Selain itu, pada metode
pengukuran ini terdapat kontrol jarak dan sudut koreksi, pada tiap-tiap titik
kesalahan. Sehingga jika ada kesalahan jarak maupun sudut maka akan dibagi ke
semua titik.
Elevasi akhir terkoreksi berdasarkan hasil pengukuran praktikan, perbedaan
hasil ini dapat terjadi akibat berbagai hal diantaranya adalah ketidaktepatan
pemasangan alat, pembacaan BA, BT, dan BB yang salah, dan kesalahan dalam
menkonversi keseluruhan besar sudut dalam satuan sudut. Kesalahan pembacaan
nilai BT, BA, dan BB dapat dikarenakan berbagai hal, seperti peletakkan rambu
ukur yang tidak tepat pada titik bidikan dan tidak tepat tegak lurus secara vertikal
dapat mempengaruhi ketelitian pengukuran. Selain itu sudut juga mempengaruhi
hasil elevasi dan beda tinggi. Parameter keberhasilan praktikum dapat dilihat dari
hasil peta penggambaran polygon. Apabila pengukuran benchmark awal bertemu
dengan pengukuran benchmark akhir, maka praktikum dikatakan berhasil, selain
itu skketsa lapangan ini juga merupakan salah satu wujud hasil pengukuran yang
telah diperoleh, sehingga keakuratan data juga dapat dilihat dari sketsa lapangan
tersebut.
Nama : Akbar Razif A
NPM : 240110180097

3.3 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan menghasilkan pembacaan pada 12 titik dan tempat
alat dimana hasil yang didapat pada titik BM11 memiliki bacaan atas (BA), bacaan
tengah (BT) dan bacaan bawah (BB) berturut turut 8,5, 8, 7,8 dm. Satuan yang
digunakan dalam pengukuran kali ini adalah dm, hal ini disebabkan praktikan
menggunakan rambu ukur yang memiliki satuan dm. Titik BM untuk sudut
horizontal menunjukan pada angka 0º, hal ini dikarenakan titik BM menjadi titik
acuan atau titik awal pengukuran, dan memiliki sudut vertikal sebesar 92,018o Titik
kedua pada tabel 1. data pembidikan dengan theodolitee oleh praktikan terlihat
bahwa sudut yang dibentuk titik kedua terhadap BM adalah 185,315o untuk sudut
horizontal sedangkan untuk sudut vertikal 92,018o untuk titik kedua memiliki
bacaan atas (BA), bacaan tengah (BT) dan bacaan bawah (BB) berturut turut 13,7;
13 dan 12,3 dm. Titik ketiga pada tabel 1, data pembidikan dengan theodolitee oleh
praktikan. Titik ketiga memiliki bacaan atas (BA), bacaan tengah (BT) dan bacaan
bawah (BB) berturut turut 11,4; 11 dan 10,3 dm dengan sudut 256,319o untuk sudut
horizontal sedangkan sudut vertikalnya yaitu 85,145 o. Hasil yang didapatkan untuk
perhitungan beda tinggi terlihat bahwa sebagian data yang dihasilkan berupa
negative, hal ini menandakan bahwa lahan yang kita ukur lebih rendah dari tinggi
tempat alat theodolitee. Beda tinggi di titik pertama hasilnya -0,8695 m, beda tinggi
pada titik kedua yaitu 2,4195m, dan pada titik ketiga negatif sebesar -2,6475 m.
Perbedaan ketinggian tempat alat dan titik bidik pada titik-titik yang akan diukur
sangat beragam sehingga hasil beda tinggi yang didapat juga memiliki perbedaan
yang beragam.
Terlihat pada hasil jarak terdapat dua hasil yaitu hasil berupa jarak datar.
Jarak datar pada titik pertama sebesar 3,125 m, kemudian untuk titik kedua jarak
datarnya sebesar 3,75 m. Terakhir untuk hasil pada titik ketiga jarak datar yang
didapatkan sebesar 1,101 m. Kendala yang terjadi pada praktikum kali ini kurang
lebih disebabkan oleh penempatan alat yang kurang tepat diatas setiap titik patok
yang telah ditentukan sehingga menghasilkan tingkat ketelitian jarak dan beda
tinggi yang berbeda-beda, lalu kendala lainnya yaitu angin juga menjadi kendala
pada praktikum kali ini dikarenakan angin menyebabkan rambu ukur yang menjadi
titik acuan pengukuran menjadi tidak lurus mengakibatkan sulitnya membaca
rambu ukur dan menurunnya tingkat ketelitian hasil pembacaan rambu ukur.
Nama : M. Qolbu
NPM : 240110180094

3.2 Pembahasan
Nama : Pera Anggraini
NPM : 240110170100

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Polygon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar
horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y)
titik - titik pengukuran;
2. Fungsi dari pengukuran polygon ini adalah sebagai kerangka horizontal pada
daerah pengukuran, sebagai kontrol jarak dan sudut, basis titik untuk
pengukuran selanjutnya, serta memudahkan dalam perhitungan dan ploting
peta;
3. Ketidaktelitian dan kesalahan bacaan BA, BT dan BB pada pembidikan
rambu ukur membuat hasil yang berbeda pada beda tinggi;
4. Metode polygon merupakan metode paling akurat karena kesalahan atau erorr
pada pengukuran dibagi rata sehingga hasil yang diperoleh akurat; dan
5. Hasil sudut yang didapatkan pada pengukuran pertama yaitu 92,143 o ke arah
titik azimuth atau arah utara dan jarak datar antar titik yang didapatkan yaitu
berkisar 4,99 meter – 14,88 meter.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah :
1. Pengukur sebaiknya memberi tahu pencatat dengan suara yang jelas agar
tidak terjadi kesalahan penulisan; dan
2. Tidak tergesa–gesa saat melakukan praktikum.
Nama : Fatina Danyah H
NPM : 240110180072

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran polygon dan planimetri adalah hampir mirip namun memiliki
kekurangan dan kelebihan masing masing;
2. Perbedaan antara metode polygon dan planimetri terdapat pada pengukuran
polygon melakukan pengukuran tepat di atas titik yang diukur. Pengukuran
planimetris melakukan pengukuran yang berpusat pada satu titik untuk
membidik titik-titik lainnya;
3. Kelebihan dari pengukuran polygon adalah dapat mengukuran lebih akurat,
namun tidak dapat mengukuran lahan bangunan ataupun pada lahan ekstrem;
dan
4. Kelebihan metode planimetri dapat mengukuran bangunan dan pengukuran
jarak jauh, namun hasil tidak terlalu akurat.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah pengukuran dilakukan pada lahan yang
lebih luas agar praktikan dapat lebih memahami metode pngukuran.
Nama : Ilham Wahyudi
NPM : 240110180083

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Metode polygon dilakukan untuk memetakan suatu kawasan dan titik-titik
polygon digunakan sebagai kerangka dasar pengukuran yang dirangkai
hampir mirip dengan bentuk lahan yang dipetakan;
2. Pada metode pengukuran ini terdapat kontrol jarak dan sudut koreksi, pada
tiap-tiap titik kesalahan. Sehingga jika ada kesalahan jarak maupun sudut
maka akan dibagi ke semua titik; dan
3. Pada sudut azimuth, jika bacaan belakang lebih dari 180 (>180˚) maka
dikurangi dan apabila kurang dari 180˚ (<180˚) maka ditambahkan.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Sebelum praktikum dilaksanakan disarankan agar praktikan terlebih dahulu
menguasai materi yang akan di praktikkan;
2. Jika dalam perhitungan menggunakan kalkulator, sebaiknya praktikan
menggunakan kalkulator scientific; dan
3. Pastikan rambu ukur dalam keadaan tegak dan praktikan membaca rambu
ukur dengan konsentrasi.
Nama : Akbar Razif A
NPM : 240110180097

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Metode tachimetri merupakan metode dengan pengukuran menggunakan
alat-alat optis, elektronis, dan digital dimulai dengan penyiapan alat ukur di
atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik;
2. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi)
yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya
menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat peta yang dilengkapi
dengan data-data koordinat planimetris (X, Y) dan koordinat tinggi (Z);
3. Theodolitee merupakan alat ukur sudut horizontal maupun vertikal yang
dilengkapi dengan dua nivo dan mempunyai dua hasil sudut, yaitu sudut
horizontal dan sudut vertikal;
4. Theodolitee digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan akurat karena
alat ini dapat membaca sudut setiap permukaan tanah pada angka satuan
detik/sekon; dan
5. Kesalahan diakibatkan karena human error (kurang tepat membaca sumbu
ukur).

4.2 Saran
Saran dari praktikum ini adalah :
1. Disarankan praktikan melakukan pengukuran 2 kali terhadap rambu ukur
yang telah dilihat dari theodolitee;
2. Praktikan yang memegang rambu ukur diharapkan lebih stabil dalam
memegangnya; dan
3. Diharapkan praktikan benar-benar meletakkan patok sesuai dengan titik
patok yang telah ditentukan agar hasil yang didapat lebih teliti.
Nama : M. Qolbu
NPM : 240110180094

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah :

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
Nama : Ilham Wahyudi
NPM : 240110180083

DAFTAR PUSTAKA

Amaru, Kharistya et al. 2013. Penuntun Praktikum Ilmu Ukur Wilayah. Jatinangor:
Universitas Padjadjaran.

Apsari, Yola. 2011. Ilmu Ukur Tanah dan Sertifikasi Lahan. Terdapat di:
http://staff.unud.ac.id. diakses pada tanggal 30 November 2016 pukul
21.38 WIB

Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta

Rasta, Muhammad. 2012. Polygon dan Aplikasinya. Terdapat di: http//:


slideshare.net. diakses pada tanggal 30 November 2016 pukul 22.58 WIB

Yolanda, Yunita. 2007. Jurnal Pembimbing Penggunaan Theodolit. Jakarta:


Universitas Indonesia

Zainudin, Chairil. 2009. Ilmu Surveying untuk Teknik Sipil. Terdapat di:
http://ftsl.itb.ac.id. diakses pada tanggal 30 November 2016 pukul 22.38
WIB
Nama : Fatina Danyah H
NPM : 240110180072

LAMPIRAN

Gambar 3. Pembidikan bacaan Gambar 4. Bacaan yang diukur


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019) (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Gambar 5. Proses pengukuran


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Anda mungkin juga menyukai