102014232
izzatiey94@gmail.com
Abstract
Nasal is an important organ that functions in protecting the lower airways and lungs. Sense of
smell is also located in the nasal. Nasal acts as a shield by means of heating, humidification and
filtration of inhaled air. Recently, protection and other functions related to the regulation of the
nasal airways and paranasal sinuses have been introduced, where it involves the production of
nitric oxide (NO) which is high in the mucosa of the paranasal sinuses. Because NO can travel
through the airways during inhalation, it may play a role in physiological function not only in the
sinuses themselves but also in other parts of the respiratory tract, including the lungs.
Keywords : nasal, paranasal sinuses, nitric oxide
Abstrak
Hidung merupakan organ penting yang berfungsi dalam melindungi saluran udara bawah dan
paru. Deria bau juga terletak pada hidung. Fungsi hidung adalah sebagai pelindung dengan cara
menghangat, melembap dan memfiltrasi udara yang di inhalasi. Terbaru, proteksi dan regulasi
fungsi lain berkaitan saluran udara nasal dan sinus paranasal telah diperkenalkan, dimana ia
melibatkan produksi nitric oxide (NO) yang tinggi dalam mukosa sinus paranasal. Karena NO
boleh melewati saluran udara ketika inhalasi, ia juga mungkin berperan dalam fungsi fisiologis
yang bukan cuma di dalam sinus itu sahaja tetapi juga di bagian lain dari saluran pernafasan
termasuk paru.
Kata kunci : hidung, sinus paranasal, nitric oxide
Pembahasan
Anatomi
Hidung berfungsi sebagai saluran udara pernafasan, sebagai saringan hidung yang
menyaring partikel-partikel debu kasar dan halus. Selain itu, di hidung terdapat “swollen
bodies” yang menghangatkan udara pernafasan dan melembapkan udara pernafasan. Hidung
juga merupakan alat pembau.1
Hidung merupakan organ berongga yang terdiri dari tulang, tulang rawan hialin, otot
bercorak, dan jaringan ikat. Kulit luar hidung terdiri daripada epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk, tedapat rambut-rambut halus dan kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.1
Hidung bagian luar berbentuk pyramid, pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan
ujung bebasnya disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk
berbentuk bulat panjang yaitu “nostril” atau nares yang terpisah oleh septum nasi. Septum
nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal.
Rangka nasal terdiri dari tulang dan tulang rawan :
a) Gambar 1.0 menunjukkan tulang nasal terdiri atas :
- Os nasale
- Processus frontalis os maxillar
Sinus paranasalis
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan
cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi:4
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior.
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior.
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior.
5. Ductus nasolacrimalis dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi membuka
kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.
Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran
nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan
memberi efek resonansi dalam produksi wicara.4 Gambar 2.0 menunjukkan letak sinus
paranasalis :
Gambar 2.0 : Sinus paranasalis yang terdiri atas sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
sphenoidalis dan sinus maxillaris.5
a. Sinus frontalis. Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus
superficialis, antara tabula externa dan tabula interna os.frontale. Perdarahan disuplai oleh
cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis anterior. Darah balik
bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura supraorbitalis yang menghubungkan vena-
vena supraorbitalis dan opthalmica superior. Persarafannya disuplai oleh N. supraorbitalis.6
b. Sinus ethmoidalis. Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut
juga cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labyrinth ossis
ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale, sphenoidale, dan
palatinum. Perdarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales anterior dan posterior serta A.
sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama dengan arteri. Persarafannya
oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum.6
c. Sinus sphenoidalis. Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas
rongga hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-
ethmoidalis. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal A.
maxillaries interna. Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion
pterygopalatinum.6
d. Sinus maxillaries. Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramid,
berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke dalam processus
zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita, sedangkan lantai berbatasan
dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan disuplai oleh A. facialis, A. palatine
major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris
superior anterior dan posterior cabang A. maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis
dan Nn. Alveolaris superior anterior, medius dan posterior.6
Simpulan
Tinggi-NO tingkat lokal dalam sinus mungkin memiliki fungsi penting dalam pertahanan tuan
rumah dan sebaliknya, berkurang produksi NO dapat meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi sinus.
Daftar pustaka
1. Junquira LC, Carneiro J. Histologi dasar. Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007;hal 336-44.
2. Gambar diunduh dari http://www.slideshare.net/nrkak/nose-and-paranasal-sinuses-
35889589?related=1 pada 20 Mei 2015.
3. Darminto S, Santoso G, Handy W, Elly H, Johannes G, Anna M, et al. Bahan kuliah blok 7.
Jakarta : 2015 ; hal 28-31.
4. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor,
BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 – 258.
5. Gambar diunduh dari http://www.slideshare.net/hamzaalghamdi/nasal-cavity-and-
paranasal-sinuses-radiologic-anatomy pada 21 Mei 2015.
6. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar
Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 –
119.
7. Diunduh dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ar.20782/full paada 21 Mei
2015.
8. Belvisi M.G, Mitchell J.A. Nitric oxide in pulmonary processes : Role in physiology and
pathophysiology of lung disease. Springer Basel AG, 2000. Hal 1-6.