PEMBAHASAN
3. Kriminalitas
Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah
tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya
yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok,
atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari
kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik
atau paham. Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang
hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar
sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya
terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan
harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan
apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan
dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam
kriminologi yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan
yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis
kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan
kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi
sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi
informal, dan reaksi non-formal.
5. UPAYA MENINGKATKAN INTEGRASI NASIONAL
Secara vertical (pemerintah dengan masyarakat), upaya untuk meningkatkan integrasi
nasional antara lain:
a. Menerapkan rezim terbaik bagi Indonesia yaitu rezim yang sebagaimana terdapat
dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dimana dalam UUD 1945 dinyatakan 4 tujuan
negara yaitu: melindungi seluruh golongan masyarakat dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan
ikut serta menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan
perdamaian abadi, dan Pancasila sebagai sumber filsafat negara. Tujuan ini
dipandang maksimal jika rezim didukung secara struktural dengan bentuk dan
susunan negara (negara republik dan kesatuan), karena struktur pemerintahan
cenderung bersifat pembagian kekuasaan daripada pemisahan kekuasaan, dan jaminan
atas hak-hak warga negara, seperti menyampaikan pendapat, berasosiasi, beragama,
dan kesejahteraan.
b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga
demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat
diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan,
tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan.
c. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segala aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak,
semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat
daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minoritas,
permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan.
Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan
sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA
tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.
d. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang
arif dan efektif. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor
penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan
integrasi nasional.
e. Secara horizontal antar masyarakat Indonesia yang plural, upaya untuk meningkatkan
integrasi nasional antara lain:
o Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk
bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah
mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan
1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan saparatisme, harus terus
dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia.
o Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang berakarkan pada nilai dan
norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa tidak memandang
perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perbedaan-perbedaan lainnya
yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Menyuburkan integrasi nasional tidak
hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata di masyarakat kelak
harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk (conflict management)
guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan
konflik.
Contoh-contoh untuk mendukung terwujudnya integrasi nasional yang dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Pertukaran pelajar antarprovinsi se-Indonesia.
2. Pengiriman misi kebudayaan dari para pelajar ke berbagai daerah di Indonesia.
3. Mengadakan festival seni dan budaya antarpelajar se-Indonesia.
4. Mengadakan perlombaan antarpelajar se-Indonesia untuk lebih mengenalkan budaya lokal
masing- masing daerah kepada seluruh rakyat Indonesia
8. PROBLEMATIKA INTEGRASI NASIONAL
Problematika dalam integrasi nasional dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut :
a. Geografi.
Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah daerah
yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari negara
tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar,
seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang berlimpah.
b. Demografi
Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau penyebaran penduduk yang
tidak merata merupakan faktor dari terjadinya disintegrasi bangsa, selain masih
rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan SDM.
c. Kekayaan Alam.
Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah dan penyebarannya
yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa,
karena hal ini meliputi hal-hal seperti pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan
apabila terjadi kerusakan akibat dari pengelolaan.
d. Ideologi.
Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam terjadinya konflik di
negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama yang
dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana pada
akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi bangsa, oleh sebab
itu perlu adanya penanganan khusus dari para tokoh agama mengenai p endalaman
masalah agama dan komunikasi antar pimpinan umat beragama secara
berkesinambungan.
e. Politik.
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut berbagai ketidak
nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan sering mengakibatkan
konflik antar masyarakat yang berbeda faham apabila tidak ditangani dengan
bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat. Selain itu ketidak
sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan pada pemerintah
daerah juga sering menimbulkan perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul konflik
sosial karena dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan dan pembagian hasil atau
hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah mampu mandiri dan tidak
lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi
yang melemahkan ketahanan nasional dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil
akibat ketidak pastian hukum.
f. Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian besar penduduk
hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat Indonesia yang semakin
lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dan adanya indikasi untuk
mendapatkan kekayaan dengan tidak wajar yaitu melalui KKN.
g. Sosial Budaya.
Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber konflik apabila
tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku di daerah yang satu tidak
selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai yang sering terjadi saat ini
yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih modern dengan kelompok yang
relatif terbelakang.
h. Pertahanan Keamanan.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat
multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini
seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam
pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa
strategi yang mungkin ditempuh, yaitu :
1. Strategi Asimilasi
Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka
masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang
baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya
yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi
menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.
Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi
nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya
lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya,
asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu
dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi
pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara
melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari
perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan
sebagai cara yang kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi.
2. Strategi Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih
sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli
pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian
berarti bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya
pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh
pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya
dengan mengupayakan danya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan
seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak
bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai
unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam
kadar yang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa
terjadi dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara.
Namun bisa juga akulturasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam
mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi
nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang cukup demokratis
dalam mewujudkan integrasi nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap
unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal.
3. Strategi Pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan. Dalam
paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi
kesempatan pada segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan
berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional
negara memberi kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara, baik suku,
agama, budaya daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang,
serta hidup berdampingan secara damai. Jadi integrasi nasional diwujudkan dengan
tetap menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pandangan multikulturalisme, bahwa setiap unsure perbedaan memiliki nilai dan
kedudukan yang sama, sehingga masing masing berhak mendapatkan kesempatan untuk
berkembang.