Anda di halaman 1dari 3

 Muqoddimah dan Cerita Abu Kilabah

 Bersyukur atas nikmat yang banyak


 Tidak akan bisa menghitung nikmat Allah (An-nahl 18), ayat ini untuk orang yang
beriman dan sadar akan nikmat Allah
 Setelah beriman dan sadar kita diperintahkan untuk bersyukur (Ibrahim 7)
 Kita harus belajar kepada Abu Kilabah bagaimana ia sadar akan nikmat yang banyak
dan mensyukurinya melalui zikir
 Mereview dan Menambah Penjelasan Tentang Ceramah saya yang lalu
 Ikhlas
 Dari Hadits Arbain yang pertama, Karangan Imam An-Nawawi
 Dan Hadits HR. Muslim dari ‘Aisyah RA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

Artinya: Akan tetapi, pahalanya tergantung pada usaha yang dikorbankan


 Dari hadits lain HR. Al Hakim dari Aisyah RA, yang artinya: Sesungguhnya bagimu
ada pahala sesuai dengan jerih payah dan pengorbananmu
 Cerita yang diriwayatkan oleh Musa Al-Asy'ari
 Sahabat kepercayangan dan kesayangan nabi
Zaman rasul= Penguasa yaman bersama muadz bin jabal
Khalifah Umar= Gubernur bashrah, Iraq
Khalifah Usman= Gubernur Kuffah

Diriwayatkan oleh Musa Al-Asy'ari kepada puteranya Abu Burdah, bahwa ketika menjelang
wafatnya Musa pernah berbicara kepada puteranya: "Wahai anakku, ingatlah akan cerita tentang
seseorang yang memiliki sepotong roti."

Dahulu kala di suatu tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah.
Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak
pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang sudah dia tentukan. Akan tetapi pada sebuah
hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam pujuk rayunya dan
bergelumang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan
suami-isteri.

Setelah ia sadar, sehingga ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya,
kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat
dan bersujud. Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke suatu pondok yang di dalamnya
sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk
menumpang bermalam di sana, kerana sudah sangat letih dari suatu perjalanan yang sangat jauh,
sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu.
Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendeta yang ada setiap malamnya selalu
mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan
masing-masingnya mendapat sepotong roti. Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang
membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga
dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, kerana disangka
sebagai orang miskin.

Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang
yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata:
"Mengapa anda tidak memberikan roti itu kepadaku." Orang yangmembagikan roti itu menjawab:
"Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku berbagi semuanya sudah habis, dan aku tidak
membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti." Mendengar ungkapan dari orang yang
membagikan roti tersebut, sehingga lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang
sudah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi.

Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia. Di hadapan Allah,
sehingga ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama
lebih tidak lebih tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata
hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan
oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang
dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sepotong roti yang pernah diberikannya
kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sepotong roti tersebut dapat
mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata:
"Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sepotong roti itu!"

 Harus sesuai Alqur’an dan Sunnah


 Karena melakuakan suatu dengan ikhlas saja belum cukup, karena banyak orang yang
merasa ikhlas atau sudah ikhlas seperti makna tadi, tapi Allah tidak butuh bahkan
melaknat perkara tersebut.
 Contoh di zaman rasulullah, bahwa ada orang-orang yang melakukan amalan tapi
tidak sesuai petunjuk Allah dan rasulnya, sehingga dikoreksi oleh rasulullah

Hadits riwayat al-Bukhâri, dari Ibnu ‘Abbâs RA, ia berkata, “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedang berkhutbah tiba-tiba ada laki-laki yang berdiri. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menanyakan tentang orang itu, maka orang-orang menjawab, “Dia adalah Abu Isrâ’il, ia
telah bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara, dan berpuasa.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan dia untuk berbicara, berteduh,
duduk, dan hendaklah ia meneruskan puasanya.”
Demikian pula hadits diriwayat Imam al-Bukhâri dan Muslim, dari Anas bin Malik Radhiyallahu
anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang tua yang dipapah
oleh kedua anaknya. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Ada apa gerangan
dengan orang ini?” Orang-orang menjawab, “Ia telah bernadzar untuk berjalan.” Lalu beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak butuh atas penyiksaan orang ini kepada
dirinya sendiri.” Kemudian beliau memerintahkan orang tersebut untuk naik kendaraan.

 Cara agar kita tahu itu sesuai dengan petunjuk Allah dan rasulullah yaitu dengan
menuntut ilmu.
 Karena amalan yang sesuai petunjuk Allah dan rasulnya itu sudah sesuai dengan fitrah
kita, sudah sesuai dengan kadar kebermanfaatan kita, sudah sesuai juga dengan kadar
kesanggupan kita sehingga memudahkan kita untuk istiqamah

Anda mungkin juga menyukai