Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. WVB
TTL/Umur : 22-04-1993 / 21 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Abdul Kadir Blok AC Pondok Irma
No. RM : 638615
Tanggal masuk : 22/11/2013

II. ANAMNESIS : Autoanamnesis


Keluhan Utama : Sesak Napas
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit dan memberat 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus-menerus 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Tidak dipengaruhi perubahan posisi. Ada sesak saat
beraktivitas, tidak ada sesak pada malam hari. ± 1 tahun terakhir osi sudah
terbiasa tidur dengan dua bantal. Sebelumnya osi dirawat di RS.Labuang Baji,
2 hari sebelum dirujuk ke RSWS. Saat ini osi masih bisa berbaring terlentang.
Sebelum ke RSLB, osi berobat ke dokter praktek dan dianjurkan untuk cuci
darah.
Riwayat opname di RS Flores ± 3 tahun yang lalu selama 7 hari dengan
diagnose infeksi pada ginjal, saat itu osi tidak ada bengkak. Sejak dirawat 2
tahun yang lalu, osi mulai bak sedikit, hingga sekarang. Ada riwayat bengkak
diwajah, tidak diingat. Tidak ada demam, ada riwayat demam tidak diketahui
sejak kapan. Tidak ada pola demam yang spesifik. Osi terkadang menggigil
bila demam. Tidak ada sakit kepala. Ada batuk, tidak ada lender. Ada nyeri
dada, tidak spesifik. Ada mual dan muntah, berisi air dan sisa makanan. Nafsu
makan menurun. Penurunan berat badan disangkal.
BAK : sedikit. BAB : belum hari ini.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
- Riwayat Hipertensi (+), sejak ± 2 bulan yang lalu

1
- Riwayat DM (-)
Riwayat Pengobatan :
- Obat Hipertensi (Captopril), sejak ± 2 bulan yang lalu

III. STATUS PRESENT


Sakit Sedang / Gizi Kurang / Sadar
 BB = 45 kg
 TB = 158 cm
 IMT = 18,02 kg/m2  Gizi Kurang

Tanda vital :
Tekanan Darah : 190/100 mmHg
Nadi : 108 x/menit reguler, kuat angkat
Pernapasan : 28 x/menit, Tipe : Thoracoabdominal
Suhu : 36,4oC (axilla)

IV. PEMERIKSAAN FISIS


 Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, sedikit bergelombang,
alopesia (-)
 Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : edema palpebra (-)
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih

2
Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Reflex cahaya +/+
 Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : pucat (+), kering (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : caries (-)
Gusi : perdarahan gusi (-)

 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cm H2O
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : simetris kiri = kanan
Sela iga : dalam batas normal

3
 Paru
Palpasi :
Nyeri tekan : (-/-)
Massa tumor : (-/-)
Fremitus raba : vocal fremitus menurun pada
mediobasal kedua paru
Perkusi :
Paru kiri : peralihan dari sonor ke pekak
setinggi CV Th VII
Paru kanan : peralihan dari sonor ke pekak
setinggi CV Th VII
Batas paru-hepar : ICS V-VI
Batas paru belakang kanan : setinggi CV Th X
Batas paru belakang kiri : setinggi CV Th XI
Auskultasi :
Bunyi pernapasan :Vesikuler

Bunyi tambahan : Rh Wh
- - - -
+ + - -
+ -

Ka Ki Ka Ki
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
batas atas jantung : ICS II sinistra
batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular,
bunyi tambahan (-)

4
 Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : NT (-) MT (-)
 Hepar : teraba
 Lien : tidak teraba
 Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Asites (-)
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Ekstremitas
Edema (-)

5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan


21/11/2013
WBC 11,7x103/mm3 4 - 10 x 103/uL
RBC 2,84x106/mm3 4–6 x 106/uL
HGB 7,5 g/Dl 14 - 18 g/dL
HCT 22,9% 40 – 54%
PLT 131x 103/mm3 150-400x103/uL
22/11/2013
SGOT 19 U/L <38 U/L
SGPT 28 U/L <41 U/L
PT 12,3 control 10,6 10-14
APTT 22,0 control 23,0 22.0-30.0
Ureum 233 mg/dL 10-50 mg/dL
Kreatinin 23,1 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)
Natrium 137 136-145 mmol
Kalium 7,4 3.5-4.5 mmol
Klorida 110 97-111 mmol
Albumin 3,0 g/dL 3.5-5.0 gr/dL
Anti HCV Non Reactive Non Reactive
GDS 144 mg/dL 140 mg/dL

6
 Pemeriksaan Penunjang Lainnya :
 USG Abdomen 20/11/2013 (RSLB)
Kesan : - GNC bilateral
- Hepatomegali ec. Congestive Liver
 Foto thorax AP tanggal 22/11/2013
Kesan : - Edema Pulmonum
- Efusi pleura bilateral

VI. ASSESMENT :
- Edema paru dd/ Uremic Lung
- CKD Stage V ec. GNC
- Hipertensi Grade II
- Hiperkalemi
- Hipoalbuminemia
- Efusi Pleura Bilateral
VII. PLANNING
Pengobatan :
 Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium, protein 0,8 gr/kgBB/hari
 Amlodipine 10 mg 1 – 0 – 0
 Fasorbid 10 mg 3x1
 Furosemide 2 amp/12 jam/iv
 Koreksi Hiperkalemia
 Insulin 8 IU dalam Dextrose 4% 50cc, habis dalam 20 menit
 Edukasi Hemodialisa  Keluarga setuju
Rencana Pemeriksaan
 EKG kontrol
 Elektrolit control
 Balance Cairan

7
VIII. PROGNOSIS
Quad ad functionam : Dubia
Quad ad sanationam : Dubia
Quad ad vitam : Dubia

8
IX. FOLLOW UP PASIEN
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

23/11/2013 S: P:
Sesak nafas (+)  Diet rendah garam, rendah
T:160/100 mmHg Batuk (+), dahak (+) warna putih, purin, rendah kalium, rendah
N : 88 x/i bercak darah (+) protein 0,8 gr/kgBB/hr
P : 22 x/i Demam (-)  Amlodipine 10 mg 1-0-0
S : 36,8 ⁰C BAK : kesan kurang  Fasorbid 10 mg 3x1
(axilla) BAB :  Furosemide 2 amp/12 jam/iv
O:  Kalitake sachet 3x2
 SS / GC / CM
 Anemis -/-, ikterus -/-, Plan :
 DVS R-1 cmH2O - EKG/hari
MT(-), NT(-), - Balance cairan
 BP : vesikuler - Rencana pasang double lumen
BT : Rh -/-, Wh -/- oleh anastesi (tunggu alat)
BP menurun basal hemithorax - Kontrol elektrolit, Ureum,
dextra, pekak (+) basal Creatinin
hemithorax dextra
 BJ : I/II murni reguler,
takikardi
 Peristaltik (+) kesan N, MT (-),
NT (-), Asites (-),
 Ext : Edema -/-
Lab :
Na : 137  135
K : 7,4  6,7
Cl : 110  109

9
A : Edema paru dd/ uremic lung
CKD Stage V ec. Nefropati HT
HT grade II
Hiperkalemia
Hipoalbuminemia
Efusi Pleura Bilateral

24/11/2013 S: P:
T:170/100 mmHg Sesak (+)  Lasix 2 amp/iv
N : 88 x/i Nyeri cvc (d), VAS 6  ISDN 10 mg
P : 28 x/i Mual (+), muntah (+) setiap  Kalsitake sachet 2/ml
S : 36,8⁰C makan/minum  Antalgin 1 amp/iv
 Ondanasetron 1 amp/24 jam/iv
O:
 SS / GC / CM
 Anemis +/+, ikterus -/-, Plan :
 DVS R-1 cmH2O Cito : Darah rutin, elektrolit,
MT(-), NT(-), ureum, kreatinin
 BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/- Hasil :
 BJ : I/II murni reguler, Ur : 264
 Peristaltik (+) kesan N, MT (-), Cr : 24,9
NT (-), Asites (-), Na : 139
 Ext : Edema -/- K : 6,05
Cl : 111
A : Edema paru dd/ uremic lung Hb 6,3
CKD Stage V ec. Nefropati HT PLT : 106000
HT grade II WBC : 15,640x 103
Hiperkalemia

10
Hipoalbuminemia
Efusi Pleura Bilateral
25/11/2013 S: P:
T:160/100 mmHg Sesak napas (+) cenderung  Diet rendah garam, rendah
N : 80 x/i menurun purin, rendah kalium, rendah
P : 20 x/i Batuk (-), dahak (-) protein 0,8 gr/kgBB/hr
S : 36.9⁰C BAK : via kateter  Amlodipine 10 mg 1-0-0
BAB : biasa, tadi malam 1x  Fasorbid 10 mg 3x1
O:  Furosemide 2 amp/12 jam/iv
 SS / GC / CM  Kalitake sachet 3x1
 Anemis+/+, ikterus -/-,  Rencana HD
 DVS R -1 cmH2O, MT(-),
NT(-) Plan :
 BP : vesikuler,  EKG/hari
BT : Rh -/-, Wh -/-  Balance cairan
BP menurun setinggi Th VII  Rencana Transfusi PRC 2 bag
bilateral  Kontrol darah rutin post
 BJ : I/II murni regular, transfusi 1 bag
takikardi  Echocardiography
 Peristaltik (+) kesan N, MT
(-), NT (-), ascites (-),
Hepar/Lien tidak teraba
 Ext : Edema -/-
Lab : (24/11)
WBC : 12600 Ur : 141
RBC : 1,81x106 Cr : 12,9
HGB : 4,8 Na : 132
HCT : 14,7 K : 5,33
PLT : 118000 Cl : 109

11
A : CKD stage V ec GNC
Udem paru akut
HT grade II
Hiperklaemi
HIpoalbuminemia
Efusi pleura bilateral

26/11/2013 S: P:
T :170/100mmHg Sesak napas (+) menurun  Diet rendah garam, rendah
N : 80 x/i Lemah (+) purin, rendah kalium, rendah
P : 24 x/i O: protein 0,8 gr/kgBB/hr
S : 36.7⁰C  SS / GC / CM  Amlodipine 10 mg 1-0-0
 Anemis+/+, ikterus -/-,  Fasorbid 10 mg 3x1
 DVS R -1 cmH2O, MT(-),  Furosemide 2 amp/12 jam/iv
NT(-)  Kalitake sachet 3x2
 BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/- Plan:
 BJ : I/II murni regular,  EKG/hari
 Peristaltik (+) kesan N, MT  Balance cairan
(-), NT (-), ascites (-),
Hepar/Lien tidak teraba
 Ext : Edema -/-
A : CKD stage V ec GNC
HT grade II
Hiperklaemi
HIpoalbuminemia
Efusi pleura bilateral
27/11/2013 S: P:
T:170/100 mmHg Sesak napas (+), menurun  Diet rendah garam, rendah
N : 88 x/i Bengkak dilengan kanan purin, rendah kalium, rendah

12
P : 28 x/i Mual (+), muntah (-) protein 0,8 gr/kgBB/hr
S : 36.8⁰C BAK : lancar  Amlodipine 10 mg 1-0-0
BAB : biasa  Fasorbid 10 mg 3x1
O:  Furosemide 2 amp/12 jam/iv
 SS / GC / CM  Kalitake sachet 3x2
 Anemis+/+, ikterus -/-,  Konfirmasi jadwal HD
 DVS R +1 cmH2O, MT(-),
NT(-) Plan :
 BP : vesikuler  EKG/hari
BT : Rh -/-, Wh -/-  Balance cairan
 BJ : I/II murni regular,  Echocardiography
 Peristaltik (+) kesan N, MT  USG abdomen
(-), NT (-), ascites (-),
Hepar/Lien tidak teraba
 Ext : Edema -/-

A : CKD stage V ec GNC


HT grade II
Hiperklaemi
HIpoalbuminemia
Efusi pleura bilateral

X. RESUME
Pasien perempuan umur 20 tahun datang dengan keluhan dispnea yang
dialami sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit, memberat 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Dispnea dirasakan terus-menerus sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Tidak dipengaruhi perubahan posisi. Ada DOE. ± 1 tahun terakhir osi
sudah terbiasa tidur dengan dua bantal. Sebelumnya osi dirawat di RS.Labuang
Baji, 2 hari sebelum dirujuk ke RSWS. Saat ini osi masih bisa berbaring
terlentang. Sebelum ke RSLB, osi berobat ke dokter praktek dan dianjurkan untuk
cuci darah. Riwayat opname di RS Flores ± 3 tahun yang lalu selama 7 hari

13
dengan diagnosa infeksi pada ginjal, saat itu osi tidak ada bengkak. Sejak dirawat
2 tahun yang lalu, osi mulai bak sedikit, hingga sekarang. Ada riwayat bengkak
diwajah, tidak diingat. Tidak ada demam, ada riwayat demam tidak diketahui
sejak kapan. Osi terkadang menggigil bila demam. Ada batuk. Ada nyeri dada,
tidak spesifik. Ada mual dan muntah, berisi air dan sisa makanan. Nafsu makan
menurun. Penurunan berat badan disangkal. BAK : sedikit. BAB : belum hari
ini.Riwayat Penyakit Sebelumnya: Riwayat Hipertensi (+) dan konsumsi obat
hipertensi (Captopril) sejak ± 2 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg, nadi 108 kali
per menit reguler; kuat angkat, pernapasan 28 x/menit, tipe thorako-abdominal
serta suhu 36,4oC (axilla). Pada mata didapatkan konjungtiva anemis. Pada
palpasi thorax didapatkan vocal fremitus menurun pada kedua basal paru, pada
auskultasi didapatkan bunyi pernapasan menurun pada mediobasal bilateral dan
didapatkan bunyi tambahan (ronkhi) pada mediobasal bilateral.
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil laboratorium leukosit
11,7x103/uL, Hb 7,5 g/dL, albumin 3,0 g/dL, ureum 233 mg/dl, kreatinin 23,1
mg/dl, Natrium 137, Kalium 7,4, Klorida 110. Pada pemeriksaan foto thorax
diperoleh kesan edema pulmonum dan efusi pleura bilateral. Pemeriksaan USG
abdomen didapatkan kesan GNC bilateral dan hepatomegali ec. Congestive Liver.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis edema paru dd uremic lung, CKD
stage V, Hipertensi Grade II, Hiperkalemi, Hipoalbuminemia dan efusi pleura
bilateral.

XI. DISKUSI
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah perempuan berusia 21 tahun, dalam
kasus ini pasien didiagnosis sebagai gagal ginjal kronik brdasarkan hasil
anamnesis, dimana pasien memiliki riwayat hipertensi yang baru diketahui ± 2
bulan terakhir dan riwayat didiagnosis sebagai GNC, 3 tahun yang lalu.

14
Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa
mual, muntah, disertai sesak dan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung
kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah, respiratory rate yang meningkat
menunjukkan adanya sesak, adanya irama jantung yang takikardi, adanya
konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan
bahwa hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan
dengan gagal ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan
kreatinin yang menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. LFG pasien 3,78
ml/min/1,72 m2, terdiagnosa pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Dari hasil
pemeriksaan radiologis (USG Abdomen) didapatkan adanya glomerulonefritis
chronic (GNC), hal ini menunjukkan bahwa ada proses infeksi yang terjadi
sebelum pasien terdiagnosa sebagai gagal ginjal kronik.
Pada kasus ini, gagal ginjal kronik yang dialami pasien dapat
diklasifikasikan daam tahapan berat, dilihat dari gejala klinis yang dialami oleh
pasien dan hasil laboratorium darah. Sedangkan etiologi gagal ginjal kronik pada
kasus ini adalah penyakit ginjal non diabetes, yaitu penyakit infeksi pada
glomerulus (GNC).
Sedangkan komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah
anemia. Hal ini membuktikan dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan
keadaan pasien yang anemia, yaitu kadar hemoglobin 7,5 gr/dl.

15
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang


abnormal baik ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif
dan menahun, umumnya bersifat irreversible. Sering kali berakhir dengan
penyakit ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis
bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadarai
dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit
kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang
abnormal, diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney
Disease) memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat
jarang ditemukan pada anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti
misalnya pada Sindroma Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal
resesif.3,4
Terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan GGK karena adanya
data-data epidemiologi yang menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan fungsi
ginjal ringan sampau sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium
lanjut, sehingga upaya penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini
dan upaya preventif. Selain itu ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau
pengobatan pada stadium dini dapat mengubah prognosa dari penyakit tersebut.
Terlambatnya penanganan pada penyakit gagal ginjal kronik berhubungan dengan
adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai 20% diatas nilai normal,
sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi ginjal
menjadi 30% diatas nilai normal.2
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul
ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh.
Anemia akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk

16
lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan
secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh
berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi
upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5

II. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi


yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
umumunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7


1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
 Kelainan patologis
 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari
60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG
sama atau lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
kronik.6

17
III. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di


Amerika Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG
>60ml/menit/1,73m2. Data pada tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika
Serikat insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun
dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di Malaysia dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahun. Di Negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun.6

IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu
dan negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit
gagal ginjal kronik di Amerika Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000
mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti
pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak
diketahui.6
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika
Serikat (1995-1999) 6
Penyebab Insiden
Diabetes Melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

18
Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di
Indonesia Tahun 2000 6
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%

V. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung


pada penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan
hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini
diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth factor. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat
variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling dini penyait ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

19
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada
LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.6

VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault, yaitu:6

LFG (ml/menit/1,73m2 = (140 – Umur) x Berat Badan


*)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat


Penyakit 6
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau 
2 Kerusakan ginjal dengan LFG  60 – 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG  30 – 59
sedang

20
4 Kerusakan ginjal dengan LFG  15 – 29
berat
5 Gagal ginjal ≤ 15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008 8


1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)
4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia
Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2,
apabila keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada
kemungkinan dari gagal gagal ginjal, biasanya hal tersebut tidak
berhubungan dengan komplikasi dari GGK.

21
Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis


Etiologi 6
Penyakit Tipe Mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit glomerular
Penyakit ginjal non (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
diabetes neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)

22
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

VII. DIAGNOSIS 6

Gambaran Klinis
Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema peri orbital
e. Friction rub pericardial

Pulmoner :
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kussmaul
d. Sputum kental dan liat

Gastrointestinal :
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Nafas bau ammonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan perdarahan pada mulut

Muskuloskeletal :
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang

23
Integumen :
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis

Reproduksi :
a. Atrofi testis
b. Amenore

Sindrom Uremia :
a. Lemah letargi
b. Anoreksia
c. Mual dan muntah
d. Nokturia
e. Kelebihan volume cairan
f. Neuropati perifer
g. Uremic frost
h. Perikarditis
i. Kejang
j. Koma

Gambaran Laboratorium 6
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus, hipertensi, dll)
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-
Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.

24
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelaianan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isosteenuria.

Gambaran Radiologi 6
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalaim kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memerlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal 6


Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak
bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang
diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.

VIII. PENATALAKSANAAN 6,8

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :


 Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarny adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi
 Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

25
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit gagal ginjal. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid
yang dapat memerburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid tersebut
antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol,
infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
 Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus, yaitu pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis untuk
mengurangi hipertensi intraglomerulus.

Tabel 7. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal


Kronik 6
LFG Fosfat
Asupan protein g/kg/hari
ml/menit g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak
dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi ≤ 10 g

5 – 25 0,6 – 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai


biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino ≤ 10 g
esensial atau asam keton

< 60 0,8 g/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0,3


(sindrom g/kg tambahan asam amino esensial atau asam ≤9g
nefrotik) keton

 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular
adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
 Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
 Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

26
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG < 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

Farmakoterapi menurut NICE Guidelines 2008 8


a. Kontrol Tekanan Darah
- Pada orang dengan GGK, harus mengontrol tekanan sistolik < 140 mmHg
(dengan kisaran target 120-139 mmHg) dan tekanan diastolik < 90 mmHg.
- Pada orang dengan GGK dan diabetes dan juga orang dengan ACR 70
mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau
lebih, atau proteinuria 1gr/24 jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga
tekanan istolik <130 mmHg (dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan
tekanan diastolik < 80 mmHg.
b. Pemilihan agen antihipertensi
1st line: ACE inhibitor/ARBs (apabila ACE inhibitor tidak dapat mentolerir)
ACE inhibitor/ARBs diberikan pada:
 Pada GGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau
lebih dari 3,5 mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.
 GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih
(kira-kira ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5
gr/24 jam atau lebih)
 GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24 jam atau
lebih), tanpa adanya hipertensi atau penyakit kardiovaskular.
 GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR <30 mg/mmol (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria <0,5 gr/24 jam
atau lebih)
 Saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs, upayakan mencapai dosis terapi
maksimal yang masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan 2nd line
(spironolakton)
 Hal-al yang perlu diingat saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs:

27
- Orang dengan GGK, harus mengetahui konsentrasi serum potassium dan
perkiraan LFG sebelum memulai terapi. Pemeriksaan ini diulang antara 1
sampai 2 minggu setelah penggunaan obat dan setelah peningkatan dosis.
- Terapi ACE inhibitor/ARBs tidak boleh dimulai apabila konsentrasi serum
potassium secara signifikan >0,5 mmol/L
- Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut
- Stop terapi tersebut, bila konsentrasi serum potassium meningkat >0,6
mmol/L atau lebih dan obat lain yang diketahui dapat meningkatkan
hiperkalemia sudah tidak digunakan
- Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan bila bata LFG saat sebelum terapi
kurang dari 25% atau kreatinin plasma meningkaat dari batas awal kurang
dari 30%
- Apabila perubahan LFG 25% atau lebih atau perubahan kreatinin plasma
30% ata lebih :
 Investigasi adanya deplesi volume ataupun penggunaan NSAIDs
 Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), stop terapi atau dosis harus
diturunkan dan alternative antihipertensi lain bisa digunakan

IX. PROGNOSIS 6,9


Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK
itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai
mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga penanganannya
seringkali terlambat.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan


Nefrologi Indonesia, 2003: p13-22
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R,eds. Gagal Ginjal Kronik. Dalam Kapite
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001:
p531-4
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Dalam Barunwald
E, Fauci AS, Kasper DL, eds. Harrison’s Principles and Internal Medicine.
16rd edition. New York, McGraw-Hill, 2005: 1653-63
4. Gold NS. Chronic Renal Failure. http://www.5mcc.im/content.html
5. Wheeler D, Brown A, Trison C, eds. Anaemia. UK, The Renal Association,
2013.
6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2009: p1035-40
7. Kidney International Volume 67. 2005: p2089-2100
8. Chronic Kidney Disease. Early Identification and Management of Chronic
Kidney Disease in Adults in Primary and Secondary Care. NICE, 2008: p3-39
9. Andrew S, Paul E, Josef C, eds. The Definition, Classification and Prognosis
of Chornic Kidney Disease: a KDIGO Controversies Conference Report.
USA. International Society of Nephrology, 2010: p1-12

29

Anda mungkin juga menyukai