Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PEDAHULUAN

KARSINOMA PARU ( KANKER PARU)

A. PENGERTIAN

Kanker paru adalah tumor ganas paru yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus
yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan normal. Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia dan mencapai
hingga 13% dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari
seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki (Kemenkes RI, 2016:1).

B. PENYEBAB

Kanker berkembang mengikuti kerusakan genetika pada DNA. Kerusakan genetika ini
mempengaruhi fungsi normal sel, termasuk proliferasi sel, pemrograman kematian sel
(apoptosis) dan perbaikan DNA. Ketika lebih banyak kerusakan terakumulasi, risiko terhadap
kanker makin bertambah.
1. Merokok
Merokok, khususnya sigaret, secara umum merupakan penyumbang utama kanker paru.
Rokok sigaret mengandung lebih dari 60 jenis karsinogen, termasuk di antaranya radioisotop dari
peluruhan sekuens radon, nitrosamin, dan benzopiren. Selain itu, nikotin menekan respons imun
terhadap pertumbuhan kanker pada jaringan yang terpapar. Di seluruh negara maju, 90% dari
kematian karena kanker paru pada laki-laki selama tahun 2000 disebabkan oleh merokok (70%
untuk perempuan). Merokok bertanggung jawab terhadap 80–90% kasus kanker paru.
Merokok pasif—proses inhalasi asap dari perokok lain—merupakan penyebab kanker paru
pada bukan perokok. Perokok pasif dapat digolongkan sebagai seseorang yang hidup atau
bekerja bersama perokok. Penelitian dari AS, Eropa, Inggris, dan Australia telah secara konsisten
menunjukkan adanya peningkatan risiko yang signifikan di antara mereka yang terpapar asap
rokok pasif. Mereka yang hidup dengan perokok memiliki risiko yang lebih tinggi sebesar 20–
30% sedangkan mereka yang bekerja pada lingkungan perokok mempunyai risiko 16–19% lebih
tinggi. Penelitian asap aliran sisi menunjukkan bahwa hal ini lebih berbahaya dari merokok
langsung. Merokok pasif menyebabkan 3, 400 kematian karena kanker paru setiap tahun di AS.
2. Gas Radon
Radon adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dihasilkan dari penguraian
radioaktif radium, yang merupakan produk dari peluruhan uranium, yang ditemukan di
lapisan kerak bumi. Produk peluruhan radiasi meng ion kan materi genetika, sehingga
menyebabkan mutasi yang kadang menjadi bersifat kanker. Radon merupakan penyebab kanker
paru paling banyak kedua di AS, setelah rokok. Risikonya meningkat hinggga 8–16% untuk
setiap peningkatan konsentrasi radon sebesar 100 Bq/m³. Tingkat gas radon bervariasi tergantung
pada lokasi dan komposisi tanah dan batuan di bawahnya. Sebagai contoh, di wilayah
seperti Cornwall di Inggris (yang mengandung granit sebagai substrata), gas radon merupakan
masalah utama, dan bangunan harus memiliki ventilasi aktif dengan kipas untuk menurunkan
konsentrasi gas radon. United States Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan
satu dari 15 rumah di AS memiliki tingkat radon lebih tinggi dari tingkat rekomendasi
4 picocurie per liter (pCi/l) (148 Bq/m³).
3. Asbestos
Asbestos dapat menyebabkan berbagai penyakit paru-paru, termasuk kanker paru. Merokok
tembakau dan asbestos memberikan efek sinergis dalam pembentukan kanker paru. Asbestos
juga dapat menyebabkan kanker pada pleura, yang disebut mesotelioma (yang berbeda dari
kanker paru).
4. Polusi udara
Polusi udara di luar rumah hanya memberikan efek yang kecil dalam meningkatkan risiko
kanker paru. partikulat (PM2.5) halus dan aerosol sulfat, yang berasal dari pelepasan asap
kendaraan bermotor di jalanan, diasosiasikan agak meningkatkan risiko. Untuk nitrogen
dioksida, kenaikan bertahan hingga 10 bagian per miliar meningkatkan risiko kanker paru hingga
14%. Polusi udara luar diperkirakan bertanggung jawab terhadap 1–2% kejadian kanker paru.
Bukti tentatif mendukung adanya kenaikan risiko kanker paru dari polusi dalam ruang yang
berhubungan dengan pembakaran kayu, batubara, residu bahan bakar kotoran dan sisa sampah
yang dipakai untuk memasak dan pemanas ruang. Wanita yang terpapar asap pembakaran
batubara memiliki risiko dua kali lebih tinggi dan sejumlah produk sampingan dari
pembakaran tanaman organik diketahui atau dicurigai bersifat karsinogen. Risiko ini
memengaruhi kurang lebih 2.4 miliar orang di seluruh dunia, dan dipercaya menyebabkan 1.5%
kematian karena kanker paru.
5. Genetika
Diperkirakan bahwa 8 hingga 14% dari kanker paru disebabkan oleh faktor diturunkan. Pada
orang dengan saudara yang terkena kanker paru, risiko meningkat hingga 2.4 kali. Hal ini
disebabkan oleh adanya kombinasi gen.
6. Penyebab lain
Sejumlah zat, pekerjaan, dan paparan lingkungan lain juga dihubungkan dengan kanker
paru. Badan Penelitian Kanker Internasional (IARC) menyatakan ada "bukti yang cukup" untuk
menunjukkan bahwa sejumlah hal berikut karsinogenik untuk paru-paru:
a. Sejumlah jenis logam (produk aluminium, kadmium dan senyawa kadmium,
senyawa kromium(VI), berilium dan senyawa berilium, peleburan besi dan baja, senyawa
nikel, arsenik dan senyawa arsenik inorganik, tambang hematit bawah tanah)
b. Sejumlah produk pembakaran (pembakaran tidak sempurna), arang batu (emisi dalam
ruangan dari pembakaran arang batu rumah tangga), gasifikasi batu bara, aspal, produk
kokas, jelaga, gas buang mesin disel)
c. Radiasi ionisasi (radiasi sinar-X, radon-222 dan produk peluruhannya, radiasi
gamma, plutonium)
d. Sejumlah gas beracun (metil eter (kadar teknis), Bis-(klorometil) eter, sulfur mustard,
MOPP (campuran vinkristina-prednison-nitrogen mustard-procarbazin), uap pengecatan)
e. Produk karet dan kristalin debu silika

C. PATOFISIOLOGI

Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen
merupakan gen yang diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker. Proto-onkogen
berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang spesifik. Pada proto-onkogen mutasi
yang terjadi yaitu K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal growth
factor reseptor (EFGR) mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis, serta invasi tumor.
Berkembangnya EFGR serta mutasi sering dijumpai pada kanker paru non-small sel sehingga
menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR. Kerusakan kromosom menyebabkan
kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor.
Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini paling sering menyebabkan karsinoma paru non-
small sel. Gen p53 tumor supresor berada dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.
Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik yang
mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus apoptosis serta XRCC1
sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen polimorfik seperti ini lebih sering
terkena kanker paru apabila terpapar zat karsinogenik.

D. GAMBARAN KLINIS

Tanda dan Gejala


Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan adanya kanker paru :
1. Batuk pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%-75%
2. Hemoptisis pada pasien kanker paru-paru sekitar 6%-35%, dan sekitar 20-30% pada
pasien akan mengembangkan hemoptisis, dengan 3% mengalami hemoptisis yang fatal.
3. Sesak nafas pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%. Penyebab sesak napas pada kanker
paru-paru termasuk paru-paru parenkim utama, efusi pleura, pneumonia, dan komplikasi
dari kemoterapi atau terapi radiasi, seperti pneumonitis
4. Nyeri dinding dada pada pasien kanker paru-paru sekitar 50%. Nyeri dada dapat terjadi
karena penyebaran langsung dari tumor ke permukaan pleura
5. Suara serak pada pasien kanker paru-paru sekitar 18%
6. Kehilangan berat badan, nyeri tulang, sakit kepala, kelelahan, anoreksia
Bila kanker tumbuh di sekitar saluran napas, keadaan ini dapat menghambat aliran udara,
menyebabkan sesak napas. Hambatan ini dapat menyebabkan adanya akumulasi sekret di
belakang sumbatan, dan menyebabkan terjadinya pneumonia.
Bergantung pada jenis tumornya, fenomena paraneoplastik mungkin adalah yang pertama kali
menarik perhatian mengenai adanya penyakit ini. Pada kanker paru, fenomena ini dapat meliputi
sindrom Lambert-Eaton myastenik (kelemahan otot yang disebabkan oleh autoantibodi),
hiperkalsemia, atau sindrom dari ketidakstabilan hormon antidiuretik (SIADH).
Kebanyakan gejala pada kanker paru (turunnya berat badan, demam, hilangnya nafsu makan,
kelelahan) tidak spesifik. Kebanyakan orang, kanker telah menyebar 14 dari lokasi awalnya saat
timbul gejala dan datang ke dokter. Lokasi umum untuk penyebarannya termasuk otak, tulang,
kelenjar adrenal, hati, perikardium, dan ginjal.
Suara serak yang terjadi karena paralisis nervus laringeus rekurens terjadi pada sekitar 18%
pasien. Paralisis nervus phrenikus mungkin ditunjukkan dengan adanya dispnea atau
hemidiafragma yang terangkat pada foto toraks. Tumor sulkus pulmonalis superior (tumor
pancoast) mungkin datang dengan sindroma Horner dan ditandai dengan pleksopati brakhial
serta rasa nyeri sepanjang serabut saraf yang terlibat. Invasi dinsing dada seringkali ditandai
dengan nyeri pleuritis yang menetap. Efusi pleura mungkin datang dengan dispnea, suara nafas
melemah, dan pekak pada perkusi. Obstruksi esofagus mungkin menyebabkan disfagia.
Obstruksi vena cava superior ditandai dengan edema pada wajah dan plethora serta dilatasi vena
pada tubuh bagian atas, bahu, dan lengan. Meskipun keterlibatan perikardial seringkali di
temukan saatotopsi, pasien jarang datang dengan efusi perikardium simptomatik atau tamponade.

E. KLASIFIKASI KANKER PARU

Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran serta adanya sel ganas
yang terlihat melalui histopatologi dengan mikroskop, kanker paru karsinoma bukan sel kecil
80%, kanker paru karsinoma sel kecil 16,8%. Klasifikasi ini berdasarkan pada kriteria histologi
yang sangat penting dalam penanganan klinis serta prognosis klinis.

TNM klasifikasi kanker paru karsinoma bukan sel kecil


Tumor primer (T)
TX: Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan adanya sel-sel ganas dalam
sputum atau bronkial tetapi tidak di visualisasikan dengan bronkoskopi
T0: Tidak terdapat tumor primer
Tis: Karsinoma in situ
T1: Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak ada bukti bronkoskopi
invasi lebih proksimal dari bronkus lobus (tidak dibronkus utama) , penyebaran tumor
dangkal di saluran udara yang utama (terbatas pada dinding bronkus)
T1a: Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar T1b : Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi
terbesar.
T2: Tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm atau tumor dengan salah satu dari berikut :
 Menyerang pleura visceral
 Terutama melibatkan bronkus ≥ 2cm distal karina
 Terkait dengan atelektasis/pneumonitis obstruktif memperluas ke daerah hilus tetapi
tidak melibatkan seluruh paru-paru
T2a: Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar
T2b: Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar
T3: Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari berikut :
 Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, saraf phrenikus, pleura
mediastinal, atau parietal perikardium ; atau tumor di bronkus utama < 2cm distal karina
tapi tanpa ketrlibatan karina
 Atau atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru atau nodul tumor
terpisah di lobus yang sama
T4 : Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut : mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, vertebral, atau karina; tonjolan kecil tumor terpisah
dalam lobus ipsilateral yang berbeda

Kelenjar getah bening (N)


NX : Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada metastasis
N1 : Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening hilus ipsilateral dan
nodul intrapulmo, termasuk keterlibatan secara langsung
N2 : Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah bening ipsilateral
N3 : Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontralateral, ipsilateral atau kontralateral sisi
tidak sama panjang, atau kelenjar getah bening supraklavikula

Metastasis jauh (M)


MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Metastasis tidak jauh
M1 : Metastasis jauh

M1a : Nodul tumor terpisah di lobus kontralateral; tumor dengan nodul pleura atau pleura ganas
(atau perikardial) efusi
M1b : Metastasis jauh

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit. Pemeriksaan radiologis paru yaitu foto toraks PA/Lateral, bila mungkin CT-scan toraks,
bone scan, bone survey, USG abdomen 16 dan brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak
kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
G. PATHWAY
H. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :


a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah
dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat
semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru
yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai
terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/
penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien
dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.

I. PENGKAJIAN

a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).

1) Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

2) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.

3) Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.

4) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)

5) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).

6) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut)
dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.

7) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.

8) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).


 Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
 Frekuensi dan irama jantung.
 Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
 Pemantauan tekanan vena sentral.
 Status nutrisi.
 Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
 Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1) Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.

2) Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.

3) Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.

4) Makanan dan cairan.


Gejala : Mual atau muntah

5) Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.

6) Nyeri dan ketidaknyamanan.


Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.

J. DIAGNOSA
a) Preoperasi
(Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 1999).
1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Ketakutan/anxietas
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,tindakan,prognosis
b) Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Nyeri akut
4. Anxietas
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,tindakan,prognosis

K. INTERVENSI DAN RASIONAL


a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana
Asuhan Keperawatan, 1999).

1). Kerusakan pertukaran gas

Dapat dihubungkan :

Hipoventilasi.

Kriteria hasil :

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.

Intervensi :

a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau
perubahan pola nafas.

Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.

b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels,
mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels
adalah bukti peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah
bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta
tumor.

c) Kaji adanmya sianosis

Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ”
hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.

d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi


Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

e) Awasi atau gambarkan seri GDA.


Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan
terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.


Dapat dihubungkan :

 Kehilangan fungsi silia jalan nafas


 Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
 Meningkatnya tahanan jalan nafas

Kriteria hasil :

 Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.


 Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
 Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.

Intervensi :

a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan


peningkatan upaya bernafas.

b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.

Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema,
dan sekret dalam seksi lobus.

c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan
karakteristik sputum.

Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.

e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas.

Dapat dihubungkan :

 Krisis situasi
 Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
 Faktor psikologis.

Kriteria hasil :

 Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.


 Mengakui dan mendiskusikan takut.
 Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
 Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.

Intervensi :

a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.

Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.

Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.

c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.


Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa
terkontrol.

d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.

Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat
membantu untuk individu.

e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

 Kurang informasi.
 Kesalahan interpretasi informasi.
 Kurang mengingat.

Kriteria hasil :

 Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.


 Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
 Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
 Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

Intervensi :

a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/
ringkas.

Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien,
konsentrasi dan energi untuk penerimaan
informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk
mengikuti dengan tepat program pengobatan.

c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.

Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan
dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan
nutrisi untuk menyembuhan.

d) Berikan pedoman untuk aktivitas.

Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan
aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen
berlebihan.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

1). Kerusakan pertukaran gas.

Dapat dihubungkan :

 Pengangkatan jaringan paru


 Gangguan suplai oksigen
 Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).

Kriteria hasil :

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal.
 Bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi :

a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu,
nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal
terhadap hilangnya jaringan paru.

b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.

Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus
yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat

Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.

d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi
miring.

Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.

e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.

Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah


atelektasis.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif

Dapat dihubungkan :

 Peningkatan jumlah/ viskositas sekret


 Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
 Kelemahan/ kelelahan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas,
dan pernafasan tak bising.

Intervensi :

a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.


Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau
obstruiksi jalan nafas.

b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.

Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan
upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.

c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.

Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun
sesuai kemajuan penyembuhan.

d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.

Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.

e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas sekret.

3). Nyeri (akut).

Dapat dihubungkan :

 Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.


 Adanya selang dada.
 Invasi kanker ke pleura, dinding dada

Kriteria hasil :

 Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.


 Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :

a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada
skala 0 – 10.

Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan
analgesic, meningkatkan control nyeri.

b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.

c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.

Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu
kemampuan mengatasinya.

d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.

Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi
nyeri.

e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi

Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

4). Anxietas.

Dapat dihubungkan:

 Krisis situasi
 Ancaman/ perubahan status kesehatan
 Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :

- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah

- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat

- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

Intervensi :

a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.

Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan
tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi
yang tepat.

b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan

Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker
dan pengobatannya.

c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.

Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan,


menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara
penyelesaiannya.

d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.

Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi


terhadap informasi..

e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk
menyiapkan peristiwa/ pengobatan.

Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien
yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.

f) Berikan kenyamanan fiik pasien.


Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan fisik menetap.

5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

 Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber


 Salah interperatasi informasi.
 Kurang mengingat

Kriteria hasil :

 Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.


 Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
 Berpartisipasi dalam proses belajar.
 Melakukan perubahan pola hidup.

Intervensi :

a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.

Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut
tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan
informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi.

b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram
yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari
penyembuhan.

Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi
preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.

c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.


Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk
meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/
pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta

Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.

Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

http://eprints.undip.ac.id/46681/3/BAB_II_HASIL_KTI.pdf diakses pada tanggal 20 maret 2019


pukul 16.00 WIB
LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA PARU ( KANKER PARU)

DISUSUN OLEH :

PUTRI PERTIWI PUSPANINGRUM

17063

AKPER GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI


TAHUN AJARAN 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai