Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rifqi Risdya Pratama

NIM : 1810029048

Pembimbing : dr.Slamet,Sp.BA

Tugas : Ujian Kasus

I. Identitas Pasien

Nama : Ismartini
Usia : 59 Tahun
Alamat : Jl.Jakarta Blok H
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Banjar
Agama : Islam
II. Primary Survey

Airway : Clear, C Spine Control(-), Gurgling(-), Snoring (-), Stridor(-)


Breathing : Gerak napas simetris, retraksi(-), napas cuping hidung (-), rr 20x/menit
Circulation: Tekanan darah 130/80 mmHg, Hr 108 x/menit, nadi arteri radialis teraba
kuat angkat, akral hangat, SpO2 99%
Disability : GCS E4V5M6, Pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+)
Exposure : Swelling pada region hip femur dextra
III. Secondary Survey

Allergy : Tidak ada alergi


Medication :-
Pasti illness : Anemia
Last meal : 6 jam sebelum masuk rumah sakit
Event/Environtment : Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie diantar
menggunakan kursi roda, dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan, nyeri ini sudah
dirasakan semenjak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya rasa nyeri bermula
ketika pasien hendak dalam perjalanan menuju Balikpapan, kemudian diperjalanan
(menggunakan mobil) mobil yang ditumbangi pasien mengalami goncangan keatas
dan kebawah. Seketika itu pasien merasakan fragment tulang pinggulnya ada yang
berbunyi dan terasa seperti bergeser, akibat goncangan ini keluarga lain yang ada
didalam mobil tidak mengalami keluhan serupa. Ketika sudah sampai tujuan dan
hendak berdiri/ berjalan, pasien mengeluhkan sakit di pinggang sebelah kanan dan
tidak bisa berjalan/nyeri ketika dibuat berjalan. Selama dibalikpapan pasien belum
ada dibawa berobat, pasien hanya dikompres saja dan dipijat untuk mengurangi
nyerinya, baru setelah itu dibawa kembali ke Samarinad untuk diperiksakan. Pasien
ini mengaku tidak ada kesulitan didalam beraktivitas/berjalan sebelumnya

IV. Pemeriksaan Head to Toe

Kepala : Normocephalic, Jejas (-)


Mata : Konjungtiva Anemis (+), Sklera ikterik (-)
Hidung : Simetris (+), Deformitas (-), Nyeri Tekan (-)
Mulut : Tidak terdapat jejas, tidak terdapat perdarahan
Wajah : Deformitas (-), Nyeri tekan (-), kemerahan (-), perdarahan (-), wajah
tampak pucat
Leher : Jejas (-), pembesaran KGB(-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerakan dada simetris, jejas(-)
Palpasi : Gerakan dada simetris, fremitus suara simetris, krepitas
klavikula(-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi : Vesikuler (+)
Jantung : Inspeksi : Ictus kordis tidak nampak
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V midclavicula line sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS III,IV,V parasternal linr dextra,
batas kiri ICS V midclavicula sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular
Abdomen : Inspeksi : Soepel (+), sitended (-), bentuk cembung
Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal metallic sound
Perkusi : Timpani (+) seluruh lapang abdomen
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Status Lokalis

V. Satus Lokalis region hip dextra


 Look : - Ditemukan adanya perubahan warna, yaitu pada region hip
dextra Nampak hiperemis dan vaskulariasasi tampak
- Hip dextra mengalami swelling, dan lebih besar dibandingkan dengan
hip sinistra
- Terdapat angulasi pada hip dextra
- Terdapat shortening ekstremitas inferior dextra < ekstremitas inferior
sinistra
- Terdapat internal rotation pada region hip dextra
- Tidak terdapat eksternal rotation pada region hip dextra
 Feel : - Akral ekstremitas inferior dextra sinistra hangat
- Terdapat nyeri tekan pada region hip dextra
- Teraba adanya krepitasi tulang
- Pulsasi arteri femoralis dextra sinistra(+), pulsasi ateri popliteal dextra
sinistra (+), pulsasi arteri dorsum pedis dextra sinistra (+).
 Move :
1) Active Movement
 Fleksi hip joint dextra 0 – 30
 Ekstensi hip joint dextra 0 – 10
 Abduksi hip joint dextra 0
 Adduksi hip joint dextra 30
 Internal Rotation hip joint dextra 0-50
 Eeksternal Rotation hip joint dextra 0-40
2) Passive Mmovement
 Fleksi hip joint dextra, ekstensi hip sinistra ±140
 Fleksi hip joint sinistra, ekstensi hip dextra ±140
 Abduksi hip dextra ±45
 Adduksi hip dextra ±30
 Internal Rotation hip joint dextra ±50(endorotasi)
 Eksternal Rotation hip joint dextra ±50(eksorotasi)
3) Pemeriksaan Khusus
 Thomas sign test : (pada posisi supine)
- Fleksi hip dextra, dan dilihat apabila terdapat hip sinistra
yang menaik (positif adanya kontraktur pada hip ketika hip
difleksikan)
 Leg Length Discrepancy :
- Apparent leg length : Umbilicus ke malleolus medialis :
78cm
- True leg length : SIAS ke malleolus medialis : 74cm
Karena perbedaannya 4cm (≥2cm) indikasi dikoreksi

VI.Pemeriksaan penunjang

a) Foto polos pelvis AP


b) Foto polos pelvis lateral
c) Lab darah (11/11/2019)
a. Leukosit : 8.65
b. Eritrosit : 2.63
c. Hb : 7.3
d. HCT : 23.2
e. PLT : 182
f. GDS : 104
g. Ureum : 75.9
h. Creatinin: 3.0
i. Na : 135
j. Kalium : 4.9
k. CL : 101
VI. Diagnosis
Close fracture intertrochanter femur dextra + Anemia
VII. Tatalaksana
1. Imobilisasi menggunakan Bidai/ Spalk
2. Dipasang traksi
PR UJIAN
1. Sebutkan 5 moment hand hygiene!
1. Sebelum kontak dengan pasien

2. Sebelum tindakan aseptik

3. Setelah terkena cairan tubuh pasien

4. Setelah Kontak dengan pasien

5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Sebutkan tahapan bone healing!

1. Stadium Pembentukan Hematom :


 Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang robek
 Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
 Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
 Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
 Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
 Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
 Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
 Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus :
 Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
 Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
 Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
 Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
 Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
 Secara bertahap menjadi tulang mature
 Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling :
 Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
 Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
 Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang

3. Sebutkan tahapan wound healing!

1. Fase awal (Hemostatis dan Inflamasi)

Pada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah


menyebabkan pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis.
Proses ini memerlukan peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah normal,
terdapat produk endotel seperti prostacyclin untuk menghambat pembentukan
bekuan darah. Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari
rangsangan collagen terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet
lainnya dimediasi oleh protein fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi
platelet bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk menghentikan
pendarahan.

Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi


luka. Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor
(hangat), dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk
membunuh bakteri yang mengkontaminasi luka.

2. Fase Intermediate (Proliferasi)

Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda
radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan
pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang
dipenuhi platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi
fibroblast. Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga
jumlahnya lebih dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini
terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima.
3. Fase Akhir (Remodelling)

Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses


penyembuhan Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun.
Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen
sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses
remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara drastic.
4. Sebutkan macam-macam prognosis!

Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir
suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor
risiko penyakit.

Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan


dilakukan.Faktor-faktor prognosis adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu
penyakit begitu penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko adalah karakteristik
individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu penyakit.

Prognosis sering rancu dengan risiko. Pada beberapa kasus, faktor prognosis dan
faktor risiko sama. Misalnya pasien dengan diabetes atau perokok berisiko lebih tinggi
menderita penyakit periodontal, dan setelah mereka terinfeksi maka secara umum mereka
memiliki prognosis yang lebih buruk.

Kategori prognosis adalah sebagai berikut :

1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.

2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau


fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.

3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat
beraktivitas seperti biasa.

Sedangkan Prognosis digolongkan sebagai berikut:

1. Sanam : sembuh

2. Bonam : baik

3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu

o Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik

o Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek

5. Bagaimana penatalaksaan awal Cedera Kepala Berat?

Langkah pertama pada ABC adalah :

Airway/saluran nafas (A) dan membebaskan jalan nafas dari benda-benda


obstruktif (seperti, gigi palsu, vomitus). Karena pasien mungkin mengalami cedera
cervikal, radiografi lateral cervikal harus diperoleh terlebih dahulu sebelum leher
dapat dimanipulasi untuk intubasi trakeal. Namun, jika pernafasan tampak terancam,
intubasi nasotrakeal atau endotrakeal dengan leher pada posisi netral harusdilakukan
dengan sangat hati-hati sesegera mungkin. Kadang kala, trauma pada wajah
mencegah pemasangan intubasi, dan krikotiroidektomi atau trakeostomi dapat
menjadi pilihan jika diperlukan.

Breathing/pernafasan (B).Rata-rata dan ritme pernafasan, juga suara nafas, harus


dievaluasi. Perubahan polapernafasan dapat mencerminkan disfungsi sistem saraf
pusat pada level tertentu. Lesihemisferik bilateral yang dalam dan basal ganglia dapat
menyebabkan respirasiCheyne-Stokes(pernafasan dengan periode hiperventilasi dan
apnea yang silih berganti),dan hiperventilasi neurogenik sentral dapat diakibatkan
oleh lesi pada mesensefalik ataupontine bagian atas. Pernafasan ataksik muncul pada
fase terminal, dimana hanyamedullary yang masih dapat berfungsi. Analisa gas darah
harus diperiksa pada semuapasien dengan cedera kepala, karena hipoksemia sering
terjadi. Oksigen harus diberikanuntuk menjaga kadar PaO2dalam batas normal;
hiperventilasi direkomendasikan untukmenjaga PaCO2diantara 25 dan 30 mmHg,
karena hipokarbia merupakan serebralvasokontriktor yang kuat, mengurangai volume
darah otak dan, oleh sebab itu, tekananintrakranial. Foto polos dada harus diperoleh
untuk memastikan tidak ada cedera padarongga dada sepertipneumothorak, kontusi
paru atau aspirasi.
Circulatory/sirkulasi (C) pasien, yang dapat digambarkan oleh tekanan darah.
Karena shok jarang terjadi akibat cedera kepala murni,pemeriksaan dengan teliti
harus dilakukan untuk mencari penyebab lain (yaitu, ruptur lienatau fraktur tulang
panjang). Kateter vena sentral, pada subklavian atau vena jugular interna, seringkali
memiliki peran yang tak ternilai dalam mengevaluasi dan mengobati pasien-pasien
dengan cedera multipel. Bersamaan dengan nilai hematokrit, tekanan venasentral
dapat membedakan shok hipovolemik dengan beberapa kasus shok neurogenic yang
disebabkan oleh cereda kord spinal.

Pada saat dan setelah penilaian ABC, pemeriksaan fisik lengkap juga dilakukan.
Evaluasineurologis harus difokuskan pada tingkat kesadaran pasien, reaksi pupil,
gerakanekstraokular, dan reaksi motorik. Anggota medis dan paramedis dapat
melakukanpemeriksaan tersebut di tempat kejadian trauma, unit gawat darurat, dan
ruang rawatintesif. Dengan demikian, perubahan pada pasien dapat dikenali lebih
awal danpenatalaksanaan dapat diterapkan sesegera mungkin.

Anda mungkin juga menyukai