Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan merupakan suatu struktur multidisipliner yang
bertujuan mencapai derajat kesehatan yang optimal, yaitu merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan dengan cara memberikan asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Keperawatan merupakan
suatu bentuk asuhan yang ditujukan untuk kehidupan orang lain. Dengan demikian,
semua aspek keperawatan mempunyai komponen etika. Karena pelayanan
keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan maka permasalahan
etika kesehatan menjadi permasalahan etika keperawatan pula (Utami, 2016).
Pada saat ini masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemmas) telah
menjadi masalah utama di samping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat
maupun pemberi asuhan kesehatan. Salah satu aturan yang mengatur hubungan
antara perawat-pasien adalah etika. Etik mengacu pada prinsip-prinsip apakah
suatu perilaku atau sikap yang dilaksanakan seseorang benar atau salah (Zerwekh
& Garneau, 2014).
Perhatian terhadap masalah etik dalam pelayanan kesehatan meningkat seiring
dengan pengetahuan masyarakat yang semakin paham atas hak-hak individu,
kebebasan dan tanggung jawab dalam melindungi hak yang dimiliki. Serta
perubahan dalam hukum dan sosial tentang aborsi, euthanasia, perawatan paliatif
dan teknologi dalam bidang reproduksi. Dengan adanya kemajuan yang begitu
cepat seperti ini menuntut kemampuan perawat menghadapi segala perubahan
yang terjadi. Perawat harus mengembangkan keterampilan untuk melaksanakan
peran dan fungsinya sebagai perantara moral dan sebagai partisipan yang terkait
dengan etik. Secara umum, tujuan etika keperawatan yaitu menciptakan dan
mempertahankan kepercayaan antara perawat dan klien, perawat dengan perawat,
perawat dengan profesi lain, juga antara perawat dengan masyarakat (Utami,
2016).
Perawat dituntut untuk dapat berpikir kritis dalam pengambilan keputusan pada
saat berada pada situasi dilema etik tanpa merugikan pihak manapun. Oleh Karena
itu dalam mengambil sebuah keputusan, perawat harus memperhatikan aturan atau
hukum yang berlaku, kode etik perawat serta prinsip etik/moral dalam keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
Untuk memahami etik dalam bidang keperawatan, nilai-nilai praktik
professional, teori-teori etik, prinsip-prinsip etik/moral, bioetik, isu terkait etik dan
bioetik, model pengambilan keputusan etik, batas hukum keperawatan yang
meliputi sumber hukum dan aspek legal dalam keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tentang Ethic


1. Pengertian Etika dalam Keperawatan
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kararkter atau
perilaku dan kebiasaan. Menurut (Bertens, 2000) dalam (Indar, 2017) etika
yaitu ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak. Istilah etik dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara. Secara umum
etika merupakan upaya untuk membentuk sebuah dasar dalam menentukan
apa yang baik untuk perilaku manusia. Menurut (Indar, 2017), etika merupakan
usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk
memecahkan masalah hidup atau untuk suatu upaya agar menjadi baik dari
keadaan sebelumnya dengan menekankan nilai-nilai masyarakat. Dengan
adanya etik kita dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang burukdan
ketika kita mengetahui mana yang baik maka hal itulah yang seharusnya kita
laksanakan.
Etika keperawatan merupakan aturan atau prinsip-prinsip mengenai
tindakan perawat dalam hubungannya dengan pasien, anggota keluarga
pasien, penyedia layanan kesehatan, pembuat kebijakan dan masyarakat
secara keseluruhan. Sebuah profesi mempunyai karakteristik yaitu mempunyai
hubungan dengan sesama manusia. Berdasarkan hasil Gallup Poll (2015)
tentang kejujuran/ketulusan/etik dalam suatu profesi melaporkan bahwa lebih
dari satu dekade, masyarakat menempatkan perawat sebagi profesi yang
paling beretika dari seluruh profesi (Cherry & Jacob, 2014).
2. Nilai-nilai Praktik Profesional
American Association of Colleges of Nursing (2008) menggambarkan lima
nilai penting dalam praktik keperawatan profesional yaitu:
a) Altruisme, memperhatikan kesejahteraan orang lain
b) Autonomy, menghormati hak pasien dalam mengambil keputusan untuk
dirinya sendiri
c) Human dignity, menghargai nilai-nilai yang melekat pada individu atau
kelompok dan menghargai keunikan mereka
d) Integrity, bertindak sesuai dengan kode etik profesi keperawatan
e) Social justice, bertindak secara adil tanpa memandang status ekonomi, ras,
etnis, usia, kewarganegaraan, disabilitas atau jenis kelamin.

3. Teori-teori etik
Teori etik merupakan prinsip dimana seseorang dapat menentukan apa
yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Teori utilitarianisme / teleologi
dan deontology merupakan teori yang berasal dari Barat yang banyak dipakai
oleh para profesional di bidang pelayanan kesehatan untuk mengambil
keputusan yang terbaik saat terjadi dilema etik (Cherry & Jacob, 2014). Teori-
teori tersebut antara lain :
a) Teori Berdasarkan Konsekuensi (Pendekatan Teleologi)
Aliran teologis bermula dari United Kingdom oleh Jeremy Bentham
(1748-1832). Pada aliran teologis atau konsekuensialis, baik buruknya
seseorang atau benar salahnya suatu perbuatan, dinilai dari tujuan yang
hendak dicapai. . Utilitarianisme, merupakan salah satu bentuk dari teori ini,
yang memandang sebuah tindakan baik sebagai sesuatu yang paling
penting. Menurut aliran ini setiap manusia wajib berbuat sesuatu untuk
tujuan yang baik (Indar, 2017).
Teori teleologik berfokus pada persoalan tentang keadilan. Pendekatan
ini sering digunakan dalam membuat keputusan bioetik untuk menentukan
tindakan mana yang lebih besar manfaatnya terhadap pasien saat
dihadapkan pada situasi dilema etik (Cherry & Jacob, 2014). Pendekatan ini
juga terkadang diinterpretasikan sebagai “the end justifies the means” atau
pada akhirnya menghalalkan atau membenarkan segala cara. Misalnya,
euthanasia merupakan pilihan yang dapat diterima karena tindakan
tersebut dapat menurunkan atau meringankan penderitaan pasien
(Zerwekh & Garneau, 2014).

b) Teori Berdasarkan Prinsip (Pendekatan Deontologi)


Prinsip utama dari pendekatan ini adalah moralitas dari suatu tindakan
ditentukan bukan dari konsekuensinya atau tercapainya tujuan dari
tindakan yang dilakukan melainkan apakah tindakan tersebut dilakukan
berdasarkan kejujuran atau kebaikan dengan menekankan hak individu,
tugas dan kewajiban (Berman & Snyder, 2014).
Penganjur teori deontologis yang terkenal adalah Immanuel (1724-
1804). Ia mengatakan bahwa kewajiban seseorang untuk berbuat baik
dapat dijelaskan secara rasional dan tidak harus bersifat dogmatis. Secara
teoritis aliran deontologis akan mencari baik buruknya suatu perbuatan
pada perbuatuan itu sendiri. Seseorang mungkin merasa bahwa ia telah
mengikuti petunjuk yang benar tentang bagaimana bertindak dalam
berbagai situasi. Benar atau salah berdasarkan pada kewajiban seseorang
untuk bertindak, bukan pada konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan
(Indar, 2017). Sebagai contoh aborsi dan euthanasia merupakan tindakan
yang tidak dapat diterima karena kedua hal tersebut melanggar tugas atau
kewajiban kita untuk menghormati kehidupan dan berbohong juga
merupakan hal yang tidak dapat diterima karena melanggar tugas kita
untuk mengatakan kebenaran (Zerwekh & Garneau, 2014).

4. Prinsip-prinsip Etik / Moral

Pada dasarnya profesi keperawatan memerlukan pemahaman tentang etika


dalam melaksanakan praktik keperawatan. Oleh karena itu prinsip-prinsip etika
keperawatan harus diterapkan, diantaranya (Indar, 2017) :
a. Autonomy
Autonomy adalah hak pasien untuk menetapkan atau mengambil
keputusan atas dirinya sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar. Secara
umum dapat dikatakan bahwa setiap pribadi manusia mempunyai “otonomi
moral”, yang artinya ia mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan
sendiri tindakan-tindakannya dan mempertanggung jawabkannya di
hadapan Tuhan. Sama halnya dalam pelayanan kesehatan menghormati
autonomy pasien mengacu pada komitmen untuk mengikutsertakan pasien
dalam mengambil sebuah keputusan mengenai semua aspek perawatan
sebagai cara untuk melindungi kebebasan pasien (Indar, 2017). Sebagai
contoh: ketika pasien hendak dioperasi dokter bedah memiliki kewajiban
untuk meninjau dan menjelaskan prosedur bedah, termasuk risiko-risiko
yang mungkin terjadi dan manfaat dari tindakan pembedahan. Selanjutnya
pasien akan diberikan surat persetujuan tindakan pembedahan dan pasien
diberikan kesempatan untuk membaca dan kemudian menandatanganinya
apabila pasien bersedia untuk dioperasi (Potter et al., 2013).

b. Beneficience
Beneficence merupakan kewajiban perawat untuk berbuat baik kepada
pasien. Sebagai contoh, kita dapat menggunakan prinsip ini ketika
memutuskan intervensi keperawatan apa yang seharusnya disediakan
untuk pasien yang sekarat, ketika beberapa dari intervensi tersebut dapat
menyebabkan rasa sakit. Dalam usaha untuk memperpanjang hidup,
sesuatu yang menyakitkan dapat terjadi (Zerwekh & Garneau, 2014).
Untuk membuat kebaikan diperlukan juga ketertarikan perawat
terhadap pasien melebihi ketertarikan perawat terhadap dirinya sendiri.
Contohnya, pasien anak mau minum obat dalam bentuk tablet bila
dihaluskan terlebih dulu kemudian dicampur dengan makanan yang dia
sukai, walaupun sebenarnya perawat tahu bahwa anak tersebut dapat
menelan obat tablet. Dalam prinsip beneficence ini perawat dituntut untuk
memberikan kebaikan yaitu dengan mengikuti kemauan anak tersebut,
meskipun perawat dalam keadaan sibuk (Potter & Perry, 2009).

c. Nonmaleficence
Prinsip yang menegaskan semua tindakan tidak menimbulkan bahaya
atau perlukaan baik fisik maupun emosional sepertinya tidak menimbulkan
nyeri atau sakit atau menimbulkan perasaan marah, terisolasi dan merasa
tidak berbahaya pada pasien. Dalam praktek nonmaleficence bermakna
tidak melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan apapun/ kerugian
kepada orang lain. Tindakan yang professional harus mencegah tindakan
yang dapat merugikan pasien (Indar, 2017).

d. Fidelity
Fidelity merupakan kewajiban atau tugas untuk setia pada komitmen.
Prinsip ini menegaskan perlunya komitmen tenaga kesehatan terutama
perawat harus menjaga informasi rahasia pasien, menjaga privasi pasien
dan menjaga kepercayaan pasien. Misalnya, menjaga kerahasiaan pasien
yang positif terdiagnosis HIV (Zerwekh & Garneau, 2014).

e. Justice
Prinsip berlaku adil (justice) merupakan kewajiban untuk
memperlakukan semua pasien secara adil, tanpa memperhatikan usia,
status sosial ekonomi, suku, agama, ras dan antar golongan. Dalam
mengambil sebuah keputusan perawat sering dihadapkan dengan situasi
dimana prinsip justice harus diberlakukan. Prinsip Who comes first, will be
serve first harus diterapkan. Pasien yang datang duluan akan dilayani
duluan, kecuali terjadi gawat darurat misalnya maka prinsip ini tidak berlaku
(Indar, 2017).
f. Veracity
Veracity merupakan kewajiban untuk mengatakan kebenaran. Prinsip
veracity dapat menjadi suatu masalah ketika pasien yang didiagnosis
kanker bertanya kepada perawat “Apakah saya menderita kanker?”
sedangkan keluarganya meminta untuk tidak memberitahukan kepada
pasien bahwa ia menderita kanker karena mereka mempercayai bahwa
berita buruk dapat menghapus semua harapan pasien (Zerwekh &
Garneau, 2014).

g. Privacy
Prinsip ini menekankan tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya
tidak sampai menyinggung perasaan pribadi dari pada pasien itu sendiri,
demikian halnya pasien menerima semua bentuk perawatan tanpa
melakukan suatu perbuatan yang sensitive dan menyentuh persoalan
pribadi dari tenaga kesehatan manapun (Indar, 2017).

5. Kode Etik Keperawatan


Kode etik merupakan standar yang akan menjadi pedoman bagi perawat
dalam melakukan tindakan atau praktek keperawatan professional. Dengan
kode etik perawat dapat bertindak sesuai hukum atau aspek legal perawat yang
dapat membantu perawat ketika mengalami masalah yang tidak adil. Kode etik
juga memberikan pemahaman kepada perawat untuk melakukan tindakan
sesuai etika dan moral serta akan menghindarkan dari tindakan kelalaian yang
akan menyebabkan klien tidak nyaman atau bahkan menyebabkan nyawa klien
terancam.
Beberapa ketentuan dalam kode etik yang ada di Indonesia yang harus dimiliki
oleh seorang perawat professional, yaitu (Indar, 2017) ;
a. Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat
b. Tanggung jawab terhadap sesame perawat dan profesi kesehatan lainnya
c. Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan
d. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan Negara.
B. Konsep dasar Tentang Bioethical
Bioetik merupakan bagian dari etika yang dipergunakan untuk kehidupan dan
kesehatan manusia termasuk keperawatan. Bioetik adalah suatu bidang antar
disiplin dalam organisasi pelayanan kesehatan yang telah dikembangkan sejalan
dengan berkembangnya ilmu kedokteran modern, khususnya dengan
pengembangan hemodialysis, transplantasi organ, pergantian kelamin atau
transgender, donor inseminasi, bayi tabung, ibu pengganti (sewa rahim) dan lain-
lain (Berman & Snyder, 2014).
Bioetika pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Jahr pada tahun 1927 yang
diharapkan mampu memberi sumbangsih dalam diskusi penelitian biologi
kontemporer yang melibatkan hewan. Pada awal 1960-an bioetik mulai
berkembang karena pada saat itu telah banyak bermunculan tekhnologi medis
sebagai jalan untuk memperpanjang atau meningkatkan kualitas hidup manusia.
Dilema yang berkaitan dengan perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan
prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan merupakan fokus
utama dari bioetik.
Dilema yang dialami oleh profesi kesehatan seperti dokter, perawat, pekerja
sosial, psikiater, pendeta, filsuf, teolog, peneliti dan para pembuat keputusan
bergabung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan etik, pertanyaan-pertanyaan
yang sukar dan pertanyaan benar versus salah. Mereka akan menghadapi situasi
yang membingungkan dimana tidak ada kepastian tentang mana yang benar dan
mana yang salah. Setiap spesialisasi dalam pelayanan kesehatan memiliki
pertanyaan sendiri yaitu tentang hidup dan mati, kualitas hidup, gaya hidup, hak
untuk memutuskan, surat persetujuan, kerahasiaan medis dan masalah
pengobatan alternatif yang terus dipakai dalam setiap bidang pelayanan kesehatan
mulai dari perawatan ibu dan anak hingga perawatan lanjut usia, dari episode
perawatan akut hingga perawatan intensif/perawatan yang sangat khusus (Cherry &
Jacob, 2014).
1. Isu terkait Etik dan Bioetik
Aborsi
Angka aborsi alias pengguguran kandungan di dunia masih tergolong
tinggi. Sebuah studi oleh WHO (badan kesehatan PBB) dan Guttmacher
Institute memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 56 juta tindakan aborsi di
seluruh dunia pada 2010-2014 (Who, 2019). Frekuenso terjadinya aborsi di
Indonesia sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat
sering terjadi tanpa dulaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu
perawatan di rumah sakit. Akan tetapi berdasarkan data dari BKKBN ada
sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia, yang
artinya ada sekitar 2 juta nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji
tanpa banyak yang tahu (Statistik Aborsi,2019).
Aborsi merupakan suatu proses yang dapat diartikan sebagai penghentian
kehamilan secara spontan ataupun rekayasa. Pihak yang mendukung
menyatakan bahwa aborsi adalah menghentikan kehamilan yang tidak
diinginkan, sedangkan pihak yang anti aborsi mengartikan sebagai pembunuhan
manusia yang tak bersalah (Suhaemi, 2004). Bagaimana masalah aborsi
mempengaruhi bidang keperawatan? Dalam hal ini perawat dapat terlibat baik
sebagai individu maupun sebagai professional. Berikut ini beberapa pedoman
umum yang dapat menjadi bahan pertimbangan terkait masalah aborsi, yakni
pertimbangan terhadap nilai-nilai dan keyakinan serta bagaimana anda dapat
menerapkan dengan baik nilai-nilai tersebut dalam pekerjaan (Zerwekh &
Garneau, 2014) .
Jika perawat memilih untuk bekerja di tempat dimana tindakan aborsi ini
dilakukan, lihat kembali kode etik keperawatan American Nursing Association
pasal 1 yang menyatakan: perawat dalam hubungannya dengan semua profesi
melaksanakan praktik dengan rasa belas kasih dan menghormati martabat, nilai
dan keunikan dari setiap individu, tanpa dibatasi pertimbangan status sosial
ekonomi, jabatan atau masalah-masalah kesehatan (American Nurses
Association, 2015).
Pernyataan ini menguraikan tanggung jawab perawat untuk merawat semua
pasien. Jika tindakan aborsi atau menjadi asisten saat tindakan aborsi dilakukan
tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip anda (perawat), anda seharusnya
mencari tempat kerja yang lain yang tidak melegalkan tindakan aborsi. Jika anda
tidak dapat memberikan perawatan kepada pasien dalam hal ini pasien yang
melakukan aborsi, anda dapat meminta orang lain untuk melakukannya. Dalam
situasi ini, anda tidak mengorbankan nilai dan prinsip yang anda yakini, tapi anda
telah mengabaikan kode etik ANA yakni meninggalkan pasien atau memaksakan
nilai-nilai anda kepada pasien. Beberapa rumah sakit di Amerika
mengembangkan pendekatan terhadap hati nurani/suara hati yang memberikan
perlindungan bagi rumah sakit dan perawat yang berpartisipasi dalam aborsi
(Zerwekh & Garneau, 2014).
Di Indonesia, aturan tentang aborsi diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor
61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yaitu pada bab IV yang
menyatakan bahwa tindakan aborsi dilarang kecuali terdapat indikasi
kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan (usia kehamilan paling lama
40 hari yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir) (Peraturan Pemerintah
Nomor 61, 2014).

2. Model Pengambilan Keputusan Etik

Menurut Cherry & Jacob (2014) prosedur pengambilan keputusan etik antara
lain:
a. Mengidentifikasi masalah-masalah etika
Pada tahap pertama diperlukan upaya untuk mengetahui fakta-fakta
ilmiah dan situasi yang terjadi terkait perasaan, emosi, sikap dan opini.
Seorang perawat harus berusaha untuk memahami nilai-nilai yang melekat
pada situasi tersebut. Mencoba untuk memahami secara menyeluruh tentang
situasi yang terjadi adalah suatu proses yang memakan waktu dan melibatkan
berbagai pandangan yang berbeda, namun hal tersebut sangat penting untuk
memahami sepenuhnya masalah yang terjadi sebelum lanjut ke prosedur
penilaian. Wright (1987) dalam Cherry & Jacob (2014) menyimpulkan
beberapa pertanyaan penting yang harus dibahas dalam tahap ini yaitu:
 Apa yang menjadi masalahnya?
 Apakah ada masalah-masalah yang tersembunyi?
 Apa sebenarnya kompleksitas atau kerumitan dari masalah ini?
 Apakah ada sesuatu yang diabaikan?

b. Mengidentifikasi dan menganalisis alternatif-alternatif yang tersedia untuk


pengambilan keputusan
Tahap kedua merupakan tahap penting yang harus diikuti. Karena
tindakan atau keputusan yang akan diambil berdasarkan sistem nilai personal
perawat. Pada tahap ini, penting untuk membuat daftar semua tindakan yang
mungkin untuk situasi tertentu, bahkan tindakan yang terlihat sangat tidak
mungkin. Wright (1987) dikutip dalam Cherry & Jacob (2014) membuat
beberapa pertanyaan yakni:
 Apakah alternatif / kemungkinan untuk suatu tindakan adalah masuk akal?
Dan bagaimana pihak-pihak yang akan terkena dampaknya (pasien,
keluarga, dokter dan perawat) ingin menyelesaikan masalah tersebut?
 Prinsip-prinsip etika apa yang dibutuhkan untuk setiap alternatif?
 Asumsi apa yang diperlukan untuk setiap alternatif dan apakah ada
implikasinya untuk langkah ke depan?

c. Memilih salah satu dari alternatif tersebut


Setelah mengidentifikasi masalah dan menganalisis semua alternatif yang
mungkin, pembuat keputusan harus berupaya untuk memilih salah satu dari
alternatif-alternatif yang ada dengan merefleksikan kembali teori etika serta
mengidentifikasi prinsip-prinsip etika pada setiap alternative.

d. Membenarkan atau memberikan alasan terhadap alternatif yang dipilih


Tahap ini sangat penting bagi perawat untuk meningkatkan pemikiran etis
dan melakukan penilaian yang baik terhadap keputusan yang diambil. Perawat
sebagai pembuat keputusan harus dapat menjelaskan pemikirannya tentang
proses pertimbangan yang digunakan dalam mengambil keputusan dengan
memberikan argumen yang sistematis dan logis karena hal tersebut
memperlihatkan bahwa resolusi atau pemecahan masalah yang dipilih adalah
benar.

C. Legal Issue in Nursing dan Health Care


1. Sumber Hukum
Secara resmi pedoman hukum bagi perawat yaitu dari hukum umum, hukum
peraturan dan hukum perundang-undangan.
a) Hukum umum (common law)
Common Law merupakan hukum yang dikembangkan dari putusan
pengadilan sering ditemukan pada kasus hukum perorangan yang
diputuskan di ruang pengadilan. Contohnya, informed consent dan hak
pasien menolak pengobatan. Pada praktiknya, perawat dapat berhadapan
langsung dengan hukum umum bila terlibat dalam malpraktik (Potter & Perry,
2009). Dalam memutuskan kontroversi khusus, ada sebuah doktrin yang
ditaati oleh pengadilan yaitu stare decisis, yakni “mematuhi putusan yang
telah ditetapkan” atau “mencontoh kasus sebelumnya”. Maksudnya disini
adalah pengadilan mengambil keputusan sesuai dengan aturan atau prinsip
yang digunakan pada kasus yang sama sebelumnya (Kozier et al., 2011).

b) Hukum peraturan (regulatory law)


Biasa juga disebut dengan hukum administratif (administrative law)
merupakan hukum yang dipakai untuk mengesahkan aturan-aturan, dan
dalam mengambil keputusan dilakukan oleh badan administratif, misalnya
State Boards of Nursing. Contoh regulatory law yaitu bila terjadi kelalaian
dalam melakukan tindakan keperawatan atau tidak kompeten saat
melakukan tindakan keperawatan, kita berkewajiban untuk melaporkan
tindakan tersebut ke State Boards of Nursing (Potter & Perry, 2009).
c) Hukum perundang-undangan (statutory law)
 Emergency Medical Treatment and Active Labor Act (EMTALA) Law
(COBRA, 42 USC 139dd)
Hukum ini ditetapkan pada tahun 1986 yang sering disebut undang-
undang “anti dumping” diberlakukan sebagai larangan penolakan
perawatan bagi pasien miskin dan tidak memiliki asuransi yang
membutuhkan bantuan medis di UGD (Moy, 2012). Undang-undang ini
mengatur larangan memindahkan pasien yang tidak stabil, seperti pasien
persalinan dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas lainnya.
 American with Disabilities Act (Public No. 101-336, 42U.S.C. Section
12101),
Peraturan ini ditetapkan pada tahun 1990, merupakan undang-
undang hak sipil yang dipakai secara luas dan mengakhiri deskriminasi
terhadap orang yang memenuhi syarat cacat dan memiliki hak yang
sama dengan pasien yang tidak memiliki kecacatan. Sebagai contoh
rumah sakit harus menyediakan penerjemah dan khusus jenis peralatan
yang dibutuhkan untuk memudahkan perawat berkomunikasi ketika ada
pasien dengan cacat fisik atau hambatan bahasa (Cherry & Jacob,
2014).
 Patient Self-Determination Act : Omnibus Budget Reconciliation Act
(Public Law No. 101-508, Section 4206 and 4751)
Undang-undang ini ditetapkan pada tahun 1990 yang medukung
individu dalam mengekspresikan pendapat mereka tentang perawatan
medis dan pengambilan keputusan tentang akhir hidup perawatan
mereka. Hak pasien dalam pengambilan keputusan termasuk hak untuk
berpartisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan mereka sendiri,
menerima atau menolak perawatn medis, membuat arahan perawatan
mereka selanjutnya, termasuk dalam perawatn kolaborasi dengan dokter
dalam tindakan DNR (Do Not Resusitation) (Cherry & Jacob, 2014).
 Health Insurance Portability And Accountability Act (Public Law No. 104-
191)
Hukum ini mulai ditetapkan pada tahun 1996 dengan maksud dari
hukum ini adalah untuk memastikan kerahasiaan informasi kesehatan
pasien. Untuk menjaga kerahasiaan informasi kesehatan pasien semua
perawat harus memiliki pemahanan dasar mengenai hukum federal ini.
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin
bertambahnya jumlah perawat menggunakan media sosial seperti blog,
situs sosial, video, chat dan forum lainnya merupakan ancaman untuk
privasi pasien. Dan melalui hukum ini perawat yang melakukan publikasi
sosial dengan sengaja atau tidak akan dilakukan pencabutan dan
penangguhan lisensi perawat (Cherry & Jacob, 2014).
 Uniform Anatomical Girft Act
Sesorang yang berusia setidaknya 18 tahun berhak melakukan
donasi organ (di defenisikan sebagai donasi seluruh atau sebagian tubuh
manusia setelah kematian). Donor harus menuliskan pemberian ijin
tersebut beserta tandatangan mereka. National Organ Tranplant Act
tahun 1984 melarang transaksi jual beli organ, peraturan ini untuk
melindungi rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan yang
melakukan sesuai peraturan ini (Potter & Perry, 2010).
 Reistraints
Peraturan Federal Nursing Home Reform Act tahun 1987,
memberikan kebebasan bagi panti jompo untuk melakukan reistrants
pada tiap pelayanan. The Joint Commission (TJC) tahun 2006 memuat
pedoman pelaksanaan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
kesehatan dapat melakukan reistrants hanya jika bertujuan menjamin
keselamatan fisik pasien, jika intervensi yang kurang restriktif tidak
berjalan dengan baik dan jika ada perintah tertulis dari dokter atau
penyedia pelayanan. Reistraint yang melanggar aturan dan
menyebabkan cedera pada pasein merupakan suatu tindakan kekerasan
(abuse) (Potter & Perry, 2010).
Hukum pidana dan perdata juga merupakan statutory law. Hukum pidana
(criminals law) merupakan hukum bagi tindak kejahatan di masyarakat dan
menghukum siapa saja yang melakukan tindakan kriminal (Black, 2004 dalam
Potter & Perry, 2009). Pada umumnya perawat sering diperhadapkan dengan
hukum perdata (tort) (Helm, 2006).
Terdapat dua tipe dari tort yaitu kesalahan yang tidak disengaja dan
kesalahan yang disengaja. Ada dua macam kesalahan yang tidak disengaja
yang umumnya terjadi yaitu negligence (kelalaian) dan malpraktik. Negligence
(kelalaian) didefinisikan sebagai kegagalan seseorang dalam melakukan
tindakan keperawatan dimana kegagalan tersebut tidak terjadi bila dilakukan
dengan bijaksana dan hati-hati dalam situasi yang sama (Griffith and Tengnah,
2008 dalam Potter & Perry, 2009). Klaim terhadap kelalaian dikeluarkan apabila
seseorang tidak melakukan kewajibannya terhadap orang lain sehingga
mengakibatkan cedera. Malpraktik diartikan sebagai pelanggaran pada tugas
atau kewajiban profesional dalam hal ini kegagalan dalam menerapkan
keterampilan dan pengetahuan professional lain dalam kondisi yang sama atau
kegagalan dalam memenuhi standar perawatan (Helm, 2006).
Hukum perdata melindungi hak pribadi seseorang dalam suatu komunitas
dan menciptakan suasana yang adil dalam komunitas (Black, 2004 dalam Potter
& Perry, 2009). Hukum perdata merupakan hukum bagi tindak kejahatan
terhadap seseorang dan hak miliknya. Hukuman yang diperoleh bagi mereka
yang melanggar hukum perdata berupa pembayaran denda, bukan hukuman
penjara (Potter & Perry, 2009).
Tindakan pidana dibagi menjadi dua bagian: pelanggaran dan kejahatan.
Pelanggaran (misdemeanor) merupakan aksi kriminal yang ringan dimana
pelakunya mendapatkan hukuman yang ringan / dipenjara kurang dari 1 tahun
(Potter & Perry, 2009). Contoh pelanggaran kriminal ringan yaitu: praktik ilegal
dalam pengobatan tidak melaporkan bila terjadi kekerasan pada anak,
memalsukan rekam medis pasien secara bersama-sama melakukan kekerasan
fisik pada pasien (Cherry & Jacob, 2014). Kejahatan (felony) merupakan aksi
kriminal yang berat dimana pelakunya dipenjara lebih dari satu tahun atau
sampai dihukum mati. Contoh aksi kriminal perawat yaitu penyalahgunaan obat-
obatan terlarang (Potter & Perry, 2009).

2. Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan


a. Informed Consent
Informed Consent merupakan persetujuan klien yang akan dilakukan
suatu tindakan dimana sebelum tindakan tersebut dilakukan klien telah
mendapatkan informasi dan penjelasan yang benar terkait keuntungan dan
risiko yang mungkin dapat terjadi, alternatif pengobatan dari tindakan tersebut,
komplikasi dan prognosisnya bila tindakan tersebut tidak ditangani oleh
petugas kesehatan. Klien diberikan formulir dari penyedia layanan kesehatan
untuk ditandatangani. Formulir tersebut yang dinamakan catatan informed
consent (Kozier et al., 2011). Jika pasien mengalami penurunan kesadaran
perawat harus memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang secara
hukum sesuai yang ditunjuk oleh pasien (UU No. 36 RI, 2014). Pada kondisi
darurat yang tidak memungkinkan pengambilan keputusan, perawat dapat
melakukan prosedur demi kepentingan penyelamatan jiwa.
Ada 2 macam persetujuan yaitu persetujuan langsung dan tidak langsung.
Persetujuan langsung berupa lisan atau tulisan. Tindakan invasif atau tindakan
yang memiliki risiko tinggi biasanya menggunakan persetujuan tertulis.
Sedangkan persetujuan tidak langsung yaitu persetujuan yang diungkapkan
secara non verbal oleh klien. Misalnya, klien kooperatif saat dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital (Kozier et al., 2011).
Terdapat 3 elemen penting dalam informed consent, yakni: persetujuan
harus diberikan oleh klien yang dinilai dapat memahami penjelasan yang
diberikan, persetujuan harus diberikan oleh klien sendiri tanpa ada paksaan
dari orang lain, dan informasi yang diberikan kepada klien harus jelas
sehingga klien dapat mengambil keputusan akhir yang terbaik bagi dirinya
(Kozier et al., 2011).
b. Delegasi
National Council of State Board of Nursing (1995) dikutip dalam Kozier
(2011, p. 73) mendefinisikan delegasi sebagai “menyerahkan kewenangan
kepada individu yang kompeten untuk melakukan tugas keperawatan tertentu
dalam situasi tertentu.” Perawat dapat mendelegasikan suatu tugas kepada
staf bantu yang belum memiliki lisensi (unlicensed assistive personnel/UAP)
tapi sudah kompeten, sehingga membantu perawat dalam melaksanakan
tugas di lingkup praktik keperawatan. Walaupun demikian, segala sesuatunya
tetap menjadi tanggung jawab perawat yang memberi delegasi (Fisher, 2000
dalam Kozier et al., 2011).

c. Kekerasan, Penganiayaan, dan Pengabaian


Kekerasan yang dimaksudkan di sini adalah kekerasan terhadap anak,
kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan seksual dan penganiayaan
terhadap lansia. Sedangkan pengabaian yaitu perawat tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
secara komprehensif untuk meningkatkan kesehatan. Perawat dalam
tugasnya sering berhadapan dengan pasien yang mengalami tindak
kekerasan. Dalam hal ini perawat biasa disebut dengan “pelapor yang diberi
mandat”. Apabila perawat menemukan tanda-tanda tindak kekerasan terhadap
pasien, maka perawat harus segera memberitahu pihak yang berwenang
(Kozier et al., 2011).

d. Americans with Disabilities Act


Americans with Disabilities Act/ADA (1990) merupakan undang-undang yang
melindungi hak orang cacat. Dalam kasus Bragdon v Abboth di tahun 1998
yang diputuskan oleh Mahkamah Agung Amerika menyatakan bahwa HIV
yang tanpa gejala dapat menjadi penyebab kecacatan seperti yang dimaksud
dalam ADA. ADA melindungi hak mereka yang menderita HIV dan juga
melindungi mereka yang bekerja dalam bidang pelayanan kesehatan dari
risiko kecacatan, misalnya infeksi HIV (Potter & Perry, 2009). Perawat dapat
memberikan penyuluhan kesehatan kepada mereka yang tunadaya tentang
cara menggunakan fasilitas umum seperti transportasi dan cara memakai alat
telekomunikasi bagi mereka yang mengalami masalah pendengaran dan
bicara. Selain itu, pihak penyedia jasa tidak boleh menolak untuk memberikan
pekerjaan kepada perawat tunadaya yang kompeten, memenuhi persyaratan,
dan dapat melaksanakan fungsi penting dalam posisi yang diberikan (Kozier et
al., 2011).

e. Zat Tercatat
Menyebarkan dan menggunakan zat-zat tercatat, misalnya halusinogen,
narkotik, stimulant dan depresan diatur dalam hukum di Amerika Serikat.
Perawat yang menyalahgunakan zat-zat ini dapat dijerat hukum pidana
(Kozier et al., 2011).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika memberi keputusan tentang tindakan yang diharapkan benar, tepat atau
bermoral. Etika keperawatan merupakan aturan atau prinsip yang menentukan
apakah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam hubungannya dengan
pasien, anggota keluarga pasien maupun dengan penyedia layanan kesehatan
lainnya adalah benar atau salah. Dalam melaksanakan praktik keperawatan,
perawat harus berpegang pada nilai-nilai praktik professional.
Keperawatan sebagai suatu pelayanan professional bertujuan untuk
tercapainya kesejahteraan manusia, dimana perawat mempunyai kontrak sosial
dengan masyarakat. Ini artinya masyarakat mempunyai kepercayaan terhadap
perawat untuk terus-menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan yang
diberikan. Untuk itu perawat harus dibekali dengan ilmu pengetahuan, metodologi,
etika dank ode etik keperawatan.
sBioetik merupakan bagian dari etika yang sering digunakan untuk kehidupan
dan kesehatan manusia. Isu-isu terkait bioetik dan etik sering menimbulkan dilema
walaupun isu-isu tertentu tidak dilakukan secara langsung oleh perawat namun
perawat juga terlibat di dalamnya. Isu-isu bioetik dan etik yang sekarang masih
terus menjadi perdebatan salah satunya adalah aborsi. Ketika perawat dihadapkan
dengan isu terkait etik dan bioetik, perawat juga berhadapan dengan hukum. Dalam
menghadapi dilema perawat harus mengambil sebuah keputusan terbaik untuk
pasien dan perlu memahami aspek-aspek legal terkait dengan tugas dan
perannya.

B. Saran
Sebagai perawat kita di harapkan selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnology terkini agar mampu menerapkan nilai etik moral dalam
profesi keperawatan. Dengan demikian perawat profesional akan mengambil
keputusan dengan bijaksana sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada masyarakat berkualitas dan tidak ada pihak yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary Nursing: Issues, Trends, &
Management (6th ed.). United States of America: Elsevier Mosby.

Helm, A. (2006). Malpraktik Keperawatan: Menghindari Masalah Hukum. Jakarta: EGC.

Indar. (2017). Etikolegal Dalam Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik (7th ed.). Jakarta: EGC.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 (2014). Republik Indonesia. Diakses tanggal 21


April,2019 melalui website:http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PP%20
No.%2061%20Th%202014%20ttg%20Kesehatan%20Reproduksi.pdf
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing, Fundamental
Keperawatan (7th ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of
Nursing (8th ed.). United States of America: Elsevier Mosby.

Statistic aborsi (2019). Diakses tanggal 21 april, 2019 melalui website


https://www.aborsi.org/statistik.htm

Suhaemi, M. E. (2004). Etika Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.


Tempo.co online (2019). WHO: Tiap Tahun, 56 Juta Janin Digugurkan diakses tgl 21
April, 2019 melalui website :https://gaya.tempo.co/read/770548/who-tiap-tahun-
56-juta-janin-digugurkan/full&view=ok

Zerwekh, J., & Garneau, A. Z. (2014). Nursing Today: transition and trends (7th ed.).
United States of America: Elsevier Saunders.

Utami, N. W. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta Selatan:


Pusdik SDM Kesehtan.

Anda mungkin juga menyukai