Pembimbing :
Penyusun :
Jessica Tobing
030.13.093
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Neurobehavior dan
Deficit Memori: Amnesia pasca trauma, Demensia” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Saraf. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada dr. Wisnu
Aji Aribowo., Sp.S
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak lepas dari segala
keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan
Tegal, 2019
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF
Tegal, 2019
Koorpanit
3
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 5
1.1 Latarbelakang ..................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................ 7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 7
Amnesia Pasca Trauma
2.1 Definisi dan Deskripsi..........................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 patofisiologi post traumatic amnesia ..................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Klasifikasi post traumatic amnesia ......................................Error! Bookmark not defined.
2.4 gejala klinis post traumatic amnesia ....................................Error! Bookmark not defined.
2.5 Instrumen pemeriksaan post traumatic amnesia ..................Error! Bookmark not defined.
2.6 Prognosis post traumatic amnesia ........................................Error! Bookmark not defined.
2.7 Penatalaksanaan post traumatic amnesia .............................Error! Bookmark not defined.
2.8 Epidemiologi post traumatic amnesia ..................................Error! Bookmark not defined.
2.9 Etiologi post traumatic amnesia ..........................................Error! Bookmark not defined.
3.0 Diagnosis post traumatic amnesia .......................................Error! Bookmark not defined.
Demensia
3.1 Definisi demensia ................................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Epidemiologi demensia ........................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Klasifikasi ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Etiologi ................................................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Gambaran klinis ...................................................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Diagnosis .............................................................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Penatakaksanaan .................................................................Error! Bookmark not defined.
3.8 Prognosis…………………………………………………………………………………39
BAB III......................................................................................................................................... 35
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 35
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 36
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Dalam Pengertian secara umum, amnesia didefinisikan sebagai kegagalan memori. Dalam
bidang klinis, istilah ini digunakan secara lebih berhati-hati, didefinisikan sebagai
ketidakmampuan mengumpulkan kembali informasi dalam bentuk verbal, walaupun kemampuan
berbicara terjaga.
Amnesia pasca trauma cenderung menjadi indikator cedera otak trauma tertutup dan
elemen penting keadaan fungsional.Semakin lama periode amnesia pasca trauma semakin buruk
cedera otak trauma tertutup dan semakin buruk keadaan fungsionalnya.(2) Amnesia anterogade
karakteristik utama dari Amnesia paska trauma dan kadang-kadang digunakan sebagai sinonim.
Dengan kata lain, Amnesia pasca trauma merupakan keadaan subakut yang mengikuti trauma
kepala tertutup dapat termasuk sebelumnya deskripsi perubahan perilaku seperti pada amnesia
retrogad.Selanjutnya amnesia pasca trauma secara khusus mengeidetifikasi pada memori
deklaratif yang digunakan untuk mengingat fakta dan peristiwa atau pengetahuan.(7)
Penuaan adalah suatu proses biologis, meskipun para ahli biologis belum menemukan
kesimpulan untuk menjelaskan karakteristik umum dari penuaan.8 Tahap usia tua akan dialami
oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis dan sosial yang terjadi. Di sisi lain kondisi fisik dan
psikis setiap orang lanjut usia akan berbeda.9 Proses penuaan otak abnormal merupakan bagian
dari proses degenerasi pada seluruh organ tubuh. Hal ini akan menimbulkan berbagai gangguan
neuropsikologis, dan masalah yang terbesar adalah demensia.
Menurut World Health organization (WHO), demensia adalah sindroma klinis yang
meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
5
disfungsi hidup sehari-hari.10 Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan
(middle age) : 45-69 tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) : lebih dari 90 tahun. Demensia merupakan penyakit endemik di Indonesia,
banyak sekali kasus demensia sekarang ini. Prevalensi demensia diperkirakan sekitar 15% pada
penduduk berusia lebih dari 65 tahun.11
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformitas jaringan. Kerusakan ini dapat
bersifat fokal atau difus. Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai
komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemik,
pembengkakan otak, peningkatan TIK.
Cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan derajat kesadarannya serta berdasarkan
klinis. Berdasarkan derajat kesadaran, cedera kepala dibagi menjadi
Cedera kepala ringan, ditandai dengan:
o GCS>13
o Tidak didapatkan kelainan pada CT scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
o Tidak ada hilang kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o Keluhan pusing, sakit kepala, muntah, amnesia retrograde dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
Cedera kepala sedang, ditandai dengan:
o GCS 9-13
o Ditemukan kelainan pada CT Scan otak
o Kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit
o Keluhan sakit kepala, muntah, kejang, dan amnesia retrograd. Pemeriksaan
neurologis didapatkan kelumpuhan saraf dan anggota gerak.
o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
Cedera kepala berat
o GCS<9
o Terjadi penurunan kesadaran secara progresif
o Gejalanya serupa dengan cedera kepala sedang hanya dalam tingkat yang
lebih berat
8
o Penderita tidak sadar sejenak , kurang lebih 10 menit
o Wajah pucat
o Kadang disertai dengan muntah
o Tidak ada Post traumatic amnesia
Kontusio serebri (Memar otak)
Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis yang
menimbulkan lesi perdarahan interstisial nyata pada jaringan otak tanpa
terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis
yang menetap.
2.1.4 Post Traumatic Amnesia
PTA (Post traumatic amnesia) adalah salah satu gangguan memori yang biasanya
disebabkan oleh pasca trauma kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis
ringan atau sedang, pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa terapi
spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami sequele setelah periode ini,
yang mengganggu pekerjaan atau aktivitas sosial. PTA dipertimbangkan sebagai suatu
marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis dan sebagai suatu prediktor
outcome yang berguna.
Post traumatic amnesia didefinisikan oleh Russel dan Smith sebagai periode
setelah trauma kapitis di mana informasi tentang kejadian yang berlangsung tidak
tersimpan. Russel dan Smith kemudian memperhalus konsep PTA untuk memfokuskan
pada gangguan penyimpanan informasi kejadian yang berlangsung. Russel dan Smith telah
membuat suatu taksonomi keparahan trauma kapitis berdasarkan PTA sebagai berikut :
- Trauma kapitis ringan jika PTA kurang dari 1 jam
- Trauma kapitis sedang jika PTA antara 1 sampai 24 jam
- Trauma kapitis berat jika PTA 1 sampai 7 hari
- Trauma kapitis sangat berat jika PTA lebih dari 7 hari
Pada keadaan akut trauma kapitis maka gangguan memori mempunyai peranan
penting. Amnesia post trauma kapitis dapat meliputi kejadian sebelum trauma (retrograde
amnesia) atau setelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya amnesia dapat digunakan
9
sebagi patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Pasien umumnya hanya terganggu
memorinya tanpa kehilangan fungsi yang lainnya.
Dalam istilah neuropsikiologi kognitif, PTA adalah suatau gangguan pada memori
episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi
kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial yang spesifik. Akan tetapi, fase
penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga dikarakteristikkan oleh gangguan
atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari mulai letargi sampai agitasi.
Post traumatic amnesia adalah suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan oleh
disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian dari hari ke hari, ilusi, dan salah
dalam mengenali keluarga, teman, ataupun staf medis.
2.2 PATOFISIOLOGI POST TRAUMATIC AMNESIA
Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap MRI
terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding dengan
diencephalic. Memori dan new learning dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi
subkortikal, hippocampal formation ( gyrus dentatus, hipokampus, gyrus
parahippocampal), dan diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent
mideline nuclei of thalamus. Sebagai tambahan, lesi pada lobus frontalis juga dapat
menyebabkan perubahan pada behaviour, termasuk iritabilitas, aggresiveness, dan
hilangnya inhibisi dan judgement. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan
lobus frontalis kanan pada atensi.
Trauma kapitis dapat bersifat primer ataupun sekunder. Cedera primer dihasilkan
oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena
pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak.
Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera otak adalah shearing yang berupa
tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap otak segera setalah trauma kapitis. Jika
tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson menjadi lebih banyak, durasi
hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan penyembuhan melambat. Dalam praktek,
gambaran klinisnya adalah koma yang diikuti oleh PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan
trauma kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA.
10
2.3 KLASIFIKASI POST TRAUMATIC AMNESIA
Post Traumatic Amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah
retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan
secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat
sebelum trauma kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara
progresif.
Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anteretrograde yang merupakan suatu
defisit dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan
atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori anteretrograde merupakan fungsi terakhir
yang paling sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran.
Amnesia anterograd dan retrograd mengenai periode waktu yang bervariasi setelah
dan sebelum cedera, dan dapat pula inkomplit, menyisakan yang disebut dengan pulau
memori di antara jeda memori amnestik. Orang yang mengalami amnesia retrograd
biasanya memiliki kemampuan memanggil (recall) kejadian yang sangat lama dengan
lebih baik.
(berdasarkan durasi) :
o Amnesia kurang dari 1 jam, trauma kapitis ringan
o Amnesia antara 1 dan 24 jam, trauma kapitis sedang
o Amnesia 1 dan 7 hari, trauma kapitis berat.
o Amnesia lebih dari 7 hari, trauma kapitis sangat berat.
(berdasarkan jenis) :
o Amnesia Retrograde
Hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian
yang baru berlangsung/telah terjadi dalam jangka waktu sesat sebelum
trauma kapitis.
Lamanya trauma ini biasanya akan menurun secara pogresif.
11
o Amnesia Anterograde
Suatu defisit dalam membentuk memori baru/ ketidakmampuan untuk
mengingat kejadian yang terjadi setelah cedera dan ketidakmampuan
menyimpan ingatan untuk di simpanan dalam jangka panjang untuk
kembali diingat nantinya.
Biasanya berkaitan dengan lesi di bagian medial lobus temporalis.
Tidak dapat disembuhkan dengan terapi (bersifat permanen).
12
2.5.2 Neurobehavioral Rating Scale (NRS)
NRS awalnya dikembangkan untuk memeriksa perubahan behavior akibat trauma. Tes ini
terdiri dari suatu wawancara yang berstruktur yang menitikberatkan pada laporan pasien
sendiri terhadap gejala, self-appraisal, planning, dan beberapa aspek tertentu dari fungsi
kognitif, meliputi orientasi, memori, reasoning, dan atensi. Pemeriksa mengevaluasi
respon spesifik dan penggabungan dengan observasi behavioral untuk menentukan level
tiap-tiap 27 subskala, dengan memilih 1 dari 7 tingkatan, berkisar dari 1= tidak ada sampai
dengan 7=sangat berat. Total skor dari NRS merupakan penjumlahan dari skor 27 subskala.
Pemeriksaan NRS memiliki korelasi baik terhadap tingkatan keparahan trauma maupun
tingkat kronisitas dari trauma kapitis.
13
Stimulasi terlalu banyak pada PTA dapat meningkatkan tingkat kebingungan dan
penderitaan pada orang tersebut. Penting bagi keluarga untuk menjaga kegiatan di
sekitar individu. Sebaiknya pasien dengan PTA menghindari untuk bertemu dengan
banyak orang yang mengakibatkan terlalu banyak informasi yang digali sekaligus
untuk menghindari kebingungan pada pasien.
Penderita PTA kurang memiliki kapasitas belajar, karena itu sebaiknya kerika
berinteraksi dengan pasien menggunakan percakapan dan instruksi yang sederhana
dan sebaiknya bisa berbicara dengan cara yang tenang dan meyakinkan.
2.7.1 Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)
Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk
menggambarkan ketiga gambar itu. Jika pasien tidak bisa mengingat maka pasien diminta
untuk mengulang sebanyak tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit
menggambarkannya.
2.7.2 Word Recall Task (WRT)
Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah diberikan pengarahan.
Jika pasien tidak dapat mengulangnya maka pemeriksa membantu mengingatnya sampai
bisa
2.8 EPIDEMIOLOGI POST TRAUMATIC AMNESIA
o Termasuk pada penyakit tidak menular
o Prevalensinya 1:10.000
o Dapat terjadi pada semua orang
14
o Lesi splenium pada korpus kalosum (baik traumatik maupun iskemik), yang
biasanya juga mengenai komissura fornicis yang terletak tepat dibawahnya.
o Pasca trauma
15
Immediate memory :
Kemampuan memanggil kembali biasanya dites dengan tes
mengulang angka.
Caranya ; beritahu pasien angka-angka dan menyuruh pasien untuk
dengarkan baik-baik.
Setelah selesai disebutkan pasien mengulangi apa yang disebutkan.
Mula-mula menyebutkan 2 angka, kemudian 3, dan seterusnya.
Apabila tidak mampu mengurangi lebih dari 5 angka menunjukkan
atensi/memori yang terganggu.
16
Demensia
3.1 DEFINISI DEMENSIA
Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala kronik yang
disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka
pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi
stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.4
Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang menggu fungsi
sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian seseorang.5 Penyakit Alzheimer (AD) merupakan penyebab
yang paling sering, ditemukan pada 50-60% pasien demensia; penderitanya diperkirakan
berjumlah 35,6 juta di seluruh dunia (2010), yang akan meningkat mencapai 65,7 juta di tahun
2030,6 sehingga diantara penduduk usia lanjut dunia, penyakit Alzheimer diidap oleh setidaknya
5% populasi.7 Demensia vaskular merupakan jenis demensia terbanyak ke-2 setelah demensia
Alzheimer, dengan angka kejadian 47% dari populasi demensia secara keseluruhan. Sisanya
disebabkan demensia lainnya.
3.3 KLASIFIKASI
17
Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan
meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia subkortikal.
Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang reversibel dan irreversibel
(tabel).
18
Kemampuan visuo-spasial Abnormal (gangguan Tidak cekatan (gangguan
konstruksi) gerakan)
Primer degeneratif
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
19
Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat reversibel10
Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling banyak kasusnya.
Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus
(HIV), dan trauma kepala.4
20
1. Demensia Alzheimer11,12,13
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara progresif yang
mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan berbahasa, serta perubahan perilaku.
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2
kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset
sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset.
Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi beberapa faktor yang
diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah :
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit Alzheimer, namun
begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. 96% diderita pada
yang berusia 40 tahun keatas.
b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali
lipat untuk terkena Alzheimer.
c. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih
banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.
d. Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari resiko
menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis.
21
Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan kerusakan berat pada
neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid pada pembuluh darah intrakranial.
Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenari soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu
kekusutan neurofibrilaris dan plak senile.
Neurofibrillary Tangle merupakan suatu struktur intraseluler yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat, protein "tau" sebagian besar
sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitoskeleton sel neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi
abnormal dari protein "tau" yang secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
lagi dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal dapat terpuntir
masuk ke filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport internal, hubungan interseluler
adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak ini yang salah satunya menyebabkan
alzheimer.
Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen
protein prekursor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membran neuron yang
22
berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh
enzim protease yang salah satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang lengket dan
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer, gumpalan tersebut akhirnya
tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah
beberapa waktu, campuran tersebut membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang
matang, padat, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta
mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respons pembuluh darah sehingga
menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap stressor (missal iskemia). Kemungkinan
lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan
intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan rentannya neuron
terhadap stressor.
Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis khas lain yang
ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia terdiri dari sejumlah besar
akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang mana merupakan kunci neurotransmitter dalam
fungsi kognitif yang kemudian pada penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada
neurotransmitter ini berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah
satu obat-obatan yang bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat enzim
tersebut agar tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah kondisi.
2. Demensia Vaskular12,13
Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua
sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan
fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai paling berat dan tidak harus dengan gangguan
memori yang menonjol.
Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah serebral. Adanya
infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark komplit, dan perdarahan
juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif. Sindrom demensia yang terjadi pada
demensia vaskular merupakan konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di
otak. Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang telah mengalami
23
stroke. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan onset baru dari demensia. Prevalensi
demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia seseorang, dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan resiko terjadinya
demensia vaskular pada laki-laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya) sebesar 34,5% dan perempuan sebesar
19,4%.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang
mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang
luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh sebagai contohnya katup jantung.
3. Penyakit Pick14
Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi secara
progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus frontalis. Penyakit ini juga
sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi
intraneunoral yang disebut “badan Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada
Alzheimer. Diagnostik penyakit demensia penyakit Pick:
Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol disertai
euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis, gelisah.
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob14,15
Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang cepat, disertai
kelainan pergerakan, terutama menyerang usia dewasa diatas 50 tahun. Penyakit yang mirip terjadi
pada domba dan sapi, jadi penularan bisa terjadi karena memakan jaringan hewan yang terinfeksi.
Terjadi kerusakan jaringan otak oleh suatu organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa
ditularkan, yang disebut prion). Gejalanya ditandai dengan kemunduran mental yang cepat,
biasanya dalam beberapa bulan. Meliputi perubahan kepribadian, depresi, kecemasan, demensia,
24
penuruanan kemampuan intelektual, kesulitan berbicara dan menelan, serta gerakan tersentak-
sentak yang tiba-tiba.
5. Penyakit Parkinson15
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan gejala :
Disfungsi motorik.
Depresi.
6. Penyakit Huntington15
Suatu penyakit yang diturunkan, dimana sentakan atau kejang dan hilangnya sel-sel otak
secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan berkembang menjadi korea, atetosis serta
kemunduran mental. Disebabkan oleh adanya degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan
kortex serebral. Gejala muncul pada usia 35-40 tahun berupa demensia progresif, hipertonisitas
mascular, gerakan koreiform yang aneh.
Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu HIV-1 atau HIV-
2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit CD4+, dan menyebabkan
AIDS )Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan
kekebalan tubuh. Gejala pada otak biasanya berupa hilangnya memori, kesulitan berpikir dan
berkonsentrasi, demensia, lemas, tremor atau kesulitan berjalan.
8. Trauma kepala
25
3.5 GAMBARAN KLINIK11,16
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan hal-
hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia mengalami
kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa
sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap
tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan terhadap
namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi
ke kamar mandi.
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam mengungkapkan isi
pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan atau tulisan penderita jadi sulit untuk
dimengerti karena penderita menggunakan kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa
digunakan. Contohnya: jika penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya
"sesuatu untuk mulut saya".
d. Apraksia
26
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui, contohnya mereka tidak
mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot
rumah tangga.
e. Agnosia
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai dengan:
sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian. Misalnya penderita
mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/
memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
27
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma
sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri individu).
3.6 DIAGNOSIS4,17,18
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis.
a. Anamnesis
Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari berhubungan
langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting diperhatikan adalah riwayat
penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya,
mendadak/progresif lambat dan adanya perubahan perilaku dan kepribadian.
Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dab sifilis),
gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid), diabetes mellitus, neoplasma, penyakit jantung,
penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan aterosklerosis.
Riwayat neurologis
Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang: gangguan
orientasi ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/ komunikasi (meliputi
kelancaran, menyebut nama benda, maupun gangguan komprehensi); gangguan fungsi
eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas),
gangguan praksis dan visuospasial. Selain itu perlu ditanyakan mengenai aktivitas
harian, di antaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mepersiapkan
keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial.
28
Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal
ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia,
terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala
neuropsikologis berupa waham, halusinasi, miss-identifikasi, depresi, apatis, dan
cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi,
agresivitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, dan lem;
alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis obat
antidepresan dan antidepresan dan narkotik perlu diketahui pula.
Riwayat keluarga
Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan dalam praktek
klinis.
Pemeriksaan neurologis
Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya: gangguan
berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/ apraksia, dan adanya
refleks patologis dan primitif.
29
c. Pemeriksaan neuropsikologis
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan laboratorium
Computerized Tomography (CT)- Scan atau Metabolic Resonance Imaging (MRI) dapat
mendeteksi adanya kelainan structural, sedangkan Positron Emission Tomography (PET) dan
30
Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan
fungsional. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya:
Pemeriksaaan EEG
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut dapat ditemukan
adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.
Pemeriksaaan Genetika
3.7 TATALAKSANA
a. Pengobatan simptomatis:
31
Pengobatan dengan golongan penghambat asetilkoloinesterase (seperti donepezil hidroklorida,
rivastigmin dan galantamin) bertujuan untuk mempertahankan jumlah asetilkolin yang
produksinya menurun. Obat golongan NMDA seperti memantin dipasarkan di Indonesia saat ini.
Antioksidan
Antioksidan berfungsi menghambat oksidasi oleh radikal bebas yang berlebihan sehingga merusak
sel neuron. Antioksidan ini terdapat pada sayuran dan buah-buahan, vitamin E, A, dan C.
Neurotropik
Obat golongan ini merupakan derivate neurotransmitter GABA yang mempunyai efek fasilitasi
neurotransmisi kolinergik dengan stimulasi sintesis dan pelepasan asetilkolin.
Obat yang bekerja pada beta amiloid protein tau, dan presenilin
Penatalaksanaan non-farmakologis ditujukan untuk keluarga, lingkungan, dan penderita
dengan tujuan:
Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu aktivitas fisik
dan otak yang baik (brain- gym)
32
Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna, penyajian
menarik dan praktis
Mencegah/ mengelola faktor resiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya:
hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan merokok.
Melaksanakan hobi dan aktivitas social sesuai dengan kemampuan
Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatian, dan Asosiasi)
Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya
cukup
Orientasi realitas:
3.9 PENCEGAHAN
33
Jaga agar pikiran selalu aktif. Seperti teka-teki dan permainan kata, belajar bahasa, bermain
alat music, membaca, menulis, melukis atau menggambar.
Aktif secara fisik dan sosial. Hal ini dapat menunda mulainya demensia dan juga
mengurangi gejala.
Kejarlah pendidikan. Para peneliti berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu
seseorang mengembangkan jaringan sel saraf otak yang kuat yang mengkompensasi
kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
Menurunkan kadar kolesterol, tekanan darah dan mengendalikan diabetes adalah upaya
untuk mengurangi faktor resiko pada demensia vaskular.
Pola makan yang sehat. Studi menunjukan bahwa makanan yang kaya buah-buahan,
sayuran dan omega-3 asam lemak, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan
resiko demensia.
34
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Terjadinya amnesia paska trauma pada penderita cedera kepala menunjukkan adanyanya
kerusakan otak diffus,gangguan pada struktur hipokampus akan memberikan gambaran klinis
berupa gangguan memori anterogade, sedangkan lesi pada struktur diensefalon (korpus
mammilares atau thalamus akan memberikan kesulitan mmengingat kembali memori(amnesia
retrogade)
Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang
bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi,
kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan
motivasi.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling sering terjadi dan belum ada
penyembuhannya. Demensia vascular merupakan merupakan penyakit kedua setelah demensia
Alzaimer yang dapat menyebabkan demensia. Sebagai dokter kita perlu memberikan edukasi
terhadap pasien dan keluarga pasien. Menasihati keluarga pasien supaya sentiasa mendukung dan
bersabar.
35
DAFTAR PUSTAKA
36