S55358-Ani Widiastuti PDF
S55358-Ani Widiastuti PDF
widiastutiani@gmail.com
ABSTRAK
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
dan satu diantaranya sering terjadi di Pondok Pesantren karena merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran
penyakit kulit. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan dan personal higiene dengan
kejadian penyakit kulit di Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014. Rancangan penelitian
menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 106 orang. Populasi penelitian adalah siswa
Madrasah Tsanawiyah yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren “A”. Data primer didapat dengan melakukan
wawancara langsung mengenai penyakit kulit dan perilaku personal higiene santri dari sampel terpilih dan
dengan melakukan observasi terhadap kondisi lingkungan pondok pesantren. Hasil analisis bivariat
menunjukkan adanya hubungan antara personal higiene dengan kejadian penyakit kulit dengan nilai p<0,05 OR :
2,9 (1,180-7,571) dan dari personal higiene tersebut diketahui bahwa frekuensi mandi pakai sabun dengan nilai
p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) dan penggunaan tempat tidur dengan nilai p<0,05 OR : 3,0 (1,252-7,336)
merupakan variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”.
Kesimpulannya adalah kondisi lingkungan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit
kulit di Pondok Pesantren “A”
Kata Kunci: Mandi Pakai Sabun, Penyakit Kulit, Penggunaan Tempat Tidur
ABSTRACT
Skin diseases is one of disease that still become a public health problem in Indonesia and one of them happened
at boarding school as a place where can be susceptible spread of skin diseases. The main purpose of this
research was to know correlation between environmental condition and personal hygiene with the incidence of
skin diseases at “A” Man Boarding School, Bekasi 2014. Study desain which make use of the research was cross
sectional study with a sample of 106 people. The population of study were Junior Secondary School Student
where living in the “A” Man boarding school dormitory. Primary data were obtained by direct interview about
skin diseases and personal hygiene behavior of student from selected sample and observed to environmental
conditon of boarding school. The result of bivariate analysis showed that there was correlation between
personal hygiene and incindence of skin diseases p<0,05 OR : 2,9 (1,180-7,571) and based on personal higiene
can be seen that frequency of bathing with soap p<0,05 OR : 2,8 (1,121-7,185) and using a bed p<0,05 OR : 3,0
(1,252-7,336) were variable which have significant correlation with incidence of skin diseases at “A” Man
Boarding School. The conclusion was environmental condition did not have a significant correlation to
incidence of skin disease at “A” Man Boarding School Bekasi 2014.
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan dan
perilaku manusia. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Hampir seluruh infeksi penyakit pada kulit ditularkan
melalui kontak langsung atau tidak langsung ke kulit, penyebabnya dapat berupa kuman,
virus, jamur dan parasit (Kabulrahman, 1992). Contoh penyakit kulit yang disebabkan oleh
bakteri atau kuman adalah furunkel dan karbunkel atau bisul, yang disebabkan oleh jamur
ialah kandidiosis, yang disebabkan oleh virus ialah herpes dan yang disebabkan oleh parasit
yaitu pedikulosis dan skabies.
Menurut Kabulrahman (1992), penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan lingkungan dan perilaku manusia. Faktor lingkungan yang erat
kaitannya dengan penyakit kulit antara lain penyediaan air bersih yang digunakan sebagai
sumber air mandi dan cuci dari segi kualitas dan kuantitas. Air bersih yang digunakan harus
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penyakit kulit yang timbul akibat kurangnya penyediaan
air (water washed disease) adalah scabies, ulkus pada kulit dan yaws (frambusia/patek).
Faktor yang juga berperan dalam penularan penyakit kulit adalah sosial ekonomi yang rendah,
higiene perseorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter dan perilaku yang tidak
mendukung kesehatan. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan perilaku higiene
perseorangan yang jelek (Ma’rufi, 2005). Perilaku higiene perseorangan adalah kegiatan dan
tindakan kesehatan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan diri sendiri (Wirawan, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, penyakit kulit masih berada di peringkat
ketiga dengan jumlah 247.179 kasus dan Provinsi Jawa Barat merupakan urutan kedua
dengan jumlah kasus penyakit kulit (kusta) sebanyak 2.316 kasus (Profil PP & PL, 2012).
Menurut Julia (2013) dan Akmal (2013) menemukan bahwa Asrama Pondok Pesantren juga
merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit kulit.
Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa wilayah dengan banyak Pondok Pesantren, salah
satunya Bekasi. Penyakit kulit di Kabupaten Bekasi merupakan 10 penyakit terbesar dari tiap-
tiap puskesmas yaitu sebanyak 4,98% (BPS Kabupaten Bekasi, 2012).
Dari survey awal pada Bulan Januari 2014 terhadap 2 pondok pesantren terbesar yaitu Pondok
Pesantren Putra “A” dan Pondok Pesantren Putri “P” di Kabupaten Bekasi bahwa penyakit
kulit masih sangat tinggi, menurut Laporan Data Penyakit Pos Kesehatan Pesantren Putra “A”
bahwa terjadi 157 kasus penyakit kulit selama tahun 2013 dan menurut Buku Rekapan Data
Penyakit Pos Kesehatan Putri “P” bahwa terjadi 122 kasus penyakit kulit selama tahun 2013.
Kasus penyakit kulit lebih banyak diderita oleh laki-laki sebesar 55,1% dibanding perempuan
dan personal higiene memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit
(skabies) pada santri di Pondok Pendidikan Islam (Akmal, 2013). Hasil penelitian Ma’rufi
(2005) dan Wirawan (2011) menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan serta berperan
dalam penularan penyakit kulit adalah personal higiene.
Personal higiene meliputi frekuensi mandi pakai sabun, frekuensi mengganti pakaian,
frekuensi mencuci pakaian pakai sabun, frekuensi mengganti sprei, frekuensi mencuci sprei
pakai sabun, pemakaian handuk, penggunaan tempat tidur dan sanitasi lingkungan meliputi
sarana air bersih, jamban, kepadatan hunian ruang tidur dan ventilasi ruang tidur (Sajida,
2012)
Oleh karena itu untuk memastikannya diperlukan suatu penelitian, dengan melihat data
tersebut serta mencegah terjadinya kejadian kasus penyakit kulit yang lebih besar diperlukan
gambaran dan data mengenai faktor sanitasi lingkungan apa saja dan personal higiene yang
berhubungan dengan kejadian penyakit kulit dan hal inilah yang mendorong penulis
melakukan penelitian mengenai kondisi lingkungan dan personal higiene dengan kejadian
penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” Kabupaten Bekasi Tahun 2014 dan
setelah melakukan penelitian ini diharapkan mendapatkan peran langsung dari pengelola
pondok pesantren yang meliputi Kyai, ustad ataupun ulama-ulama pondok pesantren agar
dapat merubah perilaku pada santri. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan
Tinjauan Teoritis
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan
(Wasitaatmadja, 2000). Kulit secara umum mempunyai beberapa fungsi/peran antara lain
fungsi proteksi terhadap pengaruh luar (trauma/rangsangan), kemampuan memproduksi dan
mengekskresikan bahan sisa metabolisme tubuh atau keterlibatan pada proses atau pengaturan
sistem (Boediardja, 2009). Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing terdiri dari sel
dan fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut menurut Wasitaatmadja adalah
Lapisan epidermis atau kutikel, Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), Lapisan
subkutis (hipodermis).
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum dan terjadi pada orang-orang dari
segala usia. Pengobatan penyakit kulit sebagian besar juga membutuhkan waktu yang lama
(Yusri, 2011). Penyakit kulit dapat ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung dan
dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan penyakit kulit karena alergi. Penyakit kulit yang
disebabkan oleh mikroorganisme dapat disebabkan oleh bakteri misalnya furunkel dan
karbunkel atau bisul, impetigo, ektima; disebabkan oleh jamur misalnya histoplasmosis,
trikofiton, candida; disebabkan oleh parasit misalnya pedikulosis, skabies; disebabkan oleh
virus misalnya herpes simplex, herpes zoster. Penyakit kulit karena alegi timbul akibat reaksi
sesitisasi yang berlebihan dan pengaruhnya tidaklah kecil (Kabulrachman, 2001). Penyakit
kulit karena alergi diantaranya dermatitis atopik, derrmatitis kontak alergi, reaksi kulit karena
obat (RKKO) dan urtikaria atau bidur.
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang terdapat di sekeliling manusia baik benda hidup
maupun benda mati. Lingkungan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu lingkungan fisik,
lingkungan sosial dan lingkungan biologik (Kabulrachman, 1992). Persyaratan lingkungan
fisik kesehatan pondok pesantren telah diatur dalam Keputusan Bersama Kementerian
Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 yaitu
lingkungan dan bangunan pesantren harus selalu dalam keadaan bersih, tersedia sarana
sanitasi yang memadai, tidak menjadi tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga dan
Kesehatan fasilitas sanitasi pondok pesantren juga sangat diperlukan agar tidak menimbulkan
suatu kejadian penyakit, menurut Keputusan Bersama Kementerian Kesehatan RI dan
Kementerian Agama RI No. 728/BM/DJ/BPSM/VI dan E/51 penyediaan air bersih harus
diperhatikan dari segi kualitas persyaratan air bersih, kuantitas yaitu minimal 60
liter/orang/hari dan kontinuitas yang harus tersedia setiap saat. Kesehatan Jamban atau kamar
mandi pun juga merupakan suatu hal yang harus diperhatikan agar sesuai antara jumlah santri
dengan jumlah jamban dan jumlah kamar mandi.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup). Bentuk kegiatan
yang dilaksanakan yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat
bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatan baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial (Kemenkes RI, 2000). Penyakit kulit erat kaitannya dengan kondisi
kebersihan perorangan dan lingkungan. Pencegahan penyakit kulit (skabies) dapat dilakukan
dengan cara mandi menggunakan sabun, penggunaan alat pribadi (handuk, pakaian, tempat
tidur) secara bersama-sama dengan penderita penyakit kulit, kebiasaan mencuci pakaian,
handuk dan sprei secara rutin, menjemur kasur dan bantal dibawah sinar matahari secara
berkala (Widiasih, 2012). Personal higiene memiliki hubungan yang bermakna dari kejadian
penyakit kulit (skabies) karena personal higiene yang tidak baik merupakan salah satu faktor
yang bisa meningkatkan kejadian penyakit kulit (Akmal, 2013).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data sekunder didapat dari
Kantor Tata Usaha Pondok Pesantren Putra “A” berupa data profil yayasan pondok pesantren
sedangkan data primer yaitu menggunakan wawancara (kuesioner) mengenai data umum
responden dan perilaku santri, melakukan observasi langsung terhadap sarana air bersih,
jamban, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur serta melakukan pengukuran
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dari angka kesakitan sebanyak 106 responden
terdapat 77 (72,6%) santri menderita penyakit penyakit kulit dengan umur paling banyak
yaitu 3 tahun dan berada di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah sedangkan dari hasil observasi
sarana fasilitas sanitasi pondok pesantren didapatkan bahwa dari 10 sarana air bersih yang ada
di lingkungan asrama pondok pesantren masih terdapat 6 buah sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat dan dari total 40 jamban atau kamar mandi yang ada di lingkungan asrama
pondok pesantren masih terdapat 25 buah jamban atau kamar mandi yang tidak memenuhi
syarat.
Kejadian Persentase
Frekuensi
Penyakit Kulit (%))
Sakit 77 72,6
Tidak Sakit 29 27,4
Jumlah 106 100
Fasilitas Sanitasi
Asrama Sarana Air Jamban/Kamar
Bersih Mandi
Al Amin
TMS 4 7
MS - 7
Roja’i
TMS 1 8
MS 3 9
Abdul Majid
TMS 1 10
MS 1 2
Total 10 40
Keterangan : TMS : Tidak Memenuhi Syarat
MS : Memenuhi Syarat
Dalam Penelitian ini hubungan karakteristik responden yaitu umur dan kelas dengan kejadian
penyakit kulit tidak dianalisis karena untuk umur dan kelas responden yang terlalu rendah
yaitu untuk umur antara 12-15 tahun dan untuk kelas antara kelas 1-3 Madrasah Tsanawiyah
sehingga karakteristik responden ini hanya sebagai gambaran dan data penunjang penelitian.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa santri yang mengalami penyakit
kulit terbanyak adalah yang berumur 13 tahun yaitu sebanyak 44,3%. Hal ini sesuai dengan
penelitian Akmal (2013) yang menunjukkan bahwa insiden penyakit kulit (skabies) adalah
responden dengan umur 13 tahun dan dari penelitian Andayani (2005) juga menunjukkan
bahwa rentang umur yang menderita penyakit kulit adalah antara umur 12-15 tahun. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa santri yang menderita penyakit kulit adalah santri siswa
Madrasah Tsanawiyah kelas 1 sebanyak 52,8%. Keadaan ini sejalan dengan penelitian Akmal
(2013) yang menjelaskan bahwa sebagian besar yang menderita penyakit kulit adalah yang
berpendidikan kelas 1 wustha namun pada penelitian Nugraheni (2012) menjelaskan bahwa
gambaran responden yang menderita penyakit kulit (skabies) di Pondok Pesantren Al
Muayyad Surakarta adalah santri kelas 3 Madrasah Tsanawiyah.
Dalam penelitian ini dari 10 buah sarana air bersih masih terdapat 6 buah sarana air bersih
yang tidak memenuhi syarat dan sarana air bersih dengan kejadian penyakit kulit tidak
dianalisis karena data sarana air bersih yang ada di asrama pondok pesantren merupakan data
komposit sehingga jika dilakukan analisis maka hasilnya tidak terlalu signifikan. Menurut
hasil penelitian Setyawati (2006) kualitas air bersih yang tidak memenuhi syarat lebih
berisiko untuk terjadinya penyakit kulit dibanding yang memenuhi syarat. Terdapat beberapa
hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit kulit diantaranya sumber air karena penyakit
kulit (skabies) merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih dan sarana air
bersih yang tidak memenuhi syarat karena letaknya yang sangat berdekatan dengan septic
tank, selokan, sungai dan sumber pencemar lainnya sehingga dimungkinkan sumber pencemar
tersebut membawa kotoran manusia ataupun kotoran lain yang dapat mencemari kualitas air
bersih secara kimia dan biologi (Audhah, 2012). Tersedianya air yang sedikit atau sumber air
yang terlalu jauh sehingga kebersihan perorangan tidak mungkin dilakukan sebagaimana
mestinya. Air yang tersedia tidak cukup untuk membersihkan diri atau alat-alat makan serta
Hasil observasi terhadap jamban diperoleh dari total 40 buah jamban atau kamar mandi hanya
15 buah jamban atau kamar mandi yang memenuhi syarat. Dalam penelitian ini keadaan
jamban tidak dilakukan analisis karena jumlah jamban yang berada di Asrama Abdul Majid
bersifat umum dan berada di luar kamar sehingga dapat kemungkinan besar santri yang
berada di wilayah Asrama Abdul Majid bergonta ganti kamar mandi setiap kalinya.
Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi atau jamban yang
berperan terhadap penularan penyakit kulit (skabies) para santri pondok pesantren (Ma’rufi,
2005). Dalam penelitian ini tidak menganalisis hubungan jamban dengan kejadian penyakit
kulit namun untuk mencegah penularan penyakit kulit lewat jamban maka seluruh santri harus
menjaga kebersihan jamban atau kamar mandinya masing-masing.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepadatan hunian ruang tidur tidak memiliki
hubungan dengan kejadian penyakit kulit dan jika dilihat dari sub variabel kepadatan hunian
ruang tidur juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit di
Asrama Pondok Pesantren Putra “A”. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005)
yang menjelaskan bahwa santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi
mempunyai prevalensi menderita penyakit kulit (skabies) sebesar 71,40% dan menurut
Audhah (2012) menjelaskan bahwa santri yang berada pada kepadatan hunian kamar padat
berisiko menderita penyakit kulit sebanyak 48,7 kali dibandingkan dengan santri yang berada
pada kepadatan hunian kamar tidak padat.
Ventilasi ruang tidur yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit kulit dan jika dilihat dari sub variabel
ventilasi ruang tidur yaitu luas ventilasi dan lubang ventilasi tidak memiliki hubungan yang
signifikan antara kejadian penyakit kulit. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Wirawan
(2011) yang menyebutkan bahwa ventilasi sangat erat hubungannya dengan angka kesakitan
penyakit menular terutama penyakit kulit karena ventilasi merupakan salah satu kondisi
santiasi yang apabila kondisi sanitasi tersebut tidak sehat akan menjadi penyebab dari
rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani serta memudahkan terjangkitnya penyakit serta
mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang.
Kesehatan pribadi merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang dan untuk memiliki
kondisi sehat, hanya pribadi masing-masing yang mampu mengkondisikannya. Kondisi sehat
bisa diperoleh apabila setiap pribadi berperilaku atau memiliki perilaku hidup bersih dan
sehat. Sebagai contoh, apabila seseorang tidak bersih dalam merawat tubuhnya, maka
kesehatannya akan terganggu dan akan mengakibatkan terserang penyakit. Peran serta dari
pengelola pesantren maupun institusi terkait (puskesmas) juga sangat dibutuhkan untuk
menumbuhkan perilaku personal higiene yang baik bagi para santri, hal yang dapat dilakukan
adalah melakukan pemberdayaan, promosi kesehatan, penyelenggaraan seminar/talkshow,
pemeriksaan kualitas air. Kepedulian pimpinan, kyai dan ustad pondok pesantren tentang
personal higiene santri yang belum ada sehingga diperlukan adanya advokasi dan pergerakan
masyarakat, pergerakan masyarakat disini adalah memberdayakan kyai atau ustad karena
mengingat kyai ataupun ustad sangat dihormati dan disegani dikalangan para santri asrama
pondok pesantren sehingga apabila kyai atau ustad tersebut sudah memerintahkan suatu hal
kepada santri maka santri pun akan menurut dan patuh terhadap anjuran dan perintah kyai
atau ustad tersebut. Karena semua kegiatan dan aktivitas manusia di dunia ini sangat
bergantung pada kebersihan dan kesehatan maka membentuk pribadi yang sehat itu harus
diusahakan dan tidak datang dengan sendirinya.
Asrama pondok pesantren merupakan salah satu tempat yang rentan dalam penyebaran
penyakit kulit. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit kulit adalah sanitasi
lingkungan atau kondisi lingkungan dan personal higiene.
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap santri di Asrama Pondok Pesantren Putra “A”
Kabupaten Bekasi Tahun 2014 berfokus pada faktor kondisi lingkungan yang meliputi sarana
air bersih, jamban atau kamar mandi, kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur dan
personal higiene yang meliputi frekuensi mandi pakai sabun, penggunaan handuk secara
bergantian, frekuensi mengganti pakaian, mencuci pakaian dengan sabun, penggunaan tempat
tidur, pemakaian sprei, frekuensi mengganti sprei dan frekuensi mencuci sprei dengan sabun.
Berdasarkan analisis data penelitian disimpulkan bahwa personal higiene memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian penyakit kulit (p=0,028) dan dari personal higiene tersebut
yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit kulit adalah frekuensi mandi pakai sabun dan
penggunaan tempat tidur. Dimana kebiasaan santri yang terbiasa mandi pakai sabun kurang
dari dua kali sehari mempunyai risiko menderita penyakit kulit 2,8 kali dibanding santri yang
terbiasa mandi pakai sabun dua kali sehari atau lebih dan santri yang terbiasa tidak tidur
sendiri dalam 1 tempat tidur mempunyai risiko menderita penyakit kulit 3 kali dibanding
santri yang terbiasa tidur sendiri dalam 1 tempat tidur.
Meskipun kondisi lingkungan dalam penelitian ini tidak terlalu mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok Pesantren Putra “A” namun
apabila tidak dikelola dengan baik berdasarkan teori-teori yang ada maka kondisi lingkungan
juga dapat menyebabkan sumber penularan penyakit kulit.
Saran
Daftar Pustaka