Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA FISIKA

EMULSI

Disusun Oleh :
TIFFANY BERLIANA ( 1806148605 )
TEKNIK KIMIA

Departemen Teknik Kimia


Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Depok 2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah kimia fisika dengan topik koloid yang membahas
mengenai emulsi.
Makalah ini merupakan salah satu bagian dari pembelajaran kimia fisika. Terima kasih
kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Setiadi, M.Eng. atas bantuan, bimbingan, dan arahannya
sehingga kami dapat membuat makalah ini dengan baik.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kami sadar pasti ada kekurangan dalam membuat makalah ini, maka kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan pembaca akan sangat membantu dalam perbaikan ke depannya.

Depok, 17 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB I EMULSI ..................................................................................................................... 4
1. DEFINISI EMULSI .................................................................................................... 4
2. MEKANISME SECARA KIMIA DAN FISIKA ........................................................... 7
3. TEORI DAN PERSAMAAN........................................................................................ 7
4. KESTABILAN EMULSI ............................................................................................. 8
5. ADA BEBERAPA CARA PEMBUATAN EMULSI ...................................................... 9
6. EMULSION FORMATION ........................................................................................ 9
7. EMULSIONS AND THE LIQUID–LIQUID INTERFACE ......................................... 10
8. MULTIPLE EMULSIONS ........................................................................................ 12
BAB II DISKUSI DAN PERTANYAAN ............................................................................... 17
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 20
1. Kesimpulan............................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21

3
BAB I
EMULSI

1. DEFINISI EMULSI
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan
medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan
sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak
dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang
lain. Dispersi ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua
lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator
) yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh
emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain.
Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi
spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping
minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief,
2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga
krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk
cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat
terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume
fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah
padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase
internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya
diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama
surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan
dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan
agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat
menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal
kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan
agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran
tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).

4
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak
dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih
sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau
bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik,
gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai
nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut:
a) Emulsi gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan
medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana
dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan
pendorong atau propelan aerosol
b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua
fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis
yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase
terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam
minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam
minyak.
c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase
pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel
elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat
sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang
kuat.

Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh gel ini
adalah gelatin dan sabun.Sedangkan gel non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai
contoh gel silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat dalam larutan natrium
silikat sehingga molekul – molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan
membentuk gel.

(http://www.freewebs.com/leosylvi/koloidemulsi.htm)
5
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
1) Emulsi A/M yaitu butiran – butiran air terdispersi dalam minyak
Pada emulsi ini butiran – butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang
hidrofobik.
2) Emulsi M/A yaitu butiran – butiran minyak terdispersi dalam air
Minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah untuk
mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya.
Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara
bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan
semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.
Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu, ditentukan
gaya – gaya:
• Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan
partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
• Gaya tolak – menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang
muatannya sama saling bertumpukan.

Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam
yaitu sebagai berikut :
• Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi
oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat
• Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi
pencampuran
• Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah
permukaan dan dasar
• Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan
viskositas
• Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena
pengaruh suhu.
(Ladytulipe, 2009)

6
Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan
(Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya emulgator
sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat menyebabkan timbulnya
endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk krim.Contoh penggunaan proses
demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna pemisahan karet dalam lateks yaitu
menambahkan asam format asam asetat.
(Nuranimahabah,2009)

2. MEKANISME SECARA KIMIA DAN FISIKA

a) Mekanisme secara kimia


Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air
dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi
ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan
dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut
dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik
yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan
berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga
terbentuklah emulsi yang stabil.

b) Mekanisme secara fisika


Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya
dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya
akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya.
(Ian, 2009)

3. TEORI DAN PERSAMAAN


Satu variable penting dalam uraian emulsi - emulsi adalah fraksi volum ǿ , dalam dan
luar fase.Untuk tetesan bentuk bola radius α, fraksi volume diberikan sejumlah densitas n,
waktu untuk volum bentuk bola ǿ = 4πα3 n/3 .Banyak sifat – sifat emulsi ditandai ole jumla
volumnya.
Tetesan emulsi karena lemah atau tidak stabil nilai fraksi volume ǿ bisa diantara 3- 6
untuk kebanyakan sistem emulsi.
Konduktivitas dari emulsi sendiri dapat ditentukan dengan teori klasik (Maxwell)

7
𝐾 − 𝐾𝑚 𝐾𝑑 − 𝐾𝑚
= ǿ
𝐾 + 2𝐾𝑚 𝐾𝑑 + 2𝐾𝑚
Dimana K, Km dan Kd adalah konduktivitas spesifik dari emulsi,medium pendispersi
dan fase terdispersi.
Dalam sistem koloid akan terjadi peningkatan dielektrika, salah satu model untuk
menentukan konstanta dieletrika tipe emulsi adalah:
• Tipe M/A

(€𝑑 − €𝑚)3 € 1
( )=
(€𝑑 − €)3 €𝑚 (1 − ǿ)3

• Tipe A/M

€𝑠 − €∞
€(ώ) = €∞ +
1 + (𝑖ώ𝑇)1 − 𝛼

Dimana €∞ dan €s adalah permitivitas dengan frekuensi tinggi dan statis.T waktu
tenggang dan α luas pendistribusian, serta ώ adalah komponen polarisasi.

4. KESTABILAN EMULSI
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,
dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi
yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah
dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat
akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan
teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat .
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan
ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi
koloid.

8
Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut:
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.

5. ADA BEBERAPA CARA PEMBUATAN EMULSI

a. Dengan Mortir dan Stampel


Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil
b. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol
pengocokan dilakukan terputus – putus untuk memberi kesempatan emulgator
bekerja.
c. Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam ruangan yang
didalamnya terdapat pisau berputar denagn kecepatan tinggi.
d. Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga partikel
mempunyai ukuran yang sama.

6. EMULSION FORMATION
Penyiapan emulsi membutuhkan pembentukan sejumlah besar area antarmuka antara
dua cairan yang tidak larut. Jika sampel 10 mL minyak diemulsi dalam air untuk
memberikan diameter tetesan 0,2 m, daerah antarmuka o / w yang dihasilkan akan
meningkat dengan faktor sekitar 106.
Energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu sentimeter persegi antarmuka baru
diberikan oleh

di mana i adalah tegangan antarmuka antara dua fase cair dan A adalah perubahan
area antarmuka. Jika tegangan antar muka antara minyak dan air diasumsikan 52 mN
m−1 (seperti untuk cairan hidrokarbon), Energi reversibel yang diperlukan untuk
menjalankan proses dispersi akan berada di urutan 2 J.

9
Karena jumlah energi yang tersisa dalam sistem sebagai energi potensial, sistem secara
termodinamik tidak stabil dan dengan cepat mengalami transformasi apa pun yang mungkin
untuk mengurangi energi itu, dalam hal ini, dengan mengurangi area antarmuka. Jelas,
termodinamika adalah musuh konstan pembuat emulsi.

7. EMULSIONS AND THE LIQUID–LIQUID INTERFACE


Di hampir semua emulsi prayang berguna, beberapa aditif (pengemulsi) diperlukan
untuk memfasilitasi pembentukan tetes dengan ukuran dan stabilitas yang diinginkan.
Biasanya, satu aditif, setidaknya, akan menjadi bahan (didefinisikan di bawah) yang memiliki
karakteristik yang diperlukan untuk memfasilitasi pembentukan tetesan kecil dan
menghasilkan jenis emulsi yang diinginkan (o / w atau w / o).
Aditif, pengemulsi dan / atau penstabil, dapat melakukan dua fungsi utama: (1)
menurunkan kebutuhan energi pembentukan tetesan (mis., Menurunkan tegangan antar muka)
dan (2) memperlambat proses pengembalian balik ke fase curah terpisah. Agar berfungsi
dengan baik, ia harus teradsorpsi di antarmuka L – L. Dalam fungsi keduanya, aditif harus
membentuk beberapa jenis film atau penghalang (monomolekul, elektrostatik, sterik, atau
kristal cair) pada antarmuka L-L baru yang akan mencegah atau memperlambat flokulasi dan
penggabungan tetesan.

10
7.1. Classification of Emulsifiers and Stabilizers

Ada empat kelas umum bahan yang dapat, dalam keadaan yang tepat, bertindak
sebagai pengemulsi dan / atau stabilisator untuk emulsi. Daftar ini mencakup bahan ionik
umum (nonsurfaktan menurut definisi pada Bab 3), padatan koloid, polimer, dan surfaktan.
Setiap kelas sangat bervariasi dalam efektivitasnya dalam peran yang diberikan, dan dalam
mode tindakannya (Gbr. 11.1).
Ion nonsurfaktan yang teradsorpsi (Gbr. 11.1a) biasanya tidak banyak mempengaruhi
tegangan antar muka (kecuali untuk meningkatkannya dalam beberapa kasus) dan oleh
karena itu tidak banyak membantu emulsifikasi. Namun, beberapa mungkin, dalam
keadaan yang tepat, membantu menstabilkan sistem dengan memaksakan penghalang
elektrostatik sedikit antara tetes yang mendekat. Atau, mereka dapat mempengaruhi
stabilitas sistem dengan tindakan mereka dalam mengarahkan molekul pelarut di sekitar
antarmuka, mengubah beberapa sifat fisik lokal seperti konstanta dielektrik, viskositas, dan
kepadatan, sehingga menghasilkan efek stabilisasi kecil (efek solvasi).
Bahan koloid kecil (sol), meskipun tidak secara langsung memengaruhi ketegangan
antar muka, dapat menstabilkan emulsi dengan membentuk penghalang fisik di antara
tetesan, sehingga memperlambat atau mencegah penurunan koalesensi (Gbr. 11.1b).
Tindakan bahan tersebut akan tergantung pada beberapa faktor, yang paling penting adalah
ukuran partikel dan interaksi antarmuka spesifik antara zat padat. Permukaan dan dua fase
cair yang membentuk sistem. Secara umum, partikel harus dibasahi sebagian oleh kedua
fase cair, tetapi dengan sedikit preferensi untuk fase eksternal.

11
8. MULTIPLE EMULSIONS
Sistem yang lebih kompleks yang secara umum disebut sebagai "emulsi berganda.",
terdiri dari tetesan satu cairan yang didispersikan dalam tetesan yang lebih besar dari cairan
kedua, yang kemudian didispersikan dalam fase kontinu akhir. Biasanya, fase tetesan
internal akan dapat bercampur dengan atau identik dengan fase kontinu akhir. Sistem
semacam itu dapat berupa emulsi tanpa berat badan sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 11.13, di mana fase internal dan eksternal berair; atau o/w/o, yang memiliki
komposisi terbalik. Meskipun dikenal hampir seabad, sistem seperti itu baru-baru ini
menjadi kepentingan praktis untuk kemungkinan penggunaan dalam kosmetik, farmasi,
pengiriman obat-obatan terkontrol, pengolahan air limbah, dan teknologi pemisahan.
Melibatkan berbagai fase dan antarmuka, beberapa emulsi harus secara inheren tidak
stabil, bahkan lebih daripada emulsi konvensional 'sederhana'. Persyaratan surfaktan
mereka sedemikian rupa sehingga dua sistem stabilisasi harus digunakan: satu untuk setiap
antarmuka oli-air. Setiap surfaktan atau campuran harus dioptimalkan untuk jenis emulsi
yang disiapkan tetapi tidak boleh mengganggu sistem pendamping yang dirancang untuk
antarmuka yang berlawanan. Stabilitas jangka panjang, oleh karena itu, memerlukan
pertimbangan cermat karakteristik berbagai fase dan kelarutan surfaktan.

8.1. Nomenclature for Multiple Emulsions


Untuk sistem yang sangat kompleks seperti emulsi berganda, sangat penting untuk
menggunakan sistem nomenklatur yang jelas dan konsisten. Untuk sistem w / o / w,
misalnya, di mana fase kontinu akhir berair, emulsi primer akan menjadi emulsi w / o, yang
kemudian diemulsi ke dalam fase berair akhir. Sistem surfaktan atau pengemulsi yang
digunakan untuk membuat emulsi primer dilambangkan sebagai surfaktan primer. Untuk
menghindari ambiguitas lebih lanjut mengenai komponen atau lokasi mereka dalam sistem,
subskrip dapat digunakan. Misalnya, dalam sistem w / o / w fase berair dari emulsi primer
akan dilambangkan sebagai w1 dan emulsi primer sebagai w1 / o. Setelah emulsi primer
selanjutnya didispersikan dalam fasa air kedua w2, sistem lengkap dapat dinotasikan
dengan w1 / o / w2. Dalam kasus emulsi ganda o / b / o di mana fase minyak berbeda, notasi
menjadi o1 / b / o2. Penyempurnaan tambahan agar sesuai dengan sistem yang lebih
kompleks, termasuk 'urutan' beberapa emulsi, telah disarankan.

12
8.2. Preparation and Stability of Multiple Emulsions
Pada prinsipnya, beberapa emulsi dapat dibuat dengan salah satu dari banyak metode
untuk persiapan sistem emulsi konvensional, termasuk sonikasi, agitasi, dan inversi fase.
Namun, kehati-hatian harus dilakukan dalam persiapan sistem akhir, karena perawatan kuat
yang biasanya digunakan untuk persiapan emulsi primer akan sering merusak sistem itu
jika digunakan dalam pembentukan emulsi sekunder, yang mengakibatkan hilangnya
identitas fase primer.
Beberapa emulsi dilaporkan telah disiapkan dengan teknik inversi fase yang
disebutkan sebelumnya; Namun, sistem seperti itu umumnya akan memiliki kegigihan
yang terbatas. Dibutuhkan pilihan yang sangat bijaksana dari kombinasi surfaktan atau
surfaktan untuk menghasilkan sistem yang memiliki karakteristik formasi dan stabilitas
yang berguna. Prosedur umum untuk pembuatan emulsi ganda w1 / o / w2, diilustrasikan
dalam Gambar 11.14, dapat melibatkan pembentukan emulsi primer air-dalam-minyak
menggunakan surfaktan yang sesuai untuk stabilisasi sistem w1 / o tersebut. Secara umum,
itu melibatkan penggunaan surfaktan yang larut dalam minyak dengan HLB rendah (2-8).
Emulsi primer kemudian akan diemulsi dalam larutan berair kedua yang mengandung
sistem surfaktan kedua yang sesuai untuk stabilisasi emulsi sekunder o / w2 (HLB 6-16).

Seperti disebutkan di atas, karena kemungkinan ketidakstabilan emulsi primer, kehati-


hatian harus diambil dalam pemilihan metode dispersi sekunder. Agitasi mekanis yang
berlebihan seperti pada pabrik koloid, mixer berkecepatan tinggi, dan sonikasi dapat
menghasilkan koalesensi emulsi primer dan produksi emulsi "sederhana". Oleh karena itu,
evaluasi hasil tetes emulsi sekunder yang terisi sangat penting dalam menilai nilai berbagai
metode preparasi dan kombinasi surfaktan.

13
Sifat tetesan dalam emulsi ganda akan tergantung pada ukuran dan stabilitas emulsi
primer. Tiga kelas utama tetesan telah disarankan untuk emulsi w / o / w, berdasarkan sifat
tetesan fase minyak: sistem tipe A (Gbr. 11.15a), yang dicirikan memiliki satu tetes internal
besar yang pada dasarnya dienkapsulasi oleh fase minyak; tipe B (Gbr. 11.15b), yang
mengandung beberapa tetes internal kecil yang terpisah dengan baik; dan tipe C (Gbr.
11.15c), yang mengandung banyak tetesan internal kecil dalam jarak dekat. Dapat dipahami
bahwa setiap sistem yang diberikan kemungkinan besar mengandung ketiga kelas tetesan,
tetapi satu akan ditemukan mendominasi terutama tergantung pada sistem surfaktan yang
digunakan.

8.3. Primary Emulsion Breakdown


Ada beberapa jalur yang memungkinkan untuk pemecahan emulsi ganda. Beberapa
ditunjukkan secara skematis pada Gambar 11.16. Meskipun semua mekanisme yang
mungkin untuk penggabungan tetesan tidak dapat diilustrasikan dengan mudah dalam satu
angka, pertimbangan hanya beberapa kemungkinan dapat membantu untuk memperjelas
alasan ketidakstabilan dalam sistem yang diberikan. Meskipun mungkin ada sejumlah
factor terlibat, salah satu kekuatan pendorong utama akan, seperti biasa, pengurangan
energi bebas dari sistem melalui penurunan luas antarmuka total. Seperti yang telah dicatat
sebelumnya, peran utama surfaktan pada antarmuka apa pun adalah mengurangi energi
antarmuka melalui adsorpsi. Dalam sistem emulsi berganda tipikal, mekanisme utama
untuk ketidakstabilan jangka pendek biasanya akan terjadi menjadi tetesan koalesensi
dalam emulsi primer. Maka, menjadi penting untuk memilih sebagai pengemulsi utama
surfaktan atau kombinasi surfaktan yang memberikan stabilitas maksimum untuk sistem
itu, apakah w1 / o atau o1 / w.
Jalur penting kedua untuk hilangnya tetesan emulsi 'terisi' adalah hilangnya tetes
internal oleh pecahnya lapisan minyak yang memisahkan tetesan kecil dari fase kontinu.
Mekanisme pengusiran seperti itu diharapkan dapat menjelaskan hilangnya tetesan internal

14
yang lebih besar. Kecuali kedua fase tersebut sama sekali tidak dapat bercampur (pada
kenyataannya, situasi yang jarang terjadi), akan selalu ada kemungkinan bahwa perbedaan
tekanan osmotik antara bagian internal dan kontinu dari sistem akan menyebabkan
perpindahan material ke fase curah. Tekanan tinggi pada tetesan yang lebih kecil
diharapkan akan memberikan kekuatan pendorong untuk hilangnya material dari tetesan
yang lebih kecil yang mendukung tetangga yang lebih besar (Ostwald ripening), serta ke
fase kontinu. Atau, tekanan osmotik dapat menyebabkan pelarut dari fase eksternal (w2)
untuk bermigrasi ke fase internal (w1) membengkak tetesan dan menghancurkan lapisan
menstabilkan (mis., Oleh penipisan surfaktan), menyebabkan hilangnya emulsi primer.
Akhirnya, keberadaan surfaktan selalu meningkatkan kemungkinan pembentukan
misel dalam fase kontinu primer dan pelarutan berikutnya dari fase terdispersi primer.
Solubilisasi, oleh karena itu, merupakan mekanisme yang nyaman untuk pengangkutan
komponen emulsi primer ke fase kontinu sekunder. Proses pelarutan seperti itu juga
mewakili mekanisme yang nyaman untuk pengangkutan material. Dalam konteks aplikasi
kritis seperti pengiriman obat terkontrol, di mana mekanisme pengiriman adalah dikontrol
difusi, mekanisme pemecahan seperti itu akan sangat merugikan tindakan sistem karena
mereka dapat menghasilkan pelepasan zat terlarut aktif secara cepat dengan efek yang
mungkin berbahaya.

8.4. The Surfactants and Phase Components


Pilihan surfaktan untuk pembuatan beberapa emulsi, pada prinsipnya, dapat dibuat
dari salah satu dari empat kelas surfaktan yang dibahas dalam Bab 3, meskipun nonionik
cenderung menjadi bahan pilihan karena surfaktan lebih mudah 'disesuaikan' untuk
memenuhi kebutuhan sistem. Pilihan akan ditentukan oleh karakteristik jenis emulsi akhir
yang diinginkan, seperti sifat berbagai fase, aditif, dan kelarutan. Dalam banyak aplikasi
(mis., Makanan, obat-obatan, kosmetik), pilihannya mungkin lebih dipengaruhi oleh
pertanyaan-pertanyaan seperti toksisitas, interaksi dengan tambahan lainnya, dan degradasi
biologis. Dalam sistem yang diberikan, beberapa surfaktan yang berbeda dapat bekerja
secara memadai dalam hal stabilitas, tetapi menghasilkan berbagai jenis emulsi ganda (A,
B, atau C pada Gambar 11.15), sehingga pilihan akan tergantung pada aplikasi dan fungsi.
Jelas, banyak emulsi mewakili bidang penelitian subur dalam ilmu permukaan
terapan dan akademik. Meskipun ada semakin banyak publikasi yang muncul tentang
masalah ini, area tersebut tetap agak empiris karena setiap sistem sangat spesifik. Belum
ada beberapa aturan umum yang dapat memandu perumus yang tertarik dalam pemilihan

15
yang optimal surfaktan untuk aplikasinya. Masih banyak yang harus dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang stabilitas koloidal dari sistem yang
kompleks tersebut, dan efek dari berbagai komponen dalam setiap fase pada keseluruhan
proses persiapan dan stabilisasi. Pemahaman yang baik tentang peran surfaktan dan
tambahan lainnya dalam emulsi sederhana dan rasa intuitif untuk efek dari beberapa
antarmuka yang ada dapat berfungsi sebagai panduan awal yang baik.

16
BAB II
DISKUSI DAN PERTANYAAN

1) Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kestabilan emulsi dan bagaimana
faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kestabilan emulsi

Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:


1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals.
Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat
dan mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda
elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :

1. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi stabilitas dari suatu emulsi. Semakin tinggi suhu,
viskositas akan menurun.
2. Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel juga mempengaruhi viskositas emulsi menjadi lebih
tinggi apabila ukurannya lebih kecil dan sempit.
3. pH dan Kekuatan Ion
pH dan konsentrasi ion memiliki dampak pada stabilitas dan sifat emulsi, karena
mempengaruhi interaksi elektrostatis di dalam sistem.
4. Keberadaan Zat Padat
Keberadaan zat padat pada emulsi dapat menstabilkan emulsi dengan berdifusi ke
lapisan minyak/ air, dimana zat padat ini akan membentuk lapisan yang
menghambat destabilisasi coalesce (penggabungan) dari partikel emulsi

17
2) Apa itu emulsi o/w dan emulsi w/o ?
Tipe pembentukan emulsi
• Oil in water emulsion
Emulsi jenis ini terjadi dari fase internal berupa minyak yang terdispersi dari fase
eksternal berupa air. Umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31–41%
sehingga emulsi o/w dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah
dicuci. Ciri-ciri lain dari tipe emulsi o/w ini yaitu mengabsorbsi air, tidak lengket, dan
tidak berminyak. Contoh dari tipe emulsi o/w ini, yaitu susu , santan, lateks , lotion,
mayonnaise, salad dressing, dan es krim.
• Water in oil emulsion
Emulsi jenis ini terdiri dari fase terdispesinya berupa air dan fase pendispersinya berupa
minyak. Pemilihan emulsifier tipe ini haruslah yang lipofilik dengan HLB lebih rendah
dari HLB untuk emulsi o/w. Ciri-ciri lain dari tipe emulsi w/o ini yaitu tidak larut air,
tidak dapat dibilas, akan mengabsorbsi air, lengket, dan berminyak. Contoh dari tipe
emulsi o/w ini, yaitu mentega ,margarin, lipstick, cream , coklat batangan, selai kacang,
sabun padat , dan semir.

3) Bagaimana membedakan antara emulsi o/w dan emulsi w/o?

Metode untuk Membedakan Tipe Emulsi Oil in Water Emulsion dan Tipe Emulsi Water in
Oil Emulsion:
1. Penampakan visual
-Emulsi o/w biasanya berwarna putih dan bertekstur creamy
-Emulsi w/o bewarna lebih gelap dan menunjukkan tekstur minyak
2. Metode Dilusi
-Meneteskan emulsi dalam permukaan air dan minyak
-Emulsi o/w jika penyebarannya sempurna
-Emulsi w/o jika tidak terjadi perubahan dan tetesan emulsi mengapung di
permukaan air

18
3. Metode Pewarnaan
Jika yang digunakan zat warna yang larut dalam air
-Emulsi tipe o/w jika antara emulsi dan zat warna dapat tercampur dengan merata
-Emulsi tipe w/o jika antara emulsi dan zat warna tidak dapat tercampur rata

Jika zat warna yang digunakan zat warna yang larut dalam minyak
-Emulsi yang dapat tercampur merata adalah tipe w/o
-Emulsi yang tidak dapat tercampur merata adalah tipe o/w
4. Metode Penyerapan
-Digunakan kertas filter yang berdasarkan sifat kapilaritas air yang lebih tinggi
daripada minyak
-Benda dengan permukaan licin dapat digunakan dengan mengamati kecepatan alir
emulsinya
-Jika tetesan emulsi ini tersebar berarti emulsi ini bertipe o/w dan jika tidak tersebar
merata berarti emulsinya bertipe w/o
5. Metode Konduktivitas
-Dengan menggunakan dasar bahwa air memiliki resistensi yang rendah dan
konduktivitas yang tinggi, sehinggga emulsi tipe o/w menunjukkan nilai seperti di
atas.
-Untuk emulsi tipe w/o maka akan menunjukkan nilai resistensi tinggi dan
konduktivitas yang lebih kecil.

19
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang berbeda kepolarannya dan
tidak melarutkan satu sama lain. Emulsi terbagi lagi jenisnya, tergantung sifat emulsifier
yang digunakan dan fasa terdispersinya. Emulsi berisi dua cairan tidak akan pernah stabil
dan menyatu karena kedua jenis cairan memiliki gaya kohesinya masing - masing, oleh
karena itu digunakanlah zat pengemulsi atau emulsifier untuk menstabilkan emulsi. Sistem
yang lebih kompleks yang secara umum disebut sebagai "emulsi berganda.", terdiri dari
tetesan satu cairan yang didispersikan dalam tetesan yang lebih besar dari cairan kedua,
yang kemudian didispersikan dalam fase kontinu akhir.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Emulsi. [Online] Terdapat di:


http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-romaulipak-27562-2-
2007ta-1.pdf [Diakses pada: 17 November 2019]
Arista, Sri. Emulsi. [Online] Terdapat di:
https://www.academia.edu/8665862/EMULSI_ARISTA [Diakses pada: 17
November 2019]
Atkins, P.W. 2004. 4th Edition. Physical Chemistry. Publisher : New York. John
Wiley & Sons, Inc.)
Myers, D. (1999). Surfaces, interfaces, and colloids. New York, NY: Wiley-VCH.

21

Anda mungkin juga menyukai