Anda di halaman 1dari 6

Surat teguran

Sebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah adanya surat
tagihan pajak (STP), surat ketetapan kurang bayar (SKPKB), surat kurang bayar tambahan
(SKPKBT), Surat Keputusaq Pembetulan, serta Surat Keputusan Keberatan dan Putusan
Banding, yakni menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah.
Setelah dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat ketetapan sebagaimana
dimaksud tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan
penagihan aktif dengan nama surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis yang
dimaksudkan. untuk manegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang
pajaknya
Penerbitan surat teguran atau surat peringatan atau surat Iain yang sejenis merupakan
tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak dan pelaksanaannya harus dilakukan sebelum
dilanjutkan dengan penerbitan SP. Apabila terhadap Wajib Pajak tidak Pernah diberikan surat
teguran atau Surat peringatan atau surat lain yang sejenis namun Iangsung diterbitkan dan
diberikan SP, maka secara yuridis SP tersebut dianggap tidak ada karena tidak didahului dengan
pengeluaran surat teguran atau surat peringatan atau surat Iain yang sejenis
Pengertian surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang Fungsinya sama
dengan surat Ieguran atau surat peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum SP diterbitkan.
Dalam praktiknya, biasanya kantor pajak sudah membakukan bentuk Surat Teguran guna
memudahkan dalam penerbitannya.
Dalam permasalahan hukum perdata. penerbitan Surat Teguran bisa disamakan dengan
istilah somasi, yaitu suatu surat yang bersifat memberi peringatan kepada pihak Iain agar
melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pamberi somasi. Surat teguran ini lebih cenderung
bersifat persuasif atau dengan kata lain kekuatan hukumnya lemah. Hal demikian adalah wajar
karena kemungkinan besar Wajib Pajak tidak mengetahui kalau yang bersangkutan mempunyai
utang pajak. Sering kali puIa Wajib Pajak tidak pernah menerima ketetapan pajak yang
menyebutkan adanya utang pajak, oleh karenanya perlu dilakukan teguran dengan maksuud
apabila orang atau pihak yang ditegur tidak mengindahkan surat teguran dimaksud maka akan
dilakukan tindakan represif dengan. menerbitkan surat Iain yang mempunyai kekuatan hukum
labih keras atau yang lebih memaksa seperti misahya, SP.
Surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera
setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam Surat ketetapan
Pajak. Penerbitan surat teguran dalam undang-undang tidak diatur secara khusus dalam satu
bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan bagian dari bab mengenai SP, seperti yang diatur
dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a menyatakan ‘Surat paksa diterbitkan apabila
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis.” Sementara itu. ayat (2)-nya menyatakan 'surat
teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Penulis berpendapat
bahwa penerbitan surat teguran sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
penerbitan SP. Dengan kata lain, SP tidak bisa diterbitkan tanpa didahului dengan penerbitan
surat teguran.
Selanjutnya. Pasal 8 ayat (1) humf c, menyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila
penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Pengertian ini dijelaskan bahwa dalam
hal-hal tertentu. misalnya karena penanggung pajak mengalami kesulitan likuiditas, kepada
penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan pejabat. Dengan demikian, apabila kemudian
penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka SP dapat diterbitkan langsung
tanpa Surat Teguran.

Surat Paksa
Dalam mempelajari undang-undang tentang penagihan pajak dengan surat paksa, pengertian
yang perlu dipahami adalah pengertian tentang surat paksa, utang paiak, dan biaya penagihan
paiak. Yang dimaksud dengan surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau
surat sejenisnya berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan. Lalu, yang maksud biaya
penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa. surat perintah melaksanakan penyitaan.
pengumuman lelang, pembatalan lelang, Penilaian dan biaya lainnya sehubungan dengan
penagihan pajak.

Surat paksa mempakan dokumen hukum yang amat penting dalam proses pelaksanaan penagihan
pajak Oleh karena tanpa surat paksa tidak mungkin dilakukan tindakan penagihan berikutnya
berupa penyitaan maupun pelelangan. Setiap kali surat paksa akan diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap status dari utang
pajak Dalam Pasal 8 UU PPSP disebutkan surat paksa diterbitkan apabila:

a. penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;

b.terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau

c. penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan


persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Secara umum surat paksa tidak boleh diterbitkan sebelum didahului dengan diterbitkannya surat
teguran atau surat peringatan yang bersifat mengingatkan penanggung pajak untuk melunasi
utang pajak. Prosedur demikian harus dilaksanakan agar terbitnya surat paksa tidak
menimbulkan permasalahan hukum yang dimggap tidak melalui prosedur sesuai undang-undang.

Namun demikian, bisa saja terhadap penanggung pajak tidak diterbitkan Surat Teguran terlebih
dahulu tetapi Iangsung diterbitkan surat paksa setelah terhadap penaggung pajak dilakukan
tindakan penagihan seketika dan sekaligus yang dimaksud dengan ‘penagihan seketika dan
sekaligus’ adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan kepada penanggung pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis
pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Penagihan seketika dan sekaligus hanya dapat dilakukan bila diketahui


beberapa hal sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU KUP, yaitu apabila:

a. penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lananya atau berniat untuk itu;
b, penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan atau memekarkan usaha. atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki
atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pjhak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan.

Selanjutnya, terhadap penaggung pajak juga bisa diterbitkan langsung surat paksa tanpa terlebih
dahulu diterbitkan surat teguran sepanjang penanggung pajak tidak memenuhi persetujuan
angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Misalnya ketika penanggung pajak mengalami
kesulitan likuiditas, maka kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan
persetujuan mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak. Keputusan tentu mengikat kedua belah pihak. Dengan demikian, apabila
penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, surat paksa dapat diterbitkan langsung
tanpa didahului terlebih dahulu dengan surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang
sejenis.
jika kita perhatikan, di dalam surat paksa terdapat kata-kata berkepala “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kata-kata ini
menunjukan bahwa Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).
Dengan adanya kata-kata tersebut sekaligus menunjukan bahwa surat paksa langsung dapat
dilaksanakan tanpa perlu lagi bantuan putusan pengadilan dan atas surat paksa tersebut tidak
dapat djajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Mengingat surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang pasti,
maka dalam penyampaian surat paksa kepada penanggung pajak oleh jurusita pajak harus
dilaksanakan dengan cara membacakan isi surat paksa dan kedua belah pihak ( jurusita pajak dan
penanggung pajak) dan menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai
pernyataan bahwa surat paksa telah diberitahukan sesuai undang-undang.

Apabila surat paksa akan disampaikan oleh jurusita kepada orang pribadi, maka pelaksanaannya
dilakukan kepada:

a. penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat Iain yang memungkinkan;
b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpaj;
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta Peninggalannya,
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau para ahli waris,
d. apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan hana warn”; telah dibagi.
sedangkan apabila surat paksa akan disampaikan oleh jurusita kepada badan, maka
pelaksanaannya dilakukan kepada:
a. pengurus, pemegang saham, dan pemlik modal di tempat kedudukan badan yang
bersangkutan, di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. pegawai tingkat pimpinan di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan
apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Lain halnya apabila keadaan wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa dapat diberitahukan
kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan
bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
tugas melakukan pemberesan, atau likuidator. Dalam Undang-undang Kepailitan perseorangan
bisa menjadi kurator yang akan mengurus harta debitur pailit sepanjang telah diangkat oleh
pengadilan. Jadi, surat paksa juga dapat disampaikan kepada kurator. Begitupun dalam hal Wajib
Pajak menunjuk seorang kuasa, maka surat paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa.

Dalam praktiknya, tidak tertutup kemungkinan keberadaan Wajib Pajak atau penanggung pajak
tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya. Dalam hal demikian
penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada papan
pengumuman di Kantor Pelayanan Pajak setempat yang menerbitkan surat paksa
atau mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan menteri atau kepala
daerah.

Bagaimana seandainya penanggung pajak menolak menerima surat paksa? Pada prinsipnya
penanggung pajak tidak boleh menolak surat pajak yang disampaikan secara resmi oleh jurusita
pajak sepanjang telah memenuhi cara yang diatur undang-undang. Iika terjadi hal demikian,
jurusita pajak dapat meninggalkan surat paksa dan mencatatnya dalam berita acara
dengan menuliskan bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa. Dengan
demikian, secara hukum surat paksa dianggap telah diberitahukan.

Namun demikian, penanggung pajak dapat menolak surat paksa bila diketahui ada hal-hal yang
bersifat formal tidak dipenuhi. yaitu sebagai berikut.

a. Apabila surat paksa diberitahukan atau disampaikan oleh seorang petugas yang bukan jurusita
pajak yang disumpah. Seorang jurusita pajak yang disumpah dibekali dengan suatu tanda
pengenal sebagai jurusita pajak dan penanggung pajak dapat meminta agar jurusita menunjukkan
tanda pengenalnya sebagai jurusita pajak.

b. Apabila surat paksa yang telah diterbitkan dikirim melalui kantor pos. Cara demikjan tidak
sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b jo. Pasal 10 ayat (11) bahwa surat paksa harus
diberitahukan jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat paksa kepada
penanggung pajak.

c. Apabila surat paksa tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menerbitkan surat
paksa.

Yang perlu menjadi perhatian penanggung pajak adalah mengenai batas waktu untuk
menindaklanjuti pelaksanaan surat paksa dengan tindakan penyitaan. Pelaksanaan penyitaan
hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak surat
paksa diberitahukan kepada penanggung pajak. Hal ini bisa dipahami guna memberikan
kesempatan kepada penanggung pajak berpikir dan mengambil tindakan dalam hal
pelunasan utang pajaknya.

Penagihan Seketika dan Sekaligus


Dalam melaksanakan tindakan penagihan pajak ternyata tidaklah selalu didahului dengan
pelaksanaan SP, akan tetapi dapat juga langsung dengan melakukan tindakan berupa penerbitan
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus tanpa perlu menunggu jatuh tempo
pembayaran. Ada dua kata yang penting untuk dipahami yaitu kata ‘seketika’ dan kata
‘sekaligus’. Penagihan seketika adalah penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran. Sementara itu, penagihan sekaligus adalah penagihan yang
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak. Cara penerbitan Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
24/PMK.03/2008, yaitu:
a. sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;
b. tanpa didahului surat teguran;
c, sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak surat teguran diterbitkan; atau
d. sebelum penerbitan surat paksa.

Dilanggarnya ketentuan formal yang umum seperti adanya surat teguran dan ketentuan
jangka waktu penagihan yang bersifat umum, dapat dimengerti karna adanya kondisi yang
mengharuskan kantor pajak melakukan tindakan penagihan yang bersifat cepat. Iika tidak
demikian, tentunya kantor pajak akan kehilangan kesempatan untuk mencairkan tunggakan pajak
dari Wajib Pajak yang beritikad tidak baik
Adanya tindakan penagihan seketika dan sekaligus ini tidak lain dimaksudkan agar Wajib
Pajak tetap harus mendahului kepentingan negara untuk mlunasi utang pajak sebelum
kepentingan-kepentingan lain diselesaikan.
Dalam hal-hal apa sajakah penagihan seketika dan sekaligus dapat dilaksanakan? Pasal 20 UU
KUP menegaskan bahwa tindakan penagihan dan sekaligus dapat dilakukan bila salah satu dari
hal-hal berikut dikelahui yaitu Sebagai berikut.

1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk
itu.

2. Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannya atau
pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun memindahtangankan barang bergerak atau
barang tidak bergerak yang dimilikinya atau dikuasainya.

3. Pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan pailit begitu pula dalam hal
terjadi penyitaan atas barang bergerak atau barang tidak bergerak milik penanggung pajak.

Sebagaimana telah disebutkan, apabila pénanggung pajak akan meninggalkun Indonesia untuk
selama-lamanya atau mempunyai niat untuk itu, maka penanggung pajak harus melunasi utang
pajaknya terlebih dahulu. Untuk itu. sesuai UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, upaya
hukum yang dapat dilakukan untuk itu adalah dengan cara mencegah penanggung pajak yang
bersangkutan berangkat ke luar negeri. Usulan pencegahan demikian hanya dapat dilakukan oleh
menteri keuangan kepada menteri kehakiman sepanjang menyangkut urusan piutang negara.

Piutang negara menurut penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Keimigrasian tersebut adalah


tagihan terhadap seseorang atau badan hukum yang timbul dan perjanjian keperdataan dengan
instansi pemerintah. Menurut penulis, utang pajak bukanlah termasuk piutang negara yang
timbul dari perjanjian keperdataan Utang pajak timbul karena adanya undang-undang pajak,
sifatnya bukan karena perjanjian keperdataan. Oleh karena itu, penjelasan Pasal 11 Undang-
Undang Keimigrasian tersebut sebaiknya ditambah dengan kata-kata “atau yang timbul
berdasarkan undang-undang.”

Anda mungkin juga menyukai