Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah

aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

bahkan dapat dipelajari. Skinner dan Allport (1993) seorang ahli psikologi,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya rangsangan pada seseorang dan kemudian orang tersebut memberikan

respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik

atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat

bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat

kecerdasan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


2. Faktor eksternal ialah lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang

mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007) .

2.1.2 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi

perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif

(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil

pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo,

2007).

1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan

(Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah

atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual

pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun

faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)

mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat

verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur

Universitas Sumatera Utara


(knowledge of specidetails and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian,

orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur

dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang

implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu

pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan stuktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat

rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-

langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan

bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan

pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan apabila siswa bisa

mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. Dimensi proses

kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:

1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.

Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk

Universitas Sumatera Utara


mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas

mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas

dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua

macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang

dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki

atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada

dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka

pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami

mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh

(exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing),

menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing) dan menjelaskan

(explaining)

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan

pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai

untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses

kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan

menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur

Universitas Sumatera Utara


besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalis

membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing) dan menemukan pesan

tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada.

Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini memeriksa

(checking) dan mengritik (critiquing).

6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga

macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat

(generating), merencanakan (planning) dan memproduksi (producing) (Widodo,

2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang

lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi

dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

Universitas Sumatera Utara


2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik

dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman

mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang

melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk,

2007) .

2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi

Universitas Sumatera Utara


yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid

dkk, 2007).

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen

pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting.

Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau

stimulus berikut:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi

terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor

penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap

mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap

positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan

pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir

seseorang untuk bersikap terhadap objek atau stimulus tertentu (Notoatmodjo,

2007).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil

atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap

sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada

Universitas Sumatera Utara


orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya

tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara

sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud

pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu.

Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu

sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian

terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi

merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan

hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera,

keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman

dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua

pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak

perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang

mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-

obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.

Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap

sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang

Universitas Sumatera Utara


tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula

mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah

sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat

itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada

banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

4. Nilai di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang

menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup dalam

bermasyarakat.

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guide response)

Universitas Sumatera Utara


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain:

1. Imitasi

Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di

sekitarnya.

2. Sugesti

Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah

laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:

 Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over

pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau

berfikir kritis.

Universitas Sumatera Utara


 Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami

kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia

tidak bisa berfikir.

 Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima

pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap

ahli.

 Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di

dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).

 Will Of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena

sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama.

3. Identifikasi

Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturan-

peraturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.

4. Simpati

Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau

kelompok orang lain.

2.1.3 Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan

perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

Universitas Sumatera Utara


perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-

anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh

kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau

program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi

adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan

sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di

dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat

cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan

sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.Hal

ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to

change) yang berbeda-beda.

2.14 Teori Perubahan Perilaku

Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah social

Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori

pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social

Learning Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh bandura pada tahun

1977.

Universitas Sumatera Utara


Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku

dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui

observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam

SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut

berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan.

Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan

observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan

proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori

Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi

lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri

seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu

diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh

individu-individu lain yang menjadi model.

Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal

determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu

situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat

3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut.

Berikut adalah skema dari reciprocal determinism.

Universitas Sumatera Utara


Individu
(Karakteristik, Kognisi,
Kepribadian, Kemampuan
mengatur diri sendiri)

Lingkungan Perilaku
Stimulus/Rangsangan: (Alamiah, Frekuensi,
Sosial dan fisik Intensitas)

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism

Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat

dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan

antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang

mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self

regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature

atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang

mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun

secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama

meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah

ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan

ditindaklanjuti.

Menurut Bandura (1977) dalam Feldman (2003), dalam melakukan proses

modeling kegiatan observasi terdapat empat langkah yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Attention (Perhatian)

Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu

perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut

akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat

menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh

perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari.

2. Retention (daya ingat)

Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting

dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa

faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan

berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi.

3. Reproduction (Perkembangan)

Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan

segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru

yang telah di observasinya.

4. Motivation (motivasi)

Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang

tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang

menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman

(Panishment) memainkan peranan yang penting dalam menimbulkan motivasi.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Diare

2.2.1 Pengertian Diare

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare

merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti

biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran dan

frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan

pada neonatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik

Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih

dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme, yang pertama disebut

diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat

kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat

penempelan virus, bakteri jahat atau parasit pada dinding usus. Yang kedua

disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus,

sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar

begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).

Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare

persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari

dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan

diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).

Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan

sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat

keadaan anaknya sehingga diperlukan terapi dan penanganan agar penyakit dapat

Universitas Sumatera Utara


lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan

cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah

sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang

lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya

diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam

tubuh (Sofwan, 2010).

2.2.2 Diare Pada Balita

Diare pada anak (balita) merupakan masalah pencernaan. Diare yang

terjadi pada anak merupakan salah satu alasan umum yang membuat orangtua

membawa anaknya kedokter. Anak di bawah usia dua tahun mengalami dua

sampai tiga kali diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar

dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka

kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak dan kebanyakan disebabkan oleh

dehidrasi (Sofwan, 2010).

Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja

yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar

kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab

diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau

minuman pada balita (Hamdani,2008).

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita

belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga jika anggota

keluarga terutama ibu tidak hati-hati dengan kebersihan diri sendiri secara tidak

Universitas Sumatera Utara


langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja,

setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita.

Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan

berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri,

maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).

Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang

keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB

yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak

terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).

Pola buang air besar (BAB) pada balita berbeda dengan orang dewasa.

Pada orang dewasa, buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi

yang cair sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan

normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar

anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih

encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu perlu juga diperhatikan warna

dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti

biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).

Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang

air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering

dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB

yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya

seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak

memberi obat pemampat feses atau tinja. Sebab jika tinja mampat kuman tidak

Universitas Sumatera Utara


akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman

dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti

dengan sendirinya (Sarasvati, 2010).

Diare bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain akibat infeksi usus,

karena kekurangan gizi, kelaparan, kekurangan zat putih telur, atau yang paling

umum adalah karena tidak tahan terhadap makanan tertentu. Diare dapat disertai

dengan rasa nyeri pada perut (kram) karena aktivitas usus yang berlebihan,

kehilangan nafsu makan, muntah, dan penurunan berat badan (Maryunani, 2010).

Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan

penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:

1. Infeksi virus

Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena

rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair

(watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi.

2. Infeksi bakteri

Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid),

Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare

pada anak.

3. Parasit

Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis

misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.

Universitas Sumatera Utara


4. Antibiotik

Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal

ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja

membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada

dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai

dokter memberikan persetujuan.

5. Makanan dan minuman

Terlalu banyak jus, terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan

kandungan fruksosa yang tinggi atau terlalu banyak minuman manis dapat

membuat perut balita kaget dan menyebabkan diare.

6. Alergi makanan

Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang

masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat

maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan

diare.

7. Intoleransi makanan

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh

sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak

yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup

memproduksi lactase suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu

gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya).

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Penanganan dan Pecegahan Diare Secara Dini Pada Balita

Sakit adalah suatu kondisi yang dapat menimpa setiap orang. Kondisi ini

sebagian dapat diupayakan pencegahannya. Orangtua khususnya ibu harus

mengetahui bagaimana harus bersikap menghadapi kondisi anak yang sedang

sakit sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi

pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit seperti (panas, batuk, flu, diare,

dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang

berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif

(Widoyono, 2010).

Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan

memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita

anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya

(self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir

melihat keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit

dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)

Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and

Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan

memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan

adalah :

- Penyiapan makanan yang higienis

- Penyediaan air minum yang bersih

- Kebersihan perorangan

- Cuci tangan sebelum makan

Universitas Sumatera Utara


- Pemberian ASI ekslusif

- Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)

- Tempat buang sampah yang memadai

- Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan

- Lingkungan hidup yang sehat (Sarasvati, 2010)

2.2.5 Pedoman WHO Dalam Penanganan Diare

Sampai saat ini, para ahli dan dokter anak di seluruh dunia masih mencari

dan melakukan penelitian tentang penanganan diare pada anak yang paling

optimal. WHO (World Health Organization), melalui anak cabangnya yang

mengurusi anak-anak (UNICEF), sering mengadakan pertemuan untuk membahas

hal ini. Saat ini, penanganan diare pada anak masih berpedoman pada

kesepakatan WHO yang disebut 5 Ways to Threat Diarrhea , di Indonesia dikenal

dengan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lima pendoman tersebut

adalah (Sofwan, 2010):

1. Berikan oralit formula baru

2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan ASI-makan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat untuk ibu dan keluarga

1. Pemberian Oralit Formula Baru

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh formula oralit. Dan

telah terbukti bahwa oralit dapat menurunkan angka kematian akibat dehidrasi.

Oralit ini sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan cairan dan

Universitas Sumatera Utara


elektrolit tubuh. Karena oralit juga mengandung elektrolit yang hilang bersama

keluarnya tinja (Maryunani, 2010).

Langkah pertama dalam menangani diare pada anak adalah memberikan oralit.

Oralit diberikan mulai dari pertama kali anak diare sampai diare berhenti. Pada

waktu anak diare, selain cairan yang keluar melalui feses, ada garam tubuh yang

ikut hilang bersama cairan tersebut. Garam tubuh tersebut berupa garam elektrolit

seperti Natrium (Na), Kalium (K), Klorida (CI), Glukosa, dan Karbonat. Garam-

garam elektrolit ini berguna untuk menjaga keseimbangan elektrolit di dalam

tubuh. Jika tubuh kekurangan cairan dan garam-garam ini, maka dapat terjadi

dehidrasi dan gangguan fungsi organ dan tubuh lainnya (Sofwan, 2010).

Secara umum, ada dua bentuk oralit yaitu dalam bentuk larutan yang sudah

siap saji dan dalam bentuk bubuk. Keduanya dapat diperoleh dengan mudah di

puskesmas, toko obat, dan apotek, serta tidak memerlukan resep dokter untuk

membelinya harganya juga cukup terjangkau.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa oralit formula baru memiliki

beberapa kelebihan dibandingkan oralit formula lama, yaitu (Sofwan, 2010):

1. Mengurangi volume feses hingga 25%

2. Mengurangi efek mual-muntah hingga 30%

3. Mengurangi pemberian cairan melalui intravena (infuse) bila anak perlu

dirawat

Cara penggunaan oralit adalah dengan melarutkan satu bungkus oralit dalam 1

gelas (200 ml) air putih (boleh hangat atau biasa saja). Untuk melarutkan oralit

gunakan air matang yang telah dingin dan tidak boleh menggunakan air mendidih.

Universitas Sumatera Utara


Larutan yang telah 24 jam tidak boleh digunakan lagi. Semua isi bungkusan

dilarutkan dalam 200 ml air. Oralit diberikan setiap kali anak menceret sebanyak

10 ml per kg berat badan anak. Jumlah yang diminum disesuaikan dengan usia

dan tingkat keparahan diarenya. Aturan pakai oralit yaitu (Kementerian Kesehatan

RI, 2011) :

Table 2.1 Aturan Pemakaian Oralit


Usia Mencegah Mengatasi Dehidrasi
dehidrasi 3 jam pertama selanjutnya
(tiap buang air tiap BAB
besar/BAB)
>11 Bulan 0.5 gelas 1,5 gelas 0,5 gelas
1-4 Tahun 1 gelas 3 gelas 1 gelas
>5 tahun 1.5 gelas 6 gelas 1,5 gelas
Dewasa 2 gelas 12 gelas 2 gelas
Oralit dapat digantikan dengan cairan rumah tangga seperti sup, air tajin,

air kelapa, dan larutan gula garam. Namun pada anak diare jangan diberikan

minuman seperti soft drink atau kopi. Larutan gula garam dapat dibuat dengan

mudah di rumah. Caranya adalah dengan 1 sendok teh gula ditambah ¼ sendok

teh garam dilarutkan dalam 1 liter air putih (Purnamasari,2011).

2. Berikan Zinc Selama 10 Hari Berturut-turut

Langkah kedua yang perlu dilakukan untuk menangani diare adalah

memberikan Zinc (seng) selama 10 hari berturut-turut. Zinc adalah zat gizi mikro

yang ada di dalam tubuh dan berguna untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan

anak. Zinc akan ikut terbuang atau keluar dari dalam tubuh pada saat anak diare,

sehingga mengakibatkan jumlah Zinc di dalam tubuh berkurang. Itulah sebabnya

dibutuhkan tambahan Zinc untuk menggantikannya. WHO dalam penelitiannya

mengemukakan beberapa manfaat zinc (Sofwan, 2010), yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Mengurangi angka kejadian diare sebanyak 34%

2. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare akut sampai 20%

3. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare persisten sampai 24%

4. Mengurangi kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten

sebanyak 42%

5. Mengurangi angka pneumonia atau radang paru-paru sebesar 26%

Pada kasus diare akut, Zinc diberikan minimal 10 hari berturut-turut dan

satu kali sehari. Sekalipun diare telah berhenti, misalnya setelah tiga hari,

pemberian Zinc tetap dilanjutkan karena Zinc akan meningkatkan sisitem imun

anak dan mengurangi angka kejadian diare berulang hingga 3 bulan ke depan.

Saat ini, ada dua bentuk Zinc yang tersedia di Indonesia, yaitu sirup dan tablet.

Zinc diberikan sesuai dengan usia anak. Zinc dalam bentuk tablet perlu dilarutkan

dalam air sebelum ditelan. Caranya adalah dengan meletakkan tablet Zinc ke

sendok berisi air, ditunggu hingga lart dan setelah itu baru diminum. Efek

samping Zinc yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah. Zinc dapat

diberikan bersama-sama dengan obat lainnya, termasuk oralit. Zinc dapat

diperoleh dengan mudah di toko obat dan apotek, namun harus diakui bahwa

harganya cukup mahal. Meskipun demikian, konsumsi Zinc pada saat diare sangat

menguntungkan karena biasanya setelah itu anak akan terlihat lebih fit, sehat, dan

jarang sakit-sakitan (Sofwan, 2010).

3. Teruskan Pemberian ASI dan Makanan

Langkah ketiga adalah terus ASI (Air Susu Ibu) dan makan. Pemberian

ASI untuk bayi dan balita tetap diteruskan pada saat diare. begitu juga dengan

Universitas Sumatera Utara


pemberian makanan sehari-hari pada anak yang lebih besar. ASI tidak

menyebabkan diare, justru dapat membantu mencegah diare. makanan sehari-hari

tetap dilanjutkan dan cobalah perbanyak makanan yang berkuah, seperti sup,

sereal, dan kuah sayur-sayuran. Selain digunakan untuk energi, makanan-

makanan ini dan juga ASI (bila masih diberi ASI) akan menambah jumlah cairan

yang masuk ke dalam tubuh sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya

kekurangan cairan atau dehidrasi. Pemberian susu formula (untuk anak yang lebih

besar) juga tetap dapat dilanjutkan selama diare (Sofwan, 2010).

Akibat makanan yang terbuang karena tidak diserap oleh usus, diare dapat

menyebabkan gangguan nutrisi. Padahal pada kondisi ini, metabolism tubuh lebih

tinggi sebagai upaya melawan infeksi, sehingga nutrisi yang diperlukan pun lebih

banyak. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang dibenarkan apabila selama diare

menjadi takut memberi makan dan minum. Justru makan dan minum ini sangat

diperlukan (Purnamasari, 2011).

Ketika anak (balita) mengalami diare, orangtua khususnya ibu harus

memperhatkan aspek gizi pada anak karena balita masih dalam tahap

pertumbuhan dan perkembangan, sehingga aspek gizi ini sangat penting. Tidak

jarang, ketika anak mengalami diare fokus perhatian orangtua terlalu terpaku pada

cara menyembuhkan dan menghentikan diare, sehingga akhirnya lupa untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Banyak orangtua ragu serta tidak mengetahui

makanan apa yang sebaiknya diberikan ketika anak diare, sehingga akhirnya

membatasi makanan yang dikonsumsi. Adapun, makanan yang perlu dihindari

ketika anak mengalami diare akut dapat dilihat pada table berikut (Sofwan, 2010):

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Makanan yang Direkomendasikan dan yang Perlu Dihindari
Makan yang direkomendasikan Makanan yang perlu dihindari

Makanan yang mengandung tepung Minuman dengan pemanis buatan,

Seperti: beras, kentang, bakmi, biscuit, Minuman bersoda.

Sereal (bubur, gandum), sup, Yogurt, Makanan berlemak atau mengandung

Sayur-sayuran Buah-buahan lemak dalam jumlah tinggi.

Makanan atau minuman yang terbuat

dari gula sederhana Seperti: jus apel

buatan, sereal dengan pemanis

buatan,dan lain-lain.

4. Antibiotika Selektif

Langkah keempat dalam penanganan diare pada anak (balita) adalah

antibiotika selektif. Maksudnya adalah adalah cobalah untuk tidak memberikan

antibiotika secara sembarangan ketika anak diare. Banyak orangtua yang

terkadang “sok pintar” dan langsung memberikan antibiotika ketika anak diare.

Terkadang setelah diberikan antibiotika diare semakin bertambah parah.

Seharusnya orang tua lebih berhati-hati dan bijak dalam memberikan pengobatan

pada anak. Di dunia medis dikenal istilah antibiotic associated diarrhea atau diare

yang disebabkan karena pemberian antibiotika (Sofwan, 2010).

Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri. Sedangkan diare

akibat virus tidak dapat diatasi dengan antibiotik, dan justru bisa semakin

memburuk. Pemberian antibiotik ini harus sesuai dengan indikasi, sehingga

sebaiknya sesuai dengan petunjuk dokter (Ngastiyah, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Kerugian utama dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional terletak

pada sisi ekonomi atau biaya, karena pemberian antibiotika menambah biaya

berobat yang mubazir. Kerugian kedua adalah meningkatkan resistensi kuman.

Artinya, jika diberikan tidak dalam dosis dan durasi yang tepat justru akan

membuat kuman atau bakteri menjadi kebal terhadap antibiotika tersebut. Dan

kerugian ketiga adalah kemungkinan diare tidak membaik dan malahan

memburuk (antibiotic associated diarrhea). Bila dikonsumsi, antibiotika tidak

hanya akan membunuh bakteri jahat yang ada di dalam tubuh, melainkan juga

membunuh sebagian bakteri baik yang ada di dalam tubuh, sehingga justru akan

menyebabkan ketidakseimbangan bakteri di dalam tubuh (Sofwan, 2010).

5. Konseling Untuk Ibu dan Keluarga

Sejatinya, langkah kelima tidak termasuk dalam konteks penanganan

diare, melainkan lebih kepada edukasi para orangtua mengenai perlunya

kewaspadaan bila terjadi hal-hal yang lebih serius terhadap diare yang dialami

balita. Langkah ini diberikan oleh para praktisi kesehatan kepada orangtua agar

selalu memantau keadaan balita dan bila terjadi hal-hal yang lebih serius agar

segera dibawa kembali ke dokter. Sekalipun diare akut tergolong ringan, tetapi

pada beberapa keadaan kesehatan balita dapat memburuk dan bahkan

membahayakan jiwa. Dokter dan praktisi kesehatan lainnya perlu mengedukasi

para orangtua mengenai cara pembuatan dan pemberian oralit, Zinc dan informasi

lain seputar masalah diare akut (Sofwan, 2010).

Segala kekhawatiran orangtua mengenai keadaan anaknya sebaiknya

segera dikonsultasikan dengan dokter. Pelaksanaan utama keberhasilan

Universitas Sumatera Utara


penanganan diare di komunitas adalah orangtua. Hal ini sangat diperlukan bagi

orang tua, terutama ibu, untuk mengenali diare dan membantu penyembuhannya

(Nagiga dan Arti, 2009).

2.2.6 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare Pada Balita

Diare pada balita merupakan penyakit yang dapat dicegah. Beberapa

perilaku berikut dapat menjadi risiko terjadinya diare pada anak, yaitu:

1. Pengunaan botol susu

Botol susu yang jarang dibersihkan dapat menjadi media transportasi kuman

kedalam pencernaan balita. Oleh karena itu perlu untuk selalu mencuci botol susu

hingga bersih dan sebaiknya direbus sebelum digunakan lagi, agar kuman yang

menempel pada botol susu tersebut dapat mati dalam pemanasan.

2. Makanan masak dalam suhu kamar

Makanan masak yang disimpan pada suhu kamar untuk dimakan kemudian,

dapat memudahkan terjadinya pencemaran akibat terjadinya kontak dengan

permukaan alat-alat yang terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam dalam

suhu kamar, kuman dapat berkembang biak pada makanan tersebut.

3. Air minum yang tercemar kuman

Air minum yang tercemar bisa terjadi melalui dua hal, yaitu tercemar pada

sumber airnya dan tercemar pada tempat penyimpanan minumannya.

4. Tidak cuci tangan setelah buang air besar atau membuang tinja balita

Mencuci tangan merupakan hal sederhana dan sangat penting, terutama

setelah terpapar dengan sesuatu yang mengandung kuman. Apalagi setelah itu

Universitas Sumatera Utara


akan menyiapkan makanan. Kuman yang masih menempel pada tangan yang

belum dicuci dapat terkontaminasi pada makanan.

5. Tidak membuang tinja dengan benar

Orang sering menganggap tinja balita tidak berbahaya, padahal tinja balita

juga mengandung kuman. Demikian juga dengan tinja binatang, juga mengandung

kuman.

6. Pengelolaan dan pembuangan sampah sembarangan

Pengelolaan dan pembuangan sampah yang baik supaya makanan tidak

tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain) (Purnamasari, 2011).

2.3 Landasan Teori

Dalam menyusun kerangka konsep mengenai gambaran pengetahuan dan

sikap ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita peneliti

mengacu pada teori Social Learning Theory (SLT). Menurut Bandura (1977) ada

tiga komponen yang memepengaruhi perilaku seseorang, yaitu faktor individu itu

sendiri Person (P), terdiri dari personality, karakteristik seseorang, proses kognisi,

self regulation atau kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri.

Behavior (B) atau perilaku, hal yang di pengaruhi yaitu nature atau alamiah,

frekuensi, dan intensitas dari suatu perilaku seperti suatu perilaku dapat dilakukan

atau ditiru seseorang dari seringnya seseorang melihat atau terpapar oleh suatu

perilaku tersebut dan reinforcement/punishment yang berasal dari diri sendiri atau

lingkungan berfungsi sebagai kontrol bagi seseorang mengenai tingkah laku

mereka. Environment (E) atau lingkungan yang terdiri dari rangsangan atau

stimulus, baik secara sosial maupun secara fisik misalnya teman sebaya, media

Universitas Sumatera Utara


massa atau lingkungan yang mempengaruhi seseorang melakukan suatu perilaku

baru pada dirinya yang mendukung atau tidak mendukung seseorang melakukan

suatu perilaku baru tersebut. Berikut adalah skema dari reciprocal determinism.

Individu
Karakteristik :
(Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Jumlah Anak)
Kepribadian:
(Pegetahuan dan Sikap
ibu terhadap upaya
penanganan diare secara
dini pada balita)

Lingkungan
(Stimulus/rangsangan:
Tindakan ibu
keluarga, petugas
kesehatan, media
massa, dan teman)

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara


2.4 Krangka konsep

Berdasarkan Social Learning Theory yang dikemukakan oleh Bandura

(1977) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu, maka

kerangka konsep penelitian ini, sebagai berikut :

Pribadi Individu
 Karakteristik :
 Umur
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Jumlah Anak
 Pengetahuan ibu Tindakan ibu
melakukan
terhadap penanganan
penanganan diare
diare secara dini
secara dini pada
 Sikap ibu terhadap
balita
penanganan diare secara
dini

Lingkungan
 Petugas Kesehatan
 Media Elektronik/
Cetak
 Keluarga
 Teman

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan

sikap ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara.Faktor yang di teliti sesuai

dengan teori SLT yaitu pada faktor pribadi individu (Person) yaitu umur,

Universitas Sumatera Utara


pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya

penanganan diare secara dini pada balita. Faktor lingkungan (Environment) yang

terdiri dari keluarga, petugas kesehatan, teman dan media massa. Perilaku

(Behavior) yaitu gambaran tindakan ibu melakukan penanganan diare secara dini

pada balita.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai