Anda di halaman 1dari 46

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap negara memiliki kekayaan atau sumber daya alam yang berbeda-beda satu sama
lain. Dengan adanya perbedaan keunggulan komparatif di masing-masing negara, akan
menciptakan pertukaran komoditi antara negara satu dan negara yang lain. Perdagangan
internasional melalui ekspor impor dapat diartikan sebagai transaksi perdagangan antara
subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai
barang ataupun jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri
dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri,
perusahaan negara ataupun pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri,
2001).
Ekspor suatu negara memainkan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.Ekspor dapat menyuplai anggaran negara melalui pendapatan dan mata uang asing
yang dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dan menciptakan iklim investasi yang
menarik (Mohsen, 2015).Salah satu produk perkebunan yang menjadi andalan Indonesia
adalah kopi. Menurut data statistik analisis komoditi ekspor 2011-2017 perkebunan kopi di
Indonesia pada tahun 2011, 2012, 2015 dan 2017 menunjukkan peningkatan sebesar 27,37
persen, 20,21 persen, 15,41 persen dan 17,47 persen. Apabila dilihat dari sisi berat ekspor
komoditas kopi mengalami peningkatan tertingkatan tertinggi pada tahun 2015 sebesar 30,51
persen dan beratnya mencapai 499,6 ribu ton (BPS, 2018).Pemerintah Indonesia menempatkan
ekspor sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia.Berdasarkan data UN
Comtrade Statistsic (2013), pada tahun 2012 Indonesia tercatat menjadi negara produsen
pengekspor kopi terbesar keempat di dunia dengan nilai ekspor sebesar US$ 1.243 juta.
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
sumber daya alam baik berupa sumber daya minyak dan gas bumi maupun dari sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Berbagai strategi dilakukan oleh
pemerintah daerah Provinsi Aceh dapat meningkatkan pendapatan daerah dari potensi yang
ada melalui pendapatan devisa pada kegiatan ekspor.Komoditi kopi merupakan salah satu
komoditi ekspor yang memberikan kontribusi dalam perolehan devisa negara dan merupakan
1
2

salah satu komoditi unggulan provinsi Aceh. Saat ini Provinsi Aceh tergolong salah satu
daerah produsen kopi Arabika dan Robusta di Indonesia.Berikut ini adalah data luas lahan,
ekspor kopi dan produksi kopi Aceh selama periode 11 tahun terakhir:
Tabel 1. Ekspor Nonmigas Aceh, Ekspor Kopi Aceh dan Nilai Tukar
Luas Lahan Ekspor Kopi Aceh Produksi Kopi
Tahun
(Ha) (ton) (ton)
2005 100.263 1.765 35.012
2006 100.327 1.627 37.894
2007 108.813 9.496 42.308
2008 109.116 5.558 47.124
2009 118.612 4.084 50.190
2010 120.526 2.805 47.805
2011 121.094 3.248 53.950
2012 121.854 2.204 54.314
2013 123.764 2.662 48.282
2014 120.666 2.560 44,343
2015 121.273 2.195 47.444
2016 123.443 2.515 65.231
2017 123.749 6.539 68.493
Sumber: Badan Pusat Statistik.dan Bank Indonesia, 2007-2018

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat luas lahan kopi di Aceh cenderung mengalami
peningkatan, hanya pada tahun 2014 yang terjadi penurunan sebesar 3.098 Ha.Kemudian
untuk ekspor kopi Aceh mengalami peningkatan terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 7.869
juta US$ sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu 3.938 juta
US$.Selanjutnya untuk produksi kopi Aceh cenderung mengalami peningkatan, hanya pada
tahun 2010, 2013 dan 2014 yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.385, 6.032
dan 3.939 ton.
Penurunan ekspor dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor domestik dan pasar
internasional. Faktor domestik antara lain mencakup kapasitas produksi, harga di pasar
domestik dan berbagai kebijakan domestik, sedangkan faktor pasar internasional mencakup
harga di pasar internasional, nilai tukar dan sisi permintaan dari negara importir produk
Indonesia (Lubis, 2013). Peningkatan ekspor dikarenakan pasar internasional menyukai kopi
Aceh khususnya jenis Arabika dan Robusta yang diproduksi di daerah ataran tinggi seperti
Aceh Tengah dan Bener Meriah (Wahyudin, 2018).
3

Berdasarkan Mubyarto (2001) menyatakan bahwa lahan merupakan salah satu faktor
produksi yang mempunyai kontribusi besar terhadap usahatani.Besar kecilnya produksi dari
usahatani dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan.Semakin sempit lahan
usahatani maka semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan sedangkan semakin luas
usahatani maka semakin efisien usahatani dan produksi yang didapatkan.Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Airlangga (2007) dimana setiap kenaikan produksi haruslah disertai dengan
adanya peningkatan luas lahan, jumlah tenaga kerja dan pengeluaran pembangunan
pemerintah.Jika produksi meningkat maka volume ekspor juga meningkat.
Jika dilihat dari data pada Tabel 1, terdapat beberapa tahun yang bertentangan dengan
teori dimana pada tahun-tahun tersebut peningkatan luas lahan tidak diikuti oleh peningkatan
produksi kopi.Begitu juga untuk peningkatan produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan
ekspor. Melihat hal tersebut, kenaikan dan penurunan ekspor kopi tentunya dipengaruhi oleh
beberapa faktor lain selain produksi. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian
tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Aceh”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yaitu faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor kopi Aceh ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Aceh.

1.4 Manfaat Penilitian


Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan untuk :
1. Sebagai sumber informasi dan referensi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
ekspor kopi Aceh.
2. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan dan pengambil
keputusan yang akan dilaksanakan.
3. Sebagai syarat untuk mencapai kesarjanaan di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala.
4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan antara dua negara atau
lebih atas kesepakatan yang telah disetujui.Terjadinya perdagangan internasional dikarenakan
adanya kebutuhan negara yang tidak dapat dihasilkan oleh negara itu sendiri, kurangnya
produksi negara untuk memenuhi kebutuhan negara itu sendiri, perbedaan kemampuan dalam
memproduksi serta perbedaan sumber daya yang dimiliki negara.Terdapat beberapa model
yang menjelaskan tentang terjadinya permintaan dan penawaran pada perdagangan
internasional (Salvatore, 2004).
a. Model Absolut Advantage Adam Smith
Teori ini menjelaskan bahwa dalam melakukan perdagangan internasional
didasari oleh adanya keunggulan mutlak yang dimiliki suatu negara.Keunggulan
mutlak sendiri adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi suatu barang
dengan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan negara lain (Salvatore, 2004).
b. Model Comparative Advantage Ricardian
Model ini lebih memfokuskan perdagangan internasional dengan menggunakan
keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif adalah dimana suatu negara memilih
untuk memproduksi suatu produk yang paling baik produksinya di negara tersebut
(Salvatore,2004).Berbeda dengan teori absolut, pada teori komparatif negara tetap
dapat memproduksi barang meskipun tidak memiliki keunggulan absolut asalkan
memiliki harga komperatif yang berbeda dengan negara lain. Pada teori keunggulan ini
terdapat spesialisasi produksi suatu negara sehingga negara tersebut akan mendapatkan
keuntungan yang lebih baik.
c. Model Hecksher-Ohlin
Sumber daya alam yang berbeda antar negara merupakan alasan terjadinya
perdagangan internasional.Hecksher-Ohlin berpendapat bahwa perdagangan
5

internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung (Salvatore, 2004).


Teori ini sangat menekankan pada perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antar
negara dan perbedaan proporsi penggunaannya dalam memproduksi barang.Model ini
menyimpulkan bahwa negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan
intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan mengimpor barang yang menggunakan
faktor lokal yang langka secara intensif.

2.1.2 Nilai Tukar


Nilai tukar atau yang biasa disebut dengan kurs merupakan harga atau nilai mata uang
negara-negara lain yang dinyatakan dalam nilai mata uang domestik.“Kurs valuta asing juga
dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah
yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing” (Sukirno, 2010).Nikai tukar
ditentukan dari banyaknya permintaan dan penawaran di pasar atas mata uang tersebut.Nilai
tukar mata uang suatu negara dibedakan atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil.Nilai tukar
nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara.(Mankiw, 2003). Misalnya, USD 1
bernilai seharga Rp 9.500,- di pasar uang. Sedangkan nilai tukar riil berkaitan dengan harga
relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat, dimana
pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-
barang dari negara lain.
Nilai tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau
dinyatakan dalam mata uang yang lainnya. Krugmanet. al. (2005). Kurs memainkan peranan
penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan karena kurs dapat memungkinkan kita
menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama (Ekananda,
2014). Apabila kondisi yang lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap
segenap mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan)
menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal.Sedangkan apresiasi
(penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal
dan impornya lebih murah.
Dari tahun 1997 sampai sekarang Indonesia menganut system kurs mengambang bebas
(floating exchange rate), maka jika terjadi depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan
mengakibatkan perubahan ke atas baik ekspor maupun impor. Jika kurs rupiah terhadap USD
6

mengalami depresiasi, artinya nilai mata uang dalam negeri melemah terhadap nilai mata uang
luar negeri, dan akan menyebabkan peningkatan ekspor dan impor cenderung menurun. Jadi
kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs
rupiah terhadap USD menurun, maka volume negara eksportir juga akan meningkat (Sukirno,
2000).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar suatu mata uang.Murni
(2006) menyebutkan kurs valuta asing dapat berubah bila terjadi perubahan selera, perubahan
harga barang impor dan barang ekspor, terjadinya inflasi, perubahan suku bunga dan tingkat
pengembalian investasi serta pertumbuhan ekonomi.Sedangkan menurut Madura (2006),
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar diantaranya tingkat inflasi
relatif, suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, pengendalian pemerintah, dan prediksi
pasar.
Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir ini karena ada dua alasan yang
mendasar, yaitu faktor fundamental dan faktor non fundamental.Dari sisi fundamental, nilai
tukar rupiah cenderung dipengaruhi oleh faktor ekonomi yakni dilihat kinerja neraca
pembayaran Indonesia yang merosot yaitu dengan ditandainya defisit neraca transaksi berjalan
(ekspor lebih rendah dari impor), defisit neraca primer (penerimaan anggaran lebih kecil dari
pengeluaran) serta defisit sektor jasa (pembayaran jasa tenaga kerja asing, reasuransi dan
pelayaran).Selain itu kecenderungan inflasi yang tinggi, peningkatan kebutuhan dollar AS oleh
korporasi swasta dan BUMN untuk pembayaran impor) dan utang luar negeri yang jatuh
tempo bersamaan. Sementara dari faktor non fundamental, rupiah melemah dipengaruhi oleh
faktor non ekonomi yang meliputi kebijakan pengetatan stimulus moneter oleh Bank Sentral
Amerika Serikat, kemudian makin meningkatnya permintaan dollar karena perusahaan –
perusahaan Amerika yang ada di Indonesia dan produknya juga menguasai pasar Indonesia.
Selanjutnya muncul kekhawatiran investor terhadap perkembangan ekonomi di negara-negara
emerging market, terutama China, India, dan Brasil.Ini berdampak pada aktivitas transaksi
perekonomian di pasar internasional dan gejolak harga minyak duniaakibatgejolak geopolitik
beberapanegara produsen di kawasan TimurTengah (Fauji, 2016).
7

Eun et. al. (2013) berpendapat bahwa ada lima faktor-faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar, yaitu:
a. Tingkat Inflasi
Dalam pasar valuta asing, perdaganagn internasional baik dalam bentuk barang
atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan
harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor
yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing.
b. Cadangan Devisa
Apabila suatu neraca pembayaran internasional terjadi surplus maka akan
berdampak pada peningkatan nilai cadangan devisa negara. Sebaliknya bila negara
mengalami deficit dalam neraca pembayaran , maka Bank Sentral negara tersebut
harus mengeluarkan asset cadangan devisanya seperti emas, valuta asing dan SDR atau
meminjam dari Bank Sentral lain.
c. Perbedaan Suku Bunga
Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal
internasional. Kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing sehingga
itulah sebabnya di negara dengan tingkat suku bunga tinggi, modal asing banyak yang
masuk, sehingga menimbulkan permintaan untuk meningkatkan mata uang dan
menyebabkan kursnya terparesiasi.
d. Ekspor-impor
Apabila tingkat ekspor suatu negara lebih tinggi, maka permintaan terhadap
mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya
nilai mata uang negara itu naik (terapresiasi). Akan tetapi, apabila impor berkembang
lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat bertambah dari
permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot
(terdepresiasi).
e. Ekspektasi nilai tukar di masa depan
Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap
setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Berita mengenai bakal melonjaknya
inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual dollar, karena
8

memperkirakan nilai dollar akan menurun di masa depan. Reaksi pasar tentu langsung
akan menekan nilai tukar dollar dalam pasar.

Didalam menentukan suatu kurs di suatu negara terdapat beberapa sistem yang dipakai
suatu negara dalam menentukan nilai tukarnya. Menurut Ekananda (2014) terdapat tiga sistem
kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas (floating)
Dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai
kurs.Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap (fixed)
Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut
campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta
asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled)
Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan
mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta
asing yang tersedia.

2.1.3 Ekspor
Ekspor dapat diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang dari dalam
negeri ke luar negeri.Menurut Murni (2009) ekspor adalah suatu kegiatan ekonomi menjual
produk dalam negeri ke pasar di luar negeri. Keuntungan melakukan ekspor menurut Sukirno
(2010) adalah dapat memperluas pasar, menambah devisa negara, memperluas lapangan kerja.
Secara teori yang dikemukakan Sukirno (2004) yang menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi ekspor dari negara lain salah satunya adalah kemajuan di
negara itu sendiri (pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat).
Peranan ekspor adalah sebagai alat pendorong pertumbuhan ekonomi negara dengan
meningkatkan devisa negara. Soekartawi (2005) menyinggung beberapa faktor yang
mempengaruhi ekspor, seperti harga internasional, nilai tukar, kuota ekspor-impor,
kebijaksanaan tarif dan non-tarif, dan kebijaksanaan meningkatkan ekspor non-migas.
Menurut Gilarso (2004) ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk
meningkatkan ekspor, seperti:
9

1. Diversifikasi ekspor, yaitu penambahan jenis komoditas yang diekspor dan


penambahan mutu barang ekspor melalui pengolahan bahan baku menjadi barang
setengah jadi sehingga menambah nilai barang.
2. Subsidi dan premi ekspor, seperti pemberian keringanan pajak dan tarif angkut yang
murah. Pemberian hadiah (insentif/premi) sebagai pendorong produksi komoditas
ekspor.
3. Pengendalian harga dalam negeri, dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan
harga domestik saat terjadi inflasi dengan cara membatasi ekspor.
4. Devaluasi, agar harga komoditas ekspor menjadi murah di mata negara pengimpor.
5. Perjanjian Internasional, suatu perjanjian antar negara untuk semakin memperlancar
proses perdagangan internasional.

Bagi negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia.Negara tujuan ekspor adalah negara-negara
konsumer tradisional seperti USA, Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan
perkembangan zaman, terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini
terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun
90-an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton (AEKI, 2013).
Menurut Murni (2009) kegiatan ekspor dan impor akan mempengaruhi jumlah
permintaan mata uang suatu negara. Kegiatan ekspor akan mengakibatkan naiknya permintaan
mata uang negara pengekspor sehingga mata uang akan menguat. Kegiatan akan
mengakibatkan naiknya permintaan mata uang negara pengimpor sehingga nilai mata uang
dalam negeri akan melemah. Ekspor dan impor juga memiliki pengaruh terhadap daya beli
masyarakat suatu negara. Naiknya jumlah ekspor yang dikarenakan jumlah produksi barang
domestik mengalami peningkatan akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja secara penuh
akibatnya pendapatan perkapita suatu negara akan meningkat artinya daya beli juga
meningkat.
Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah kemampuan dari negara tersebut
untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasar luar negeri (Sukirno,
2008). Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara
10

akanmemperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik yang pada gilirannya juga
menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih
tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat
ditingkatkan (Jhingan, 2000).
Menurut Mankiw (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor dari sebuah
negara. Faktor tersebut meliputi:
1. Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri.
2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.
3. Nilai tukar (kurs) yang menentukan jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk
membeli sejumlah mata uang asing.
4. Pendapatan konsumen di dalam dan luar negeri.
5. Biaya membawa barang dari suatu negara ke negara lain.
6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.

Menurut Sukirno (2010) manfaat dari kegiatan ekspor adalah:


1. Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia
Kegiatan ekspor merupakan salah satu cara untuk memasarkan produk Indonesia ke
luar negeri.
2. Menambah Devisa Negara
Perdagangan antar negara memungkinkan eksportir Indonesia untuk menjual barang
kepada masyarakat luar negeri. Transaksi ini dapat menambah penerimaan devisa
negara. Dengan demikian, kekayaan negara bertambah karena devisa merupakan salah
satu sumber penerimaan negara.
3. Memperluas Lapangan Kerja
Kegiatan ekspor akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan semakin
luasnya pasar bagi produk Indonesia, kegiatan produksi di dalam negeri akan
meningkat. Semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga lapangan
kerja semakin luas.
11

Menurut Mankiw (2010) menjelaskan kegiatan ekspor terbagi menjadi 2, yaitu:


1. Ekspor langsung
Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/eksportir yang
bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui
distributor dan perwakilan penjualan perusahaan.Keuntungannya, produksi terpusat di
negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik.Kelemahannya, biaya
transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan
perdagangan serta proteksionisme.
2. Ekspor tidak langsung
Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir
negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut.Melalui, perusahaan manajemen
ekspor (export management companies) dan perusahaan pengekspor (export trading
companies).Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu
menangani ekspor secara langsung.Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang
dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang.

2.1.4 Kopi
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber
devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga
merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di
Indonesia (Rahardjo, 2012). Seperempat kopi yang ditanam dikonsumsi di negara asal dan tiga
perempatnya diperdagangkan secara global.Kopi merupakan komoditas ke-2 terbesar yang
diperdagangkan di dunia setelah minyak (Pelupessy, 2003).
Kopi adalah salah satu komoditas ekspor yang diatur tata niaga ekspornya, yang
termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia HS Nomor 09.01 dan 21.01. Ketentuan
tentang ekpor kopi diatur beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia, yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-
DAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor
Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
10/M-DAG/PER/5/2011. Adapun syarat-syarat ekspor kopi yaitu:
12

1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai
Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS) oleh Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan.
2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Kopi
(SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh negara
tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di
Propinsi/Kabupaten/Kota. SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari
pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia.
3. Disamping itu, kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (Certificate of
Origin) SKA Form ICO, yaitu surat keterangan yang digunakan sebagai dokumen
penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia, yang membuktikan
bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di Indonesia.
Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal
dari spesies kopi robusta.Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.Namun,
kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di
luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab.
Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses
produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan produktivitas
dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar
dunia (Rahardjo, 2012).
Terdapat dua jenis kopi yang telah dibudidayakan yakni kopi arabika dan kopi robusta.
1. Kopi Arabika
Kopi arabika masuk ke Indonesia pada tahun 1696 yang dibawa oleh perusahaan
dagang Dutch East India Co. dari Ceylo (Yahmadi, 2007).Kopi arabika merupakan kopi yang
paling banyak dikembangkan di dunia maupun di Indonesia khususnya.Kopi ini ditanam pada
dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan
laut.Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh subur di daerah tinggi sampai
ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut.Jenis kopi ini cenderung tidak tahan serangan
penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa
yang kuat (Cahyono, 2012).
13

2. Kopi Robusta
Kopi robusta atau yang disebut dengan Coffea canephora, pada awalnya hanya dikenal
sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga beberapa meter
tingginya.Hingga akhirnya kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898
oleh Emil Laurent.Namun terlepas dari itu ada yang menyatakan jenis kopi robusta ini telah
ditemukan lebih dahulu oleh dua orang pengembara Inggris bernama Richard dan John Speake
pada tahun 1862 (Yahmadi, 2007).
Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabika,
andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen.Jenis robusta yang mutunya dibawah
arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia.Arabika dianggap lebih baik dari pada
Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih
mahal dari pada Robusta (Rosandi, 2007).

2.1.5 Harga Kopi Dalam Negeri


Teori Harga Dharmesta dan Irawan (2005) berpendapat bahwa harga adalah jumlah
uang yang diperlukan guna mendapatkan suatu produk dan pelayanannya.Budiarto (2007)
menyatakan bahwa harga adalah nilai pertukaran atas manfaat suatu barang bagi konsumen
maupun produsen yang dinyatakan dalam satuan moneter seperti rupiah.Dalam bisnis, harga
ditentukan oleh penjual atau produsen.Disimpulkan bahwa harga adalah sejumlah uang yang
harus diberikan pembeli kepada penjual guna memperoleh barang atau jasa dan jumlah uang
yang diberikan sesuai dengan nilai barang atau jasa tersebut.
Putra (2011) menyatakan ada tiga fungsi utama dari harga, yaitu untuk menentukan
volume penjualan, untuk menentukan besarnya untung, dan menentukan citra atau image
produk. Gilarso (2004) menjelaskan bahwa jumlah barang yang dibeli berbanding terbalik
dengan harga barang, yang mana saat harga tinggi maka pembelian akan menurun, begitu pula
sebaliknya.
Menurut Silitonga (2008) harga kopi nasional yang berlaku selama ini merupakan
harga kopi nasional yang ditentukan berdasarkan harga kopi internasional sehingga perubahan
yang terjadi pada harga kopi internasional akan mempengaruhi harga nasional. Dari harga
kopi internasional inilah para pengekspor menerima harga dan akan menjadi dasar penentuan
harga yang akan ditetapkan kepada pedagang perantara dan secara berantai akhirnya kepada
14

petani produsen. Oleh sebab itu, jika harga kopi di pasar dunia sangat fluktuatif, maka akan
berpengaruh pada harga kopi di pasar domestik yang akan berdampak pada harga kopi di
tingkat petani. Fluktuasi harga kopi ini dapat disebabkan karena kelebihan pasokan dan siklus
produksi.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Kustiari (2007) mengatakan bahwa kebijakan
yang dilakukan pemerintah di bidang harga kopi adalah pemerintah menetapkan harga dasar
pembelian kopi bersama-sama dengan pengekspor, sehingga harga kopi di Indonesia lebih
ditentukan oleh harga kopi dunia. Ini dilakukan agar kopi yang berasal dari Indonesia dapat
bersaing dengan negara produsen kopi yang lainnya seperti Kolombia, Brazil dan Vietnam.

2.1.6 Harga Kopi Luar Negeri


Permintaan ekspor kopi Indonesia selain dipengaruhi oleh harga komoditas kopi dalam
negeri juga dipengaruhi oleh luar negeri (Lukman, 2012).Harga Internasional (Word Price)
merupakan harga suatu barang yang berlaku di pasar dunia. Jika harga internasional lebih
tinggi dari pada harga domestik, maka ketika perdagangan mulai dilakukan, suatu negara akan
cenderung menjadi eksportir. Para produsen di negara tersebut tertarik untuk memanfaatkan
harga yang lebih tinggi di pasar dunia dan mulai menjual produknya pada pembeli di negara
lain. Sebaliknya ketika harga internasional lebih rendah dari pada harga domestik, maka ketika
hubungan perdagangan mulai dilakukan, negara tersebut akan tertarik untuk memanfaatkan
harga yang lebih rendah yangditawarkan oleh negara lain (Mankiw, 2009).
Gejolak harga kopi dipasar Internasional dikendalikan oleh dinamika produksi kopi
Brazil, Colombia, Vietnam, Indonesia dan India.Pengurangan jumlah pasokan kopi dunia
sejak tahun 2010 disebabkan oleh gagal panen di Colombia dan gagal panen di Brazil,
sementara pasokan dari negara lainnya tidak selaras dengan peningkatan jumlah permintaan
yang relatif tinggi, yang akhirnya membuat harga kopi dipasar Internasional naik terus
menerus.Gejolak produksi kopi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi alam maupun
ekonomis wilayah tanam kopi.Di Brazil dan Colombia, bencana alam baik cuaca yang terlalu
dingin maupun kekeringan merupakan faktor utama yang mempengaruhi gejolak gagal panen
kopinya (Soeparno, 2012).
15

2.1.7 Hubungan Antara Harga Dengan Ekspor


Menurut Soekartawi dalam Ramadhani (2018) harga dalam dan luar negeri
mempengaruhi jumlah komoditi yang diekspor. Pengaruh tersebut yaitu apabila harga barang
dalam negeri meningkat maka akanmenurunkan permintaan dalam negeri sehingga ekspor
akan meningkat. Sedangkan apabila harga luar negeri meningkat maka penawaran ekspor akan
meningkat karena eksportir cenderung akan meningkatkan ekspor apabila harga luar negeri
terus naik.

2.1.8 Produksi Kopi Dalam Negeri


Perkebunan kopi di Indonesia dalam tiga bentuk pengusahaan yaitu perkebunan Rakyat,
Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta. Produksi kopi Indonesia sebagian
besar dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat, yaitu sekitar 93% dari total produksi dan sisanya
dihasilkan oleh Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Besar Negara. Oleh karena tanaman
kopi sebagian besar ditanam oleh rakyat secara tradisional maka cara penanamannya masih
lebih bersifat ekstensif, tanpa pemupukan dan pengairan yang memadai. Hal ini menyebabkan
produktivitas per hektar biji kopi Perkebunan Rakyat lebih rendah dibandingkan dengan hasil
Perkebunan Besar (Turnip, 2002).
Sebagian besar (71,11%) produksi kopi yang dihasilkan dipasarkan ke pasar kopi dunia
dan sekitar 73% kopi yang diekspor merupakan jenis kopi Robusta dan sisanya (27%)
merupakan kopi olahan dan kopi Arabika. Peluang kopi Arabika Indonesia di pasar dunia
masih menjanjikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar (86%) ekspor kopi Arabika Indonesia
dipasarkan ke segmen kopi spesialti yang berkualitas tinggi, seperti kopi Lintong dari
Sumatera Utara, kopi Kintamani dari Bali, dan kopi Gayo dari Provinsi Aceh. Salah satu
produsen utama kopi Arabika di Indonesia adalah Provinsi Aceh. Pada tahun 2012, ekspor
kopi Arabika yang berasal dari Provinsi Aceh mencapai 28,32% dari total ekspor kopi Arabika
Indonesia (66.942 ton) (AEKI, 2013).
Hamdani (2012) menyatakan bahwa produksi untuk ekspor hendaknya produk yang
memiliki potensi untuk bersaing di pasar global. Rata-rata produksi kopi Indonesia mencapai
679 ribu ton per tahun (7,86 %). Total produksi kopi Indonesia yang tinggi tersebut sangat
berkaitan erat dengan luas lahan perkebunan kopi yang mencapai sekitar 1,3 juta Ha. Hal ini,
16

menempatkan Indonesia sebagai negara dengan luas perkebunan kopi kedua setelah negara
Brazil dengan luas perkebunan sekitar 2 juta Ha (FAO, 2015).
Ditjenbun (2012), menyatakan produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk memenuhi
permintaan pasar luar negeri. Tercatat selama periode tahun 1999 sampai 2011 pasar kopi
domestik hanya menyerap rata-rata 273.2 ribu ton per tahun atau sekitar 42 persennya saja dari
rata-rata total produksi kopi Indonesia per tahun. Dengan produksi yang melimpah tetapi daya
serap pasar domestik rendah, kopi Indonesia sangat bergantung pada pasar
internasional.Tanaman kopi di Provinsi Aceh diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan
perkebunan swasta.Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan kopi yang terbesar,
sedangkan perkebunan swasta hanya sebagian kecil.Pusat penghasil tanaman kopi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam diusahakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener
Meriah.Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun
produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.Perkembangan produksi kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara
umum sejalan dengan perkembangan luas areal lahan tanaman kopi yang terjadi.Tanaman kopi
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dikelola dengan pola perkebunan
rakyat.Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum
menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar, hal ini menggambarkan masih
rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi.
Aradi (2008), menyatakan bahwa masalah yang dihadapi petani kopi di Aceh Tengah
adalah konservasi tanah, rekomendasi pemupukan, naungan pohon pelindung yang tidak
terawat dengan baik, pemangkasan yang jarang dilakukan, jarak tanam yang terlalu rapat,
serangan hama dan penyakit. Sehingga produksi kopi yang menurun selain disebabkan karena
penurunan luas areal tanam disebabkan pula oleh adanya sistem tanaman kopi pola
perkebunan rakyat yang belum menggunakan teknologi menurut petunjuk teknis budidaya
kopi yang dianjurkan. Selain hal tersebut rendahnya modal usaha petani kopi mengakibatkan
sistem pengelolaan kebun menjadi tidak baik juga menjadi penyebab menurunnya produksi
kopi petani, kemudian juga luas lahan yang diusahakan petani relatif masih sempit dan
dikelola secara tradisional, dimana bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang tersedia
secara lokal tanpa seleksi.
17

2.1.9 Permintaan Kopi Dalam Negeri


Teori permintaan yang paling sederhana dalam hukum permintaan menyatakan bahwa
pada keadaan Ceteris Paribus, jika harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta
akan turun dan sebaliknya bila barang-barang tersebut turun. Permintaan kopi di dalam negeri
didominasi oleh permintaan home industry lokal, perusahaan lokal dan kebutuhan konsumen
dalam negeri. AEKI (2013) menyebutkan struktur industri kopi dalam negeri terdiri dari:
a. Industri Kopi Olahan Kelas Kecil (Home Industry)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga
(home industry) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau
beberapa karyawan.Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan
brand name atau tanpa brand name.Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya
tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun Dinas POM.Industri pada kelompok ini tersebar
diseluruh daerah penghasil kopi.
b. Industri Kopi Olahan Kelas Menengah
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi
yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang
produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk tersebut
dihasilkan.Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya telah
memperoleh izin dari Dinas Perindustrian maupun Dinas POM.Industri kopi olahan kelas
menengah banyak dijumpai disentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
c. Industri Kopi Olahan Kelas Besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan
kopi bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang di pasarkan diberbagai
daerah di dalam negeri atau diekspor. Produk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh
nomor Merek Dagang dan atau label lainnya. Beberapa nama industri kopi yang ada di
Lampung ini adalah PT Ulue Belu Capcocindo, PT. Nestle Indonesia, PT AHP, PT Asia
Makmur, dan PT Nedcoffe dan Armajaro.
Permintaan kopi Indonesia yang paling banyak diminati oleh masyarakat AS
diantaranya Arabica Sumatera Gayo ‘Retro’, Arabica Blue Java, Arabica Bali Blue Moon,
Arabica Malabar Mountain, Arabica Kalossi Sulotco, Kopi Luwak, Arabica Flores Manggarai,
18

yang mempunyai cita rasa coklat-karamel, lemon dan kayu manis, kebanyakan kopi yang
diminati masyarakat Amerika Serikat adalah kopi Arabika (ICO, 2013).

2.2 Penelitian Terdahulu


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soviandre et. al.(2014) “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kopi Dari Indonesia Ke Amerika Serikat (Studi Pada
Volume Ekspor Periode Tahun 2010-2012).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kopi dari Indonesia ke Amerika
Serikat. Variabel bebas yang terdapat dalam penelitian ini adalah Produksi Kopi Domestik,
Harga Kopi Internasional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar, sedangkan variabel
terikat variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Volume Ekspor Kopi dari Indonesia ke
Amerika Serikat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series
bulanan selama periode bulan Januari 2010 – bulan Desember 2012 dengan jumlah data
sebanyak 36. Penelitian ini dilakukan melalui website resmi untuk memperoleh data
penelitian, antara lain: Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan Indonesia,
International Coffee Organization, dan Bank Indonesia. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi linier berganda. Pada hasil uji simultan (uji F), variabel Produksi
Kopi Domestik, Harga Kopi Internasional, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Volume Ekspor Kopi dari Indonesia ke Amerika
Serikat. Pada hasil uji parsial (uji t), variabel Produksi Kopi Domestik, dan Harga Kopi
Internasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.Sedangkan pada
variabel Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar secara parsial berpengaruh tidak signifikan
terhadap variabel terikat.
Elisha (2015) menganalisis “Analisis Ekspor Kopi Indonesia Ke Amerika Serikat
Dengan Pendekatan Error Correction Model”.Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis
produksi kopi Indonesia terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat dalam
jangka pendek dan jangka panjang, (2) menganalisis harga kopi dunia terhadap volume ekspor
kopi Indonesia ke Amerika Serikat dalam jangka pendek dan jangka panjang, (3) menganalisis
nilai tukar rupiah (kurs) terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 1981-
19

2013. Data diperoleh dari Unctad, Un Comtrade, Badan Pusat Statistik (BPS) Keywords:
Export, Coffee Production, World Coffee Prices, Exchange Rate, Error Correction Model dan
world bank. Metode analisis yang digunakan adalah Error Corection Model (ECM).Hasil
penelitian diperoleh dari 3 variabel yaitu Produksi Kopi (X1) berpengaruh positif dan
signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang.Harga Kopi Dunia (X2) tidak signifikan
dalam jangka pendek dan jangka panjang. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) (X3) tidak signifikan
dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang berpengaruh positif dan
signifikan.Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan petani kopi perlu meningkatkan
kuantitas produksi kopi Indonesia, perlu adanya sertifikasi mutu terhadap kopi Indonesia
sehingga dapat menjamin konsumen dan meningkatkan nilai jual kopi Indonesia, dengan
adanya kebijakan yang tepat melalui peningkatan ekspor kopi, diharapkan ekspor Indonesia
mengalami peningkatan dan menambah pendapatan nasional melalui devisa yang
diperolehnya tanpa terjadi inflasi.
Desnkyet. al. (2018) yang menganalisis ”Ekspor Kopi Indonesia dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Produk
Domestik Bruto Amerika Serikat, produksi kopi indonesia, harga kopi internasional dan nilai
tukar rupiah terhadap ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat. Data yang digunakan adalah
data sekunder runtun waktu (time series) periode tahun 2000-2015.Data dianalisis secara
deskriptif dan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menemukan bahwa: 1) rata-
rata perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat adalah sebesar 12,33%
pertahun. Harga kopi mengalami perkembangan dengan rata-rata sebesar 8,81%, produksi
kopi mengalami perkembangan rata-rata sebesar 2,11%, produk domestik bruto Amerika
Serikat mengalami perkembangan rata-rata sebesar 2,94% dan nilai tukar rupiah mengalami
perkembangan rata-rata sebesar 2,80%; 2) Produk Domestik Bruto Amerika Serikat dan nilai
tukar rupiah memiliki dampak positif dan signifikan sementara produksi kopi Indonesia dan
harga kopi internasional tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia ke
Amerika Serikat.
Saragihet. al. (2013) menganalisis “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO
Sumatera Utara”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Nilai Tukar, Harga Kopi
Internasional dan Produksi Kopi Domestik.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Nilai
Tukar Rupiah, Harga Kopi Internasional dan Produksi Kopi Domestik dengan variabel terikat
20

yaitu Volume Ekspor Kopi Indonesia.penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
penelitian explanatory. Yang berfokus meneliti volume Ekpor Kopi Indonesia tahun 2009
sampai dengan 2013. Data yang digunakan di peroleh dari website resmi Badan Pusat Statistik
Indonesia, Bank Indonesia, dan World Bank. Analisis data yang digunakan adalah analisis
statistik regresi linier berganda dengan menggunakan program spss 21. Hasil (Uji F) Uji
Bersama-sama menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah harga internasional dan produksi
domestik berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor. dan sedangkan diketahui
hasil (Uji t) Uji parsial menunjukkan bahwa variabel Nilai Tukar Rupiah dan Produksi Kopi
Domestik berpengaruh secara signifikan terhadap Volume Ekpor Kopi Indonesia. Hasil uji
parsial (Uji t) menunjukkan variabel Harga Kopi Internasional mempunyai pengaruh yang
tidak signifikan terhadap Volume Ekspor Kopi Indonesia.
Sari et. al. (2013) menganalisis “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor
Kopi Arabika Aceh”.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga
relatif dan faktor nilai tukar yaitu eksternal, dan PDB riil negara pengekspor volume ekspor
kopi Indonesia.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk
time series.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least
Square.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga relatif, GDP riil, dan lag volume ekspor
dipengaruhi secara signifikan dan positif pada ekspor volume.Nilai tukar dipengaruhi non-
signifikan pada kopi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Sedangkan untuk Inggris: Kurs dan
lag volume ekspor terpengaruh secara signifikan dan positif pada ekspor volume. harga relatif
dan PDB riil tidak terpengaruh secara signifikan pada volume ekspor kopi Indonesia. Jika
harga relatif berubah dan faktor eksternal (yaitu harga luar negeri, nilai tukar, PDB riil negara
pengekspor) akan dipengaruhi total ekspor kopi Indonesia.
21

2.3 Kerangka Pemikiran

Produksi kopi meningkat namun ekspor mengalami


penurunan. Hal ini bertengan dengan teori bahwa apabila
produksi meningkat maka akan meningkatkan ekspor
(Airlangga, 2007)

Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh nilai tukar,


harga kopi dalam negeri, harga kopi luar negeri, permintaan
kopi dalam negeri dan permintaan kopi luar negeri terhadap
ekspor kopi Aceh

Regresi Linear Berganda :


Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e

X1 = nilai tukar (Rp/US$)


X2 = permintaan kopi dalam negeri (Ton/tahun)
X3 = produksi kopi dalam negeri (Ton/tahun)
X4 = harga kopi dalam negeri (Rp/ton)
X5 = harga kopi luar negeri ( US4/ton)

Uji Asumsi Klasik Uji Koefisien Uji F atau Uji t


 uji normalitas Determinasi Serempak
 uji multikolinearitas
 Uji autokorelasi
 Uji heteroskedastisitas
 uji heteroskedastisitas

Diduga nilai tukar, permintaan kopi dalam negeri, produksi


kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar
negeri berpengaruh signifikanterhadap ekspor kopi di Aceh

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


22

2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan kerangka teoritis yang telah
dikemukakan sebelumnya makadiduga bahwa nilai tukar, permintaan kopi dalam negeri,
produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar negeriberpengaruh
signifikan terhadap ekspor kopi di Aceh.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitiandilakukan di Aceh, dengan pertimbangan bahwa kopi di Provinsi Aceh
mendapatkan Fair Trade Certified dari Organisasi Internasional Fair Trade. Penelitian
yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Aceh” ini dilakukan pada
tahun 2018.

3.2 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian


Objek penelitian ini adalah nilai tukar terhadap ekspor kopi di Provinsi Aceh.Ruang
lingkup penelitian terbatas pada informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor kopi Aceh.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa
data runtut waktu (time series) dari tahun 2006 – 2017. Data tersebut diperoleh dari
beberapa sumber dengan cara mengambil data-data statistik yang telah ada serta dokumen-
dokumen lain yang terkait dan yang diperlukan. Dalam hal ini adalah Badan Pusat Statistik
(BPS), Bank Indonesia (BI), World Bank, Dinas Perkebunan dan Pertanian, situs internet
dan buku terkait.

3.4 Batasan Variabel


1. Ekspor kopi adalah suatu kegiatan mengeluarkan produk kopi dari daerah Aceh ke
negara lain (ton/tahun)
2. Nilai tukar adalah perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara
lain (Rp/US$)
3. Harga kopi dalam negeri adalah harga kopi arabika (yang memiliki produksi yang
unggul) yang berlaku dalam negeri (Rp/ton)
4. Harga kopi luar negeri adalah harga kopi arabika yang berlaku di luar negeri
(US$/ton)
5. produksi kopi dalam negeri adalah jumlah kopi dalam negeri yang dihasilkan dalam
kurun waktu per tahun (ton/tahun)

23
24

6. Permintaan kopi dalam negeri adalah jumlah kopi yang diminta di dalam negeri
dalam kurun waktu per tahun (ton/tahun)

3.5 Model Analisis


3.5.1 Analisis Regresi Linear Berganda
Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda. Analisis tersebut
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu : nilai tukar
(X1), permintaan kopi dalam negeri (X2), produksi kopi dalam negeri(X3), harga kopi
dalam negeri (X4)dan harga kopi luar negeri (X5) terhadap variabel terikat yaitu ekspor
kopi (Y). Persamaan regresi linear berganda yaitu :
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
Yt = ekspor kopi (ton/tahun)
α = konstanta
b1 = koefisisen regresi nilai tukar
b2 = koefisien regresi permintaan kopi dalam negeri
b3 = koefisien regresi produksi kopi dalam negeri
b4 = koefisien regresi harga kopi dalam negeri
b5 = koefisien regresi harga kopi luar negeri
X1 = nilai tukar (Rp/US$)
X2 = permintaan kopi dalam negeri (ton/tahun)
X3 = produksi kopi dalam negeri (ton/tahun)
X4 = harga kopi dalam negeri(Rp/ton)
X5 = harga kopi luar negeri (US$/ton)

3.5.2 Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel yang
mempengaruhi (eksogen) dengan variabel yang dipengaruhi (endogen). Maka hipotesis
diformulasikan sebagai berikut:
H0: variabel bebas (nilai tukar,permintaan kopi dalam negeri, produksi kopi dalam negeri,
harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar negeri) tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat (ekspor kopi).
25

Ha: variabel bebas (nilai tukar, permintaan kopi dalam negeri, produksi kopi dalam negeri,
harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar negeri) berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat (ekspor kopi).
Dengan kriteria sebagai berikut:
1. Apabila F(hitung) > F(tabel) maka Ha diterima dan H0 ditolakyang berarti variabel bebas
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terkait.
2. Apabila F(hitung) < F(tabel) maka Ha ditolak dan H0 diterimayang berarti variabel bebas
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terkait.

3.5.3 Uji Asumsi Klasik


Mengingat data penelitian yang digunakan adalah sekunder, maka untuk memenuhi
syarat yang ditentukan sebelum uji hipotesis melalui uji F dan uji t maka perlu dilakukan
pengujian atas beberapa asumsi klasik yang digunakan yaitu normalitas, mulltikolinieritas,
autokolerasi, dan heteroskedastisitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan mempunyai
distribusi normal atau tidak.Dalam model regresi linier, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai
error yang berdistribusi normal.Model regresi yang baik adalah model regresi yang
dimiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian
secara statistik. Pengujian normalitas data menggunakan Test of Normality Kolmogorov-
Smirnov dalam program SPSS. Menurut (Santoso, 2012) dasar pengambilan keputusan bisa
dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:
1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal.
2) Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah tidak normal.

b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan ada atau tidaknya korelasi antara variabel bebas.Jika terjadi kolerasi, maka
dinamakan terdapat problem multikolinieritas.Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi kolerasi diantara variabel independen. Jika terbukti ada multikolinieritas, sebaiknya
salah satu independen yang ada dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi
diuang kembali (Santoso, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat
dilihat dari besaran Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance.Pedoman suatu model
26

regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1.Batas
VIF adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinieritas
(Gujarati, 2012).

c. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi yang dilakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam sebuah model regresi linier ada kolerasi antara kesalahan penganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi.Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokolerasi (Santoso, 2012).Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan cara uji Durbin
Watson (DW test). Adapun cara mendeteksi terjadinya autokorelasi secara umum dapat
diambil patokan sebagai berikut:
1. Apabila d < dL, maka terdapat autokorelasi positif.
2. Apabila d > (4-dL), maka terdapat autokorelasi negatif.
3. Apabila dU < d < (4- dL), maka tidak terdapat autokorelasi.
4. Apabila dL < d < dU atau (4 - dU), maka tidak bisa diambil kesimpulan.
Uji Autokorelasi juga dapat dilakukan melalui Run Test. Uji ini merupakan bagian
dari statistik non-parametric yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual
terdapat korelasi yang tinggi.Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat nilai
Asymp. Sig (2-tailed) uji Run Test. Apabila nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari
tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Uji run test
akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika terjadi masalah pada Durbin Watson
Test yaitu nilai d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan
menyebabkan tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan
jika menggunakan DW test (Ghozali, 2006).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas.
27

Santoso (2005) mengemukakan, deteksi adanya heteroskedastisitas, yaitu dengan


melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar pengambilan
keputusannya adalah sebagai berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi
heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.5.4 Uji Koefisien Determinasi


Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat kelayakan penelitian yang
dilakukan dengan melihat pengaruh variabel independen dan variabel dependen.Koefisien
determinasi R2 digunakan untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen.Nilai R2 ini terletak antara 0 dan 1.Bila nilai R2
mendekati 0 berarti sedikit sekali variasi variabel dependen yang diterangkan oleh variabel
independen. Jika ternyata dalam perhitungan nilai R2 sama dengan 0 maka ini
menunjukkan bahwa variabel dependen tidak bisa dijelaskan oleh variabel independen.
Nugroho (2005) menyatakan untuk regresi linear berganda sebaiknya menggunakan R
square yang sudah disesuaikan atau tertulis adjusted R squareuntuk melihat koefisien
determinasi karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan jika
dimana variabel independen satu (1) maka menggunakan R square dan jika telah melebihi
1 (satu) menggunakan adjusted R square.

3.5.5 Uji F atau Uji Serempak


Uji f digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel independen secara
bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Sulaiman, 2004).
Langkah-langkah Uji f sebagai berikut :
1. Menentukan Hipotesis
Ho : β = 0, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Ha : β ≠ 0, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
28

2. Menentukan Tingkat Signifikan


Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5% artinya risiko kesalahan
mengambil keputusan 5%.
3. Pengambilan Keputusan
a. Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.
b. Jika probabilitas (sig F) > α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang
signifikan dari variabel independent terhadap variabel dependen.

3.5.6 Uji t
Pengujian secara individual (uji-t) yaitu koefisien regresi secara parsial dengan
menentukan formula statistik yang akan diuji. Untuk mengetahui apakah suatu variabel
secara parsial berpengaruh nyata atau tidak, digunakan uji t. Untuk melakukan uji t ada
beberapa langkah yang digunakan, yaitu :
a. Menentukan hipotesis
Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila nilai koefisiennya sama dengan
nol, sedangkan variabel bebas akan berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya
tidak sama dengan nol. Hipotesisnya adalah:
H0 = b1 ; b2 ; b3 = 0
Ha = b1 ; b2 ; b3 ≠ 0
bi
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
sei
b. Menentukan tingkat signifikan
Tingkat siginifikan pada penelitian ini adalah sebesar 0,05 (5%) dengan tingkat
kepercayaan 0,95 (95%).
c. Menentukan nilai t-hitung dan t-tabel
Nilai t-hitung untuk koefisien b1, b2, b3 dapat dirumuskan sebagai berikut :
bi
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
sei
Dimana ;
Sei bi = koefisien regresi = standar error.
Nilai t-tabel dapat dilihat dengan tarif signifikansi dengan derajat
kebebasan
(df) = n-k2.
29

d. Menarik keputusan
H0 ditolak dan Ha diterima jika t hitung >t tabel
H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel
e. Menarik kesimpulan
1) Jika H0 diterima dan Ha ditolak dapat disimpulkan bahwa nilai tukar secara
parsial tidak berpengaruh terhadap ekspor kopi Aceh.
2) Jika H0 ditolak dan Ha diterima dapat disimpulkan bahwa nilai tukar secara
parsial berpengaruh terhadap ekspor kopi Aceh.
30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar


Perkembangan nilai tukar rupiah dalam beberapa kurun waktu cenderung
mengalami penurunan.Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp.
2519.Pelemahan nilai tukar dapat terjadi karena kinerja neraca pembayaran Indonesia yang
merosot yaitu dengan ditandainya defisit neraca transaksi berjalan (ekspor lebih rendah
dari impor), defisit neraca primer (penerimaan anggaran lebih kecil dari pengeluaran) serta
defisit sektor jasa (Fauji, 2016).

Nilai Tukar (Rp/US$)


16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2.Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar


31

4.2 Perkembangan Permintaan Kopi Aceh

Permintaan kopi (ton)


14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 3.

4.3 Perkembangan Produksi Kopi Aceh


Perkembangan produksi kopi Aceh dalam beberapa kurun waktu mengalami
fluktuasi, namun lebih banyak terjadi penurunan dimana penurunan terbesar terjadi pada
tahun 2016 yaitu sebesar 17787 ton.Penurunan produksi kopi ini tidak sebanding dengan
luas areal kopi yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Aradi (2008)
menyatakan bahwa penurunan kopi Aceh disebabkan oleh adanya sistem tanaman kopi
perkebunan rakyat yang masih menggunakan teknologi tradisional dan belum mengikuti
petunjuk teknis budidaya kopi yang dianjurkan seperti rekomendasi pemupukan, naungan
pohon pelindung yang tidak terawatt dengan baik, pemangkasan yang jarang dilakukan,
jarak tanam yang terlalu rapat serta adanya serangan hama dan penyakit. Kemudian untuk
peningkatan produksi kopi Aceh terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 6032 ton.
Berikut perkembangan produksi kopi Aceh selama periode 2006 – 2017:
32

Produksi Kopi (ton)


80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 4. Perkembangan produksi kopi Aceh

4.4 Perkembangan Harga Kopi Dalam Negeri

Harga kopi dalam Negeri (Rp/ton)


600

500

400

300

200

100

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 5.
33

4.5 Perkembangan Harga Kopi Luar Negeri

Harga kopi luar Negeri (Rp/ton)


400
350
300
250
200
150
100
50
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 6.

4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Aceh


Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Aceh yaitu nilai tukar,
permintaan, produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar
negeri disajikan secara terpisah dengan menggunakan regresi linear berganda.
Tabel . Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Aceh
Model Unstandardized T Sig
Coefficient
1 constant -41,664 -2,652 0,038
Nilai tukar (NT) 1,514 1,250 0,258
Permintaan dalam negeri (DDN) 1,115 2,461 0,049
Produksi kopi dalam negeri (PDN) 3,006 3,250 0,017
Harga dalam negeri (Riil) (HDN) 5,069 4,073 0,007
Harga luar negeri (Riil) (HLN) -1,355 -1,846 0,114
F-cari =4,428
F-tabel = 4,39
T-tabel =2,4
R2 = 0,787
34

Sumber: lampiran 1 (diolah 2019)


Berdasarkan tabel itu maka dapat diambil persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut :
X = -41,664 + 1,514NT + 1,115DDN + 3,006PDN + 5,069HDN – 1,355HLN
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka variabel konstanta yang di
dapatkan sebesar -41,664 yang berarti apabila nilai variabel nilai tukar, permintaan kopi
dalam negeri, produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar
negeri adalah konstan atau tetap maka akan menurunkan ekspor kopi sebesar 41,664 ton
per tahun. Adapun penjelasan variabel-varibel ekspor kopi secara parsial dengan selang
kepercayaan 95% (α=0,05) adalah sebagai berikut:

4.6.1 Nilai Tukar


Nilai koefisien nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar sebesar 1,514
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara volume ekspor kopi Aceh dengan
nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar. Setiap melemahnya nilai mata uang Rupiah
terhadap Dollar sebesar Rp.1 maka akan menaikkan volume ekspor kopi sebesar 1,514 ton
dengan asumsi variabel lain tidak berubah (tetap).Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Luqman (2016) bahwa ketika nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dollar AS
maka dapat menyebabkan volume ekspor kopi Aceh cenderung juga mengalami
penurunan.Namun, pada saat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS maka volume
ekspor kopi Aceh cenderung meningkat.
Secara uji-t statistik, hasil analisis nilai tukar mata uang Dollar terhadap Rupiah t-
cari = 1,250 sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari < t-tabel pada tingkat
kepercayaan 95% dimana Ha ditolak dan H0 diterima yang artinya secara statistik nilai
tukar mata uang Dollar terhadap rupiah tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor
kopi Aceh. Hal ini sesuai dengan teori Darmansyah 1986 yang menyatakan bahwa nilai
tukar uang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penampilan ekspor.
Hal ini disebabkan perubahan jumlah ekspor kopi tidak hanya dipengaruhi oleh kurs dollar
AS terhadap rupiah, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain.

4.6.2 Permintaan Kopi dalam Negeri


Nilai koefisien permintaan kopi dalam negeri 1,115 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara volume ekspor kopi Aceh dengan permintaan dalam negeri. Setiap
35

kenaikan permintaan dalam negeri sebesar 1 ton akanmeningkatkan volume ekspor lada
sebesar 1,115 ton dengan asumsi variabel lain tidak berubah (tetap). Kondisi ini terjadi
karena produsen lada lebih berorientasi dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Setelah
kebutuhan dalam negeri terpenuhi maka akan dilakukan ekspor.
Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap permintaan lada dalam negeri t-cari =
2,461 sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari > t-tabel pada tingkat kepercayaan
95% dimana Ha di terima dan H0 ditolak yang artinya secara statistik permintaan kopi
Aceh dalam negeri berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Rosita, R et. al. (2014), dimana permintaan lada
lada negeri mampu memenuhi oleh produksi lada yang jumlahnya berlebihan. Ketika
permintaan dalam negeri meningkat maka akan menurunkan volume ekspor.

4.6.3 Produksi Kopi Dalam Negeri


Nilai koefisien produksi lada Indonesia adalah 3,006 menunjukkan bahwa pengaruh
positif antara volume ekspor kopi terhadap produksi kopi Aceh. Setiap kenaikan produksi
kopiAceh sebesar 1 ton maka akan menaikkan volume ekspor kopi Aceh sebesar 3,006 ton
dengan asumsi variabel lain tidak berubah. Kondisi ini terjadi karena produksi kopi di
dalamnegeri lebih berorientasi untuk memenuhi permintaan dalam negeri.Ketika
permintaan kopi dalam negeri terpenuhi maka baru di lakukan ekspor.
Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap produksi kopi Aceh t-cari = 3,250
sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari > t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%.
Dimana Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya secara statistik produksi kopi Aceh
berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh. Siburian 2014 menyatakan
bahwa jumlah produksi mempunyai pengaruh terhadap volume ekspor gula Indonesia. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan apabila melakukan
ekspor lebih banyak maka semakin tinggi suatu produksi di dalam negeri. Penelitian
tersebut dengan demikian sesuai dengan pendapat Linder (1994).

4.6.4 Harga Dalam Negeri


Nilai koefisien harga kopi dalam negeri5,069 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara volume ekspor kopi terhadap harga kopi di Aceh. Setiap kenaikan
harga kopi dalam negeri sebesar Rp. 1 maka akan menaikkan volume ekspor lada sebesar
5,069 ton dengan asumsi variabel lain tidak berubah (tetap).
36

Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap harga kopi dalam negeri t-cari = 4,073
sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari > t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%
dimana Ha ditolak dan H0 diterima yang artinya secara statistik harga kopi dalam negeri
berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh.

4.6.5 Harga Luar Negeri


Nilai koefisien harga kopi luar negeri -1,365 menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh negative antara volume ekspor kopi terhadap harga kopi luar negeri. Setiap
kenaikan harga kopi luar negeri sebesar 1 Dollar maka akanmenurunkan volume ekspor
kopi sebesar -1,365 ton dengan asumsi variabel lain tidak berubah (tetap). Menurut
Soekartawi dalam Prameswita (2014), ekspor sebagian dari perdangangan internasional
yang disebabkan oleh beberapa kondisi, diantaranya adanya keuntungan yang lebih besar
dari pada penjualan ke luar negeri (ekspor) dari pada penjualan dalam negeri karena
memiliki harga di pasar dunia lebih menguntungkan.Harga ekspor lada yang lebih relatif
tinggi dibandingkan harga lada di pasar domestik yang menyebabkan terjadinya daya tarik
bagi para produsen lada untuk menjual lada secara ekspor.
Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap harga kopi luar negeri t-cari = 1,846
sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari < t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%
dimana Ha ditolak dan H0 diterima yang artinya secara statistik harga lada di dunia tidak
berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh.

4.6.6 Uji Serempak


Berdasarkan analisis regresi, maka diketahui bahwa hasil pengujian secara
serempak (uji – F) antara variabel dipengaruhi dengan variabel yang mempengaruhi di
peroleh nilai F cari = 4,428 sedangkan F tabel = 4,39 dengan ketentuan F cari > F tabel
pada tingkat kepercayaan 95% di mana H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian
variabel nilai tukar, permintaan, produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan
harga kopi luar negeri secara serempak memiliki pengaruh secara nyata terhadap ekspor
kopi Aceh.

4.6.7 Uji Koefisien Determinasi (R2)


37

Hasil uji koefisien determinasi (R2), diperoleh nilai sebesar 0,787. Angka tersebut
akan diubah kedalam bentuk presentase yang artinya bahwa keratan hubungan antara
variabel yang dipengaruhi dan variabel yang mempengaruhi ekspor kopi Aceh adalah 78,7
% yang dapat dijelaskan oleh lima variabel yang mempengaruhi di dalam model
persamaan ini. Sisanya (22,3%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan ini.

4.7 Pengujian Asumsi


4.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yaitu
dengan membandingkan data yang di uji normalitas dengan data yang telah
ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsykan normal. Pada uji
Kolmogorov-Smimov ini jika hasil pengujian dibawah 0,05 maka data dikatakan data tidak
berdistribusi normal, sebaliknya jika hasil pengujian diatas 0,05 maka data tersebut
berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.berikut ini:
Tabel . Hasil Uji Normalitas
Model Z Asymp. Sig. (2-tailed) Kriteria
Unstandardizers residual 0,587 0,881 0,05
Sumber : Data Sekunder, 2018 (diolah)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa p-value yaitu Asymp. Sig. (2-tailed) bernilai
0,881 dengan tingkat toleran sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal. Uji normalitas juga dapat dilihat dari grafik menggunakan Normal
Probability Plot yang dapat dilihat pada Gambar di bawah ini :
38

Gambar . Kurva Normal Probability Plot

4.7.2 Uji Multikolineritas


Multikolinieritas diuji dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan
nilai Tolerance (TOL) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Bila
VIF<10 dan toreransinya > 0,10 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolieritas.
Hal ini dapat dilihat dari hasil uji Multikolieritas yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) -41.664 15.709 -2.652 .038

LOG_NT 1.514 1.211 .515 1.250 .258 .209 4.777

LOG_D 1.115 .453 .995 2.461 .049 .217 4.601

LOG_PKDN 3.006 .925 .941 3.250 .017 .423 2.362

LOG_HKDN_Riil 5.069 1.245 1.735 4.073 .007 .196 5.104

LOG_HKLN_Riil -1.355 .734 -.589 -1.846 .114 .350 2.859

a. Dependent Variable: LOG_VE


Sumber: Data sekunder (diolah 2019)
Dari tabel diatas diketahui nilai VIF dan toleran pada variabel nilai tukar,
permintaan, produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar
negeri memiliki nilai lebih kecil dari VIF dan nilai toleran lebih besar maka dapat
disimpulkan tidak terjadinya gejala multikolinieritas.

4.7.3 Uji Heteroskedastisitas


Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan metode Uji Glejser dengan melihat
nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolute residual. Adapun hasil uji
heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
39

Tabel . Hasil Uji Heteroskedastisitas


Variabel Sig Kriteria
Nilai tukar 0,182
Permintaan dalam negeri 0,306
Produksi dalam negeri 0,528 >0,05
Harga dalam negeri 0,277
Harga luar negeri 0,319
Sumber: Data sekunder (diolah 2019)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada model regres ini tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan nilai signifikansi dari masing-masing variabel
memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas juga
dapat dilihat dari grafik scatterplot yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar.Scatterplot

Berdasarkan Gambar 10 Scatterplot, dapat dilihat bahwa titik data menyebar secara
acak dengan tidak membentuk pola tertentu serta tersebar di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hal ini berarti tidak terjadi gejala heteroskedasitas pada model regresi.
40

4.7.4 Uji Autokorelasi


Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji suatu model apakah antara
variabel penganggu masing-masing variabel bebas saling mempengaruhi. Adapun hasil
pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji run adalah sebagai berikut :

Tabel . Hasil uji autokorelasi

Unstandardized Residual

Test Valuea -.01311

Cases < Test Value 6

Cases >= Test Value 6

Total Cases 12

Number of Runs 5

Z -.908

Asymp. Sig. (2-tailed) .364

a. Median

Sumber: data sekunder (diolah 2019)


Dari hasil pengujian dengan menggunakan uji run test didapati nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) = 0,364. Nilai residu menyebar secara acak sehingga tidak ada gejala
autokorelasi.
41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
42

DAFTAR PUSTAKA

AEKI. 2013. Statistik Luas Areal dan Produksi Indonesia. http://www.aeki-


aice.org/page/areal-dan-produksi. Diakses pada 24 Oktober 2018.

Airlangga. 2007.

Anggraini, D. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi


Indonesia dari Amerika Serikat.Tesis.Magister Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan–UNDIP. Semarang.

Aradi, K. 2008. Analisis Daya Dukung Lahan dan Karakteristik Petani Dalam
Pengembangan Kopi Arabika Organik di Kabupaten Aceh
Tengah.Tesis.Magister Sains Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.

BPS

Budiarto, Teguh, & Fandy Ciptono. 2007. Pemasaran Internasional. Cetakan Kedua:
BPFE. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia.Ditjenbun. Jakarta.

Dharmesta & Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran ModernEdisi Kedua. Yogyakarta.

Ekananda, M. Ekonomi Internasional. 2014. Erlangga. Jakarta.


43

Eun, C.S., Resnick, B.G., & Sabherwal,S. 2013. International Finance. Salemba Empat.
Jakarta.

Fauji. D. A. S. 2016. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Periode
2013 – Triwulan I 2015.Jurnal Nusamba. Vol 1 (2).

FAO. 2015. Production and Trade Statistic. http://faostat.fao.org/site/339/default/aspx.


Diakses pada 25 September 2018.

Ghozali. 2006. Uji run test

Ginting.2013. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Ekspor Indonesia.Jurnal Buletin Ilmiah


Litbang Perdagangan.Vol. 7 (1).

Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Kanisius.Yogyakarta.

Goestjahjanti.2017. Pengaruh Fluktuatif Kurs terhadap Term of Trade dan Implikasinya


kepada Daya Saing Indonesia.Jurnal KREATIF: Pemasaran, Sumberdaya
Manusia dan Keuangan.Vol. 5 (1).

Gurajati, D. N. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika, Terjemahan Mangunsong, R.C.Buku 2


Edisi 5. Salemba Empat. Jakarta.

Hamdani. 2012. Ekspor Impor Tingkat Dasar .Level 1.Bushindo.Jakarta Timur.

Hidayatullah, S. 2012. Pengaruh Harga dan Faktor Eksternal terhadap Permintaan Ekspor
Kopi di Indonesia.Jurnal Signifikan. Vol. 1 (2).

International Coffee Organization. 2013. www.ico.org. Diakses pada 16 Oktober 2018.


28
Jamilah, M. Yulianto, E dan Mawardi, K. M. 2016. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Harga
Kopi Internasional dan Produksi Kopi Domestik terhadap Volume Ekspor Kopi
Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 36 (1).

Jhingan.2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press. Jakarta.

Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. 2005. Ekonomi Internasional Teori dan
Kebijakan. Edisi 5.Jilid 2.PT. Indeks kelompok Gramedia. Jakarta.
44

Kustiari, R. 2007. Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi


Indonesia.Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Lubis, Adrian D. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Indonesia.
Jurnal Penelitian pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar
Negeri.Jakarta.

Lukman.2012. Pengaruh Harga dan Faktor Eksternal terhadap Permintaan Ekspor Kopi di
Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi.Vol. 1 (2).

Madura, Jeff. 2000. Manajemen Keuangan Internasional. Jilid 1, Edisi Keempat. Erlangga.
Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2006. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2009. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2010. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.

Mohsen, Adel Shakeeb. 2015. Effect of Exports and Invesment on The Economic Grow in
Syria.Internasional Journal of Mnagement, accounting, and economics.Vol 2,
(6).

Mubyarto. 2001.

Murni, A. 2006.Ekonomika Makro. PT. Refika Aditama. Jakarta.

Murni, A. 2009.Ekonomika Makro. PTRefika Aditama.Bandung.

Nasution, D. 2018. Penyebab Melemahnya Nilai Tukar Rupiah. Menteri Koordinator


Bidang Perekonomian. Jakarta.

Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu: Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS.
Andi Offset. Yogyakarta.
45

Pelupessy. W. 2003. Enviromental Issues in the Production of Beverages: Global Coffee


Chain. In Mattsson B, Sonesson U, editor. Enviromental Friendly Food
Processing. Cambridge England: CRCPress. Woodhead Publishing Limited.

Purba dan Annaria.2017. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Ekspor dan Dampaknya terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.Jurnal Manajemen.Vol. 12 (2).

Putra, K. A. 2011. Ekonomi Makro. Period. Jakarta.

Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Ramadhani, N. 2018.Analisis Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia.Skripsi.


Program Studi Agribisnis Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Rosandi, Aji Wahyu.2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran


Ekspor Kopi Indonesia. Bogor.

Santoso, S. 2005. heteroskedastisitas

Santoso, S. 2010. Mastering SPSS 18.PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Santoso, S. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20.PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Silitonga, CM. 2008.Analisis Keunggulan Bersaing Kopi Arabika Gayo Organik di


Indonesia. Tesis. Universitas Terbuka. Medan.

Sobri. 2001. Ekonomi internasional: Teori Masalah dan Kebijaksanaannya. BPFE UI.
Yogyakarta.

Soekartawi. 2005. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Cetakan Kedelapan Edisi Pertama.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soeparno, Wahyu Sugeng Imam. 2012. Pengaruh Harga Biji Kopi Internasional Terhadap
Laba Perusahaan Pada Koperasi Gayo Linge Organic Coffe (GLOC). Medan.

Sukirno, S. 2000. Makro Ekonomi Modern.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sukirno, S. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press. Jakarta.

Sukirno. S. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
46

Sukirno, S. 2008. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sukirno, S. 2010. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta.

Sulaiman, W. 2004.Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Contoh Kasus dan


Pemecahannya. Andi.Yogyakarta.

Turnip, C. 2002.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan


Aliran Perdagangan Kopi Indonesia.Skripsi.Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

UN Comtrade Statistic. 2013. Data Trade Statistic. http://comtrade.un.org/data/. Diakses


pada tanggal 23 Oktober 2018.

Wahyudin. 2018. Ekspor Kopi Aceh. Kepala Badan Pusat Statistik Aceh. Aceh.

World Bank.

Anda mungkin juga menyukai