PENDAHULUAN
salah satu komoditi unggulan provinsi Aceh. Saat ini Provinsi Aceh tergolong salah satu
daerah produsen kopi Arabika dan Robusta di Indonesia.Berikut ini adalah data luas lahan,
ekspor kopi dan produksi kopi Aceh selama periode 11 tahun terakhir:
Tabel 1. Ekspor Nonmigas Aceh, Ekspor Kopi Aceh dan Nilai Tukar
Luas Lahan Ekspor Kopi Aceh Produksi Kopi
Tahun
(Ha) (ton) (ton)
2005 100.263 1.765 35.012
2006 100.327 1.627 37.894
2007 108.813 9.496 42.308
2008 109.116 5.558 47.124
2009 118.612 4.084 50.190
2010 120.526 2.805 47.805
2011 121.094 3.248 53.950
2012 121.854 2.204 54.314
2013 123.764 2.662 48.282
2014 120.666 2.560 44,343
2015 121.273 2.195 47.444
2016 123.443 2.515 65.231
2017 123.749 6.539 68.493
Sumber: Badan Pusat Statistik.dan Bank Indonesia, 2007-2018
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat luas lahan kopi di Aceh cenderung mengalami
peningkatan, hanya pada tahun 2014 yang terjadi penurunan sebesar 3.098 Ha.Kemudian
untuk ekspor kopi Aceh mengalami peningkatan terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 7.869
juta US$ sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu 3.938 juta
US$.Selanjutnya untuk produksi kopi Aceh cenderung mengalami peningkatan, hanya pada
tahun 2010, 2013 dan 2014 yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.385, 6.032
dan 3.939 ton.
Penurunan ekspor dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor domestik dan pasar
internasional. Faktor domestik antara lain mencakup kapasitas produksi, harga di pasar
domestik dan berbagai kebijakan domestik, sedangkan faktor pasar internasional mencakup
harga di pasar internasional, nilai tukar dan sisi permintaan dari negara importir produk
Indonesia (Lubis, 2013). Peningkatan ekspor dikarenakan pasar internasional menyukai kopi
Aceh khususnya jenis Arabika dan Robusta yang diproduksi di daerah ataran tinggi seperti
Aceh Tengah dan Bener Meriah (Wahyudin, 2018).
3
Berdasarkan Mubyarto (2001) menyatakan bahwa lahan merupakan salah satu faktor
produksi yang mempunyai kontribusi besar terhadap usahatani.Besar kecilnya produksi dari
usahatani dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan.Semakin sempit lahan
usahatani maka semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan sedangkan semakin luas
usahatani maka semakin efisien usahatani dan produksi yang didapatkan.Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Airlangga (2007) dimana setiap kenaikan produksi haruslah disertai dengan
adanya peningkatan luas lahan, jumlah tenaga kerja dan pengeluaran pembangunan
pemerintah.Jika produksi meningkat maka volume ekspor juga meningkat.
Jika dilihat dari data pada Tabel 1, terdapat beberapa tahun yang bertentangan dengan
teori dimana pada tahun-tahun tersebut peningkatan luas lahan tidak diikuti oleh peningkatan
produksi kopi.Begitu juga untuk peningkatan produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan
ekspor. Melihat hal tersebut, kenaikan dan penurunan ekspor kopi tentunya dipengaruhi oleh
beberapa faktor lain selain produksi. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian
tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Aceh”.
mengalami depresiasi, artinya nilai mata uang dalam negeri melemah terhadap nilai mata uang
luar negeri, dan akan menyebabkan peningkatan ekspor dan impor cenderung menurun. Jadi
kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs
rupiah terhadap USD menurun, maka volume negara eksportir juga akan meningkat (Sukirno,
2000).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar suatu mata uang.Murni
(2006) menyebutkan kurs valuta asing dapat berubah bila terjadi perubahan selera, perubahan
harga barang impor dan barang ekspor, terjadinya inflasi, perubahan suku bunga dan tingkat
pengembalian investasi serta pertumbuhan ekonomi.Sedangkan menurut Madura (2006),
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar diantaranya tingkat inflasi
relatif, suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, pengendalian pemerintah, dan prediksi
pasar.
Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir ini karena ada dua alasan yang
mendasar, yaitu faktor fundamental dan faktor non fundamental.Dari sisi fundamental, nilai
tukar rupiah cenderung dipengaruhi oleh faktor ekonomi yakni dilihat kinerja neraca
pembayaran Indonesia yang merosot yaitu dengan ditandainya defisit neraca transaksi berjalan
(ekspor lebih rendah dari impor), defisit neraca primer (penerimaan anggaran lebih kecil dari
pengeluaran) serta defisit sektor jasa (pembayaran jasa tenaga kerja asing, reasuransi dan
pelayaran).Selain itu kecenderungan inflasi yang tinggi, peningkatan kebutuhan dollar AS oleh
korporasi swasta dan BUMN untuk pembayaran impor) dan utang luar negeri yang jatuh
tempo bersamaan. Sementara dari faktor non fundamental, rupiah melemah dipengaruhi oleh
faktor non ekonomi yang meliputi kebijakan pengetatan stimulus moneter oleh Bank Sentral
Amerika Serikat, kemudian makin meningkatnya permintaan dollar karena perusahaan –
perusahaan Amerika yang ada di Indonesia dan produknya juga menguasai pasar Indonesia.
Selanjutnya muncul kekhawatiran investor terhadap perkembangan ekonomi di negara-negara
emerging market, terutama China, India, dan Brasil.Ini berdampak pada aktivitas transaksi
perekonomian di pasar internasional dan gejolak harga minyak duniaakibatgejolak geopolitik
beberapanegara produsen di kawasan TimurTengah (Fauji, 2016).
7
Eun et. al. (2013) berpendapat bahwa ada lima faktor-faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar, yaitu:
a. Tingkat Inflasi
Dalam pasar valuta asing, perdaganagn internasional baik dalam bentuk barang
atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan
harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor
yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing.
b. Cadangan Devisa
Apabila suatu neraca pembayaran internasional terjadi surplus maka akan
berdampak pada peningkatan nilai cadangan devisa negara. Sebaliknya bila negara
mengalami deficit dalam neraca pembayaran , maka Bank Sentral negara tersebut
harus mengeluarkan asset cadangan devisanya seperti emas, valuta asing dan SDR atau
meminjam dari Bank Sentral lain.
c. Perbedaan Suku Bunga
Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal
internasional. Kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing sehingga
itulah sebabnya di negara dengan tingkat suku bunga tinggi, modal asing banyak yang
masuk, sehingga menimbulkan permintaan untuk meningkatkan mata uang dan
menyebabkan kursnya terparesiasi.
d. Ekspor-impor
Apabila tingkat ekspor suatu negara lebih tinggi, maka permintaan terhadap
mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya
nilai mata uang negara itu naik (terapresiasi). Akan tetapi, apabila impor berkembang
lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat bertambah dari
permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot
(terdepresiasi).
e. Ekspektasi nilai tukar di masa depan
Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap
setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Berita mengenai bakal melonjaknya
inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual dollar, karena
8
memperkirakan nilai dollar akan menurun di masa depan. Reaksi pasar tentu langsung
akan menekan nilai tukar dollar dalam pasar.
Didalam menentukan suatu kurs di suatu negara terdapat beberapa sistem yang dipakai
suatu negara dalam menentukan nilai tukarnya. Menurut Ekananda (2014) terdapat tiga sistem
kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas (floating)
Dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai
kurs.Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap (fixed)
Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut
campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta
asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled)
Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan
mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta
asing yang tersedia.
2.1.3 Ekspor
Ekspor dapat diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang dari dalam
negeri ke luar negeri.Menurut Murni (2009) ekspor adalah suatu kegiatan ekonomi menjual
produk dalam negeri ke pasar di luar negeri. Keuntungan melakukan ekspor menurut Sukirno
(2010) adalah dapat memperluas pasar, menambah devisa negara, memperluas lapangan kerja.
Secara teori yang dikemukakan Sukirno (2004) yang menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi ekspor dari negara lain salah satunya adalah kemajuan di
negara itu sendiri (pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat).
Peranan ekspor adalah sebagai alat pendorong pertumbuhan ekonomi negara dengan
meningkatkan devisa negara. Soekartawi (2005) menyinggung beberapa faktor yang
mempengaruhi ekspor, seperti harga internasional, nilai tukar, kuota ekspor-impor,
kebijaksanaan tarif dan non-tarif, dan kebijaksanaan meningkatkan ekspor non-migas.
Menurut Gilarso (2004) ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk
meningkatkan ekspor, seperti:
9
Bagi negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia.Negara tujuan ekspor adalah negara-negara
konsumer tradisional seperti USA, Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan
perkembangan zaman, terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini
terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun
90-an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton (AEKI, 2013).
Menurut Murni (2009) kegiatan ekspor dan impor akan mempengaruhi jumlah
permintaan mata uang suatu negara. Kegiatan ekspor akan mengakibatkan naiknya permintaan
mata uang negara pengekspor sehingga mata uang akan menguat. Kegiatan akan
mengakibatkan naiknya permintaan mata uang negara pengimpor sehingga nilai mata uang
dalam negeri akan melemah. Ekspor dan impor juga memiliki pengaruh terhadap daya beli
masyarakat suatu negara. Naiknya jumlah ekspor yang dikarenakan jumlah produksi barang
domestik mengalami peningkatan akan mengakibatkan penyerapan tenaga kerja secara penuh
akibatnya pendapatan perkapita suatu negara akan meningkat artinya daya beli juga
meningkat.
Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah kemampuan dari negara tersebut
untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasar luar negeri (Sukirno,
2008). Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara
10
akanmemperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik yang pada gilirannya juga
menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih
tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat
ditingkatkan (Jhingan, 2000).
Menurut Mankiw (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor dari sebuah
negara. Faktor tersebut meliputi:
1. Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri.
2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.
3. Nilai tukar (kurs) yang menentukan jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk
membeli sejumlah mata uang asing.
4. Pendapatan konsumen di dalam dan luar negeri.
5. Biaya membawa barang dari suatu negara ke negara lain.
6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.
2.1.4 Kopi
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber
devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga
merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di
Indonesia (Rahardjo, 2012). Seperempat kopi yang ditanam dikonsumsi di negara asal dan tiga
perempatnya diperdagangkan secara global.Kopi merupakan komoditas ke-2 terbesar yang
diperdagangkan di dunia setelah minyak (Pelupessy, 2003).
Kopi adalah salah satu komoditas ekspor yang diatur tata niaga ekspornya, yang
termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia HS Nomor 09.01 dan 21.01. Ketentuan
tentang ekpor kopi diatur beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia, yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-
DAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor
Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
10/M-DAG/PER/5/2011. Adapun syarat-syarat ekspor kopi yaitu:
12
1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai
Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS) oleh Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan.
2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Kopi
(SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh negara
tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di
Propinsi/Kabupaten/Kota. SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari
pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia.
3. Disamping itu, kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (Certificate of
Origin) SKA Form ICO, yaitu surat keterangan yang digunakan sebagai dokumen
penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia, yang membuktikan
bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di Indonesia.
Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal
dari spesies kopi robusta.Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.Namun,
kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di
luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab.
Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses
produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan produktivitas
dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar
dunia (Rahardjo, 2012).
Terdapat dua jenis kopi yang telah dibudidayakan yakni kopi arabika dan kopi robusta.
1. Kopi Arabika
Kopi arabika masuk ke Indonesia pada tahun 1696 yang dibawa oleh perusahaan
dagang Dutch East India Co. dari Ceylo (Yahmadi, 2007).Kopi arabika merupakan kopi yang
paling banyak dikembangkan di dunia maupun di Indonesia khususnya.Kopi ini ditanam pada
dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan
laut.Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh subur di daerah tinggi sampai
ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut.Jenis kopi ini cenderung tidak tahan serangan
penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa
yang kuat (Cahyono, 2012).
13
2. Kopi Robusta
Kopi robusta atau yang disebut dengan Coffea canephora, pada awalnya hanya dikenal
sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga beberapa meter
tingginya.Hingga akhirnya kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898
oleh Emil Laurent.Namun terlepas dari itu ada yang menyatakan jenis kopi robusta ini telah
ditemukan lebih dahulu oleh dua orang pengembara Inggris bernama Richard dan John Speake
pada tahun 1862 (Yahmadi, 2007).
Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabika,
andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen.Jenis robusta yang mutunya dibawah
arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia.Arabika dianggap lebih baik dari pada
Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih
mahal dari pada Robusta (Rosandi, 2007).
petani produsen. Oleh sebab itu, jika harga kopi di pasar dunia sangat fluktuatif, maka akan
berpengaruh pada harga kopi di pasar domestik yang akan berdampak pada harga kopi di
tingkat petani. Fluktuasi harga kopi ini dapat disebabkan karena kelebihan pasokan dan siklus
produksi.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Kustiari (2007) mengatakan bahwa kebijakan
yang dilakukan pemerintah di bidang harga kopi adalah pemerintah menetapkan harga dasar
pembelian kopi bersama-sama dengan pengekspor, sehingga harga kopi di Indonesia lebih
ditentukan oleh harga kopi dunia. Ini dilakukan agar kopi yang berasal dari Indonesia dapat
bersaing dengan negara produsen kopi yang lainnya seperti Kolombia, Brazil dan Vietnam.
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan luas perkebunan kopi kedua setelah negara
Brazil dengan luas perkebunan sekitar 2 juta Ha (FAO, 2015).
Ditjenbun (2012), menyatakan produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk memenuhi
permintaan pasar luar negeri. Tercatat selama periode tahun 1999 sampai 2011 pasar kopi
domestik hanya menyerap rata-rata 273.2 ribu ton per tahun atau sekitar 42 persennya saja dari
rata-rata total produksi kopi Indonesia per tahun. Dengan produksi yang melimpah tetapi daya
serap pasar domestik rendah, kopi Indonesia sangat bergantung pada pasar
internasional.Tanaman kopi di Provinsi Aceh diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan
perkebunan swasta.Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan kopi yang terbesar,
sedangkan perkebunan swasta hanya sebagian kecil.Pusat penghasil tanaman kopi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam diusahakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener
Meriah.Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun
produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.Perkembangan produksi kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara
umum sejalan dengan perkembangan luas areal lahan tanaman kopi yang terjadi.Tanaman kopi
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dikelola dengan pola perkebunan
rakyat.Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum
menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar, hal ini menggambarkan masih
rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi.
Aradi (2008), menyatakan bahwa masalah yang dihadapi petani kopi di Aceh Tengah
adalah konservasi tanah, rekomendasi pemupukan, naungan pohon pelindung yang tidak
terawat dengan baik, pemangkasan yang jarang dilakukan, jarak tanam yang terlalu rapat,
serangan hama dan penyakit. Sehingga produksi kopi yang menurun selain disebabkan karena
penurunan luas areal tanam disebabkan pula oleh adanya sistem tanaman kopi pola
perkebunan rakyat yang belum menggunakan teknologi menurut petunjuk teknis budidaya
kopi yang dianjurkan. Selain hal tersebut rendahnya modal usaha petani kopi mengakibatkan
sistem pengelolaan kebun menjadi tidak baik juga menjadi penyebab menurunnya produksi
kopi petani, kemudian juga luas lahan yang diusahakan petani relatif masih sempit dan
dikelola secara tradisional, dimana bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang tersedia
secara lokal tanpa seleksi.
17
yang mempunyai cita rasa coklat-karamel, lemon dan kayu manis, kebanyakan kopi yang
diminati masyarakat Amerika Serikat adalah kopi Arabika (ICO, 2013).
2013. Data diperoleh dari Unctad, Un Comtrade, Badan Pusat Statistik (BPS) Keywords:
Export, Coffee Production, World Coffee Prices, Exchange Rate, Error Correction Model dan
world bank. Metode analisis yang digunakan adalah Error Corection Model (ECM).Hasil
penelitian diperoleh dari 3 variabel yaitu Produksi Kopi (X1) berpengaruh positif dan
signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang.Harga Kopi Dunia (X2) tidak signifikan
dalam jangka pendek dan jangka panjang. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) (X3) tidak signifikan
dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang berpengaruh positif dan
signifikan.Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan petani kopi perlu meningkatkan
kuantitas produksi kopi Indonesia, perlu adanya sertifikasi mutu terhadap kopi Indonesia
sehingga dapat menjamin konsumen dan meningkatkan nilai jual kopi Indonesia, dengan
adanya kebijakan yang tepat melalui peningkatan ekspor kopi, diharapkan ekspor Indonesia
mengalami peningkatan dan menambah pendapatan nasional melalui devisa yang
diperolehnya tanpa terjadi inflasi.
Desnkyet. al. (2018) yang menganalisis ”Ekspor Kopi Indonesia dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Produk
Domestik Bruto Amerika Serikat, produksi kopi indonesia, harga kopi internasional dan nilai
tukar rupiah terhadap ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat. Data yang digunakan adalah
data sekunder runtun waktu (time series) periode tahun 2000-2015.Data dianalisis secara
deskriptif dan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menemukan bahwa: 1) rata-
rata perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat adalah sebesar 12,33%
pertahun. Harga kopi mengalami perkembangan dengan rata-rata sebesar 8,81%, produksi
kopi mengalami perkembangan rata-rata sebesar 2,11%, produk domestik bruto Amerika
Serikat mengalami perkembangan rata-rata sebesar 2,94% dan nilai tukar rupiah mengalami
perkembangan rata-rata sebesar 2,80%; 2) Produk Domestik Bruto Amerika Serikat dan nilai
tukar rupiah memiliki dampak positif dan signifikan sementara produksi kopi Indonesia dan
harga kopi internasional tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia ke
Amerika Serikat.
Saragihet. al. (2013) menganalisis “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO
Sumatera Utara”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Nilai Tukar, Harga Kopi
Internasional dan Produksi Kopi Domestik.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Nilai
Tukar Rupiah, Harga Kopi Internasional dan Produksi Kopi Domestik dengan variabel terikat
20
yaitu Volume Ekspor Kopi Indonesia.penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
penelitian explanatory. Yang berfokus meneliti volume Ekpor Kopi Indonesia tahun 2009
sampai dengan 2013. Data yang digunakan di peroleh dari website resmi Badan Pusat Statistik
Indonesia, Bank Indonesia, dan World Bank. Analisis data yang digunakan adalah analisis
statistik regresi linier berganda dengan menggunakan program spss 21. Hasil (Uji F) Uji
Bersama-sama menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah harga internasional dan produksi
domestik berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor. dan sedangkan diketahui
hasil (Uji t) Uji parsial menunjukkan bahwa variabel Nilai Tukar Rupiah dan Produksi Kopi
Domestik berpengaruh secara signifikan terhadap Volume Ekpor Kopi Indonesia. Hasil uji
parsial (Uji t) menunjukkan variabel Harga Kopi Internasional mempunyai pengaruh yang
tidak signifikan terhadap Volume Ekspor Kopi Indonesia.
Sari et. al. (2013) menganalisis “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor
Kopi Arabika Aceh”.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga
relatif dan faktor nilai tukar yaitu eksternal, dan PDB riil negara pengekspor volume ekspor
kopi Indonesia.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk
time series.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least
Square.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga relatif, GDP riil, dan lag volume ekspor
dipengaruhi secara signifikan dan positif pada ekspor volume.Nilai tukar dipengaruhi non-
signifikan pada kopi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Sedangkan untuk Inggris: Kurs dan
lag volume ekspor terpengaruh secara signifikan dan positif pada ekspor volume. harga relatif
dan PDB riil tidak terpengaruh secara signifikan pada volume ekspor kopi Indonesia. Jika
harga relatif berubah dan faktor eksternal (yaitu harga luar negeri, nilai tukar, PDB riil negara
pengekspor) akan dipengaruhi total ekspor kopi Indonesia.
21
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan kerangka teoritis yang telah
dikemukakan sebelumnya makadiduga bahwa nilai tukar, permintaan kopi dalam negeri,
produksi kopi dalam negeri, harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar negeriberpengaruh
signifikan terhadap ekspor kopi di Aceh.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
23
24
6. Permintaan kopi dalam negeri adalah jumlah kopi yang diminta di dalam negeri
dalam kurun waktu per tahun (ton/tahun)
Ha: variabel bebas (nilai tukar, permintaan kopi dalam negeri, produksi kopi dalam negeri,
harga kopi dalam negeri dan harga kopi luar negeri) berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat (ekspor kopi).
Dengan kriteria sebagai berikut:
1. Apabila F(hitung) > F(tabel) maka Ha diterima dan H0 ditolakyang berarti variabel bebas
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terkait.
2. Apabila F(hitung) < F(tabel) maka Ha ditolak dan H0 diterimayang berarti variabel bebas
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terkait.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan mempunyai
distribusi normal atau tidak.Dalam model regresi linier, asumsi ini ditunjukkan oleh nilai
error yang berdistribusi normal.Model regresi yang baik adalah model regresi yang
dimiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian
secara statistik. Pengujian normalitas data menggunakan Test of Normality Kolmogorov-
Smirnov dalam program SPSS. Menurut (Santoso, 2012) dasar pengambilan keputusan bisa
dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:
1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal.
2) Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah tidak normal.
b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan ada atau tidaknya korelasi antara variabel bebas.Jika terjadi kolerasi, maka
dinamakan terdapat problem multikolinieritas.Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi kolerasi diantara variabel independen. Jika terbukti ada multikolinieritas, sebaiknya
salah satu independen yang ada dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi
diuang kembali (Santoso, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat
dilihat dari besaran Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance.Pedoman suatu model
26
regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1.Batas
VIF adalah 10, jika nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi gejala multikolinieritas
(Gujarati, 2012).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi yang dilakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam sebuah model regresi linier ada kolerasi antara kesalahan penganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi.Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokolerasi (Santoso, 2012).Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan cara uji Durbin
Watson (DW test). Adapun cara mendeteksi terjadinya autokorelasi secara umum dapat
diambil patokan sebagai berikut:
1. Apabila d < dL, maka terdapat autokorelasi positif.
2. Apabila d > (4-dL), maka terdapat autokorelasi negatif.
3. Apabila dU < d < (4- dL), maka tidak terdapat autokorelasi.
4. Apabila dL < d < dU atau (4 - dU), maka tidak bisa diambil kesimpulan.
Uji Autokorelasi juga dapat dilakukan melalui Run Test. Uji ini merupakan bagian
dari statistik non-parametric yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual
terdapat korelasi yang tinggi.Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat nilai
Asymp. Sig (2-tailed) uji Run Test. Apabila nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari
tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Uji run test
akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika terjadi masalah pada Durbin Watson
Test yaitu nilai d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan
menyebabkan tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan
jika menggunakan DW test (Ghozali, 2006).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas.
27
3.5.6 Uji t
Pengujian secara individual (uji-t) yaitu koefisien regresi secara parsial dengan
menentukan formula statistik yang akan diuji. Untuk mengetahui apakah suatu variabel
secara parsial berpengaruh nyata atau tidak, digunakan uji t. Untuk melakukan uji t ada
beberapa langkah yang digunakan, yaitu :
a. Menentukan hipotesis
Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila nilai koefisiennya sama dengan
nol, sedangkan variabel bebas akan berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya
tidak sama dengan nol. Hipotesisnya adalah:
H0 = b1 ; b2 ; b3 = 0
Ha = b1 ; b2 ; b3 ≠ 0
bi
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
sei
b. Menentukan tingkat signifikan
Tingkat siginifikan pada penelitian ini adalah sebesar 0,05 (5%) dengan tingkat
kepercayaan 0,95 (95%).
c. Menentukan nilai t-hitung dan t-tabel
Nilai t-hitung untuk koefisien b1, b2, b3 dapat dirumuskan sebagai berikut :
bi
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
sei
Dimana ;
Sei bi = koefisien regresi = standar error.
Nilai t-tabel dapat dilihat dengan tarif signifikansi dengan derajat
kebebasan
(df) = n-k2.
29
d. Menarik keputusan
H0 ditolak dan Ha diterima jika t hitung >t tabel
H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel
e. Menarik kesimpulan
1) Jika H0 diterima dan Ha ditolak dapat disimpulkan bahwa nilai tukar secara
parsial tidak berpengaruh terhadap ekspor kopi Aceh.
2) Jika H0 ditolak dan Ha diterima dapat disimpulkan bahwa nilai tukar secara
parsial berpengaruh terhadap ekspor kopi Aceh.
30
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 3.
500
400
300
200
100
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 5.
33
Gambar 6.
kenaikan permintaan dalam negeri sebesar 1 ton akanmeningkatkan volume ekspor lada
sebesar 1,115 ton dengan asumsi variabel lain tidak berubah (tetap). Kondisi ini terjadi
karena produsen lada lebih berorientasi dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Setelah
kebutuhan dalam negeri terpenuhi maka akan dilakukan ekspor.
Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap permintaan lada dalam negeri t-cari =
2,461 sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari > t-tabel pada tingkat kepercayaan
95% dimana Ha di terima dan H0 ditolak yang artinya secara statistik permintaan kopi
Aceh dalam negeri berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Rosita, R et. al. (2014), dimana permintaan lada
lada negeri mampu memenuhi oleh produksi lada yang jumlahnya berlebihan. Ketika
permintaan dalam negeri meningkat maka akan menurunkan volume ekspor.
Secara uji-t statistik, hasil analisis terhadap harga kopi dalam negeri t-cari = 4,073
sedangkan t-tabel = 2,447 dengan ketentuan t-cari > t-tabel pada tingkat kepercayaan 95%
dimana Ha ditolak dan H0 diterima yang artinya secara statistik harga kopi dalam negeri
berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor kopi Aceh.
Hasil uji koefisien determinasi (R2), diperoleh nilai sebesar 0,787. Angka tersebut
akan diubah kedalam bentuk presentase yang artinya bahwa keratan hubungan antara
variabel yang dipengaruhi dan variabel yang mempengaruhi ekspor kopi Aceh adalah 78,7
% yang dapat dijelaskan oleh lima variabel yang mempengaruhi di dalam model
persamaan ini. Sisanya (22,3%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan ini.
Coefficientsa
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada model regres ini tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan nilai signifikansi dari masing-masing variabel
memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas juga
dapat dilihat dari grafik scatterplot yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar.Scatterplot
Berdasarkan Gambar 10 Scatterplot, dapat dilihat bahwa titik data menyebar secara
acak dengan tidak membentuk pola tertentu serta tersebar di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hal ini berarti tidak terjadi gejala heteroskedasitas pada model regresi.
40
Unstandardized Residual
Total Cases 12
Number of Runs 5
Z -.908
a. Median
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga. 2007.
Aradi, K. 2008. Analisis Daya Dukung Lahan dan Karakteristik Petani Dalam
Pengembangan Kopi Arabika Organik di Kabupaten Aceh
Tengah.Tesis.Magister Sains Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.
BPS
Budiarto, Teguh, & Fandy Ciptono. 2007. Pemasaran Internasional. Cetakan Kedua:
BPFE. Yogyakarta.
Eun, C.S., Resnick, B.G., & Sabherwal,S. 2013. International Finance. Salemba Empat.
Jakarta.
Fauji. D. A. S. 2016. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Periode
2013 – Triwulan I 2015.Jurnal Nusamba. Vol 1 (2).
Hidayatullah, S. 2012. Pengaruh Harga dan Faktor Eksternal terhadap Permintaan Ekspor
Kopi di Indonesia.Jurnal Signifikan. Vol. 1 (2).
Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. 2005. Ekonomi Internasional Teori dan
Kebijakan. Edisi 5.Jilid 2.PT. Indeks kelompok Gramedia. Jakarta.
44
Lubis, Adrian D. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Indonesia.
Jurnal Penelitian pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar
Negeri.Jakarta.
Lukman.2012. Pengaruh Harga dan Faktor Eksternal terhadap Permintaan Ekspor Kopi di
Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi.Vol. 1 (2).
Madura, Jeff. 2000. Manajemen Keuangan Internasional. Jilid 1, Edisi Keempat. Erlangga.
Jakarta.
Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Mankiw, Gregory N. 2006. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Mankiw, Gregory N. 2009. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Mankiw, Gregory N. 2010. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Mohsen, Adel Shakeeb. 2015. Effect of Exports and Invesment on The Economic Grow in
Syria.Internasional Journal of Mnagement, accounting, and economics.Vol 2,
(6).
Mubyarto. 2001.
Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu: Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS.
Andi Offset. Yogyakarta.
45
Purba dan Annaria.2017. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Ekspor dan Dampaknya terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.Jurnal Manajemen.Vol. 12 (2).
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Santoso, S. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20.PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sobri. 2001. Ekonomi internasional: Teori Masalah dan Kebijaksanaannya. BPFE UI.
Yogyakarta.
Soekartawi. 2005. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Cetakan Kedelapan Edisi Pertama.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soeparno, Wahyu Sugeng Imam. 2012. Pengaruh Harga Biji Kopi Internasional Terhadap
Laba Perusahaan Pada Koperasi Gayo Linge Organic Coffe (GLOC). Medan.
Sukirno, S. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press. Jakarta.
Sukirno. S. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
46
Sukirno, S. 2008. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, S. 2010. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta.
Wahyudin. 2018. Ekspor Kopi Aceh. Kepala Badan Pusat Statistik Aceh. Aceh.
World Bank.