Anda di halaman 1dari 65

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda

tetapi berlangsung sama, saling berkaitan sehingga sulit di pisahkan.

Perkembangaan anak yang kurang akan berakibat kualitas SDM yang buruk

dimasa mendatang. Kualitas perkembangan anak terutama ditentukan pada usia

batita (bayi usia tiga tahun) yang usia kisarannya 0-3 tahun (Soetjiningsih, 2009).

Prevalensi enuresis (mengompol) bervariasi di berbagai negara. Di

Amerika Serikat didapatkan 5-7 juta anak mengalami enuresis nokturnal, laki-laki

tiga kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan. Sekitar 15%-25%

enuresis nocturnal terjadi pada umur 5 tahun. Makin bertambah umur, prevalensi

enuresis makin menurun. Dari seluruh kejadian enuresis didapatkan 80% adalah

enuresis nocturnal, 20% enuresis diurnal, dan sekitar 15%-20% anak yang

mengalami enuresis nokturnal juga mengalami enuresis diurnal (Soetjiningsih,

2009).

Indonesia di perkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa

penduduk Indonesia dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

perkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol BAB dan BAK di usia

sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian anak mengompol lebih besar

jumlah persentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak perempuan 40%. Statistik

1
2

menunjukan 25% anak mengompol pada usia 5 tahun akan menurun 5% pada

usia 10 tahun (Nursalam, 2013).

Memperkenalkan toilet training sejak dini merupakan langkah awal dan

tepat untuk melatih kemandirian dan merangsang pertumbuhan dan

perkembangan lainnya (Brazelton, 2009).

Namun, pada dewasa ini tidak sedikit ibu yang belum tahu cara

mengajarkan toilet training sehingga anak masih belumbisa menerapkan toilet

training (Tukhusnah, 2012). Seperti saat memberi atau memberlakukan

peraturan yang ketat, melarang anak buang air besar/kecil saat bepergian,

memarahi saat mengompol dicelana, dan sebagainya (Hidayat, 2009). Gilbert

(2006) juga menyatakan bahwa anak menunjukkan sinyal kuat dalam menjalani

toilet training secara fisik, mental, emosional sebelum 3 tahun. Walaupun begitu,

setidaknya 15% anak dalam usia tersebut belum dapat menguasainya. Namun,

sampai umur 4 tahun anak dapat menjalani toilet training 96%. Toilet training

adalah mengajari dan melatih anak dalam upaya mengontrol buang air besar

dan buang air kecil. Tujuan dalam perkembangan ini adalah anak dapat menjaga

kebersihan diri dan membentuk kemandirian dalam melakukan buang air

(Halida & Dita, 2012).

Masalah toilet training dalam bentuk gangguan tumbuh kembang pada

anak yang harus diperhatikan enuresis (mengompol), yaitu pengeluaran air kemih

yang tidak disadari yang sering dijumpai pada anak diatas empat tahun. Karena

seharusnya pada usia 4 tahun otak dan otot-otot kandung kecing serta

pencernaannya sempurna sehingga dapat mengontrol dan membantu anak


3

memperkirakan kapan akan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)

(Hidayat, 2009).

Menurut penelitian American Psychiatric Association, dilaporkan bahwa

10-20% anak usia 5 tahun, 5% anak usia 10 tahun, hampir 2% anak usia 12-14

tahun, dan 1% anak usia 18 tahun masih mengompol (noctural enuresis), dan

jumlah anak laki-laki yang mengompol lebih banyak dibandingkan anak

perempuan (Hidayat, 2009).

Sedangkan dari Megaswara (2015), pola asuh orang tua berhubungan

signifikan dengan keberhasilan toilet training pada anak prasekolah. Dari 70

responden terdapat 40 anak (57,1%) berhasil toilet training serta 30 anak (42,9%)

gagal toilet training.

Permasalahan yang sering terjadi ketika anak tidak mau melakukan BAB

atau BAK menuju toilet adalah disebabkan karena pengetahuan orang tua atau

pola asuh orang tua yang masih kurang tentang pelaksanaan toilet training. Toilet

training tidak sama dengan membawa anak ke toilet, tetapi melatih anak

mengontrol BAB atau BAK dan melakukannya sendiri. Sedangkan yang banyak

dilakukan oleh para orang tua sejak anak masih bayi adalah membawa anak ke

toilet dengan menggendongnya supaya anak BAB atau BAK sehingga anak tidak

mandiri dalam melakukannya (Rebecca, 2010).

Hasil penelitian Istichomah (2010), di TPA Citra RSU Rajawali Citra

Bantul, terhadap anak usia 24-41 bulan, menunjukan hasil anak usia 24 bulan

hingga 41 bulan sudah memberi isyarat khusus ingin buang air hal ini ditunjukkan

sebanyak 30 anak atau 68,18%. Akan tetapi sebanyak 23 atau 52,27% orang tua
4

anak memiliki perilaku kurang baik terhadap toilet training karena kurangnya

pengetahuan orang tua tentang toilet training sehingga tidak memperdulikan

tentang popok/pampers yang sudah saatnya diganti.

Hasil perkiraan di Sumatera Utara dalam penelitian Yuni (2012), ada

beberapa anak yang menunjukkan tanda kesiapan toilet training pada usia 18

sampai 24 bulan. Dalam melakukan buang air besar dan buang air kecil pada anak

membutuhkan persiapan baik secara fisik, mental psikologis maupun kesiapan

orang tua. Melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang

air besar dan buang air kecil secara mandirikesiapan fisik mayoritas siap sebanyak

46% dalam kesiapan fisik masih terdapat anak yang tidak siap mayoritas sebanyak

54%, sedangkan pada kesiapan mental dan psikologis mayoritas siap 72 % dalam

kesiapan mental dan psikologis masih terdapat anak yang tidak siap sebanyak

28%. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa tidak sedikit anak

prasekolah yang belum berhasil menerapkan toilet training.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan (2015), ada

beberapa jenis ngompol pada anak. Anak dikatakan mengalami ngompol primer

apabila ia masih ngompol terus-menerus sejak bayi. Ngompol sekunder adalah

ngompol yang terjadi paling sedikit 6 bulan pada anak yang sebelumnya sudah

tidak ngompol. Anak yang hanya ngompol pada malam hari saja disebut

mengalami monosymptomatic enuresis (MEN), suatu keadaan yang didapatkan

pada 80–85% anak. Sedangkan 5–10% mengalami gejala lain selain ngompol

malam hari yaitu ngompol siang hari, gangguan buang air besar. Keadaan ini

disebut polysymptomatic enuresis nocturna (PEN).


5

Penelitian Rusita (2014) ditemukan pengetahuan dan peran ibu

berhubungan dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 5 tahun, dan dari

37 responden tersebut diperoleh 21 anak (47%) berhasil toilet training serta 16

anak (43%) gagal toilet training.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Ujung

Padang Kota Padangsidimpuan, dengan wawancara terhadap 5 orang tua yang

memiliki anak usia 1-3 tahun terdapat 3 orang saat anak hendak BAB orang tua

tidak mengarahkan anak untuk melepas pakaiannya sendiri dan menuju ke kamar

kecil, anak BAK dan BAB dicelana, dan 5 orang anak untuk menuju kamar kecil

ketika ingin BAK atau BAB (tidak BAK dan BAB dicelana).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Pola

Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun.

Penelitian Rusita (2014) ditemukan pengetahuan dan peran ibu

berhubungan dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 5 tahun, dan dari

37 responden tersebut diperoleh 21 anak (47%) berhasil toilet training serta 16

anak (43%) gagal toilet training.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan

kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola

asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui karakteristik responden di

2) Untuk mengetahui pola asuh orang tua pada anak usia 1-3 tahun.

3) Untuk mengetahui kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

4) Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan

toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai bahan yang diharapkan dapat digunakan untuk masukan dalam

rangka meningkatkan upaya-upaya kesehatan pada anak dan dapat

menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan keperawatan khususnya

kesehatan pada anak.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian dan Masyarakat

Sebagai sarana sumber informasi dan wawasan yang bermanfaat bagi

seluruh orang tua untuk mengetahui pola asuh tentang kemampuan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun.


7

1.4.3 Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas

tentang kemampuam toilet training pada anak 1-3 tahun, dapat mengetahui

dan memberikan penanganan untuk menghindari terjadinya ngompol

dicelana pada anak.

1.4.4 Bagi peneliti

Sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan

di Stikes Aufa Royhan Padangsidimpuan.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Toilet Training

2.2.1 Pengertian Toilet Training

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalma melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)

(Hidayat 2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol

buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur

(Sekartini, 2010).

Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur

18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan latihan BAB dan BAK pada anak

membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual.

Melalui perisiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol BAB atau BAK.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan definisi toilet training

adalah sebuah usaha pembiasan mengontrol BAK dan BAB secara benar dan

teratur (Muda, 2015).

Toilet training adalah mengajari dan melatih anak dalam upaya

mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Tujuan

dalam perkembangan ini adalah anak dapat menjaga kebersihan diri dan

membentuk kemandirian dalam melakukan buang air (Halida & Dita,

2012).

8
9

2.2.2 Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan

seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan

membiasakan anak untuk masuk ke dalam WC anak akan cepat adaptasi. Anak

juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan

jelaskan kepada anak kegunaan dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak ketika

anak terlihat ingin buang air.

Anak di biarkan duduk di toilet pada waktu-wajtu tertentu setiap hari,

terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak

dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol)

dalam masa toilet training itu mrupakan hal yang normal.Anak apabila berhasil

melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan

menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik (Pambudi, 2007).

Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka

mengendalikan keinginan untuk buang air yang selanjutnya akan menjadikan

mereka terbiasa untuk meggunakan toilet (mencerminkan keteraturan) secara

mandiri. Kedekatan interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training ini akan

membuat anak merasa aman dan percaya diri. Keberhasilan toilet training tidak

hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu sendiri tetapi juga dari

bagaimana perilaku orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet training secara

baik dan benar, sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar hingga

besar kelak (Hidayat, 2009).


10

Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat

kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri (Farida,

2008) :

a. Melihat Kesiapan Anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu

yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan

umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training, karena setiap anak

mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus

mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan

benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat tanda kesiapan anak itu sendiri, anak

harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan

orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan

tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet training.

b. Persiapan dan Perencanaan

Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan toilet

training, yaitu :

1. Gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang

menunjukkan perilaku BAB dan BAK

2. Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak

sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua.

3. Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak

apabila basan karena enkoprsis (mengompol) atau terkena kotoran,


11

sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah

dan kotor

4. Orang tua meminta pada anak untuk memberitahu atau

menunjukkan bahasa tubuhnya apabila anak ingin BAB atau BAK

dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka

jangan lupa berikan pujian pada anaknya (Zaivera, 2008).

Menurut Muda (2015), selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang

lain :

a. Mendiskusikan tentan toilet training dengan anak

Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil

memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa

membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.

b. Menunjukkan penggunaan toilet

Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah dengan

anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta

kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana menggunakan toilet

dengan benar (disesuaikan juga dengaan jenis kelamin).

c. Membeli pispot sesuai dengan kanyamanan anak

Pispot ini digunakan untuk mealatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa

untuk duduk di toilet. Anak bisa langsung menggunakan toilet orang dewasa,

kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak

merasa nyaman. Pispot disesuaikan dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan

terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet


12

sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan

anak sehingga dia bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau memilih warna,

gambar atau bentuk yang ia sukai.

d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak

Suatu proses yang panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini,

seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa

menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem reward

yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan

dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntuntan untuknya sehingga hal ini

akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode

peluk cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil

melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker atau

bintang yang ditempelkan di bagian “keberhasilan” anak.

Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk ke

langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal

yang perlu dilakukan yaitu (Sekartini, 2010 ) :

a. Membuat jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu

dengan tepat kapan anaknya bisa buang air besar (BAB) atau buang air kecil

(BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk melatih

anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam bila orang tua tidak mengetahui jadwal

yang pasti BAK atau BAB pada anak.


13

b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera

menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya anak

akan dibiasakan dulu duduk di pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu

digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua bisa memulai

memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk dipispotnya selama 2 - 3 menit.

Misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang

diberikan orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.

c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang

diperlihatkan oleh anak

Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di

popoknya, maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya

pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang

air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot untuk

buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak

yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan

langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau

buang air kecil (BAK).

d. Buatlah bagan

Buatlah bagan anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang

bisa dicapainya dengan stiker lucu dan warna-warni, orang tua bisa meminta

anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu sudah
14

banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua

bangga dengan usaha yang dilakukan anak.

2.2.3 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training

Menurut Hidayat (2008), hal-hal yang harus diperhatikan dalam toilet

training adalah sebagai berikut :

a. Hindari pemakaian popok sekali pakai

b. Ajari anak untuk mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan

buang air kecil dan buang air besar

c. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci

tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur

d. Jangan marahi anak saat anak melakukan toilet training

2.2.4 Keuntungan Dilakukannya Toilet Training

Kemandirian toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya

kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal

yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar. Mengetahui bagian-bagian

tubuh dan fungsinya toilet training bermanfaat pada anak sebab anak dapat

mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya ( anatomi ) tubuhnya. Dalam

proses toilet training terjadi pergantian implus atau rangsangan dan instink anak

dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Muda, 2015).
15

2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training

Menurut Muda (2015) faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training

yaitu :

a. Minat

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak

mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis pengalaman

belajar. Pertama, ketika anak-anak menemukan sesuatu yang menarik perhatian

mereka. Kedua, mereka belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai

atau di kagumi. Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan

seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan kemampuan

intelektual memungkinkan anak menangkap perubahan-peubahan pada tubuhnya

sendiri dan perbedaan antara tubunya dengan tubuh temannya sebaya dengan

orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan atau pengarahan dari orang tua

sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai apa yang

diharapkan.

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu.


16

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik maupun

lingkungan sosio-psikologis termasuk di dalamnya adalah belajar.

2.2.6 Dampak Toilet Training

Dampak paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya

perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknyayang dapt

mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak

cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan orang tua

apabila sering memarhi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang

anak saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalm toilet

training maka anak akan dapat mengalami kepribadian akspresif dimana anak

lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan

seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008).

2.2.7 Cara – Cara Melakukan Toilet Training

Cara-cara melakukan toilet training dengan cara tekhnik lisan dan tekhnik

modeling (Muda, 2015) :

a. Tekhnik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak

dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara

ini bener dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai yang cukup besar dalam

memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar. Dimana
17

kesiapan psikologis anak akan semakin matnag sehingga anak mampu melakukan

buang air kecil dan buang air besar.

b. Tekhnik Modeling

Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air

besar dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya. Cara ini juga

dapat dilakukan dengan membiasakan anak uang bair kecil dan buang air besar

dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan pispot dalam keadaan yang

aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua harus melakukannya secara

benar dan mengobservasi waktu memberikan contoh toilet training dan

memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam

melakukan toilet training.

2.2 Pola Asuh Orang Tua

2.2.1 Pengertian

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut KBBI (2009)

pola adalah model, sistem atau cara kerja dan asuh adalah menjaga,

merawat,mendidik, membimbing, membantu, melatih dan sebagainya. Sedangkan

artidari orang tua adalah ayah dan ibu kandung, orang yang dianggap tua

dandihormati.

Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu berupa sikap, dan perilaku

dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,

menjagakebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Sedangkan pola asuh

orang tua adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik,

membimbing dan mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaanhingga


18

pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakatpada

umumnya (Septiari, 2012).

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinterksi, membimbing,

membina dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan

harapan anak akan menjadi anak yang sukses dalam menjalani kehidupan.

Orang tua diharapkan mampu menerapkan pola asuh yang bias

mengembangkan segala aspek perkembangan anak sedini mungkin, karena pola

asuh memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perilakupada anak

di mana nanti akan dilanjutkan melalui pendidikan di sekolah. Interaksi antara

orang tua dan anak selama awal masa kana-kanak berfokus pada hal seperti

kerendahan hati, aturan tidur, pengendalian amarah,perkelahian dengan saudara

dan teman sebaya, perilaku dan tatacara makan,kebebasan dalam berpakaian dan

mencari perhatian (Santrock, 2008).

Kewajiban orang tua adalah terlibat dalam pengasuhan positif dan

memandu anak menjadi manusia yang kompeten.Kewajiban anak adalah

merespon dengan sesuai terhadap inisiatif dari orang tua dan mempertahankan

hubungan positif dengan orang tua (Santrock,2008).

Peran orang tua sangat penting untuk menjalankan pola asuh sesuai

perkembangan anak. Menurut perkembangan psikoseksual anak yang

dikemukakan oleh Sigmun Freud anak akan melalui fase sebagai berikut : fase

oral umur 0-1 tahun, fase anal umur 1-3 tahun, fase falik umur 3-5 tahun, fase

laten umur 5-12 tahun dan fase pubertas umur 12-20 tahun (Hidayat, 2009).
19

2.2.2 Tipe Pola Asuh Orang Tua

Menurut gaya Braumrind dalam (Santrock, 2007; Fathi,2011)

mengemukakan bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh. Mereka

harus menerapkan aturan bagi anak dan menyayangi mereka. Ada tiga jenis gaya

pengasuhan yaitu:

a. Pengasuhan otoritarian

Pengasuhan otoritarian atau otoriter adalah gaya yang membatasi dan

menghukum, di mana orang tua mendesak dan menuntut anak

untukmengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan mereka dan

upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang

tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal.Anak dari orang tua

otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan

dirinya dengan temannya, tidak mampu memulaiaktifitas dan memiliki

kemampuan komunikasi yang lemah.

b. Pengasuhan otoritatif

Pengasuhan otoritatif atau yang sering disebut pola asuh

demokratifmerupakan pengasuhan yang bersifat mendorong anak untuk

mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan

anak.Orang tua yang otoritatif menunjukan kesenangan dan dukungan

sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak.

Orang tua mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri dan

ceria, bisa mengendalikan diri, mandiri dan sesuai dengan usianya.Anak

dengan pengasuhan otoritatif seringkali ceria, bisa mengendalikan diri dan


20

mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung untuk

mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebayanya,

bekerjasama dengan orang dewasa dan bisa menghadapi stres dengan baik.

c. Pengasuhan yang mengabaikan

Pengasuhan gaya ini atau yang sering disebut pola asuh permisif

adalah di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek

lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka dan anak

cenderung tidak memiliki kemampuan sosial.

Pengasuhan dengan gaya ini akan menciptakan anak yang memiliki

harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua menurut Maccoby & Mc

loby (2016) adalah :

a. Sosial ekonomi

Orang tua yang termasuk kelas bawah atau pekerja cenderung menekankan

kepatuhan dan menghormati otoritas, lebih keras dan otoriter, kurang memberikan

alasan kepada anak, dan kurang bersikap hangat dan memberi kasih sayang

kepada anak.Orang tua yang termasuk kelas menengah cenderung lebih

memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orang tua dengan

memberikan kontrol yang lebih halus.Sedangkan orang tua yang termasuk kelas

atas cenderung memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan tertentu, memiliki

latar belakang pendidikan tinggi, dan mengembangkan jiwa seni.


21

b. Lingkungan sosial atau pergaulan orang tua dan anak

Lingkungan sosial berhubungan dengan bagaimana orang tua maupun

anak menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar. Interaksi orang tua dengan

orang lain akan dibawa anak di lingkungan sekitar.

c. Latar belakang pendidikan dan pola pikir orang tua.

Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih siap dalam

mengasuh anak karena memiliki pemahaman yang lebih luas. Sedangkan orang

tua yang mempunyai pendidikan yang terbatas memiliki pemahaman yang kurang

mengenai kebutuhan dan perkembangan anak.Orang tua yang mempunyai

pendidikan terbatas cenderung menggunakan pola asuh otoriter.

d. Penerapan nilai agama yang dianut orang tua

Orang tua yang menganut agama tertentu akan berusaha untuk

menerapkan ajaran agama yang mereka anut di dalam kehidupan keluarganya.

Anak akan ikut meyakini agama dan mengikuti ajaran yang dianut oleh keluarga.

e. Peran orang tua dalam mengembangkan kepribadian anak.

Pola asuh yang diberikan orang tua akan mempengaruhi kepribadian

seorang anak. Jika pola asuh yang diberikan baik maka kepribadian anak juga

akan ikut baik. Namun jika pola asuh yang diberikan orang tua kurang baik maka

akan membuat anak cenderung memiliki kepribadian kurang baik karena perilaku

orang tua akan dianut oleh anak.

f. Jumlah anak yang dimiliki keluarga

Jumlah anak yang dimiliki keluarga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua.Jika jumlah anak yang dimiliki sedikit 1-3
22

orang (keluarga kecil) maka pengasuhan yang dilakukan orang tua lebih intensif

dan waktu yang disediakan untuk anak-anak lebih banyak.Berbeda dengan

keluarga besar dengan banyak anak. Keluarga itu akan sulit dikendalikan dan

waktu yang diberikan kepada masing-masing anak akan lebih sedikit.

2.2.4 Pola Asuh Yang Efektif

Menurut Indira Shanti (2008), pola asuh yang diterapkan orang tua tak

selamanya efektif, malah terkadang dampaknya bagi anak bukannya baik tapi

buruk. Pola asuh yang terlalu protektif atau memanjakan anak tentu menyebabkan

anak menjadi tidak kreatif atau jadi selalu tergantung pada orang lain. Oleh karena

itu, diperkukan kehati-hatian dalam menerapkan pola asuh pada anak.Perlu

diingat pula pola asuh sangat menentukan pertumbuhan anak, baik dalam potensi

sosial, psikomotorik, dan kemampuanafektifnya.

Jadi bagaimana pola asuh yang efektif itu? Menurut Shanti (2008), pola

asuh yang efektif bisa dilihat dari hasilnya. "Anak jadi paham kenapa harus begini

atau begitu.Kenapa tak boleh ini-itu. Kelak, anak akan mampu memahami aturan-

aturan di masyarakat secara lebih luas lagi. Misalnya, kalau ketemu orang harus

menyapa atau bersalaman. Nah, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah

landasan cinta dan kasih sayang. Tapi bagaimana bentuknya? Berikutsyarat-

syarat pola asuh yang bisa dilakukan orang tua demi menujupola asuhefektif.

a. Pola asuh harus dinamis

Karena pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan

perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak batita

(bawah tiga tahun) tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah.
23

Kemampuan berpikir batita masih sederhana, jadi pola asuh harus disertai

komunikasi yang tidak bertele-tele dengan bahasa yang mudah dimengerti.

b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak

Ini perlu dilakukan karena setiap anak memiliki minat dan bakat yang

berbeda. Diperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat

terlihat. Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua mesti harus memenuhi

kebutuhan psikis anak. Sentuhan-sentuhan fisik seperti merangkul, mencium pipi,

mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak bahagia sehingga

dapat membuat pribadinya berkembang dengan matang. "Kebanyakan anak yang

tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang, ternyata sewaktu kecil, ia

mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari orang tuanya.Artinya, kalau

pola asuh orang tua membuat anak senang, tentu anak bisa berkembang

secaraoptimal.

c. Ayah-Ibu harus kompak

Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini,

kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang

boleh dan tidak. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan

membuat anak bingung.

d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orangtua

Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari

orangtuasehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-

nilai kebaikandengandisertaipenjelasanyangmudahdipahami.Kelakdiharapkananak

bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik, berbakti dan
24

menjadi panutan bagi temannya dan orang lain.

e. Komunikasi efektif

Bisa dikatakan komunikasi efektif merupakan sub-bagian dari pola asuh

efektif.Syarat untuk berkomunikasi efektif sederhana kok, yaitu luang waktu

untuk berbincang-bincang dengan anak.Jadilah pendengar yang baik dan jangan

meremehkan pendapat anak.Bukalah selalu lahan diskusi tentang berbagai hal

yang ingin diketahui anak.Jangan menganggap usianya yang masih belia

membuatnya jadi tak tahu apa-apa.Dalam setiap diskusi, orang tua dapat

memberikan saran, masukan, atau meluruskan pendapat anak yang keliru

sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensinya

denganmaksimal.

f. Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh.Mulailah dari hal-hal kecil

dan sederhana.Misalnya, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah atau

menyimpan sesuatu pada tempatnya dengan rapi.Lantaran itu, anak pun perlu

diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif

mengelola kegiatannya.Namun, penerapan disiplin mesti fleksibel dan disesuaikan

dengan kebutuhan/kondisi anak.Anak dengan kondisi lelah, umpamanya, jangan

lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena saat itu merupakan

waktunya untuk belajar.

g. Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tak

boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk. Tapi kalau anak dalam
25

keadaan sehatya boleh- boleh saja dari situ ia belajar untuk konsistenterhadap

sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami

anak, kenapa ini tak boleh, kenapa itu boleh. Lama-lama, anak akan mengerti atau

terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang tua juga sebaiknya konsisten. Jangan

sampai lain kata dengan perbuatan. Misalnya, ayah atau ibu malah minum air

dingin saat sakit batuk..

2.2.5 Cara Mengukur pola asuh orang tua

Setiap pertanyaan diberi nilai 0 - 3 apabila :

1 : tidak pernah

2 : Kadang-kadang

3 : Sering

4 : Selalu

Menurut Elza (2009) penentuan pola asuh dengan cara menjumlah nilai

skor dan item 1-30 dengan hasil :

1. Demokratis : apabila skor yang diperoleh 31 - 45

2. Permissif : apabila skor yang diperoleh 16 - 30

3. Otoriter : apabila skor yang diperoleh 0 - 15

2.3 Usia Toddler (1-3 tahun)

Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas

yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun

sering disebut sebagai “golden period” (kesempurnaan emas) untuk meningkatkan

kemampuan setinggi-tingginya dan plastisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel

otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman,
26

fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentuk sinaps-sinaps

serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kemabng selanjutnya. Anak pada usia

tersebut ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam arti tidak hanya

mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan intervensi stimulasi

dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh

pengalaman yang sesuai dengan perkembangannya (Thompson, 2009).

Usia toddler (1-3 tahun) biasanya digunakan patokan oleh para ibu untuk

memulai toliet training karena pada usia tersebut hampir semua fungsi tubuh

sudah matang dan stabil, rasa ingin tahu yang besar, menaruh minat kepada apa

yang dilakukan oleh orang sekitar dan anak telah memasuki fase anal (pusat

kesenangan anak pada perilaku menahan dan juga pengeluaran kotoran)

(Nuryanti, 2010).

Balita yang berusia 1-3 tahun juga lebih siap secara kognitif, psikologis,

sosial dan emosional untuk pengajaran penggunaan toilet. Data statistik

menunjukkan bahwa 90% dari anak-anak antara usia 24-30 bulan berhasil diajari

menggunakan toilet dengan rata-rata usia 27-28 bulan, 80% anak-anak mendapat

kesuksesan tidak buang air kecil dimalam hari (enuresis) dimalam hari antara usia

30-42 bulan dengan rata-rata usia 33 bulan (Warner, 2007).

Menurut Nuryanti (2010), anak usia toddler (1-3 tahun) mengalami tiga

fase yaitu :

1. Fase otonomi dan ragu-ragu atau malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya kemampuan

anan yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua
27

tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat

menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang

selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.

Pada masa ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga

tegas sehingga untuk tidak mengalami kebingungan.

2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak dilatih

untuk buang air atau toilet training (pelatihan buang air besar pada tempatnya).

Anak juga dapat menunjukkan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata dan

mengulang kata-kata baru. Anak usia toddler (1-3 tahun) yang berada pada fase

anal yang ditandai dengan berkembangnya kepuasaan dan ketidakpuasan. Dengan

mengeluarkan feses atau buang air besar timbul rasa lega, nyaman dan puas.

Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya anak mampu mengendalikan sendiri

fungsi tubuhnya.

3. Fase pra operasionel

Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh

kasih sayang tetapi juga tegas sehinggas anak tidak mengalami kebingungan. Bila

orang tua mengenalkan keburukan anak maka anak akan berkembang perasaan

otonominya sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan rangsangan

lingkungan.
28

2.4 Kemampuan Anak Usia 18-36 Bulan

Kemampuan anak usia 12-36 bulan sesuai dengan tugas perkembangannya

meliputi perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan emosi, perilaku

dan bicara diantaranya sebagai berikut (Soetjiningsing, 2009) :

1. Usia 12 sampai 18 bulan anak berjalan dan mengeksplorasi rumah serta

sekeliling rumah, anak dapat menyusun 2 atau 3 balok, dapat mengatakan

5 sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa cemburu dan rasa

bersaing.

2. Usia 18 sampai 24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik turun

tangga, menyusun 6 kotak, menunjuk mata dan hidungnya, menyusun 2

kata, belajar makan sendiri dan menggambar garis dikertas atau pasir,

mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menaruh

minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar dan

memperlihatkan minat kepada apa yang dilakukan anak lain dan bermain

dengan mereka.

3. Usia 2 sampai 3 tahun perkembangan anak tersebut yaitu belajar meloncat,

memanjat dan melompat dengan satu kaki, membuat jembatan dengan 3

kotak, mampu menyusun kalimat, menggunakan kata-kata saja, bertanya

dan mengerti kata-kata yang ditunjukkan kepadanya, menggambar

lingkaran dan bermain bersama anak lain dan menyadari adanya

lingkungan diluar keluarga.

Toilet training adalah suatu usha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalma melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
29

(Hidayat 2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol

buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur

(Sekartini, 2010).

Menurut skala likert, sebelum menentukan nilai kemampuan dengan

menggunakan kuesioner yang telah diberi skor nilai, terlebih dahulu menentukan

kriteria yang dijadikan sebagai ukur kemampuan, jumlah petanyaan 15 masing-

masing di jawab sangat setuju, setuju, sangat tidak setuju, atau tidak setuju dengan

rumus statistika menurut Nursalam (2009) sebagai berikut :

Bentuk Kemampuan Pertanyaan Nilai

Sangat setuju SS 3

Setuju S 2

Tidak Setuju TS 1

Sangat Tidak Setju STS 0

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2010).

Adapun kerangka konsep di bawah ini yang akan diteliti adalah hubungan

pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di

Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2018.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua Kemampuan Toilet Training


1. Demokratis Pada Anak Usia 1-3 Tahun
2. Permissif 1. Mampu
3. Otoriter 2. Tidak Mampu

Gambar 1. Skema Kerangka Konsep

Penelitian
30

2.6 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan pemecahan masalah yang bersifat

sementara, yakni pemecahan masalah yang mungkin benar dan mungkin pula

salah. Untuk menguji hipotesis data atau fakta-fakta yang diperoleh dari hasil

pengumpulan data. Selanjutnya Arikunto (2007) mengatakan bahwa “Ada dua

jenis hipotesis alternatif, hipotesis nol adalah hipotesis yang mengatakan tidak

adanya hubungan antara variabel, sedangkan hipotesis alternatif adalah hipotesis

yang mengatakan adanya hubungan antara variabel”. Dan pendapat tersebut dapat

diartikan bahwa hipotesis itu masih perlu dibuktikan kebenarannya, karena itu

hipotesis merupakan jawaban yang masih belum final atau jawaban sementara.

Hipotesis pada penelitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua dengan

kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

1. Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun. Dengan tingkat signifikansi α = 0,05.

Jika α ≤ 0,05 maka H0 ditolak berarti Ha diterima.

2. Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan

toilet training pada anak usia 1-3 tahun. Sebaliknya jika α > 0,05 maka

H0 diterima dan Ha ditolak.


31

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif yang memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan variabel yang satu

dengan variabel yang lain dan variabel yang ingin diketahui yaitu dengan

menggunakan desain penelitian deskriptif korelasional dengan metode pendekatan

cross sectional. Pendekatan cross sectional ini mencoba mencari hubungan antar

variabel dan subjek penelitian dikumpulkan dan diukur dalamwaktu bersamaan

(Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah

pola asuh orang tua, sedangkan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini

adalah kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ujung Padang Lingkungan I dan II

Kota Padangsidimpuan, karena masih banyak orang tua tidak mengarahkan anak

untuk melepas pakaiannya sendiri dan menuju ke kamar kecil untuk BAK dan

BAB.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksananakan mulai bulan Januari 2019 sampai

dengan Agustus 2019. Dengan rincian kegiatan survei pendahuluan, pembuatan

proposal penelitian, penelitian lapangan dan membuat laporan hasil penelitian.

31
32

Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agt
Acc Judul ✓
Pembuatan Proposal ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Seminar Proposal ✓
Pembuatan Skripsi ✓ ✓ ✓
Ujian Hasil ✓

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan unit dalam pengamatan yang dilakukan.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua

yang memiliki anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Lingkungan I dan

II Kota Padangsidimpuan yang berjumlah 27 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Arikunto (2007) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang ditentukan untuk diteliti. Menurut Arikunto jika populasi >100,

maka jumlah sampel yang diambil dalam 10-15% dari populasi. Jika populasi

<100, maka jumlah sampel diambil dari semua populasi.

Peneliti mengambil keseluruhan dari populasi untuk dijadikan sampel

yaitu sebanyak 27 orang. Total sampling adalah pengambilan dari keseluruhan

populasi.

3.4 Alat dan Tekhnik Pengukuran


33

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.

Instrument penelitian dapat berupa daftar pertanyaan/pernyataan, daftar cocok

(checks list), alat pedoman wawancara (interview guide) dan lembar pengamatan

(observation sheet).

Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitan

ini adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini akan dibagi menjadi

beberapa bagian, yaitu:

3.5.1 Kuesioner Pola Asuh Orang Tua

Instrumen dalam penelitian ini berupa angket pola asuh. Pengukuran

instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala likert dengan empat

skala, Selalu (SL), Sering (S), Kadang-kadang (KK), dan Tidak Pernah (TP).

Pilihan jawaban sangat sesuai atau sesuai dipilih apabila dalam keseharian

penerapan pola asuh yang dilakukan sangat sesuai atau sesuai dengan pernyataan

yang disediakan oleh peneliti, sedangkan apabila pernyataan tidak sesuai dengan

penerapan pola asuh yang diterapkan dalam keseharian, maka dapat dipilih

jawaban yang tidak sesuai atau sangat tidak sesuai. Kuesioner ini diadopsi dari

Saudari Wiwik Utamy (2011) tentang pola asuh orang tua dengan toilet training

pada anak. Untuk hasil uji validitas kuesioner diperoleh nilai r antara 0,450-0,806.

Item pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,444)

pada taraf signifikan Alpha =5% yaitu r hitung > r tabel. Uji reabilitas

menggunakan metode analisa Kuder-Richardison 21 (KR21) dengan koefesien


34

reliable 0,95. Dan berdasarkan hasil analisis Nasution (2010) hasil uji

reliabilitas kuesioner sudah reliable karena r hitung > r tabel yang mana r

tabel bernilai 0,707. Dimana menurut Riyanto (2011) jika nilai reliabilitas

>0,6, maka kuesioner telah dikatakan valid. Sehingga tidak dilakukan uji

reliabilitas kembali.

3.5.2 Kuesioner Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun

Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang disusun sedemikian rupa

sehingga responden diberi kemudahan dalam menjawab atau mengisi kuesioner

dengan memberikan tanda (✓) pada pilihan yang telah tersedia. Kuesioner ini

berjumlah 15 poin pertanyaan tentang toilet training yang diadopsi dari hasil

peneliti yang dilakukan oleh Wiwik Utamy (2011). Pengukuran instrument yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu skala likert dengan empat skala, Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Umtuk

kuesioner kemampuan toilet training telah diuji validitas menggunakan Product

Moment dan realibilitas menggunakan Alpha Crombach’s mendapatkan hasil nilai

r tabel untuk n=16 dan Alpha 0.05 adalah 0.514, semua nilai r pada setiap

pernyataan memiliki nilai diatas 0.541, artinya semua pertanyaan sudah valid.

Nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.933 hal ini menunjukkan bahwa data sudah

sangat reliabel.

Uji reabilitas menggunakan metode analisa Kuder-Richardison 21

(KR21) dengan koefesien reliable 0,95. Dan berdasarkan hasil analisis Nasution

(2010) hasil uji reliabilitas kuesioner sudah reliable karena r hitung > r tabel

yang mana r tabel bernilai 0,707. Dimana menurut Riyanto (2011) jika nilai
35

reliabilitas >0,6, maka kuesioner telah dikatakan valid. Sehingga tidak

dilakukan uji reliabilitas kembali.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

Adapun prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1) Peneliti telah mendapatkan izin dan berkoordinasi dengan pihak

Kelurahan Ujung Padang Lingkungan I dan II Kota Padangsidimpuan

yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian.

2) Setelah data responden didapat, peneliti bertemu dengan responden

3) Melaksanakan observasi awal untuk mengetahui jumlah responden di

Kelurahan Ujung Padang Lingkungan I dan II Kota Padangsidimpuan.

4) Menentukan besarnya sampel dengan apabila subjek kurang dari 100,

lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi.

Karena subjeknya lebih kecil maka diambil semua populasi di jadikan

sampel.

5) Menyusun instrumen penelitian

6) Melakukan pembagian hingga pengumpulan hasil kuesioner dengan

responden peneliti

7) Pencatatan data hasil penelitian

8) Analisis data
36

3.6 Defenisi Operasional

Tabel 3.2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Skoring


1. Pola Asuh Cara orang tua Kuesioner Ordinal Hasil
Orang Tua mendidik anak Demokrati dikategorikan
dalam melakukan s, berdasarkan
toilet training Permisif, Skor
dan Pola Asuh Orang
Otoriter Tua Demokratif=
terdiri dari point 30
masing-
masing 10 Pola Asuh Orang
pertanyaan Tua Otoriter =
point 30

Pola Asuh Orang


Tua Permisif =
point 30
2 Kemampu Sesuatu hasil Kuesioner Ordinal Mampu (>15)
an Toilet dimana mampu kemampua
Training atau tidaknya n Toilet
Pada Anak dalam melakukan Training Tidak Mampu
Usia 1-3 aktivitas tertentu. Pada Anak (<15)
Tahun Usia 1-3
Tahun
terdiri dari
10
pertanyaan
.

3.7 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diperoleh dengan langkah sebagai berikut:

1. Pengeditan Data (data editing)


37

Dilakukan dengan memeriksa kuesioner yang telah terisi. Bisa terdapat

kesalahan atau kekurang dalam pengumpulan data akan dilakukan pengecekan

ulang dengan tujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar, sehingga

dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, kemudian

data di kelompokkan dengan aspek pengukuran.

2. Coding

Pemberian kode pada setiap data yang telah dikumpulkan untuk

memperoleh memasukkan data ke dalam tabel.

3. Skoring

Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan pada responden.

Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0,

selanjutnya menghitung skor jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

4. Tabulating

Untuk mempermudah analisa data pengolahan data serta pengambilan

kesimpulan, data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

memberikan skor terhadap pernyataan yang diberikan kepada responden.

3.8 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Melihat gambaran pola asuh yang diberikan orang tua dengan

kemampuantoilet training pada anak usia 1-3 tahun.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariate yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Uji statistik yang digunakan adalah uji Kruskal
38

Wallis. Untuk melihat hasil kemaknaan, perhitungan statistic yang digunakan

batas kemaknaan 0,05 sehingga jika p < 0,05 hasil statistik bermakna. Dan jika P

> 0,05 hasil perhitungan statistic tidak bermakna (Notoatmodjo, 2010 ).

3.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, etika merupakan salah satu hal yang sangat

penting untuk di perhatikan. Hal ini di sebabkan karena penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia. Dalam melakukan penelitian, peneliti

mengajukan permohonan izin kepada Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Aufa Royhan. Setelah surat izin diperoleh peneliti melakukan

observasi kepada responden dengan memperhatikan etika sebagai berikut :

1. Lembar persetujuan responden (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian melalui lembar persetujuan. Sebelum memberikan lembar

persetujuan, peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan peneliti serta

dampaknya bagi responden. Bagi responden yang bersedia di minta untuk

menandatangani lembar persetujuan. Bagi responden yang tidak bersedia, peneliti

tidak memaksa dan harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Peneliti memberikan jaminan terhadap identitas atau nama responden

dengan tidak mencatumkan nama responden pada lembar penggumpulan data.

Akan tetapi peneliti hanya menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian

3. Kerahasiaan (Confidentiality)
39

Kerahasiaan informasi yang telah di peroleh dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, dimana hanya kelompok data tertentu saja yang di laporkan pada hasil

penelitian.

4. Asas tidak merugikan (Non-Maleficience)

Setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum non ocere ( yang

paling utama jangan merugikan), resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya

diminimalisir sedemikian mungkin.


40

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh

orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di

Kelurahan Ujung Lingkungan I dan II Padang Kota Padangsidimpuan Tahun

2019. Pengumpulan data dilakukan selama penelitian di. Kelurahan Ujung Padang

Lingkungan I dan II Kota Padangsidimpuan dengan 27 responden. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi

pernyataan tentang pola asuh orang tua sebanyak 30 item dan pertanyaan tentang

kemampuan toilet training sebanyak 16 item.

4.2 Analisa Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini karekteristik responden mencakup umur orang tua,

umur anak, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan jumlah balita.

Tabel 4.1. Frekuensi Dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Distribusi


Responden di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan
Tahun 2019

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)


Umur Orang Tua
20-25 tahun 8 29,6
26-31 tahun 9 33,3
32-37 tahun 10 37,0
Jumlah 27 100
41

Umur Anak
1 tahun 6 22,2
2 tahun 12 44,4
3 tahun 9 33,3
Jumlah 27 100

Pendidikan Orang Tua 3 11,1


40
SD 7 25,9
SMP 11 40,7
SMA 6 22,2
Pergurua Tinggi
Jumlah 27 100
Pekerjaan Orang Tua
IRT 13 48,1
PNS 4 14,8
Petani 2 7,4
Wiraswasta 8 29,6
Jumlah 27 100
Jumlah Balita
1 orang 16 59,3
2 orang 11 40,7
Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden yang dilibatkan dalam

mayoritas umur orang tua 32-37 tahun sebanyak 10 orang (37,0%) dan minoritas

umur orang tua 20-25 tahun sebanyak 8 orang (29,6%). Berdasarkan umur anak

mayoritas berumur 2 tahun sebanyak 12 orang (44,4%) dan minoritas berumur 1

tahun sebanyak 6 orang (22,2%). Berdasarkan pendidikan orang tua mayoritas

berpendidikan SMA sebanyak 11 orang (40,7%) dan minoritas berpendidikan SD

sebanyak 3 orang (11,1%).

Berdasarkan pekerjaan orang tua mayoritas bekerja sebagai IRT sebanyak

13 orang (48,1%) dan minoritas bekerja sebagai Petani sebanyak 2 orang (7,4%).

Berdasarkan jumlah balita mayoritas memiliki 1 orang balita sebanyak 16 orang

(59,3%) dan minoritas memiliki 2 orang balita sebanyak 11 orang (40,7%).


42

4.2.2 Pola Asuh Orang Tua

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan
Toilet Training Pada Anak usia 1-3 Tahun di Kelurahan Ujung
Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2019

Pola Asuh Orang Tua Frekuensi (n) Persentase (%)


1. Demokratis 18 66,7
2. Permissif 9 33,3
Total 27 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pola asuh orang tua

dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun mayoritas berpola

asuh demokratis sebanyak 18 orang (66,7%) dan minoritas berpola asuh permissif

sebanyak 9 orang (33,3%).

4.2.3 Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Toilet Training Pada Anak usia
1-3 Tahun di Kelurahan Panyanggar Kota Padangsidimpuan
Tahun 2017

Kemampuan Toilet Training Frekuensi (n) Persentase (%)


Pada Anak Usia 1-3 Tahun
1. Mampu 15 55,6
2. Tidak Mampu 12 44,4
Total 27 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kemampuan toilet training

pada anak usia 1-3 tahun mayoritas mampu sebanyak 15 orang (55,6%) dan

minoritas tidak mampu sebanyak 12 orang (44,4%).


43

4.3 Analisa Bivariat

4.3.3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Toilet Training
Pada Anak Usia 1-3 Tahun

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan
Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di
Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2019

Kemampuan Toilet Training


Pada Anak Usia 1-3 Tahun
Pola Asuh Mampu Tidak Pvalue
Orang Tua Mampu Total
F % F % F %
Demokratis 13 48,1 5 18,5 18 66,7
Permissif 2 7,4 7 25,9 9 33,3 0,016
Total 15 55,6 12 44,4 27 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 27 responden menunjukkan

responden pola asuh orang tua demokratis dengan kemampuan toilet training pada

anak usia 1-3 tahun mampu 13 orang (48,1%) dan tidak mampu 5 orang (18,5%).

Kategori berpola asuh orang tua permissif dengan kemampuan toilet training pada

anak usia 1-3 tahun mampu 2 orang (7,4%) dan tidak mampu 7 orang (25,9%).

Kategori berpola asuh orang tua otoriter tidak ada.

Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan Uji Kruskal Wallis

diperoleh p=0.016 (p < 0,05) artinya bahwa ada hubungan antara pola asuh orang

tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan

Ujung Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2019.


44

BAB 5

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini peneliti mencoba untuk menjawab pertanyaan

penelitian yaitu bagaimana Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan

Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota

Padangsidimpuan Tahun 2019.

5.1 Karakteristik Responden

Menunjukkan hasil tentang karakteristik responden yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah sebanyak 27 orang. Dari tabel dapat diketahui mayoritas

umur orang tua 32-37 tahun sebanyak 10 orang (37,0%) dan minoritas umur 20-

25 tahun sebanyak 8 orang (29,6%) dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa

orang tua yang berumur 32-37 tahun lebih matang pemikirannya dalam

mengambil suatu tindakandan lebih dan lebih banyak pengalamanya sehingga

mempengaruhi pengetahuan yang ada dalam memberikan pola asuh demokratis

pada anak terhadap toilet training, sedangkan umur 20-25 tahun pola pikirnya

belum begitu dewasa. Semakin bertambah umur seseorang maka tingkat cara

berfikirnya juga semakin baik yang membuat pengetahuannya juga semakin baik,

dimana orang tua sudah memahami mana pola asuh yang baik untuk diterapkan.

Menurut teori Genis (2009) menjelaskan bahwa umur merupakan salah

satu predisposing faktor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hal ini dapat
45

disimpulkan bahwa perbedaan usia seseorang mungkin bisa mempengaruhi

seseorang dalam melakukan perilaku kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian umur anak mayoritas berumur 2 tahun

sebanyak 12 orang (44,4%) dan minoritas berumur 1 tahun sebanyak 6 orang

(22,2%). Anak yang berumur 2 tahun lebih matang perkembangannya

dibandingkan anak yang berumur 1 tahun dan daya ingat anak lebih tangkap

apabila orang tua menerapkan pola asuh demokratis terhadap toilet training.

Menurut Umami (2011) anak 1 tahun dimana kemungkinan akan segera bisa

berjalan secara bertahap, sehingga pola asuh terhadap kemampuan toilet training

belum bisa dilaksanakan anak usia 1 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian pendidikan orang tua mayoritas

berpendidikan SMA sebanyak 11 orang (40,7%) dan minoritas berpendidikan SD

sebanyak 3 orang (11,1%). Pendidikan SMA ada hubungan dengan pola asuh

demokratis karena pengetahuannya sudah lebih meluas, faham dalam mengambil

suatu tindakan bila dibandingkan dengan pendidikan orang tua SD dan SMP. Dari

hasil pendidikan orang tua dapat menentukan tingkat pengetahuan seseorang.

Menurut Umami (2011) Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki orang tua.

Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang

terhadap nilai-nilai ynag baru diperkenalkan.

Berdasarkan pekerjaan orang tua mayoritas bekerja sebagai IRT sebanyak

13 orang (48,1%) dan minoritas bekerja sebagai Petani sebanyak 2 orang (7,4%).

Karakteristik pekerjaan dalam penelitian sebagian besar adalah orang tua bekerja
46

sebagai ibu rumah tangga sebanyak 30 orang (57,7%). Orang tua yang bekerja

sebagai ibu rumah tangga banyak waktu untuk memantau perkembangan anak

secara kontinyu setiap hari serta lebih cepat diketahui apabila terjadi gangguan

pada tumbuh kembang anak yang dapat menghambat kesuksesan dalam

pengajaran toilet training. Menurut Umami (2011) pekerjaan yang tidak banyak

menyita waktu juga memungkinkan orang tua lebih banyak waktu untuk bersama

anak sehingga perkembangan anak dalam hal-hal yang mendukung keberhasilan

toilet training juga dalam pengawasan orang tua. Sedangkan PNS, petani dan

wiraswasta menyita banyak waktu di luar, waktu bersama anak berkurang

sehingga orang tua sulit akan memberikan pola asuh yang baik terhadap

kemampuan toilet training.

Berdasarkan hasil penelitian jumlah balita mayoritas memiliki 1 orang

balita sebanyak 16 orang (59,3%) dan minoritas memiliki 2 orang balita sebanyak

11 orang (40,7%). Dari urain di atas dapat di simpulkan bahwa orang tua yang

memiliki 1 orang balita lebih banyak menganghabiskan waktu bersama anaknya

sehinga orang tua lebih fokus kepada anak tersebut dalam memberikan pola asuh

dan melatih toilet training padanya. Menurut Bulato (2010), jumlah balita menuju

pada kecenderungan dalam membentuk besar keluarga yang diinginkan. Dengan

demikian, besar keluarga akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah

anak, karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan

menggunakan caranya tersendiri.

5.2 Pola Asuh Orang Tua


47

Menunjukkan lebih dari sebagian orang tua menerapkan pola asuh

demokratis yaitu 18 orang (66,7%). Orang tua yang mempunyai anak usia 1-3

tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan lebih dari sebagian

menerapkan pola asuh demokratis, hal ini kemungkinan disebabkan karena lebih

dari sebagian ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga banyak meluangkan

waktu dengan anak dan selalu melibatkan anak sepenuhnya tanpa terganggu

pekerjaan di luar rumah. Pola asuh demokratis dilakukan seorang ibu kepada

anaknya supaya mereka menjadi anak yang mampu, tegas terhadap diri sendiri,

ramah dengan teman sebayanya, dan mau bekerja sama dengan orang tua.

Pola asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan dan pembinaan yang

diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada beberapa tipe pola asuh, di

antaranya adalah : tipe demokratis, tipe otoriter, tipe penyabar (permisif) (Hasan,

2009). Dari ketiga tipe pola asuh tersebut, pola asuh demokratis merupakan pola

asuh yang cocok atau bagus untuk di terapkan kepada anak, sebab pola asuh ini

dapat menciptakan anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai

hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat

terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain (Suparyanto, 2010).

5.3 Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun

Menunjukkan lebih dari sebagian anak mempunyai kemampuan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun mampu yaitu 15 orang (55,6%). Kemampuan

toilet training dapat tergantung oleh usia anak tersebut. Pada anak di Kelurahan

Ujung Padang Kota Padangsidimpuan lebih dari sebagian anak mempunyai


48

kemampuan toilet training diri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh usia mereka

yang rata-rata sama, maka mempunyai tingkat kemampuan yang sama pula.

Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol

hajatnya apakah itu saat ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar

(BAB) (Suryabudhi, 2011).

Supaya anak berhasil dalam menjalankan toilet training, seharusnya

seorang orang tua dapat mengetahui kapan/usia yang tepat untuk mengajarkan

toilet training pada anak. Karena usia yang tepat dapat berpengaruh pada kesiapan

anak secara fisik dan mental. Kemampuan merupakan kesiapan atau kemandirian

individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan keberanian mengambil

inisiatif, mencoba mengatasi masalah tanpa meminta bantuan orang lain,

memperoleh kekuatan dari usaha-usaha, berusaha dan mengarahkan tingkah laku

menuju kesempurnaan (Habib, 2010).

Oleh karena itu faktor usia lebih dominan untuk menentukan anak tersebut

siap secara fisik dan mental alam menjalankan toilet training, selain itu para

ilmuan juga telah mengidentifikasikan beberapa tahapan yang dapat dilakukan

anak dalam menjalankan toilet training sesuai usianya.

5.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training

Pada Anak Usia 1-3 Tahun

Menunjukkan lebih dari sebagian dengan pola asuh demokratis dengan

kemampuan toilet training pada anak yaitu mampu sebanyak 13 orang (48,1%).

Dan hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan nilai p=0.016 (p < 0,05) yang

berarti bahwa variabel pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada
49

anak usia 1-3 tahun mempunyai nilai yang signifikan dan berarti Ho di tolak atau

berarti ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota

Padangsidimpuan Tahun 2019.

Menurut teori pola asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan dan

pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada beberapa tipe

pola asuh, di antaranya tipe demokratis, tipe otoriter dan tipe permisif (Hasan,

2009).

Hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Wiwik Utamy (2011) di PAUD Kemala Bhayangkari 96 Desa Jetak Kecamatan

Bojonegoro di dapatkan p= 0,002 (α <0,05) adanya hubungan antara pola asuh ibu

dengan kemampuan toilet training anak usia toddler di PAUD Kemala

Bhayangkari 96 Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro.

Menurut hasil penelitian pola asuh demokratis yang di terapkan oleh orang

tua kepada anaknya di Kelurahan Panyanggar Kota Padangsidimpuan membuat

anak–anak mereka menjadi mampu. Hasil dari gaya pengasuhan yang demokratis

menghasilkan karakteristik anak yang mampu/mandiri, dapat mengontrol diri,

mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai

minat terhadap hal–hal baru dan kooperatif terhadap orang lain. Di Kelurahan

Panyanggar Kota Padangsidimpuan, tidak ada orang tua yang menerapkan pola

asuh otoriter, hal ini disebabkan karena lebih dari sebagian orang tua bekerja

sebagai ibu rumah tangga. Untuk itu seorang orang tua akan selalu dekat dengan

anaknya untuk membimbing sesuai dengan tahap perkembangannya.


50

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 27 responden

tentang Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet

Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Ujung Padang Kota

Padangsidimpuan Tahun 2019, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Karakteristik responden di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan

mayoritas umur orang tua 32-37 tahun, mayoritas anak berumur 2 tahun,

mayoritas pendidikan orang tua SMA, mayoritas pekerjaan orang tua sebagai

IRT, dan mayoritas memiliki 1 orang balita.

b. Pola asuh orang tua pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang

Kota Padangsidimpuan mayoritas berpola asuh demokratis.

c. Kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung

Padang Kota Padangsidimpuan mayoritas mampu.

d. Terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training

pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan

dengan hasil p= 0,016. Jika α < 0,05 maka Ho ditolak berarti Ha diterima,

maka ada hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training

pada anak usia 1-3 tahun.


51

6.2 Saran
50
a. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Disarankan digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-

upaya kesehatan pada anak dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan keperawatan khususnya kesehatan pada anak.

b. Bagi Tempat Penelitian dan Masyarakat

Disarankan sebagai sarana sumber informasi dan wawasan yang bermanfaat

bagi seluruh orang tua untuk mengetahui pola asuh tentang kemampuan toilet

training pada anak usia 1-3 tahun.

c. Bagi Responden

Disarankan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kemampuam

toilet training pada anak 1-3 tahun, dapat mengetahui dan memberikan

penanganan untuk menghindari terjadinya ngompol dicelana pada anak.

d. Bagi Peneliti

Bagi peneliti sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana

Keperawatan di Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan.


52

DAFTAR PUSTAKA

Aindah. (2010). Pola Asuh Orang Tua. Diperoleh tanggal 16 November 2016,
dari http://aindah.wordpress.com/2010/07/03/pola-asuh-orang-tua/

Arikunto S. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Bulato. (2010). Defenisi Jumlah Balita. Diperoleh 13 Maret 2017, dari


http://bulato.wordpress.com/2010/15/02/defenisi-jumlah-balita/

Farida. (2008). Toilet Training Pada Anak. Diperoleh tanggal 17 November 2016,
dari http://farida.wordpress.com

Genis. (2007). Pengertian Umur. Diperoleh tanggal 15 Maret 2017, dari


http://genis.wordpress.com

Habib. (2010). Toilet Training. Diperoleh tanggal 15 Maret 2017, dari


http://www.toilettraining.com

Hasan, Maimunah. 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta: DIVA
Press

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Istichomah. (2010). Melatih Toilet Training Pada Anak. Diperoleh tanggal 16


November 2016, dari http://www.tanyadok.com/anak/melatih-toilet-
training-anak-yuk/

Muda. (2015). Makalah Tentang Toilet Training Pada Anak. Diperoleh tanggal 17
November 2016, dari http://mantrimuda09.blogspot.co.id/2015/09/

Nadira. 2011. Kemampuan Toilet training. Jakarta: Erlangga

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, dkk. 2013. Asuahan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan
bidan). Jakarta: Salemba Medika
53

Nuryanti. (2010). Hubungan Peran Orang Tua Dengan Keberhasilan Toilet


Training Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di Posyandu Sumler Ngentakrejo
Lendah Kulon. Yogyakarta: STIKES Aisyiyah

Pambudi. (2007). Tahapan Toilet Training. Diperoleh tanggal 17 November 2017,


dari http://pambudi.wordpress.com

Prasadja. (2007). Mengatasi Kebiasaan Ngompol Anak. Jakarta: Salemba Medika

Raja. (2012). Pola Asuh Orang Tua. Diperoleh tanggal 17 November 2016, dari
http://pangeranrajawawo.blogspot.com/2012/12/pola-asuh-orang-tua.html

Rebecca, Rutledge. 2010. Panduan Pengasuhan Batita (Toddler). Jakarta: PT


Indeks

Sekartini, Rini. (2010). Toilet Training. Diperoleh tanggal 18 November 2016,


dari http://www.idea.com/

Setiono. (2009). Toilet Training. Diperoleh tanggal 18 November 2016, dari


http:// dokumen.tips/documents/toilet-training-lm.html

Soetjiningsih. (2009). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: ECG

Suparyanto, 2010. Konsep Pola Asuh Anak. Diperoleh tanggal 06 Maret 2017,
dari http://dr-suparyanto.blogspot.com

Suryabudhi. (2011). Ide-Ide Mendidik Anak Tentang Toilet Training. Jogjakarta:


Katahati

Thompson, J. (2009). Toddercare. Harper Collins Publisher Translation, United


Kingdom. Toddlercare Pedoman Merawat Balita. Jakarta: Erlangga

Warner, P & Kelly, P. (2007). Mengajari Anak Pergi Ke Toilet. Jakarta: Arean

Yuni. (2012). Kemampuan Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun
Yang Memakai Popok. Diperoleh tanggal 18 Nove,ber 2016, dari
http://text-id.123dok.com
54

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Responden Penelitian
Di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Universitas
Aufa Royhan Padangsidimpuan Program Studi Keperawatan Program Sarjana.
Nama : Whisnu Khoirul Amin
NIM : 14010086

Dengan ini menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian


dengan judul: “HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan proses gambaran yang
dilakukan melalui kuesioner. Data yang diperoleh hanya digunakan untuk
keperluan peneliti. Kerahasiaan data dan identitas saudara tidak akan
disebarluaskan.
Saya sangat menghargai kesediaan saudara/i untuk meluangkan waktu
menandatangani lembaran persetujuan yang disediakan ini. Atas kesediaan dan
kerja samanya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

( Whisnu Khoirul Amin)


55

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training Pada
Anak Usia 1-3 Tahun

Oleh

Whisnu Khoirul Amin

Saya adalah mahasiswa Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan


Program Studi Keperawatan Program Sarjana. Penelitian ini dilaksanakan sebagai
salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Aufa Royhan Padangsidimpuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet
Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota
Padangsidimpuan Tahun 2019. Saya mengharapkan partisipasi Anda yang
menjadi subjek dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang ada di kuesioner. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya
dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat
memilih untuk menghentikan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini
kapan pun tanpa ada tekanan.
Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan
petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan
menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan
partisipasi yang Anda berikan.

Padangsidimpuan, 2019
Responden,

…………………………..
56

KUESIONER
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK
USIA 1-3 TAHUN

I. Petunjuk Pengisian

1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√)

di kolom yang telah di sediakan

2. Bacalah petunjuk pengisian dan pertanyaan sebelum menjawab

3. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

A. Kuesioner Data demografi

II. Identitas Responden

Kode Kuesioner :

Umur Orang Tua :……..Tahun

Umur Anak :………Tahun

Pendidikan Orang Tu : ( ) SD ( ) SMA

( ) SMP ( ) Perguruan Tinggi

Pekerjaan Orang Tua : ( ) IRT ( ) SWASTA ( ) PNS ( ) Petani

Jumlah Balita : ( ) 1 orang ( ) 2 orang ( ) 3 orang ( ) 4 orang


57

B. Pola Asuh Orang Tua

Petunjuk pengisian

 Jawablah pertanyaan berikut tentang pernyataan pola asuh orang tua dalam

mengajarkan anak terhadap toilet training dengan jawaban :

 Keterangan: TP : Tidak Pernah

KK : Kadang-kadang

S : Sering

SL : Selalu

NO PERNYATAAN TP KK S SL
1. Orang tua memberikan kesempatan pada anak
untuk membicarakan apa yang ia inginkan
2. Merundingkan segala hal yang terjadi kepada
anak dan keluarga
3. Mengarahkan anak ke tempat yang ia inginkan
walaupun orang tua tidak mnyukainya
4. Salah satu tugas orang tua adalah memberikan
jadwal harian anak untuk bermain
5. Menjelaskkan pada anak tentang perbuatan baik
dan perbuatan buruk agar anak dapat
menentukan perbuatan mana yang akan di apilih
6. Sebagai orang tua kita harus mengingatkan anak
setiap waktu untuk melakukan hal yang baik
7. Sebagai orang tua kita harus selalu bertanya
tentang apa yang anak lakukan di rumah
8. Setiap anak memiliki tugasnya masing-masing
sehingga orang tua harus bersikap adil
58

9. Orang tua membolehkan bermain apa saja yang


di inginkan, dan tetap mengawasinya
10. Menmberikan pujian bila anak berperilaku baik
dan menegur anak bila ia melakukan kesalahan
11 Orang tua selalu memaksakan kehendak dirinya
karena mereka lebih mengetahui mana yang
terbaik untuk anaknya
12 Orang tua berhak memarahi bahkan memukul
anaknya bila anak melakukan kesalahannya
13 Orang tua tidak memberikan kesempatan pada
anaknya untuk menjelaskan kesalahannya yang
telah ia lakukan
14 Orang tua tidak suka mendengarkan anak
membantah perkataan yang ia bicarakan
15 Semua keputusan berada pada orang tua
16 Orang tua tidak suka membicarakan masalah
yang terjadi kepada anaknya karena merasa
anaknya tidak mengerti apa-apa
17 Anak harus selalu patuh terhadap peraturan yang
dibuat orang tua meskipun anak tidak
menyukainya
18 Memarahi anak bahkan memukul anak adalah
hal yang wajar dilakukan orang tua
19 Saya memberikan hukuman kepada anak ketika
ia merusak mainannya
20 Saya selalu akan berkata kasar kepada anak saya
21 Sebagai orang tua kita tidak perlu membatasi
pergualan anak
22 Bila anak melakukan kesalahan itu dianggap
wajar karena anak-anak masih belum mengerti
apa-apa
23 Memperbolehkan anak bergaul dengan siapapun
24 Membiarkan anak bebas memilih apa yang ia
inginkan lakukan dan kerjakan
25 Sebagai orang tua kita tidak berhak mengatur
anak
26 Anak mengerti apa yang ia lakukan sehingga
ornag tua tidak perlu bertanya atau melarang
anak untuk melakukan hal yang ia inginikan
27 Memberikan apa yang ia inginkan anak
merupakan salah satu cara menunjukkan kasih
sayang
28 Dengan sendirinya anak akan memahami mana
yang baik dan yang diburuk tanpa harus
diberitahukan orang tua
59

29 Selalu menuruti kemauan anak meski orang tua


tidak menyukainya merupakan salah satu cara
orang tua menunjukkan kasih sayang
30 Saya membiarkan anak bermain sepuasnya

C. Kuesioner Kemampuan Toilet Training Pada Anak usia 1-3 Tahun

Petunjuk Pengisian
Pilihlah salah satu jawaban “ Sangat setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat
Tidak Setuju” dengan memberikan tanda checklist (√), sesuai dengan
kemampuan anak..

Jawaban
No PERNYATAAN
SS S TS STS
1 Anak tidak mengompol selama beberapa jam
sehari (minimal 3-4 jam)
2 Anak masih mengompol selama beberapa jam
sehari
3 Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
dikasur sedikitpun
4 Anak masih mengompol dikasur pada saat
bangun tidur
5 Anak tahu waktu untuk buang air kecil (BAK
dan BAB)
6 Anak menggunakan kata pipis atau istilah lain
saat ingin buang air kecil (BAK dan BAB)
7 Anak memberitahu jika celan aatau sekali
pakainya sudah kotor atau basah
8 Anak memegang alat kelamin atau meminta
kekamar kecil sebagai alarm bahwa anak ingin
buang air kecil dan buang air besar
9 Anak membuka dan memakai celananya secara
mandiri jika akan buang air kecil dan buang air
besar
10 Anak masih meminta bantuan pada saat
membuka celana ketika ingin BAK dan BAB
11 Anak menyirami toiletnya sendiri
12 Anak masih meminta bantuan untuk menyiran
toilet sesudah BAB
13 Anak bisa cebok sendiri setelah BAB dan BAK
60

Jawaban
No PERNYATAAN
SS S TS STS
14 Anak masih meminta bantuan pada orang tua
untuk cebok setelah BAB dan BAK
15 Anak buang air pada temnpatnya

Hasil SPSS

Statistics

Kemampuan
Umur Orang Umur Pendidikan Pekerjaan Jumlah Pola Asuh ToiletTrainin
Tua Anak Orang Tua Orang Tua Balita Orang Tua g

N Valid 27 27 27 27 27 27 27

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Umur Orang Tua

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-25 8 29.6 29.6 29.6

26-31 9 33.3 33.3 63.0


32-37 10 37.0 37.0 100.0

Total 27 100.0 100.0

Umur Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 tahun 6 22.2 22.2 22.2

2 tahun 12 44.4 44.4 66.7

3 tahun 9 33.3 33.3 100.0

Total 27 100.0 100.0

Pendidikan Orang Tua


61

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 3 11.1 11.1 11.1

SMP 7 25.9 25.9 37.0

SMA 11 40.7 40.7 77.8

Perguruan Tinggi 6 22.2 22.2 100.0

Total 27 100.0 100.0

Pekerjaan Orang Tua

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ibu Rumah Tangga 13 48.1 48.1 48.1

PNS 4 14.8 14.8 63.0

Petani 2 7.4 7.4 70.4

Wiraswasta 8 29.6 29.6 100.0

Total 27 100.0 100.0

Jumlah Balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 16 59.3 59.3 59.3

2 11 40.7 40.7 100.0

Total 27 100.0 100.0

Pola Asuh Orang Tua

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Demokratis 18 66.7 66.7 66.7

Permisif 9 33.3 33.3 100.0

Total 27 100.0 100.0

KemampuanToiletTraining
62

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mampu 15 55.6 55.6 55.6

Tidak Mampu 12 44.4 44.4 100.0

Total 27 100.0 100.0

Pola Asuh Orang Tua * KemampuanToiletTraining Crosstabulation

KemampuanToiletTraining

Mampu Tidak Mampu Total

Pola Asuh Orang Tua Demokratis Count 13 5 18

Expected Count 10.0 8.0 18.0

% within Pola Asuh Orang


72.2% 27.8% 100.0%
Tua

% within
86.7% 41.7% 66.7%
KemampuanToiletTraining

% of Total 48.1% 18.5% 66.7%

Permisif Count 2 7 9

Expected Count 5.0 4.0 9.0

% within Pola Asuh Orang


22.2% 77.8% 100.0%
Tua

% within
13.3% 58.3% 33.3%
KemampuanToiletTraining

% of Total 7.4% 25.9% 33.3%


Total Count 15 12 27

Expected Count 15.0 12.0 27.0

% within Pola Asuh Orang


55.6% 44.4% 100.0%
Tua

% within
100.0% 100.0% 100.0%
KemampuanToiletTraining

% of Total 55.6% 44.4% 100.0%

Ranks

KemampuanToiletTraining N Mean Rank


63

Pola Asuh Orang Tua Mampu 15 11.30

Tidak Mampu 12 17.38

Total 27

Test Statisticsa,b

Pola Asuh
Orang Tua

Chi-Square 5.850
df 1
Asymp. Sig. .016

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
KemampuanToiletTraining
64

MASTER TABEL
Umur Orang PolaAsuh Orang Kema
Tua UmurAnak Pendidikan Pekerjaan JumlahBalita Tua T
1 2 3 1 1 1
1 2 3 1 1 1
2 1 3 1 2 2
1 3 3 4 2 1
2 1 2 1 2 2
3 1 2 1 1 1
2 2 3 3 1 1
1 1 2 4 1 1
2 2 3 1 1 2
1 2 2 1 2 1
3 3 4 2 1 1
3 2 3 1 1 1
1 2 1 1 2 1
2 3 2 4 1 2
3 2 1 4 1 2
1 1 2 4 1 1
2 3 4 4 2 1
3 2 4 2 1 2
3 2 3 1 1 1
2 3 3 1 2 1
3 3 3 4 1 2
3 2 4 2 2 1
1 1 2 4 2 2
2 3 3 1 1 1
3 2 4 2 2 1
2 3 1 3 2 2
3 3 4 1 1 1

KETERANGAN
65

Umur Orang Tua : UmurAnak : Pendidikan :


Pekerjaan JumlahBalita
1= 20-25 tahun 1= 1 tahun 1=SD 4= PerguruanTinggi
1=IRT 4=Wiraswasta 1=1
2= 26-31 tahun 2= 2 tahun 2= SMP
2=PNS 2=2
3= 32-37 tahun 3=SMA
3=Petani

PolaAsuh Orang Tua : KemampuanToilet Training :


1=Demokratis 1=Mampu
2=Permissif 2=TidakMampu

Anda mungkin juga menyukai