WISNU
WISNU
BAB 1
PENDAHULUAN
Perkembangaan anak yang kurang akan berakibat kualitas SDM yang buruk
batita (bayi usia tiga tahun) yang usia kisarannya 0-3 tahun (Soetjiningsih, 2009).
Amerika Serikat didapatkan 5-7 juta anak mengalami enuresis nokturnal, laki-laki
enuresis nocturnal terjadi pada umur 5 tahun. Makin bertambah umur, prevalensi
enuresis makin menurun. Dari seluruh kejadian enuresis didapatkan 80% adalah
enuresis nocturnal, 20% enuresis diurnal, dan sekitar 15%-20% anak yang
2009).
Indonesia di perkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa
perkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol BAB dan BAK di usia
sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian anak mengompol lebih besar
jumlah persentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak perempuan 40%. Statistik
1
2
menunjukan 25% anak mengompol pada usia 5 tahun akan menurun 5% pada
Namun, pada dewasa ini tidak sedikit ibu yang belum tahu cara
peraturan yang ketat, melarang anak buang air besar/kecil saat bepergian,
(2006) juga menyatakan bahwa anak menunjukkan sinyal kuat dalam menjalani
toilet training secara fisik, mental, emosional sebelum 3 tahun. Walaupun begitu,
setidaknya 15% anak dalam usia tersebut belum dapat menguasainya. Namun,
sampai umur 4 tahun anak dapat menjalani toilet training 96%. Toilet training
adalah mengajari dan melatih anak dalam upaya mengontrol buang air besar
dan buang air kecil. Tujuan dalam perkembangan ini adalah anak dapat menjaga
anak yang harus diperhatikan enuresis (mengompol), yaitu pengeluaran air kemih
yang tidak disadari yang sering dijumpai pada anak diatas empat tahun. Karena
seharusnya pada usia 4 tahun otak dan otot-otot kandung kecing serta
memperkirakan kapan akan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
(Hidayat, 2009).
10-20% anak usia 5 tahun, 5% anak usia 10 tahun, hampir 2% anak usia 12-14
tahun, dan 1% anak usia 18 tahun masih mengompol (noctural enuresis), dan
responden terdapat 40 anak (57,1%) berhasil toilet training serta 30 anak (42,9%)
Permasalahan yang sering terjadi ketika anak tidak mau melakukan BAB
atau BAK menuju toilet adalah disebabkan karena pengetahuan orang tua atau
pola asuh orang tua yang masih kurang tentang pelaksanaan toilet training. Toilet
training tidak sama dengan membawa anak ke toilet, tetapi melatih anak
mengontrol BAB atau BAK dan melakukannya sendiri. Sedangkan yang banyak
dilakukan oleh para orang tua sejak anak masih bayi adalah membawa anak ke
toilet dengan menggendongnya supaya anak BAB atau BAK sehingga anak tidak
Bantul, terhadap anak usia 24-41 bulan, menunjukan hasil anak usia 24 bulan
hingga 41 bulan sudah memberi isyarat khusus ingin buang air hal ini ditunjukkan
sebanyak 30 anak atau 68,18%. Akan tetapi sebanyak 23 atau 52,27% orang tua
4
anak memiliki perilaku kurang baik terhadap toilet training karena kurangnya
beberapa anak yang menunjukkan tanda kesiapan toilet training pada usia 18
sampai 24 bulan. Dalam melakukan buang air besar dan buang air kecil pada anak
orang tua. Melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang
air besar dan buang air kecil secara mandirikesiapan fisik mayoritas siap sebanyak
46% dalam kesiapan fisik masih terdapat anak yang tidak siap mayoritas sebanyak
54%, sedangkan pada kesiapan mental dan psikologis mayoritas siap 72 % dalam
kesiapan mental dan psikologis masih terdapat anak yang tidak siap sebanyak
28%. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa tidak sedikit anak
beberapa jenis ngompol pada anak. Anak dikatakan mengalami ngompol primer
ngompol yang terjadi paling sedikit 6 bulan pada anak yang sebelumnya sudah
tidak ngompol. Anak yang hanya ngompol pada malam hari saja disebut
pada 80–85% anak. Sedangkan 5–10% mengalami gejala lain selain ngompol
malam hari yaitu ngompol siang hari, gangguan buang air besar. Keadaan ini
berhubungan dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 5 tahun, dan dari
memiliki anak usia 1-3 tahun terdapat 3 orang saat anak hendak BAB orang tua
tidak mengarahkan anak untuk melepas pakaiannya sendiri dan menuju ke kamar
kecil, anak BAK dan BAB dicelana, dan 5 orang anak untuk menuju kamar kecil
ketika ingin BAK atau BAB (tidak BAK dan BAB dicelana).
Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun.
berhubungan dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 5 tahun, dan dari
penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola
asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.
2) Untuk mengetahui pola asuh orang tua pada anak usia 1-3 tahun.
3) Untuk mengetahui kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.
seluruh orang tua untuk mengetahui pola asuh tentang kemampuan toilet
tentang kemampuam toilet training pada anak 1-3 tahun, dapat mengetahui
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalma melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur
(Sekartini, 2010).
Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur
18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan latihan BAB dan BAK pada anak
Melalui perisiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol BAB atau BAK.
adalah sebuah usaha pembiasan mengontrol BAK dan BAB secara benar dan
dalam perkembangan ini adalah anak dapat menjaga kebersihan diri dan
2012).
8
9
seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan
membiasakan anak untuk masuk ke dalam WC anak akan cepat adaptasi. Anak
juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan
jelaskan kepada anak kegunaan dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak ketika
terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak
dalam masa toilet training itu mrupakan hal yang normal.Anak apabila berhasil
melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan
menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik (Pambudi, 2007).
mandiri. Kedekatan interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training ini akan
membuat anak merasa aman dan percaya diri. Keberhasilan toilet training tidak
hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu sendiri tetapi juga dari
bagaimana perilaku orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet training secara
baik dan benar, sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar hingga
kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri (Farida,
2008) :
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu
yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan
umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training, karena setiap anak
mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus
mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan
benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat tanda kesiapan anak itu sendiri, anak
harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan
orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan
training, yaitu :
sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua.
sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah
dan kotor
Menurut Muda (2015), selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang
lain :
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil
memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa
membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah dengan
anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta
Pispot ini digunakan untuk mealatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa
untuk duduk di toilet. Anak bisa langsung menggunakan toilet orang dewasa,
kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak
merasa nyaman. Pispot disesuaikan dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan
sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan
anak sehingga dia bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau memilih warna,
Suatu proses yang panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini,
menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem reward
yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan
dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntuntan untuknya sehingga hal ini
akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode
peluk cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil
melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker atau
Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk ke
langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu
dengan tepat kapan anaknya bisa buang air besar (BAB) atau buang air kecil
(BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk melatih
anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam bila orang tua tidak mengetahui jadwal
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera
menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya anak
akan dibiasakan dulu duduk di pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu
Misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang
diberikan orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.
Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di
popoknya, maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya
pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang
air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot untuk
buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak
yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan
langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau
d. Buatlah bagan
Buatlah bagan anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang
bisa dicapainya dengan stiker lucu dan warna-warni, orang tua bisa meminta
anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu sudah
14
banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur
kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal
yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar. Mengetahui bagian-bagian
tubuh dan fungsinya toilet training bermanfaat pada anak sebab anak dapat
proses toilet training terjadi pergantian implus atau rangsangan dan instink anak
dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Muda, 2015).
15
yaitu :
a. Minat
mereka. Kedua, mereka belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai
sendiri dan perbedaan antara tubunya dengan tubuh temannya sebaya dengan
orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan atau pengarahan dari orang tua
sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai apa yang
diharapkan.
b. Pengalaman
c. Lingkungan
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknyayang dapt
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan orang tua
apabila sering memarhi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang
anak saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalm toilet
training maka anak akan dapat mengalami kepribadian akspresif dimana anak
Cara-cara melakukan toilet training dengan cara tekhnik lisan dan tekhnik
a. Tekhnik Lisan
Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak
dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara
ini bener dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai yang cukup besar dalam
memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar. Dimana
17
kesiapan psikologis anak akan semakin matnag sehingga anak mampu melakukan
b. Tekhnik Modeling
Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air
besar dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya. Cara ini juga
dapat dilakukan dengan membiasakan anak uang bair kecil dan buang air besar
dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan pispot dalam keadaan yang
aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua harus melakukannya secara
memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam
2.2.1 Pengertian
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut KBBI (2009)
pola adalah model, sistem atau cara kerja dan asuh adalah menjaga,
artidari orang tua adalah ayah dan ibu kandung, orang yang dianggap tua
dandihormati.
Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu berupa sikap, dan perilaku
harapan anak akan menjadi anak yang sukses dalam menjalani kehidupan.
asuh memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perilakupada anak
orang tua dan anak selama awal masa kana-kanak berfokus pada hal seperti
dan teman sebaya, perilaku dan tatacara makan,kebebasan dalam berpakaian dan
merespon dengan sesuai terhadap inisiatif dari orang tua dan mempertahankan
Peran orang tua sangat penting untuk menjalankan pola asuh sesuai
dikemukakan oleh Sigmun Freud anak akan melalui fase sebagai berikut : fase
oral umur 0-1 tahun, fase anal umur 1-3 tahun, fase falik umur 3-5 tahun, fase
laten umur 5-12 tahun dan fase pubertas umur 12-20 tahun (Hidayat, 2009).
19
mengemukakan bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh. Mereka
harus menerapkan aturan bagi anak dan menyayangi mereka. Ada tiga jenis gaya
pengasuhan yaitu:
a. Pengasuhan otoritarian
upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang
tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal.Anak dari orang tua
b. Pengasuhan otoritatif
bekerjasama dengan orang dewasa dan bisa menghadapi stres dengan baik.
Pengasuhan gaya ini atau yang sering disebut pola asuh permisif
adalah di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.
Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek
lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka dan anak
harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga.
Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua menurut Maccoby & Mc
a. Sosial ekonomi
Orang tua yang termasuk kelas bawah atau pekerja cenderung menekankan
kepatuhan dan menghormati otoritas, lebih keras dan otoriter, kurang memberikan
alasan kepada anak, dan kurang bersikap hangat dan memberi kasih sayang
memberikan kontrol yang lebih halus.Sedangkan orang tua yang termasuk kelas
anak menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar. Interaksi orang tua dengan
Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih siap dalam
mengasuh anak karena memiliki pemahaman yang lebih luas. Sedangkan orang
tua yang mempunyai pendidikan yang terbatas memiliki pemahaman yang kurang
Anak akan ikut meyakini agama dan mengikuti ajaran yang dianut oleh keluarga.
seorang anak. Jika pola asuh yang diberikan baik maka kepribadian anak juga
akan ikut baik. Namun jika pola asuh yang diberikan orang tua kurang baik maka
akan membuat anak cenderung memiliki kepribadian kurang baik karena perilaku
Jumlah anak yang dimiliki keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pola asuh orang tua.Jika jumlah anak yang dimiliki sedikit 1-3
22
orang (keluarga kecil) maka pengasuhan yang dilakukan orang tua lebih intensif
keluarga besar dengan banyak anak. Keluarga itu akan sulit dikendalikan dan
Menurut Indira Shanti (2008), pola asuh yang diterapkan orang tua tak
selamanya efektif, malah terkadang dampaknya bagi anak bukannya baik tapi
buruk. Pola asuh yang terlalu protektif atau memanjakan anak tentu menyebabkan
anak menjadi tidak kreatif atau jadi selalu tergantung pada orang lain. Oleh karena
diingat pula pola asuh sangat menentukan pertumbuhan anak, baik dalam potensi
Jadi bagaimana pola asuh yang efektif itu? Menurut Shanti (2008), pola
asuh yang efektif bisa dilihat dari hasilnya. "Anak jadi paham kenapa harus begini
atau begitu.Kenapa tak boleh ini-itu. Kelak, anak akan mampu memahami aturan-
aturan di masyarakat secara lebih luas lagi. Misalnya, kalau ketemu orang harus
menyapa atau bersalaman. Nah, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah
syarat pola asuh yang bisa dilakukan orang tua demi menujupola asuhefektif.
perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak batita
(bawah tiga tahun) tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah.
23
Kemampuan berpikir batita masih sederhana, jadi pola asuh harus disertai
Ini perlu dilakukan karena setiap anak memiliki minat dan bakat yang
berbeda. Diperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat
terlihat. Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua mesti harus memenuhi
mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak bahagia sehingga
tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang, ternyata sewaktu kecil, ia
mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari orang tuanya.Artinya, kalau
pola asuh orang tua membuat anak senang, tentu anak bisa berkembang
secaraoptimal.
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini,
boleh dan tidak. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan
nilai kebaikandengandisertaipenjelasanyangmudahdipahami.Kelakdiharapkananak
bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik, berbakti dan
24
e. Komunikasi efektif
membuatnya jadi tak tahu apa-apa.Dalam setiap diskusi, orang tua dapat
denganmaksimal.
f. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh.Mulailah dari hal-hal kecil
menyimpan sesuatu pada tempatnya dengan rapi.Lantaran itu, anak pun perlu
diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif
lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena saat itu merupakan
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tak
boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk. Tapi kalau anak dalam
25
keadaan sehatya boleh- boleh saja dari situ ia belajar untuk konsistenterhadap
sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami
anak, kenapa ini tak boleh, kenapa itu boleh. Lama-lama, anak akan mengerti atau
terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang tua juga sebaiknya konsisten. Jangan
sampai lain kata dengan perbuatan. Misalnya, ayah atau ibu malah minum air
1 : tidak pernah
2 : Kadang-kadang
3 : Sering
4 : Selalu
Menurut Elza (2009) penentuan pola asuh dengan cara menjumlah nilai
Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas
yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun
otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman,
26
serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kemabng selanjutnya. Anak pada usia
tersebut ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam arti tidak hanya
Usia toddler (1-3 tahun) biasanya digunakan patokan oleh para ibu untuk
memulai toliet training karena pada usia tersebut hampir semua fungsi tubuh
sudah matang dan stabil, rasa ingin tahu yang besar, menaruh minat kepada apa
yang dilakukan oleh orang sekitar dan anak telah memasuki fase anal (pusat
(Nuryanti, 2010).
Balita yang berusia 1-3 tahun juga lebih siap secara kognitif, psikologis,
menunjukkan bahwa 90% dari anak-anak antara usia 24-30 bulan berhasil diajari
menggunakan toilet dengan rata-rata usia 27-28 bulan, 80% anak-anak mendapat
kesuksesan tidak buang air kecil dimalam hari (enuresis) dimalam hari antara usia
Menurut Nuryanti (2010), anak usia toddler (1-3 tahun) mengalami tiga
fase yaitu :
anan yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua
27
tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat
menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang
selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.
Pada masa ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga
2. Fase anal
Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak dilatih
untuk buang air atau toilet training (pelatihan buang air besar pada tempatnya).
Anak juga dapat menunjukkan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata dan
mengulang kata-kata baru. Anak usia toddler (1-3 tahun) yang berada pada fase
mengeluarkan feses atau buang air besar timbul rasa lega, nyaman dan puas.
fungsi tubuhnya.
Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh
kasih sayang tetapi juga tegas sehinggas anak tidak mengalami kebingungan. Bila
orang tua mengenalkan keburukan anak maka anak akan berkembang perasaan
lingkungan.
28
5 sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa cemburu dan rasa
bersaing.
2. Usia 18 sampai 24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik turun
kata, belajar makan sendiri dan menggambar garis dikertas atau pasir,
mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menaruh
minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar dan
memperlihatkan minat kepada apa yang dilakukan anak lain dan bermain
dengan mereka.
Toilet training adalah suatu usha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalma melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
29
buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur
(Sekartini, 2010).
menggunakan kuesioner yang telah diberi skor nilai, terlebih dahulu menentukan
masing di jawab sangat setuju, setuju, sangat tidak setuju, atau tidak setuju dengan
Sangat setuju SS 3
Setuju S 2
Tidak Setuju TS 1
(Notoatmodjo, 2010).
Adapun kerangka konsep di bawah ini yang akan diteliti adalah hubungan
pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di
Penelitian
30
2.6 Hipotesis
sementara, yakni pemecahan masalah yang mungkin benar dan mungkin pula
salah. Untuk menguji hipotesis data atau fakta-fakta yang diperoleh dari hasil
jenis hipotesis alternatif, hipotesis nol adalah hipotesis yang mengatakan tidak
yang mengatakan adanya hubungan antara variabel”. Dan pendapat tersebut dapat
diartikan bahwa hipotesis itu masih perlu dibuktikan kebenarannya, karena itu
hipotesis merupakan jawaban yang masih belum final atau jawaban sementara.
Hipotesis pada penelitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua dengan
1. Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet
training pada anak usia 1-3 tahun. Dengan tingkat signifikansi α = 0,05.
2. Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan
toilet training pada anak usia 1-3 tahun. Sebaliknya jika α > 0,05 maka
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
kuantitatif yang memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan variabel yang satu
dengan variabel yang lain dan variabel yang ingin diketahui yaitu dengan
cross sectional. Pendekatan cross sectional ini mencoba mencari hubungan antar
pola asuh orang tua, sedangkan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini
Kota Padangsidimpuan, karena masih banyak orang tua tidak mengarahkan anak
untuk melepas pakaiannya sendiri dan menuju ke kamar kecil untuk BAK dan
BAB.
31
32
Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agt
Acc Judul ✓
Pembuatan Proposal ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Seminar Proposal ✓
Pembuatan Skripsi ✓ ✓ ✓
Ujian Hasil ✓
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua
yang memiliki anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Lingkungan I dan
populasi yang ditentukan untuk diteliti. Menurut Arikunto jika populasi >100,
maka jumlah sampel yang diambil dalam 10-15% dari populasi. Jika populasi
populasi.
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.
(checks list), alat pedoman wawancara (interview guide) dan lembar pengamatan
(observation sheet).
Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitan
ini adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini akan dibagi menjadi
instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala likert dengan empat
skala, Selalu (SL), Sering (S), Kadang-kadang (KK), dan Tidak Pernah (TP).
Pilihan jawaban sangat sesuai atau sesuai dipilih apabila dalam keseharian
penerapan pola asuh yang dilakukan sangat sesuai atau sesuai dengan pernyataan
yang disediakan oleh peneliti, sedangkan apabila pernyataan tidak sesuai dengan
penerapan pola asuh yang diterapkan dalam keseharian, maka dapat dipilih
jawaban yang tidak sesuai atau sangat tidak sesuai. Kuesioner ini diadopsi dari
Saudari Wiwik Utamy (2011) tentang pola asuh orang tua dengan toilet training
pada anak. Untuk hasil uji validitas kuesioner diperoleh nilai r antara 0,450-0,806.
Item pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,444)
pada taraf signifikan Alpha =5% yaitu r hitung > r tabel. Uji reabilitas
reliable 0,95. Dan berdasarkan hasil analisis Nasution (2010) hasil uji
reliabilitas kuesioner sudah reliable karena r hitung > r tabel yang mana r
tabel bernilai 0,707. Dimana menurut Riyanto (2011) jika nilai reliabilitas
>0,6, maka kuesioner telah dikatakan valid. Sehingga tidak dilakukan uji
reliabilitas kembali.
dengan memberikan tanda (✓) pada pilihan yang telah tersedia. Kuesioner ini
berjumlah 15 poin pertanyaan tentang toilet training yang diadopsi dari hasil
peneliti yang dilakukan oleh Wiwik Utamy (2011). Pengukuran instrument yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu skala likert dengan empat skala, Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Umtuk
r tabel untuk n=16 dan Alpha 0.05 adalah 0.514, semua nilai r pada setiap
pernyataan memiliki nilai diatas 0.541, artinya semua pertanyaan sudah valid.
Nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.933 hal ini menunjukkan bahwa data sudah
sangat reliabel.
(KR21) dengan koefesien reliable 0,95. Dan berdasarkan hasil analisis Nasution
(2010) hasil uji reliabilitas kuesioner sudah reliable karena r hitung > r tabel
yang mana r tabel bernilai 0,707. Dimana menurut Riyanto (2011) jika nilai
35
sampel.
responden peneliti
8) Analisis data
36
ulang dengan tujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar, sehingga
2. Coding
3. Skoring
Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0,
4. Tabulating
a. Analisa Univariat
b. Analisa Bivariat
berhubungan atau berkorelasi. Uji statistik yang digunakan adalah uji Kruskal
38
batas kemaknaan 0,05 sehingga jika p < 0,05 hasil statistik bermakna. Dan jika P
Dalam melakukan penelitian, etika merupakan salah satu hal yang sangat
persetujuan, peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan peneliti serta
Akan tetapi peneliti hanya menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
39
peneliti, dimana hanya kelompok data tertentu saja yang di laporkan pada hasil
penelitian.
Setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum non ocere ( yang
paling utama jangan merugikan), resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh
orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di
2019. Pengumpulan data dilakukan selama penelitian di. Kelurahan Ujung Padang
pernyataan tentang pola asuh orang tua sebanyak 30 item dan pertanyaan tentang
umur anak, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan jumlah balita.
Umur Anak
1 tahun 6 22,2
2 tahun 12 44,4
3 tahun 9 33,3
Jumlah 27 100
mayoritas umur orang tua 32-37 tahun sebanyak 10 orang (37,0%) dan minoritas
umur orang tua 20-25 tahun sebanyak 8 orang (29,6%). Berdasarkan umur anak
13 orang (48,1%) dan minoritas bekerja sebagai Petani sebanyak 2 orang (7,4%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan
Toilet Training Pada Anak usia 1-3 Tahun di Kelurahan Ujung
Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pola asuh orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun mayoritas berpola
asuh demokratis sebanyak 18 orang (66,7%) dan minoritas berpola asuh permissif
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Toilet Training Pada Anak usia
1-3 Tahun di Kelurahan Panyanggar Kota Padangsidimpuan
Tahun 2017
pada anak usia 1-3 tahun mayoritas mampu sebanyak 15 orang (55,6%) dan
4.3.3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Toilet Training
Pada Anak Usia 1-3 Tahun
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan
Kemampuan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di
Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan Tahun 2019
responden pola asuh orang tua demokratis dengan kemampuan toilet training pada
anak usia 1-3 tahun mampu 13 orang (48,1%) dan tidak mampu 5 orang (18,5%).
Kategori berpola asuh orang tua permissif dengan kemampuan toilet training pada
anak usia 1-3 tahun mampu 2 orang (7,4%) dan tidak mampu 7 orang (25,9%).
diperoleh p=0.016 (p < 0,05) artinya bahwa ada hubungan antara pola asuh orang
tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan
BAB 5
PEMBAHASAN
penelitian yaitu bagaimana Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan
Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota
penelitian ini adalah sebanyak 27 orang. Dari tabel dapat diketahui mayoritas
umur orang tua 32-37 tahun sebanyak 10 orang (37,0%) dan minoritas umur 20-
25 tahun sebanyak 8 orang (29,6%) dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa
orang tua yang berumur 32-37 tahun lebih matang pemikirannya dalam
pada anak terhadap toilet training, sedangkan umur 20-25 tahun pola pikirnya
belum begitu dewasa. Semakin bertambah umur seseorang maka tingkat cara
berfikirnya juga semakin baik yang membuat pengetahuannya juga semakin baik,
dimana orang tua sudah memahami mana pola asuh yang baik untuk diterapkan.
satu predisposing faktor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hal ini dapat
45
dibandingkan anak yang berumur 1 tahun dan daya ingat anak lebih tangkap
apabila orang tua menerapkan pola asuh demokratis terhadap toilet training.
Menurut Umami (2011) anak 1 tahun dimana kemungkinan akan segera bisa
berjalan secara bertahap, sehingga pola asuh terhadap kemampuan toilet training
sebanyak 3 orang (11,1%). Pendidikan SMA ada hubungan dengan pola asuh
suatu tindakan bila dibandingkan dengan pendidikan orang tua SD dan SMP. Dari
menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki orang tua.
13 orang (48,1%) dan minoritas bekerja sebagai Petani sebanyak 2 orang (7,4%).
Karakteristik pekerjaan dalam penelitian sebagian besar adalah orang tua bekerja
46
sebagai ibu rumah tangga sebanyak 30 orang (57,7%). Orang tua yang bekerja
sebagai ibu rumah tangga banyak waktu untuk memantau perkembangan anak
secara kontinyu setiap hari serta lebih cepat diketahui apabila terjadi gangguan
pengajaran toilet training. Menurut Umami (2011) pekerjaan yang tidak banyak
menyita waktu juga memungkinkan orang tua lebih banyak waktu untuk bersama
toilet training juga dalam pengawasan orang tua. Sedangkan PNS, petani dan
sehingga orang tua sulit akan memberikan pola asuh yang baik terhadap
balita sebanyak 16 orang (59,3%) dan minoritas memiliki 2 orang balita sebanyak
11 orang (40,7%). Dari urain di atas dapat di simpulkan bahwa orang tua yang
sehinga orang tua lebih fokus kepada anak tersebut dalam memberikan pola asuh
dan melatih toilet training padanya. Menurut Bulato (2010), jumlah balita menuju
anak, karena setiap keluarga berupaya untuk mencapai jumlah anak dengan
demokratis yaitu 18 orang (66,7%). Orang tua yang mempunyai anak usia 1-3
menerapkan pola asuh demokratis, hal ini kemungkinan disebabkan karena lebih
dari sebagian ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga banyak meluangkan
waktu dengan anak dan selalu melibatkan anak sepenuhnya tanpa terganggu
pekerjaan di luar rumah. Pola asuh demokratis dilakukan seorang ibu kepada
anaknya supaya mereka menjadi anak yang mampu, tegas terhadap diri sendiri,
ramah dengan teman sebayanya, dan mau bekerja sama dengan orang tua.
Pola asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan dan pembinaan yang
diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada beberapa tipe pola asuh, di
antaranya adalah : tipe demokratis, tipe otoriter, tipe penyabar (permisif) (Hasan,
2009). Dari ketiga tipe pola asuh tersebut, pola asuh demokratis merupakan pola
asuh yang cocok atau bagus untuk di terapkan kepada anak, sebab pola asuh ini
terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain (Suparyanto, 2010).
training pada anak usia 1-3 tahun mampu yaitu 15 orang (55,6%). Kemampuan
toilet training dapat tergantung oleh usia anak tersebut. Pada anak di Kelurahan
kemampuan toilet training diri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh usia mereka
yang rata-rata sama, maka mempunyai tingkat kemampuan yang sama pula.
Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol
hajatnya apakah itu saat ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar
seorang orang tua dapat mengetahui kapan/usia yang tepat untuk mengajarkan
toilet training pada anak. Karena usia yang tepat dapat berpengaruh pada kesiapan
anak secara fisik dan mental. Kemampuan merupakan kesiapan atau kemandirian
Oleh karena itu faktor usia lebih dominan untuk menentukan anak tersebut
siap secara fisik dan mental alam menjalankan toilet training, selain itu para
5.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training
kemampuan toilet training pada anak yaitu mampu sebanyak 13 orang (48,1%).
Dan hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan nilai p=0.016 (p < 0,05) yang
berarti bahwa variabel pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada
49
anak usia 1-3 tahun mempunyai nilai yang signifikan dan berarti Ho di tolak atau
berarti ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet
training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota
Menurut teori pola asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan dan
pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada beberapa tipe
pola asuh, di antaranya tipe demokratis, tipe otoriter dan tipe permisif (Hasan,
2009).
Bojonegoro di dapatkan p= 0,002 (α <0,05) adanya hubungan antara pola asuh ibu
Menurut hasil penelitian pola asuh demokratis yang di terapkan oleh orang
anak–anak mereka menjadi mampu. Hasil dari gaya pengasuhan yang demokratis
minat terhadap hal–hal baru dan kooperatif terhadap orang lain. Di Kelurahan
Panyanggar Kota Padangsidimpuan, tidak ada orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter, hal ini disebabkan karena lebih dari sebagian orang tua bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Untuk itu seorang orang tua akan selalu dekat dengan
BAB 6
6.1 Kesimpulan
tentang Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet
Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Ujung Padang Kota
mayoritas umur orang tua 32-37 tahun, mayoritas anak berumur 2 tahun,
mayoritas pendidikan orang tua SMA, mayoritas pekerjaan orang tua sebagai
b. Pola asuh orang tua pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang
c. Kemampuan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung
d. Terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training
pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan
dengan hasil p= 0,016. Jika α < 0,05 maka Ho ditolak berarti Ha diterima,
maka ada hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training
6.2 Saran
50
a. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
upaya kesehatan pada anak dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
bagi seluruh orang tua untuk mengetahui pola asuh tentang kemampuan toilet
c. Bagi Responden
toilet training pada anak 1-3 tahun, dapat mengetahui dan memberikan
d. Bagi Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Aindah. (2010). Pola Asuh Orang Tua. Diperoleh tanggal 16 November 2016,
dari http://aindah.wordpress.com/2010/07/03/pola-asuh-orang-tua/
Farida. (2008). Toilet Training Pada Anak. Diperoleh tanggal 17 November 2016,
dari http://farida.wordpress.com
Hasan, Maimunah. 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta: DIVA
Press
Muda. (2015). Makalah Tentang Toilet Training Pada Anak. Diperoleh tanggal 17
November 2016, dari http://mantrimuda09.blogspot.co.id/2015/09/
Nursalam, dkk. 2013. Asuahan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan
bidan). Jakarta: Salemba Medika
53
Raja. (2012). Pola Asuh Orang Tua. Diperoleh tanggal 17 November 2016, dari
http://pangeranrajawawo.blogspot.com/2012/12/pola-asuh-orang-tua.html
Suparyanto, 2010. Konsep Pola Asuh Anak. Diperoleh tanggal 06 Maret 2017,
dari http://dr-suparyanto.blogspot.com
Warner, P & Kelly, P. (2007). Mengajari Anak Pergi Ke Toilet. Jakarta: Arean
Yuni. (2012). Kemampuan Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun
Yang Memakai Popok. Diperoleh tanggal 18 Nove,ber 2016, dari
http://text-id.123dok.com
54
Lampiran 1
Kepada Yth,
Responden Penelitian
Di Kelurahan Ujung Padang Kota Padangsidimpuan
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Universitas
Aufa Royhan Padangsidimpuan Program Studi Keperawatan Program Sarjana.
Nama : Whisnu Khoirul Amin
NIM : 14010086
Peneliti,
Lampiran 2
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Toilet Training Pada
Anak Usia 1-3 Tahun
Oleh
Padangsidimpuan, 2019
Responden,
…………………………..
56
KUESIONER
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK
USIA 1-3 TAHUN
I. Petunjuk Pengisian
Kode Kuesioner :
Petunjuk pengisian
Jawablah pertanyaan berikut tentang pernyataan pola asuh orang tua dalam
KK : Kadang-kadang
S : Sering
SL : Selalu
NO PERNYATAAN TP KK S SL
1. Orang tua memberikan kesempatan pada anak
untuk membicarakan apa yang ia inginkan
2. Merundingkan segala hal yang terjadi kepada
anak dan keluarga
3. Mengarahkan anak ke tempat yang ia inginkan
walaupun orang tua tidak mnyukainya
4. Salah satu tugas orang tua adalah memberikan
jadwal harian anak untuk bermain
5. Menjelaskkan pada anak tentang perbuatan baik
dan perbuatan buruk agar anak dapat
menentukan perbuatan mana yang akan di apilih
6. Sebagai orang tua kita harus mengingatkan anak
setiap waktu untuk melakukan hal yang baik
7. Sebagai orang tua kita harus selalu bertanya
tentang apa yang anak lakukan di rumah
8. Setiap anak memiliki tugasnya masing-masing
sehingga orang tua harus bersikap adil
58
Petunjuk Pengisian
Pilihlah salah satu jawaban “ Sangat setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat
Tidak Setuju” dengan memberikan tanda checklist (√), sesuai dengan
kemampuan anak..
Jawaban
No PERNYATAAN
SS S TS STS
1 Anak tidak mengompol selama beberapa jam
sehari (minimal 3-4 jam)
2 Anak masih mengompol selama beberapa jam
sehari
3 Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
dikasur sedikitpun
4 Anak masih mengompol dikasur pada saat
bangun tidur
5 Anak tahu waktu untuk buang air kecil (BAK
dan BAB)
6 Anak menggunakan kata pipis atau istilah lain
saat ingin buang air kecil (BAK dan BAB)
7 Anak memberitahu jika celan aatau sekali
pakainya sudah kotor atau basah
8 Anak memegang alat kelamin atau meminta
kekamar kecil sebagai alarm bahwa anak ingin
buang air kecil dan buang air besar
9 Anak membuka dan memakai celananya secara
mandiri jika akan buang air kecil dan buang air
besar
10 Anak masih meminta bantuan pada saat
membuka celana ketika ingin BAK dan BAB
11 Anak menyirami toiletnya sendiri
12 Anak masih meminta bantuan untuk menyiran
toilet sesudah BAB
13 Anak bisa cebok sendiri setelah BAB dan BAK
60
Jawaban
No PERNYATAAN
SS S TS STS
14 Anak masih meminta bantuan pada orang tua
untuk cebok setelah BAB dan BAK
15 Anak buang air pada temnpatnya
Hasil SPSS
Statistics
Kemampuan
Umur Orang Umur Pendidikan Pekerjaan Jumlah Pola Asuh ToiletTrainin
Tua Anak Orang Tua Orang Tua Balita Orang Tua g
N Valid 27 27 27 27 27 27 27
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Umur Anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jumlah Balita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 16 59.3 59.3 59.3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KemampuanToiletTraining
62
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
KemampuanToiletTraining
% within
86.7% 41.7% 66.7%
KemampuanToiletTraining
Permisif Count 2 7 9
% within
13.3% 58.3% 33.3%
KemampuanToiletTraining
% within
100.0% 100.0% 100.0%
KemampuanToiletTraining
Ranks
Total 27
Test Statisticsa,b
Pola Asuh
Orang Tua
Chi-Square 5.850
df 1
Asymp. Sig. .016
MASTER TABEL
Umur Orang PolaAsuh Orang Kema
Tua UmurAnak Pendidikan Pekerjaan JumlahBalita Tua T
1 2 3 1 1 1
1 2 3 1 1 1
2 1 3 1 2 2
1 3 3 4 2 1
2 1 2 1 2 2
3 1 2 1 1 1
2 2 3 3 1 1
1 1 2 4 1 1
2 2 3 1 1 2
1 2 2 1 2 1
3 3 4 2 1 1
3 2 3 1 1 1
1 2 1 1 2 1
2 3 2 4 1 2
3 2 1 4 1 2
1 1 2 4 1 1
2 3 4 4 2 1
3 2 4 2 1 2
3 2 3 1 1 1
2 3 3 1 2 1
3 3 3 4 1 2
3 2 4 2 2 1
1 1 2 4 2 2
2 3 3 1 1 1
3 2 4 2 2 1
2 3 1 3 2 2
3 3 4 1 1 1
KETERANGAN
65