Tesis
Oleh :
Hidayatus Syarifah
NIM : 21150110000017
JAKARTA
2017 M/1438 H
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
PenguJl I
Nama :Prof Dr.Rusmin Tumanggor,M.A.
NIP :‐
PenguJl Ⅱ Tanggal
Nama :E)r.Akhmad Sodiq,M.Ag。
NIP :197107091998031001
Z,´ 多 ´201
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah n Keguruan hrif Hidayatullah J akarta
NIP:19550421 1982031007
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggungjawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat
sebagai salah satu syarat memperoleh gelir Magister Pendidikan (Nd.Pd.).
Hidayatus Syarifah
NIM.21150110000017
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh distingsi dalam pelaksanaan pendidikan Agama
Islam bagi mualaf. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan Agama
Islam bagi mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia, menguraikan faktor pendukung dan penghambatnya serta
mengidentifikasi implikasinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan analisis untuk mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan pendidikan Agama
Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Penelitian dilaksanakan dengan triangulasi teknik pengumpulan dan pengolahan
data.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia memberikan pembinaan berupa pembiayaan santri untuk
menempuh pendidikan formal di luar dan non formal di dalam pesantren. Penelitian
difokuskan kepada pendidikan non formal karena cukup menarik. Pendidikannya
merupakan pendidikan lintas usia, bertujuan dakwah dengan memberikan materi ilmu
kristologi dan muhadharah sebagai tambahan materi lainnya, mengintegrasikan metode
pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal, mengkombinasikan pendekatan
religus –kristologi– dan pendekatan scientific, serta tanpa adanya report harian ataupun
rapor. Berbagai problematika tidak luput dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan tersebut,
namun pembelajaran tetap dapat berlangsung secara efektif karena didukung adanya
faktor-faktor pendukung seperti minat belajar yang tinggi, kompetensi guru yang terpenuhi
dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu, efektifitas pelaksanaan pendidikan Agama
Islam tersebut dapat dirasakan dari output yang dihasilkan. Diantaranya yaitu perubahan
karakter, militansi Islam, menjadi juru dakwah Islam, hafal dan cinta al-Qur‟an, lebih
mengenal hakikat Tuhan dan Islam serta semakin percaya diri terhadap identitas
keislamannya. Kemudian, tentunya problematika yang ada diperlukan saran diantaranya
penambahan materi pembelajaran baik bersifat pengetahuan maupun pengembangan diri,
melaksanakan program relawan untuk membantu dan/ atau mendampingi ustadz dalam
melaksanakan pembelajaran dan mencari donatur tetap serta pendirian unit usaha mandiri.
i
ABSTRACT
This research based on the distinguish of the implementation of Islamic education for
mualaf. The objective of the the study is describe the Islamic Education for mualaf at the
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, describes the
supporting factors, obstacles and identify the implications. This research is a qualitative
research with analytical approach. It is to know more about the implementation of Islamic
education for mualaf in Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia.
The study was conducted with triangulation of data collection and processing techniques.
The results obtained from this research is Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-
Naba Center Indonesia provide coaching in the form of financing santri (student) for
formal education outside and non formal in boarding. The study focused on non-formal
education because it is quite interesting. Education is a cross-age education aimed at
preaching by giving christology and muhadharah materials in addition to other materials,
integrating learning methods in formal and non-formal education, combining religious-
christology- approaches and scientific approaches, also without any daily reports or report.
Various problems are not avoided in the implementation of the education, but the learning
can still be effective because it was supported by some factors such as high learning
interest, teacher competence, and adequate facilities. Therefore, the effectiveness of the
implementation of Islamic education can be felt from the output. They are character
changing, Islamic militancy, Islamic missionaries, memorized and love Qur'an, more
familiar with the nature of God and Islam and increasingly confident in his Islamic
identity. Then, of course there are problems that require suggestions such as the addition of
learning materials, both in the form of knowledge and self-development, implementing
volunteer programs to assist and accompanying teachers in carrying out learning and
seeking a permanent donor and the establishment of independent business units.
ii
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
ARAB NAMA Latin KETERANGAN RUMUS*
ا Alif - - -
ة Ba‟ B Be -
ت Ta‟ T Te -
ث Ṡ a‟ Ṡ Es dengan titk di atas 1e60 & 1e61
ج Jim J Je -
ح Ḥa‟ Ḥ Ha dengan titik di bawah 1e24 & 1e25
خ Kha Kh Ka dan ha -
د Dal D De -
ذ Żal Ż Zet dengan titik di atas 017b & 017c
ر Ra‟ R Er -
ز Zai Z Zet -
ش Sin S Es -
ش Syin Sy Es dan ye -
ص Ṣ ad Ṣ Es dengan titik di bawah 1e62 & 1e63
ض Ḍ aḍ Ḍ De dengan titik di bawah 1e0c & 1e0d
ط Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah 1e6c & 1e6d
Zet dengan titik di
ظ Ẓa Ẓ 1e92 & 1e93
bawah
ع „Ain „ Koma terbalik di atas „_
غ Gain G Ge
ف Fa F Fa
ق Qaf Q Qi
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
م Mim M Em
ى Nun N En
و Wau W We
ه Ha‟ H Ha
ء Hamzah ‟ Apostrof _‟
ي Ya‟ Y Ye
*
Rumus hanya dipergunakan untuk font yang tidak ada di kibor komputer gunanya
untuk mempermudah. Rumus dioperasikan dengan cara mengetik kode yang tersedia
lalu klik alt+x (kode pertama untuk huruf kapital dan kode kedua untuk huruf kecil).
iv
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
َا Fatḥ ah A A
ِا Kasrah I I
ُا Ḍ ammah U U
Contoh:
كتت: kataba dan سئل: su‟ila
2. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
ْىَي Fatḥ ah dan ya‟ sakin Ai A dan I
ْىَو Fatḥ ah dan wau sakin Au A dan U
Contoh:
كيف: kaifa dan َ =حَوْلḥ aula
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan Rumus
ىَب Fatḥ ah dan alif Ā A dengan garis di atas 100 & 101
ىِي Kasrah dan ya‟ Ī I dengan garis di atas 12a & 12b
ىُو Ḍ ammah dan wau Ū U dengan garis di atas 16a & 16b
Contoh:
َقَبل : qāla َقِيْل : qīla dan َُيقُوْل : yaqūlu
C. Ta’ Matrbuṭ ah
1. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah hidup
Ta‟ matrbuṭ ah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥ ah, Kasrah,
dan Ḍ ammah, transliterasinya adalah “T/t”.
2. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah mati
Ta‟ matrbuṭ ah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya
adalah “h”.
Contoh:
طلحة : ṭ alḥ ah.
3. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah jika diikuti oleh kata yang menggunakan kata
sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta‟ matrbuṭ ah ditransliterasikan
dengan “h”.
Contoh:
روضة األطفبل : rauḍ ah al-aṭ fāl
الودينة الونورة : al-Madīnah al-Munawwarah
v
نسّل: nazzala
E. Kata sandang alif-lam “”ال
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurug alif-lam
ma„rifah “”ال. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf
qamariyah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyi yaitu “ ”الdiganti huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti
kata sandang tersebut.
Contoh:
الرّجل : ar-rajulu
السيّدة : as-sayyidah
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan
aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Huruf sandang
ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda
sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.
Contoh:
القلن : al-qalamu
الفلسفة : al-falsafah
F. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal kata,
hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
شيئ: syai‟un اهرت: umirtu النوء : an-nau‟u
G. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi
huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti
keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak
menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.
Contoh:
وهب هحود إال رسول : Wamā Muhammadun illā rasūl
Abū Naṣ īr al-Farābīl
Al-Gazālī
Syahru Ramaḍ ān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ān
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Sang
pemilik langit dan bumi beserta isinya. Sang pemberi limpahan rahmat, hidayah, inayah,
nikmat dan karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
kepada baginda alam, sang revolusioner sejati yang menuntun umatnya menuju jalan
penuh keridhaan Allah swt. dan khotaman nabiyyin yaitu baginda Nabi Muhammad saw.
Dan kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi‟at tabi‟in, ulama salafussholih, para
syuhada, para sholihin dan seluruh kaum muslimin serta muslimat sampai kepada umatnya
saat ini. Mudah-mudahan di akhirat kelak kita semua mendapatkan ridho Allah swt. dan
syafaat Nabi Muhammad saw. Amin.
Penyelesaian tesis ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program
Magister Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan
dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak,
hambatan dan kesulitan tersebut dapat terlewati. Dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan berupa arahan, bimbingan, dan lainnya selama proses penyelesaian
tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya tersebut penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede
Rosyada, M.A beserta jajarannya.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A beserta jajarannya.
3. Ketua Program Magister Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Sapiudin Shidiq, M. Ag.
beserta jajarannya, yang telah memberikan pelayanan akademik dengan
memuaskan.
4. Pembimbing, Dr. H. Sapiduin Shidiq, M.Ag. yang telah memberikan bimbingan,
arahan, wawasan dan nasehat dengan penuh kesabaran, ketekunan serta
keikhlasan.
5. Seluruh Dosen Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu baik secara tersirat maupun tersurat kepada penulis.
6. Ustadz Syamsul Arifin Nababan, selaku pendiri dan pengasuh Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, yang telah bersedia
memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.
7. Ustadz Idham Chalid, Ustadz Abdul Aziz Laia, Ukhti Khoirun Nisa, ukhti Nur
Hidayah Rumahorbo dan akhi Annas Mansur Zebua yang telah bersedia
memberikan informasi kepada penulis tentang semua permasalahan yang terdapat
dalam tesis ini.
8. Ayahanda H. Imam Suyuti, ibunda Umi Saidah, adinda Muhammad Ubbadur
Rahman al-Alawi dan adinda Fakhira Muzniya Syarifa serta seluruh keluarga
tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, pelajaran hidup, nasehat,
dan dukungan lainnya baik dari segi riil maupun materiil.
9. Dr. Jejen Musfah, MA dan Tanenji, MA yang telah memberikan arahan, motivasi
dan nasehat kepada penulis.
10. Staff Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muslikh Amrullah,
S.Pd. yang telah membantu dan memberikan layanan akademik dengan sangat
baik dan juga dukungan serta motivasi kepada penulis.
viii
11. Seluruh sahabat seperjuangan baik dari prodi MPAI, MPBI, MPBA, dan MP yang
telah memberikan kenangan indah, semangat dan motivasi saat berada di bangku
perkuliahan kepada penulis.
12. Kepada seluruh santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia, yang telah bersedia menerima penulis dengan sangat ramah dan penuh
kasih sayang selama penulis berada di pesantren.
13. Kepada IhyaUlumuddin, S.Pd.I yang telah banyak memberikan dukungan dan
motivasi dengan sabar dan penuh kasih sayang kepada penulis.
14. Kepada semua pihak yang ikut andil dan telah membantu penyelesaian tesis ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya kepada mereka yang telah penulis sebutkan, hanya do‟a yang dapat
dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, semoga Allah swt. yang membalasnya dengan
balasan yang berlipat ganda. Amin.
Hidayatus Syarifah
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
x
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lokasi Penelitian
1. Letak Lokasi Penelitian ....................................................... 50
2. Sejarah Singkat .................................................................... 50
3. Visi dan Misi ....................................................................... 51
4. Program Pesantren ............................................................... 52
5. Keadaan Pendidik ................................................................ 53
6. Keadaan Peserta Didik ........................................................ 54
7. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................ 56
B. Temuan Penelitian dan Pembahasan
1. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf
a. Tujuan ............................................................................ 58
b. Materi ............................................................................. 60
c. Metode .......................................................................... 70
d. Evaluasi ......................................................................... 78
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Agama
Islam bagi Mualaf ................................................................ 79
3. Implikasi Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ................. 88
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
hal sesuai mimpinya pada saat awal dirinya menjadi muslim. Mimpi tersebutlah yang
mendorong dirinya untuk menemukan Tuhan yang sejati (Lang, 2008; Noakes, 1995:
354). Selain Jeffrey Lang, berbagai testimoni mualaf Indonesia juga banyak
diungkapkan dalam buku-buku baik yang telah memiliki izin terbit nasional maupun
izin terbit khusus lembaga. Seperti Ustadz Ali Akbar yang sebelumnya menjadi
penganut Katolik yang taat. Keputusannya masuk Islam bukan perkara mudah, namun
melalui beberapa fase dan rintangan. Diawali dari kegoyahan batin dan keingintahuan
yang besar terhadap Islam, hingga akhirnya ia menemukan jawaban atas semua
permasalahannya dalam al-Qur‟an dan memutuskan masuk Islam. Setelah masuk Islam,
berbagai rintanganpun mulai berdatangan seperti ancaman pembunuhan oleh pihak
prajurit daerahnya dan lain sebagainya. Meskipun demikian, kemtaban hatinya untuk
memeluk Islam tidak kembali tergoyahkan dan ingin terus menkaji al-Qur‟an.
Keteguhan tersebut menghantarkannya menjadi seorang pendakwah dan ustadz, yang
selain memberikan inspirasi, teladan juga menyebarkan manfaat kepada sesama
(Nababan, 2015: 1-26).
Selain pengalaman di atas, mualaf generasi pertama atau pada zaman Nabi
Muhammad saw., sahabat dan tabi‟ tabi‟in dapat dilacak melalui berbagai kajian
keilmuan keagamaan. Mayorias dai mualaf-mualaf tersebut juga mengalami beberapa
tekanan. Seperti contoh tekanan yang dilakukan oleh Abu Jahal. Bagi mualaf dari
kalangan terpandang, Abu Jahal menawarkan sejumlah uang dan kedudukan. Namun
mualaf yang bukan dari kalangan terpandang, diberikan ancaman dan penyiksaan.
Kedua hal tersebut mempunyai tujuan agar mualaf dapat kembali merubah keyakinan
dan keluar dari agama Islam. Selian itu, intimidasi dari berbagai kalangan juga
dirasakan oleh mualaf pada masa Rasulullah saw. Seperti Mush‟ab bin Umair yang
diusir oleh ibunya setelah status kemualafannya, paman Utsman bin Affan pernah
diselubungi tikar daun kurma dan diasapi dibawahnya, Bilal bin Rabbah diseret dengan
tali di lehernya dan dipukuli dengan tongkat serta dijemur ditengah terik matahari
seraya diletakkan batu besar di dadanya, Ammar bin Yassir diseret ke tengah padang
pasir yang panas membara dan menyiksa kedua orang tuanya hingga meninggal, serta
masih banyak lagi (al-Mubarakfuri, 2016: 106-110).
Meskipun kondisi mualaf banyak mendapatkan tekanan, namun tidak menyurutkan
tekad dan kegigihannya dalam mempertahankan keislamannya. Banyak peran mualaf
bagi Islam. Seperti contoh, pada masa sahabat Umar bin Khattab yaitu Ka‟ab al-Ahbar
dan Wahab bin Munabbih. Keduanya merupakan tokoh Yahudi yang masuk Islam.
Ka‟ab memiliki posisi luar biasa dan disegani banyak sahabat. Sahabat-sahabat besar
nabi Muhammad itu sering mengambil pendapat dari Ka‟b al-Ahbar, terutama yang
berkaitan dengan penafsiran al-Quran yang membutuhkan penjelasan dari sumber-
sumber Yahudi seperti Talmudz, Taurat, dan yang lainnya. Kemudian Wahab bin
Munabbih dijadikan sebagai sumber memahami teks-teks al-Quran yang membutuhkan
penjelasan dari Taurat, misalnya dalam QS. 2:35-39 yang menjelaskan tentang larangan
terhadap nabi Adam dan istrinya untuk mendekati pohon di dalam sorga (At-Thabari,
2000: th.). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menjadi mualaf bukan pilihan
yang mudah. Hidayah yang diterima akan mendorong alasan seseorang masuk Islam.
Keputusan yang dipilih akan mendorong niat, tekad dan usaha mualaf dalam
mempelajari dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Pengalaman hidup yang dijalani
akan mendorong pola pikir dan keyakinannya terhadap Islam.
3
Kemudian, mualaf merupakan bagian dari penduduk yang beragama Islam atau
disebut muslim yang sebelumnya memeluk agama lain bukan Islam. Di Indonesia
khususnya, muslim merupakan mayoritas. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui data
statistik yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia pada tahun 2010.
Dari data tersebut dapat diketahui jumlah masyarakat beragama Islam sejumlah
207.176.162 dari 237.641.326 jumlah seluruh penduduk Indonesia (BPS RI, 2010: 1).
Berdasarkan data di atas, Indonesia sebagai negara yang notabene muslim memiliki
peluang besar untuk menyebarluaskan agamanya. Saat ini, Mualaf Center Indonesia
(MCI) sebagai salah satu lembaga yang menaungi pembinaan mualaf telah mencatat
kurang lebih 2.854 orang bersyahadat sebagai muslim melalui MCI di berbagai wilayah
Indonesia selama tahun 2016. Hal tersebut mengalami kenaikan sekitar 5-6 persen dari
tahun-tahun sebelumnya. Adapun peningkatan jumlah mualaf tertinggi ada pada tahun
2006. Sedangkan pada tahun 2007 hingga 2009 sempat mengalami penurunan. Namun,
pertumbuhan jumlah mualaf kembali meningkat pada tahun 2010 (Republika, 2017: 1).
Kemudian, ketua Mualaf Center Indonesia yakni Steven Indra memberikan penegasan
dalam Republika, bahwa mulai tahun 2011 hingga sekarang atau kurang lebih lima
tahun terakhir sudah lebih dari 10.000 orang masuk Islam (Republika, 2017: 2).
Melihat peluang perkembangan Islam khususnya di Indonesia dengan banyaknya
jumlah mualaf di Indonesia, tentunya perlu pembentukan lembaga khusus. Lembaga
tersebut harus dapat menaungi, membina dan mengarahkan dengan segenap hati
terhadap masyarakat yang ingin mulai mengenal, mendalami dan mengimani Tuhan
Yang Maha Esa yakni Allah swt. Melalui lembaga khusus pembinaan mualaf tersebut,
proses pembelajaran mualaf dapat dilaksanakan secara optimal.
Pendirian lembaga keagamaan yang fokus dengan pembinaan mualaf juga telah ada
di Indonesia. Lembaga-lembaga keagamaan tersebut tidak lain adalah lembaga yang
bergerak dalam dakwah dan kepedulian terhadap mualaf. Selain sebagai perantara kaum
non-muslim untuk melafalkan dua kalimat syahadat, melalui lembaga-lembaga ini juga
para mualaf diberikan pemahaman, pembinaan, dan pendidikan tentang Islam. Namun
demikian, lembaga khusus bagi pembinaan mualaf di Indonesia tersebut masih sangat
minim dan belum diketahui pasti jumlahnya. Berdasarkan observasi peneliti melalui
internet bahwa lembaga pembinaan mualaf yang telah berbentuk fisik pesantren di
wilayah Jabodetabek hingga saat ini baru berdiri dua pesantren yaitu Pondok Pesantren
Yayasan Pembinaan Muallaf an-Naba Center Indonesia, Ciputat Banten dan Pondok
Pesantren Attaibin, Cibinong Bogor. Sedangkan, lembaga pembinaan mualaf lainnya
masih secara individual maupun kelompok masyarakat di masjid-masjid besar, seperti
Masjid Agung Istiqlal dan Masjid Agung Sunda Kelapa.
Selain itu, pemerintah sendiri belum secara khusus mendirikan lembaga
pembinaan bagi mualaf. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin pada Republika bahwa, “kementerian Agama memang belum
memiliki lembaga khusus yang menangani masalah pembinaan dan pemberdayaan
mualaf. Hal ini dikarenakan, program pemerintah meliputi semua warga negara tanpa
membedakan mualaf atau tidak. Namun, ia menilai jika lembaga tersebut dikelola oleh
MUI atau ormas islam maka akan lebih tepat (Republika, 2015: 3).”
Berdasarkan data di atas, eksistensi kehadiran dan efisiensi peran lembaga
pembinaan sangat penting dalam membina mualaf, khususnya di Indonesia. Pemerintah
dan masyarakat juga harus bekerjasama dan saling mendukung. Dengan demikian,
perkembangan jumlah mualaf yang cukup pesat, haruslah dibarengi dengan pendirian
4
lembaga pembinaan yang mencukupi. Terlebih lagi, lembaga pembinaan mualaf dalam
wujud pesantren.
Melalui pesantren, Pendidikan Agama Islam bagi mualaf dinilai dapat terlaksana
dengan efektif. Hal ini dikarenakan pesantren tidak hanya sebagai tempat mengasah
pengetahuan dan kemampuan, namun juga sebagai miniatur kehidupan Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan menyepakati arti mualaf adalah orang yang
baru masuk Islam, maka mualaf dianggap sama sekali belum memiliki pengetahuan
tentang Islam secara haq. Padahal konsekuensi keputusan memilih Islam sebagai
agamanya adalah bukan sekedar mengucap syahadat, namun harus mengikuti seluruh
amalan, hukum dan tata cara kehidupan Islam. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kewajiban terhadap konsekuensi tersebut, maka mualaf harus secara ekstra mempelajari
dan mendalami pengetahuan keislaman. Melalui pesantren inilah, kebutuhan mualaf
dalam pemenuhan pengetahuan dan pendalaman Islam dapat tercapai. Dengan
demikian, mualaf dapat menanamkan konsep Islam selain sebagai pengetahuan juga
sebagai kulturnya.
Selain itu, dapat dikatakan juga bahwa menjadi mualaf yang baik dan taat pastinya
memiliki faktor pendukung yang beragam, seperti keuletan, minat dan semangat tinggi
dalam diri mualaf itu sendiri. Faktor lainnya juga dapat membantu dalam proses
tersebut seperti peran lingkungan mualaf. Sehingga pola pembinaan terhadap mualaf
menjadi hal pokok untuk kemudian dipertimbangkan, diputuskan dan dilaksanakan
dengan matang guna mendapatkan tujuan yang sebenarnya yakni menjadi muslim yang
hakiki dan mendalami Islam dengan benar sesuai apa yang telah ditunjukkan Allah swt.
Selain itu, kondisi mualaf sebagaimana dipaparkan sebelumnya juga dapat berpengaruh
terhadap pola pembinaan dan pendidikan Agama Islam bagi mualaf oleh lembaga
pembinaan terkait.
Pola pembinaan mualaf diperlukan penyesuaian terhadap kondisi mualaf dan
ketepatan dalam pembinaannya. Demikian juga, pola pembinaan yang dikehendaki
terdapat penyeragaman kurikulumnya oleh berbagai lembaga pembinaan mualaf yang
ada. Artinya penyebaran pendidikan mualaf di berbagai lembaga pembinaan di
Indonesia, tetap memiliki satu arah tujuan. Implementasi nilai-nilai Islam terhadap
mualaf juga tidak hanya dikehendaki atau dikhususkan pada satu pemahaman/ aliran
saja. Begitu juga proses pembelajaran bagi mualaf tidaklah mudah. Sangatlah
diperlukan pendidik yang benar-benar ahli, kuat dan benar untuk dapat melaksanakan
pembinaan secara sepenuhnya terhadap mualaf. Ditegaskan oleh Ketua Umum
Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI) yaitu Syarif Tanudjaja dalam Republika,
bahwa saat ini proses pembinaan mualaf masih berdiri sendiri dan belum profesional.
Sehingga program pembinaan mualaf secara nasional sangat diperlukan adanya.
Penyeragaman yang dimaksud merupakan satu kesatuan tentang kurikulum, sertifikasi
mualaf, dan lain sebagainya. Dengan demikian, meskipun proses pembinaan mualaf
dilakukan oleh siapa saja, namun tetap memiliki pedoman dalam skala nasional dengan
teknis pembinaan disesuaikan dengan daerah dan wilayah masing-masing. Hal ini
dinilai akan berdampak positif selain kepada mualaf itu sendiri juga bagi lembaga
pembinaan mualaf tersebut. Karena lembaga dapat memiliki legal formal dan
memudahkan hubungan dengan lembaga pemerintah (Republika, 2014: 1-4). Dengan
demikian, penyeragaman pedoman pembinaan mualaf dalam skala nasional sangatlah
diperlukan. Penyeragaman kurikulum pendidikan pembinaan mualaf ini memiliki
banyak aspek yang harus dikembangkan. Sehingga kematangan dalam konsep dan
implementasi dapat terlaksana. Tentunya peran serta pemerintah dan kerjasama antar
5
telah lama didirikan dan program pendidikan juga telah dilaksanakan hingga kini.
Pondok pesantren khusus mualaf ini bernama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia merupakan salah satu lembaga pendidikan kegamaan yang khusus menaungi
mualaf. Namun, lembaga juga diperuntukkan bagi kaum dhu’afa. Dakwah dan nilai
sosial adalah pondasi awal berdirinya pesantren. Pesantren ini didirikan oleh Ustadz
Syamsul Arifin Nababan yang juga dikenal sebagai ustadz, da’i dan ulama, yang
mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah seorang
pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan Tapanuli,
Sumatera Utara dan sekitarnya. Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang
mendapati para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta.
Kondisi mualaf tersebut sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka
terusir dari rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Alasan terkuat
memilih Islam sebagai agama mualaf karena keyakinan bahwa iman Islam sangat cocok
dalam memenuhi gemuruh batin akan kebenaran ajaran Islam (Brosur Ponpes, th: 1).
Dalam beberapa aspek, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dapat dijadikan model bagi pesantren lainnya. Diantaranya dalam aspek
kebersihan sangat dikagumi oleh pondok pesantren Darussalam. Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dinilai telah secara utuh menerapkan
kalimat Kebersihan adalah sebagian dari iman (Republika, 2015: p. 3). Demikianlah
gambaran singkat tentang Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia sebagai tempat penelitian. Selanjutnya, setelah pemaparan-pemaparan terkait
problematika mualaf baik dari aspek diri mualaf, konsep pembinaan maupun peran
lingkungan pendidikannya, serta alasan menarik dilaksankaan kajian penelitian ini,
maka penelitian tesis ini akan diberikan judul yaitu Pendidikan Agama Islam bagi
Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, nampak bahwa masalah-masalah
tersebut sangat penting untuk dijawab. Namun permasalahan tersebut masih sangat
luas dan diperlukan pembatasan. Pembatasan masalah yang akan dikaji dan diteliti
dalam tesis ini adalah tentang implementasi Pendidikan Agama Islam untuk mualaf
dan implikasi Pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah pokok dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?
b. Apa faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?
c. Apa implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini tentu diharapkan memiliki manfaat bagi penulis, lembaga terkait
dan lainnya baik secara teori maupun praktis.
Secara teori, penelitian ini diharapkan mampu menambah cakrawala
pengetahuan dan wawasan khususnya tentang pendidikan agama Islam bagi kaum
mualaf.
Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi gambaran bagi peneliti lainnya
untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
lembaga pendidikan mualaf khususnya di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia berkenaan dengan Pendidikan Agama Islam bagi kaum
mualaf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
10
Definisi oleh Nasution dapat dimaknai bahwa agama itu bersifat gaib yang
kemudian oleh manusia diberikan pengakuan untuk dipercayai sepenuh hati,
dipatuhi dan dijalankan. Adanya pengakuan tersebutlah yang akan menentukan
pola tingkah laku dan pengambilan keputusan kehidupan manusia. Akhirnya
segala pengakuan tersebut dimanifestasikan ke dalam kepatuhan terhadap wahyu
Tuhan kepada manusia melalui Rasul-Nya.
Sementara itu, Isma‟il dan Mutawalli (2012: 27) dalam bukunya yang
berjudul Cara Mudah Belajar Filsafat, bahwa pengertian agama berdasarkan
pemikir Eropa yaitu “segala bentuk kepercayaan manusia, termasuk yang bersifat
khurafat (tahayyul) dan banyak berkembang sejak zaman kuno dalam masyarakat
11
primitif dan masyarakat beradab.” Pendapat ini memberikan kesan bahwa agama
merupakan warisan masyarakat primitif dan masyarakat beradab. Sehingga,
pendapat ini dinilai kurang tepat dalam pemaknaan agama.
Agama dapat dipahami sebagai tombak pengendali kehidupan, yang
mengatur rohani juga jasmani manusia di muka bumi. Sangat nihil manusia hidup
apabila tidak memiliki agama. Ateisme dinilai tidak cocok dimiliki oleh manusia,
karena kebutuhan manusia baik spiritualitas maupun realitas kehidupan secara
sepenuhnya menjadi faktor dari adanya agama.
Kemudian, Tilaar (2005: 123) berpendapat bahwa agama merupakan ruang
pendidikan yang bersifat paling pribadi dan mendalam dalam kemerdekaan
manusia. Lebih lanjut Tilaar mengemukakan bahwa “agama merupakan
penghayatan dan tanggung jawab pribadi dari makhluk ciptaan-Nya kepada sang
Pencipta (Tilaar, 2005: 123). Dengan demikian, agama adalah hal mutlak urusan
pribadi seseorang kepada Tuhannya. Manusia berhak memilih dan menyakini
agama manapun tanpa intervensi dan campur tangan dari orang lain.
Terdapat empat unsur dalam agama yang dijelaskan oleh Nasution,
sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 33-34) yakni: a) unsur kepercayaan
terhadap kekuatan gaib; b) unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat tergantung pada hubungan baik dengan
kekuatan gaib tersebut; c) unsur respons yang bersifat emosional dari manusia;
dan d) unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk
kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untukk menyelenggarakan
upacara dan sebagainya. Keempat unsur agama tersebut memberikan
pemahaman bahwa agama mencakup kepercayaan kepada hal gaib yang
mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia akhirat seseorang.
Atas dasar kepercayaan itulah, untuk kemudian manusia memberikan respons
secara emosional yang diwujudkan dalam pemikiran dan pola tingkah laku di
kehidupannya. Kepercayaan itu juga dinilai sarat dengan adanya kepercayaan
terhadap kitab suci, tempat peribadatan dan tempat lainnya yang berhubungan
dengan agamanya, upacara peribadatan dan lain sebagainya pada masing-masing
agama yang ada.
Pendapat lain dikemukakan oleh Alim (2011: 34), agama mempunyai lima
aspek yang terkandung di dalamnya yakni: a) aspek asal usulnya yaitu agama
samawi dan ardli; b) aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan manusia
agar hidup bahagia; c) aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan pada kekuatan
gaib dan hubungan baik terhadapnya serta terkait respon emosional manusia; d)
aspek pemasyarakatannya yaitu agama telah diwariskan secara turun temurun;
dan e) aspek sumbernya yaitu kitab suci. Pendapat tersebut memberikan
pemahaman bahwa agama memiliki ragam aspek, yang menjadi satu kesatuan
utuh untuk mengartikan agama. Secara luas, kelima aspek tersebut ditinjau mulai
dari asal usul, tujuan, ruang lingkup, pemasyarakatan dan sumbernya. Dengan
kata lain, agama manusia berasal dari agama samawi ataupun ardli, yang
bertujuan untuk pencapaian kebahagiaan manusia, berkaitan dengan keyakinan-
keyakinan, diturunkan turun temurun dan memiliki kitab suci sebagai panduan
keagamaannya.
Sementara itu, dalam sebuah jurnal di paparkan tentang identitas agama bagi
muslim itu memiliki tiga tingkatan yakni agama sebagai sumber identitas, agama
12
sebagai pilihan identitas dan agama sebagai pendeklarasian identitas (Peek, 2005:
223). Dalam hal ini, agama dijadikan identitas seorang muslim dengan
mengalami perubahan pemaknaan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
kehidupan muslim sehari-harinya, sehingga timbul tingkatan terhadap
pemaknaan agama tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa agama
merupakan kompleksitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, agama yang
dipahami kepercayaan bersifat gaib dan untuk kemudian merupakan jalan selama
hidup manusia, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia
maupun dengan alam.
atau tidaknya pendidikan adalah dengan melihat output yang dihasilkan baik
dalam sisi akademis maupun non akademis seperti personality, keterampilan dan
lain sebagainya. Diperkuat oleh Daradjat (2012: 86) bahwa Pendidikan Agama
Islam yaitu “usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak
setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama
Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).” Selain itu,
Marimba (1989: 19) juga mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan
Agama Islam yaitu “bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.” Secara
substansi pendapat ini sama dengan pendapat-pendapat sebelumnya yakni
membentuk kepribadian Islam. Namun perspektif berbeda yang dikemukakan
oleh Marimba dengan pendapat lainnya adalah terkait peran jasmani seseorang.
Selain rohani, jasmani dianggap penting dalam pembentukan karakter atau
kepribadian seseorang. Dengan demikian, keseimbangan antara jasmani dan
rohani dalam bimbingan agama Islam seseorang akan mampu membentuk
kepribadian sesuai ukuran Islam.
Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Halstead (2004: 523-524) dalam
jurnal bahwa pendidikan Agama Islam memiliki prinsip-prinsip yaitu individual
development, social and moral education, serta acquisition of knowledge.
Pendidikan agama Islam dalam ketiga prinsip ini mempunyai arti sebagai
pengembang individu (anak) dengan bimbingan yang positif, penanaman nilai-
nilai sosial dan moral kepada anak, serta pemerolehan pengetahuan khususnya
tentang Islam. Sedangkan Langgulung mengemukakan terkait pendidikan Islam
yang dikutip oleh Muhaimin (2012: 36) bahwa tercakup dalam delapan
pengertian yaitu: 1) al-tarbiyah al diniyah; 2) ta‟lim al din; 3) al-ta‟lim al-diny;
4) al-ta‟lim al-islamy; 5) tarbiyah al muslimin; 6) al tarbiyah fi al Islam; 7) al
tarbiyah „inda al muslimin; dan 8) al tarbiyah al-Islamiyah. Tidak berbeda
dengan pendapat-pendapat sebelumnya, pendapat Langgulung tersebut dapat
ditarik pengertian pendididikan Islam secara garis besar yakni tercakup dengan
pendidikan, agama, Islam, dan muslim. Sementara itu, Kazmi (2003: 288)
memberikan penegasan bahwa pendidikan atau lebih khususnya pendidikan
Islam haruslah menjadi tradisi pendidikan, bukan pendidikan tradisional.
Berdasarkan pendapat tersebut, pengertian tradisi pendidikan dan pendidikan
tradisional memiliki perbedaan makna. Apabila pendidikan dikatakan sebuah
tradisi, maka pendidikan (Islam) dapat secara turun temurun dilaksanakan
dengan/ atau konsep pendidikan (Islam) secara utuh maupun pengembangan.
Sedangkan pendidikan tradisional lebih mengarah kepada konsep pendidikan
dengan sistem pada zaman dahulu. Sistem tersebut cenderung tidak mengalami
pengembangan atau perubahan, namun dengan mempertahankan sistem yang
lama.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa
pendidikan agama Islam dalam sebuah lembaga merupakan salah satu bentuk
pembinaan agama Islam bagi satu atau sekumpulan orang guna memberikan
pemahaman, pengajaran, pendidikan serta pendalaman materi dan nilai-nilai
kegamaan untuk dapat diimplementasikan pada kehidupannya. Kemudian
Pendidikan Agama Islam sebagai kurikulum merupakan salah satu mata
pelajaran agama Islam bagi siswa yang diajarkan oleh seorang atau lebih guru
dalam suatu instansi sekolah, guna siswa dapat mempelajari, mendalami, dan
15
dan transformasi dari manusia pemain menjadi manusia pekerja dan dari manusia
pekerja menjadi manusia pemikir”. Pendapat ini mempersempit penjabaran tehadap
fungsi umum pendidikan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Inti dari
pendidikan adalah perubahan individu manusia, dalam hal ini adalah peserta didik
ke arah yang lebih baik lagi. Perubahan tersebut tidak hanya dari segi personality
namun juga dalam jasmani.
Sedangkan, lebih terperinci yakni sesuai dengan penetapan empat kompetensi
inti dalam kurikulum nasional, maka Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan
untuk meningkatkan kemampuan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
menjalankan ajaran agama Islam (Sutrisno, 2015: 150). Sementara itu, Daradjat
(2012: 30-33) mengemukakan bahwa terdapat empat tujuan pendidikan Islam yakni:
a) tujuan umum yaitu tujuan pendidikan Islam haruslah dikaitkan dengan tujuan
pendidikan nasional dan tujuan institutional lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan tersebut; b) tujuan akhir yaitu yang sesuai dengan QS. Ali Imran ayat
102 yang mengandung pengertian bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terwujudnya insan kamil yang kelak akan meninggal dunia dan menghadap
Tuhannya dalam keadaan muslim; c) tujuan sementara yaitu tujuan yang akan
dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum formal atau dengan kata lain anak didik telah menunjukkan
ketakwaannya meskipun dalam standar minimal; dan d) tujuan operasional yaitu
anak didik telah dituntut untuk memiliki suatu kemampuan atau keterampilan
tertentu. Tujuan pendidikan Agama Islam menurut Daradjat tersebut secara
kompleks dan mendalam dengan melihat berbagai sudut pandang tujuannya. Seluruh
aspek tujuan pendidikan Agama Islam tersebut berkorelasi penuh dalam kehidupan
manusia dan terlaksana di tri pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah dan
lingkungannya. Manusia sebagai pelaku kehidupan menjalani pendidikan Agama
khususnya Islam pada tri pusat pendidikan tersebut untuk kemudian dapat mencapai
kualitas diri yang sempurna selama hidupnya baik soft skill maupun hard skillnya.
Tidak berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, beberapa ciri tujuan
pendidikan Islam dikemukakan oleh Nata (1997: 53-54) dalam bukunya yaitu: a)
mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-
baiknya; b) mengarahkan manusia melaksankaan tugas kekhalifahannya di muka
bumi dengan niat ibadah kepada Allah swt.; c) mengarahkan manusia agar
berkakhlak mulia; d) membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmani;
dan e) mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Sementara itu, Arifin mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Hawi
(2013: 20) bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “membina dan mendasari
kehidupan anak dengan nilai-nilai syari‟at Islam secara benar sesuai dengan
pengetahuan agama.” Hawi (2013: 21) sendiri memberikan pendapat bahwa “untuk
membentuk manusia yang mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti
luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat.” Kedua pendapat tersebut memberikan pemahaman
bahwa tujuan pendidikan Islam yakni membimbing manusia, khususnya peserta
didik untuk berjalan lurus di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat kelak.
Daulay (2004: 164) juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah
terkait dengan otak (knowledge), hati (value) dan tangan (psikomotorik) peserta
didik yang mana ditujukan agar peserta didik dapat berperilaku dan bertindak sesuai
dengan tuntutan agamanya. Sedangkan dalam konsep Islam, menurut Mahfud (2011:
17
145) adalah harus mengarah kepada hakikat pendidikan itu sendiri, yang mana
meliputi berbagai aspek yaitu tujuan dan tugas hidup manusia, sifat-sifat dasar
manusia, tuntutan masyarakat dan aspek lainnya. Pendapat yang telah dikemukakan
oleh Arifin, Hawi, Daulay dan Mahfud tersebut memiliki kesamaan persepsi dalam
merumuskan tujuan pendidikan agama Islam. Selain itu juga selaras dengan
pendapat pakar yang telah dikemukakan sebelumnya. Pemahaman yang dapat
diambil dari tujuan pendidikan agama Islam adalah pemenuhan misi akhir
kehidupan yakni mencapai kebahagiaan dunia akhirat dan penyempurnaan kualitas
diri manusia baik yang bersifat soft skill maupun hard skill yang melibatkan seluruh
komponen diri seperti otak, hati, tangan dan juga melibatkan komponen
lingkungannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil pemahaman terkait tujuan
pendidikan agama Islam. Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam aadalah
mengarahkan manusia, khususnya peserta didik dalam memahami, mendalami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya , yang
terbentuk kualitas diri baik secara soft skill maupun hard skill. Kemudian, mendapat
kebahagiaan di akhirat kelak merupakan tujuan akhirnya.
Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Agama Islam memiliki
dasar normatif yang terkandung dalam sumber-sumber hukum Islam yakni al-
Qur‟an dan hadist. Selain itu, juga memiliki dasar yuridis yang tercakup dalam
peraturan undang-undang sebagai bentuk penyeragaman dasar secara kenegaraan.
Melalui dasar-dasar tersebut, pendidikan Agama Islam dapat dilaksanakan dengan
terstruktur dan terarah.
19
4. Ruang Lingkup
Kajian terkait ruang lingkup Pendidikan Agama Islam berkaitan erat dengan
pokok-pokok kajian dalam ajaran Islam itu sendiri. Alim (2011: 122-165)
menjelaskan secara gamblang terkait pokok-pokok ajaran Islam tersebut tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Pokok-pokok tersebut adalah akidah, syari‟ah,
akhlak dan jihad. Pendapat lain dikemukakan bahwa bahan pengajaran Pendidikan
Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu a) keimanan; b) ibadah; c) al-Qur‟an;
d) muamalah; e) akhlak; f) syari‟ah; dan g) tarikh (Hawi, 2013: 26). Sementara itu,
Mahfud (2011: 9) mengemukakan bahwa objek kajian pendidikan agama Islam
secara garis besar meliputi akidah, syari‟at, muamalat dan akhlak.
Pendapat lain tentang materi Pendidikan Agama Islam dikemukakan oleh Tafsir
(2009: xi-xviii), yang didasarkan pada beberapa bidang kajian keilmuan yakni: a)
bidang fikih, meliputi thaharah, salat, jenazah, zakat, puasa, haji dan umrah, jual beli
dan riba, nikah, mawaris dalam Islam; b) ilmu kalam, meliputi aliran-aliran dan
masalah-masalah dalam ilmu kalam; c) tasawuf, meliputi maqamat dan ahwal, kisah
para sufi, dan tarekat; d) Tarikh Tasyri‟ Islam, meliputi Tasyri‟ Islam masa
Rasulullah, sahabat, dan seterusnya hingga kini.
Kemudian, dapat diuraikan kajian terhadap masing-masing hal tersebut
sebagaimana berikut:
a. Akidah
Akidah secara etimologis memiliki arti yang terikat. Sedangkan secara
terminologinya yaitu pengikraran yang bertolak dari hati nurani dengan makna
bahwa urusan yang telah diyakini oleh hati akan kebenarannya, menentramkan
hati dan menjadi keyakinan yang haq tanpa keraguan sedikitpun di dalamnya
(Alim, 2011: 124). Sementara itu, Mahfud (2011: 11) memberikan penjelasan
bahwa akidah sebagai sebuah objek kajian akademik meliputi beberapa aspek
yakni aspek ilahiyyah atau ketuhanan, aspek nubuwah dan ruhaniyah arkanul
iman atau rukun iman.
Manusia memiliki bobot akidah yang berbeda-beda. Bobot tersebut apabila
diibaratkan dengan timbangan seperti berat sekali hingga ringan sekali.
Pernyataan berat dan ringan sekali tersebut dengan mempertimbangkan rentang
keduanya secara matang dan sesuai. Keimanan seseorang juga memiliki
tingkatan yang berbeda-beda setiap individu. Diperkuat oleh Alim (2011: 132-
133) bahwa terdapat empat tingkatan dalam akidah yaitu: a) taklid; b) yakin; c)
ainul yakin; dan d) haqqul yakin.
Kemudian, garis besar ajaran akidah Islam menurut Alim (2011: 134-138)
bahwa terkait kepada keimanan terhadap Allah swt, keimanan terhadap
eksistensi malaikat Allah swt., keimanan terhadap rasul utusan Allah swt.,
keimanan terhadap kitab sebagai wahyu Allah swt., keimanan terhadap hari
akhirat, dan keimanan terhadap adanya takdir Allah swt. dalam hal ini telah
dikenal dengan rukun iman. Hal tersebut juga telah dikemukakan dengan selaras
oleh Mahfud (2011: 12) bahwa sistem kepercayaan Islam atau dalam hal ini
akidah dibangun berdasarkan enam dasar keimanan atau rukun iman tersebut.
Sementara itu, Ismail dan Mutawalli (2012: 28) mengemukakan bahwa pokok-
pokok akidah keagamaan yang benar dapat dikategorikan dalam beberapa hal
yaitu: a) kepercayaan terhadap satu Tuhan; b) kepercayaan terhadap wujud alam
lain; c) kepercayaan terhadap pengutusan rasul Tuhan; dan d) kepercayaan
terhadap adanya kehidupan lain setelah kehidupan ini.
20
b. Syari‟ah
Syari‟at merupakan aturan Allah swt. yang dapat dijadikan referensi
pengaturan manusia di kehidupan dunia sebagai relevansi dalam pembinaan
hubungan manusia terhadap Allah, sesama manusia maupun lingkungannya
(Mahfud, 2011: 22). Pendapat ini menggambarkan kehidupan manusia yang
sama dengan kajian akhlak, yakni akhlak manusia kepada Tuhan, kepada sesama
manusia dan kepada alam. Senada dengan pendapat tersebut, Alim (2011: 139)
mendefinisikan syari‟ah sebagai sebuah jalan hidup di dunia yang telah
ditentukan Allah swt. sebagai panduan menuju kehidupan di akhirat. Lebih
lanjut, dikemukakan bahwa kata syari‟ah sering dikaitkan dengan makna hukum
sehingga dapat diberikan definisi bahwa syari‟ah merupakan hukum yang
sepenuhnya mengandung nilai-nilai Ilahiyyah (Alim, 2011: 140).
Adapun garis besar ajaran syari‟ah Islam adalah ibadah, mu‟amalah,
munakahat, jinayat, siyasah, dan peraturan-peraturan lainnya seperti makanan,
minuman, masjid dan lain-lain (Alim, 2011: 143-147). Sedangkan Mahfud
(2011: 23) membagi ruang lingkup pembahasan syari‟ah terdiri dari dua aspek
yaitu aspek ibadah dan aspek muamalah. Pemahaman yang dapat diambil bahwa
syari‟ah merupakan hukum manusia di dunia dari Allah swt. dalam membina
hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan lingkungan/ alam, yang
mengarah kepada kebahagiannya di kehidupan akhirat kelak. Ruang lingkup
kajian secara umum adalah berkaitan dengan ibadah manusia kepada Allah swt.
dan perilaku kehidupan manusia di dunia.
c. Akhlak
Akhlak secara bahasa diartikan sebagai tabiat, perangai, adat. Kemudian
diberikan makna bahwa merupakan suatu perbuatan atau sikap yang memenuhi
empat kategori yaitu telah tertanam kuat di jiwa dan kepribadiannya, dilakukan
dengan mudah tanpa pikir panjang, dikerjakan tanpa paksaan dari manapun, dan
dilakukan dengan sungguh-sungguh (Alim, 2011: 151-152). Selaras dengan
pendapat tersebut, Mahfud (2011: 96) memberikan definisi bahwa akhlak
merupakan sebuah refleksi dari tindakan nyata atau dalam pelaksanaan akidah
dan syari‟at dalam kehidupan manusia.
Adapun kajian yang terdapat di dalamnya secara garis besar adalah terkait
dengan akhlak terhadap Allah, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan
(Alim, 2011: 152-158). Jadi, dapat dipahami bahwa akhlak dimaknai sebagai
implementasi dari adanya keyakinan/ akidah dan hukum Allah swt./ syariah,
yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Dikarenaknan akhlak
merupakan implementasi, maka ruang kajiannya juga sama dengan akidah
sebagai implementasi dari keyakinan yang telah diraihnya, dan dengan syari‟ah
sebagai implementasi dari adanya hukum yang telah diatur Allah swt. kepada
manusia dibumi yakni berkaitan dengan hubungan dengan Allah swt., sesamam
manusia dan alamnya.
21
d. Jihad
Kata jihad seringkali dikaitkan dengan adanya tindak radikalisme, namun
secara maknawi kata jihad sendiri berarti kekuatan atau kemampuan. Jihad
memiliki makna bahwa segala sesuatu yang telah diusahakan seseorang agar
terhindar dari adanya kesulitan dan penderitaan yang dialaminya (Alim, 2011:
163).
Dalam al-Qur‟an, Allah swt. juga telah memperkenalkan kata tersebut dalam
firmannya QS. Al-Furqon ayat 52 sebagaimana berikut:
e. Tarikh
Sejarah merupakan materi yang perlu dipelajari, terlebih sejarah tentang
Islam dan Nabi Muhammad saw. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab
“syajaratun” yang memiliki arti pohon. Sedangkan menurut definisi umum, kata
sejarah dalam bahasa Inggris “history” berari masa lampau umat manusia
(Amin, 2010: 1). Sedangkan, dalam Bahasa Arab disebut “tarikh” yang
memiliki arti ketentuan masa (Zuhairini, 2010: 1). Sedangkan secara istilah,
menurut Sidi Gazalba dalam Amin (2010: 2) bahwa sejarah adalah gambaran
masa lampau tentang manusia dan sekitarnya yang tersusun ilmiah dan lengkap,
meliputi urutan fakta masa tersebut dengan penafsiran dan pemahaman tentang
hal tersebut. Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah dikuatkan oleh pendapat
al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri. Menurutnya, sirah
nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang misi kerasulan yang dibawa
oleh Rasulullah kepada umat manusia. Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku,
arahan serta jalan hidup yang beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).”
Sementara itu, al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum Islam juga memuat
sejarah atau kisah-kisah yang beragam dan istimewa seperti kisah Nabi, tokoh
teladan dan lain sebagainya. Kisah tersebut kualitasnya snagat tinggi karena
memiliki nilai-nilai dan tujuan yang mulia. Selain itu, tema-temanya memiliki
banyak manfaat bagi pendidikan dan pelatihan jiwa umat manusia. Sehingga
nilai kandungannya sangat tinggi karena dapat mempengaruhi perubahan
akhlak, mempercantik perilaku dan memancarkan kebijaksanaan (Maula, 2015:
9). Dengan demikian, tarikh/ sejarah merupakan materi pendidikan Agama
Islam yang meneritakan tentang kisah masa lalu, yang di dalamnya memuat
ajaran dan nilai-nilai yang sarat dengan agama, kebaikan, akhlak dan nilai
positif lainnya. Melalui sejarah, manusia dapat mengetahui dan meneladani
22
kisah-kisah tersebut. Lebih khusus, kisah nabi Muhammad saw. sebagai suri
tauladan umat Islam melalui perkataan, perbuatan maupun taqririyah beliau.
b. Pendekatan Pembelajaran
Dalam pembelajaran, pendekatan merupakan hal yang menjadi penentuan.
Dengan kata lain, keberhasilan pembelajaran dimualai dari ketepatan dalam
pemilihan dan penggunaan pendekatan pembelajaran. Nata (2012: 149)
mengartikan pendekatan sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan
dalam menjelaskan suatu masalah. Dalam hal ini akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda-beda karena cara pandang juga berbeda-beda.
Pelaksanaan Pendidikan Agaam Islam di sekolah pada dasarnya melalui
kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang satu sama lain saling melengkapi, yaitu:
a) pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada
peserta didik dalam rangka penenaman nilai-nilai keagamaan; b) pendekatan
24
c. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan sebagai cara mengajar pendidik dalam
pembelajaran. Menurut Tafsir (2007: 9), metode merupakan “cara yang paling
tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.” Metode dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai sebagai cara-cara membuat lesson
plan agama Islam (Tafsir, 2007: 11). Winarno Surakhmad di dalam buku Hawi
(2013: 28-29) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: a) anak didik; b) tujuan; c) situasi; d) fasilitas; dan
e) guru.
Beberapa metode pembelajaran yang dianggap cocok diterapkan dalam
pembeelajaran Agama Islam menurut Hawi (2013: 30-31) yaitu sebagai berikut:
a) metode pemebelajaran yang terpusat kepada guru yakni menempatkan guru
sebagai informasi, pembina dan pengarah satu-satunya dalam proses
pembelajaran; b) metode pembelajaran yang terpusat kepada siswa yakni
menjadikan siswa sebagai objek yang perlu pengembangan dalam kegiatan
pembelajaran; c) metode yang terpusat antara guru dan siswa yakni sebuah
metode yang mengharmonisasikan hubungan antara guru dan murid dalam
kegiatan pembelajaran. Sedangkan beberapa metode yang dapat digunakan
dalam interaksi dan untuk membantu pembelajaran kondusi menurut Hawi
(2013: 31-34) yakni: a) metode keteladanan, yang berarti bahwa teladan yang
baik haruslah diikuti oleh pikiran dan tingkah laku secara bersamaan. Metode
ini digunakan karena kecenderungan anak yang gemar memfigurkan seseorang
sebagai pedoman hidupnya; b) metode latihan, berarti memberi peserta didik
26
e. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah bermakna
tengah, pengantar, perantara (Munadi, 2010: 6). Sedangkan secara istilah,
media merupakan “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yag
kondusif di mana penerimana dapat melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif (Munadi, 2010: 7-8).
Selanjutnya, tujuan pemanfaatan media sebagaimana dikemukakan oleh
Munadi (2010: 8) yaitu untuk mengefektifkan dan mengefisensikan proses
pembelajaran. Sedangkan fungsi media pembelajaran yakni meliputi: a) Sumber
belajar, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain; b)
Fungsi Semantik, yakni kemampuan media dalam menambah perbedaharaan
kata yang maknanya dapat terpahami siswa; c) fungsi manipulatif, yakni medi
ayang memiliki kemampuan untuk mengatasi batas-batas ruang dan waktu serta
kemampuan mengatasi keterbatasan inderawi; d) fungsi psikologis, meliputi
(1) fungsi atensi, yakni sebagai alat peningkat perhatian siswa; (2) fungsi
afektif, yakni sebagai alat penggugah perasaan, emosi dan tingkt penerimaan
atau penolakan siswa terhadap sesuatu; (3) fungsi kognitif, yakni sebagai alat
memperkaya pengetahuan siswa oleh berbagai objek yang dihadirkan; (4)
fungsi imajinatif, yakni sebagai alat meningkatkan dan mengembangkan
imajinasi siswa; dan (5) fungsi motivasi, yakni sebagai seni mendorong siswa
melakukan kegiatan pembelajaran; dan e) fungsi sosio-kultural yakni mengatasi
hambatan sosio-kultural anatar peserta komunikasi pembelajaran (Munadi,
2010: 37-48).
Terdapat taksonomi media pembelajaran oleh beberapa ahli, yang meliputi:
a) taksonomi media berdasarkan rangsangan belajar, yaitu dua pengalaman
audio (kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif audio), dua
pengalaman visual kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual) dan
dua pengalaman belajar (belajar langsung dengan orang dan benda); b)
taksonomi media berdasarkan fungsi pembelajaran, yakni terdapat 7 macam
kelompok media yaitu benda untuk demonstrasi, penyampaian lisan, media
cetak, gambar diam, gambar gerak, film dengan suara, dan mesin pembelajaran;
29
B. Mualaf
1. Pengertian
Kata mualaf sudah lazim di khalayak masyarakat. Kata mualaf merupakan
kata serapan dari Bahasa Arab “muallaf”. Dari segi bahasa, muallaf berasal dari
kata allafa yang bermakna jinak, takluk, luluh, dan ramah. Kata ini dapat diartikan
bahwa mualaf adalah orang yang dilunakkan hatinya oleh Allah swt., sehingga ia
tertarik untuk mengenal dan masuk Islam. Pelunakan hati tersebut bukanlah
dilakukan dengan kekerasan dan peperangan.
Kata mualaf juga terdapat dalam al-Qur‟an. Salah satu ayat dalam al-Qur‟an
tentang mualaf yaitu QS. at-Taubah ayat 60. Ayat tersebut berbunyi sebagai
berikut:
Berdasarkan ayat di atas, kata mualaf memiliki tafsir dari berbagai versi
menurut ahlinya. Sebagaimana dikemukakan oleh at-Thabari (2008: 887), bahwa
kata mualaf memiliki makna orang yang terpikat hatinya terhadap Islam namun
31
.
Pendapat di atas memberikan makna kata mualaf yang tidak berbeda secara
substansi dengan pendapat-pendapat sebelumnya. Berdasarkan pendapat di atas
dapat dipahami bahwa mualaf merupakan golongan yang lemah imannya,
sehingga diperlukan penguatan keimanan melalui salah satu cara dengan diberikan
bantuan harta zakat. Pendapat tersebut selaras juga dengan pendapat yang
dikemukakan al-Khawarizmi (1972: 197) dalam al-Kasyaf, al-„Amari (tt.: 76)
dalam Tafsir ibn Su‟ud dan dalam al-Muntakhab oleh tim penyusun (1993: 269).
Pendapat senada lainnya dikemukakan oleh Imam Ahmad Musthafa al-
Maraghi dalam kitab Tafsir al-Maraghi, bahwa definisi muallaf yaitu kaum yang
dikehendaki agar hatinya cenderung tetap Islam, menghentikan kejahatan terhadap
kaum muslimin, atau diharapkan dapat memberi manfaat dalam melindungi kaum
muslimin dan menolong mereka dari musuh (al-Maraghi, 1987: 241). Nasution
(1993: 744) dalam Ensiklopedia Islam di Indonesia juga mengemukakan bahwa
Muallaf adalah orang yang pengetahuan agama Islamnya masih kurang, sebab ia
baru masuk Islam. Ia menjalani perubahan keyakinan yang hal itu berpengaruh
pada kurangnya pengetahuan mengenai ajaran agama Islam. Selain itu, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “orang yang baru masuk Islam; orang yang
imannya belum kukuh karena baru masuk Islam” (KBBI, 2016: 931). Pengertian
32
tersebut tidak banyak pertentangan terhadap arti dari kata mualaf. Secara umum
memang kata mualaf disanjungkan kepada seseorang yang telah mengkonversi
keyakinan agamanya (non-Islam) kepada agama Islam.
Kemudian Haq (2009: 231) mengemukakan bahwa kata mualaf diartikan tidak
sebatas orang yang baru masuk Islam yang perlu dirangkul agar imannya semakin
mantab, namun kata mualaf dapat diperluas artinya yakni mencakup umat agama
lain yang tak kalah pentingnya untuk dirangkul dalam suatu harmoni dan
kedamaian bersamma kaum muslimin. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, muallaf
adalah golongan yang diusahakan untuk merangkul dan menarik serta
mengukuhkan hati mereka dalam keislaman yang disebabkan karena belum
mantapnya keimanan mereka, atau untuk menolak bencana yang mungkin mereka
lakukan terhadap kaum muslimin dan mengambil keuntungan yang mungkin
dimanfaatkan untuk kepentingan mereka (Sabiq, 1994: 113). Selain itu, Aziz
(2009: 256) mengelompokkan mualaf bedasarkan makna yang telah dikemukakan
oleh pendapat ulama-ulama di atas yaitu terdapat dua macam yakni a) orang yang
masih kafir tapi ada ketertarikan dan diikat hatinya dengan Islam; dan b) orang
yang sudah muslim namun masih lemah imannya. Meskipun demikian,
penggunaan istilah mualaf bagi seseorang yang masuk Islam tidak menimbulkan
kesan negatif. Namun, beberapa mualaf sendiri tenyata lebih senang dipanggil
dengan sebutan muslim. Hal ini karena dianggap lebih akrab dan tidak
menunjukkan jarak seseorang yang masuk Islam dengan muslim lainnya (Irwan
dkk, 2015: 132).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa mualaf
merupakan seseorang yang dikatakan lemah hatinya dalam keyakinannya terhadap
Islam. Pengertian yang umum adalah orang yang baru masuk Islam. Mualaf
memerlukan bimbingan khusus umat Islam dalam pemenuhan agama Islam bagi
diri mualaf hingga benar-benar memahami dan mendalami. Selain itu, bimbingan
sangat diperlukan baginya guna tidak kembali goyahnya keimanannya terhadap
Islam.
bahwa “benih timbulnya agama pada manusia itu muncul dari penemuan manusia
terhadap kebenaran, keindahan dan keadilan.” Selain itu, dipertegas oleh para ahli
sosiologi sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 36-37) bahwa perkembangan
intelektual manusia dalam sejarahnya melalui tiga tahap yakni: a) tahap teologis atau
fiktif yaitu tahap manusia dalam memberikan penafsiran terhadap seluruh gejala
yang ada secara teologis; b) tahap metafisik yaitu manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya
akan dapat diungkapkan namun masih terikat pada cita-cita tanpa verifikasi; dan c)
tahap dimana manusia secara perlahan memiliki obsesi untu menyingkirkan nilai-
nilai kegamaan bahkan menghilangkannya dari kehidupan manusia.
Kecenderungan manusia dalam mencari agamanya dikemukakan dalam
beberapa teori dan beberapa pakar yaitu: pertama, teori wahyu oleh Wilhelm
Schmidt. Manusia memiliki kecenderungan percaya terhadap satu Tuhan atau
disebut paham monoteisme. Paham tersebut merupakan paham tertua dalam
kebudayaan masyarakat. Manusia sebagai makhluk bumi dimaknai memiliki
kemampuan berupa akal untuk dapat menemukan agamanya dan Tuhannya secara
mandiri. Hal tersebut oleh Alim di-qiyas-kan terhadap agama Islam bahwa manusia
telah diciptakan Allah swt. dengan ni‟mat yang luar biasa yakni akal, sebagaimana
pula telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Selain itu, Allah swt. juga telah
menurunkan wahyu kepada manusia sebagai pedoman dirinya untuk menuju jalan
kebenaran yakni agama Islam dan berTuhankan Allah swt. semata. Kedua, teori
antropologis oleh Edward Burnett Taylor. Teori ini memiliki perbedaan yang sangat
mencolok dengan teori pertama. Apabila pada teori pertama dikatakan bahwa dalam
diri manusia telah memiliki kecenderungan untuk menemukan Tuhannya melalui
potensinya sendiri, maka dalam teori kedua justru sebaliknya. Menurut teori ini
bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada dan yang kemudian membuat ada adalah
manusia itu sendiri. Hal tersebut dikaitkan dengan kehidupan manusia primitif yang
notabene dianggap belum mengenal agama dalam arti yang sebenarnya. Selain itu,
teori ini sering dikaitkan dengan paham komunisme-ateisme yang berpendirian
bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Tentunya hal ini tampak tidak selaras
dengan konsep Islam sebagai salah satu agama yang diyakini masyarakat (Alim,
2011: 38-40).
Berdasarkan hal di atas, dapat dipahami bahwa pemikiran manusia terhadap
agama atau dalam penemuan kebenaran terhadap agamnya tentu mengalami fase
yang berbeda-beda pada masing-maisng individu. Adanya tabir atau yang dapat
umat Islam sebut adalah hidayah memang mutlak adalah atas kehendak Tuhan,
namun dalam proses pencapaiannya dapat dilakukan melalui fitrah dan akal yang
telah Tuhan berikan padanya.
information about Islm were the factors that delayed the acceptance of da‟wah
efforts by islamic groups (Majid, 2016: 24).
Terkait hal di atas, Ibn „Athaillah di Bab XVII Hikmah ke-163 yang dikutip oleh
Sajari (2012: 76-77) juga telah menyatakan bahwa “man „arafa al-Haqqa syahidahu
fi kulli syai‟in” yang bermakna “barang siapa mengenal Allah, maka ia akan
menyaksikan-Nya di segala sesuatu.” Dan kemudian pada bab I Hikmah ke-8 juga
dinyatakan oleh Ibn „Athaillah yang dikutip oleh Sajari bahwa apabila Allah swt.
telah membukakan pintu perkenalan Diri-Nya kepada hamba, maka tidaklah patut
untuk mengacuhkannya. Hal tersebut tidak lain karena Allah swt.tidak akan
membukakan pintu tersebut kecuali Allah swt. lah yang telah berkhendak (Sajari,
2012: 77-78). Allah swt. memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu, perlu disyukuri dan tidak dapat diacuhkan apabila Allah swt. telah
membukakan pintu untuk mengenal Diri Allah swt. untuk kemudian dapat dimulai
dengan syahadah terhadap ke-Esaan-Nya dan kepada Muhammad sebagai utusan-
Nya. Sebagaimana Allah swt. telah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 18-19
sebagaimana berikut:
Senada dengan firman di atas, Allah juga telah memberikan petunjuk tentang
keesaan-Nya dalam surat lainnya. Surat tersebut diantaranya QS. Thaha ayat 40, QS.
Al-Ikhlash ayat 1-4, QS. Asy-Syura ayat 11, QS. Al-Mu‟minun ayat 32, QS. Al-
Maidah ayat 47, dan masih banyak lagi.
Tauhid atau keesaan Allah swt. memainkan peranan penting dalam berbagai
aspek kehidupan manusia yang dapat menjadi pemancar kebaikan dunia dan
keselamatan di akhirat kelak. Dunia merupakan tempat ujian dan cobaan bagi
manusia. Sehingga, sangatlah layak apabila dikatakan bahwa manusia berhak
memilih atas iman dan tauhidnya. Tauhid sendiri memiliki lima tingkatan yakni: a)
tauhid dalam zat Allah yang satu; b) tauhid dalam sifat Allah yang Mahasempurna
dan Mahatinggi; c) Tauhid dalam perbuatan yakni dengan menyakini Allah telah
menciptakan segala sesuatu, segenap aturan dan berbagai karakteristiknya maisng-
masing; d) tauhid dalam ibadah yang hanya diperuntukkan kepada Allah; dan e)
tauhid dalam kekuasaan hukum yang terdiri dari tiga jenid yakni tauhid dalam
kekuasaan, ketaatan dan pembuatan hukum (Bahjat, 2005: 13-17).
Terdapat manfaat dari penanaman tauhid kepada manusia, dalam hal ini
khususnya mualaf yaitu sebagai berikut:
“Tauhid yang kuat juga akan membentuk manusia yang berjiwa patriotik
produktif, selalu menang dalam persaingan, jiwanya lurus, bermanfaat untuk
orang lain, percaya diri, berimana kepada Allah, pembela kebenaran, mencintai
kebajikan, berjuang demi umat meskipun tidak digaji, tetap melayani
masyarakat walaupun dicaci dn berani menegakkan kebenaran walaupun
dibenci dan dicaci.” (al-Qaradhawi, 2001: 89).
Selanjutnya, untuk dapat menjadi muslim sejati pintu gerbangnya adalah dua
kalimat syahadat, yang mana kemudian dapat kita mulai dengan mengenal Allah
swt. secara perlahan dan kemudian mendalam. Ath-Thorabilisiy (1999: 12-13)
mengemukakan bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat menjadi syarat yang
pasti dalam melaksnaakan hukum-hukum keduniaan seorang mukmin seperti dalam
hal pernikahannya, ibadah shalatya dan lain sebagainya. Alim (2011: 127)
menegaskan bahwa persyaratan utama seseorang menjadi muslim adalah
pengucapan dua kalimat syahadat, yang mana tidak hanya diucapkan melalui lisan,
namun dengan kesungguhan hati dan tiada keraguan di dalamnya.
Dalam hal pengucapan dua kalimat syahadat, ath-Thorabilisiy (1999: 13)
mengemukakan bahwa, “apabila seseorang tidak dapat mengucapkan kalimat
syahadat karena ada suatu sebab yang dipandang sah, seperti bisu atau tidak sempat
untuk mengucapkannya, misalnya mati setelah beriman dengan hatinya, atau tidak
dapat mengucapkannya sedang hatinya sudah mengimaninya, maka orang yang
demikian itu pun termasuk golongan muknin di sisi Allah swt.” Sedangkan dalam
melafalkan dua kalimat syahadat, seseorang dapat dikatakan telah dan /atau harus
mengimani terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Akidah Islam. Secara
umum, seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup akidah
Islam yaitu mencakup aspek rumun iman yaitu: Pertama, Iman kepada Allah swt.
Sebagaimana dikemukakan oleh ath-Thorabilisiy (1999: 19) bahwa iman kepada
Allah bermakna bahwa “seorang hamba Allah mengitikadkan dengan keteguhan
hatinya akan sifat-sifat Allah swt., baik yang wajib, mustahil serta jaiz. Sementara
itu, Fakih (2011: 191) menyatakan bahwa dalam pendeklarasian tauhid adalah
39
Berdasarkan hadist di atas, menjadi muslim yang dalam hal ini tidak terkecuali
bagi mualaf akan mendapat banyak sekali manfaat dan pahala bagi dirinya. Oleh
karenanya, hendaknya muslim selalu teguh mengimani bahwa memang sejatinya
tidak ada Tuhan yang patut untuk disembah kecuali Allah swt. Jadi, mualaf memiliki
fase yang perlu dilakukannya guna menjadi muslim. Fase pertama yang harus
dilaksanakannya adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yakni syahadat
tauhid dan syahadat rasul. Pelafalan dua kalimat syahadat tersebut juga haruslah
disaksikan oleh muslim lainnya sebagai saksi atas keislamannya. Setelah pelafalan
dua kalimat syahadat tersebut, seorang mualaf dapat mulai mendalami dan
memahami hakikat Islam, mempelajari dan menjalankan ibadah agama Islam, serta
nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya. Bimbingan menjadi perlu, sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya guna semakin memperkokoh keyakinan mualaf
terhadap Islam.
Kepulauan Mentawai Sumatera Barat bahwa menjawab dinamika mualaf, maka dakwah
konseling Islam merupakan langkah yang dinilai dapat dilaksnaakan dalam bimbingan
atau pendidikan agama Islam bagi mualaf. Dakwah melalui konseling Islam ini yaitu
dnegan melakukan konseling secara perorangan dan kelompok kepada mualaf, sehingga
mereka yang dianggap rentan dengan berbagai goncangan psikologis mendapatkan
solusi yang baik dan sesuai. Konseling ini bertujuan mampu memberdayakan potensi
(jasmaniah dan ruhaniyah) mualaf untuk tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendapat ini sesuai dengan tujuan pendidikan Agama Islam itu sendiri.
Lebih lanjut, Pendidikan Agama Islam yang dilaksankaan oleh mualaf di
Kabupaten Sidrap memiliki beberapa materi-materi yang tercap dalam pembinaan
keagamaan mualaf, yakni meliputi pembinaan aqidah Islamiyyah, pelatihan praktik
ibadah, baca tulis al-Qur‟an dan dialog keislaman serta keagamaan. Materi-materi
tersebut memiliki target utama yakni dalam materi aqidah Islamiyyah bertujuan untuk
memantabkan iman dan ilmu. Kajian materi ini meliputi pemahaman dasar Islam dan
prinsip dasar Islam. Kemudian materi pelatihan praktik ibadah bertujuan untuk melatih
mualaf secara praktis dalam melaksanakan ibadah-ibadah islamiyyah dengan baik dan
benar. Kajian materi ini meliputi taharah, ibadah shalat dan puasa. Sementara materi
baca tulis al-Qur‟an bertujuan agar mualaf dapat membaca al-Qur‟an dengan tartil dan
benar serta menulisnya dengan benar. Terakhir materi dialog keislaman dan keagamaan
bertujuan memberikan tambahan wawasan kepada mualaf (Hakim, 2013: 94-96).
Meskipun demikian, membina mualaf sendiri memiliki problematika yang beragam.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hidayati (2014: 119-127) dalam jurnalnya yang
berjudul Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan Solusinya Melalui
Program Konseling Komprehensif bahwa problematika yang dihadapi oleh mualaf dari
kota Singkawang meliputi permasalahan dari diri mualaf, PITI dan Kementerian Agama
kota Singkawang. Permasalahan dari diri mualaf seperti kurangnya dukungan pasangan,
kesibukan mencari nafkah dan tempat tinggal. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan
hidup mualaf yang belum selaras antara konsep tauhid dalam Islam, sehingga dapat
diberikan solusi penguatan konsep ketauhidan yang benar. Penguatan tersebut dengan
menjalankan empat prinsip pokok dalam nilai-nilai Islam yaitu tauhid, keseimbangan,
kehendak bebeas dan tanggung jawab. Selain diri mualaf, permasalahn lainnya terdapat
dalam organisasi PITI dan Kementerian Agama Kota yang secara umum terkait dengan
kurangnya rutinitas dalam pelaksanaan bimbingan tersebut, baik karena kurangnya
perencanaan maupun kualitas pembimbingnya. Pendapat senada lainnya dikemukakan
oleh Rahman dan Ismail (2015: 7) bahwa kursus dan bantuan lainnya dalam pembinaan
atau pendidikan agama Islam mualaf dari pemerintah belum memadai, sehingga hal ini
menjadi probelmatika yang cukup krusial bagi mualaf di negeri sembilan.
Sementara itu, konsep pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang diterapkan di
mualaf center Malaysia dengan metode yang beragam dan berhubungan dengan
psikologi yakni diantaranya personal approach method, speech method, khalaqah
method, consultation and advocation method, serta audio visual method. Pelaksanaan
pendidikan agama tersebut dilakukan dengan bimbingan/ guidance dan pendidikan serta
pemenuhan fasilitas-fasilitas (Yudha, 2016: 38-40). Dengan demikian, Pendidikan
Agama Islam yang dilaksanakan kepada mualaf harus memiliki pendekatan dan metode
yang beragam. Aspek psikologi perlu ditekankan dan menjadi acuan dalam pemilihan
pendekatan dan metode tersebut. Aspek psikologi tersbeut menjaid pertimbangan utama
karena mengingat kondisi mualaf yang mengalami kegoncangan batin.
42
pembinaan mualaf yang belum optimal, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
civil society khususnya lembaga keagamaan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah
adanya pola pembinaan mualaf di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, sifatnya
fluktuatif dan ditandai dengan aktivitas yang sifatnya insidentil. Aktivitas pembinaan
yang diprakarsai sejumlah elite keagamaan melalui berbagai yayasan/ormas keagamaan
dan majelis taklim menyebabkan keberadaan mualaf diakui sebagai satu komunitas
muslim yang secara sistematis mendapatkan perhatian umat Islam di Kabupaten Sidrap.
Persamaan kajian dalam jurnal penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-
sama mengkaji pola pembinaan mualaf dan pelaksana pembinaan agama mualaf yakni
organisasi keagamaan. Sedangkan perbedaan kajiannya adalah tentang wilayah kajian
dan ruang lingkup pembahasannya. Wilayah kajian yang dilakukan oleh Hakim berada
di Sulawesi Selatan, sedangkan penelitian ini di wilayah Jabodetabek. Perbedaan
wilayah ini tentunya memiliki perbedaan dalam pola pembinaan agamanya. Selain itu,
kajian yang dilakukan Hakim meliputi aktivitas pembinaan oleh organisasi keagamaan,
yang kemudian dikaitkan dengan organisasi-organisasi Islam seperti NU,
Muhammadiyah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam penelitian ini meliputi aktivitas
dan pola pendidikan agama Islam yang dilaksanakan khusus oleh pondok pesantren
yang tanpa melihat aliran tertentu dalam pembinaan tersebut.
Jurnal yang berjudul Persepsi Mualaf Terhadap Pengisian Pengislaman dan
Program Pembangunan Mualaf: Kajian di Negeri Sembilan, karya Azman Ab Rahman
dan Norlina Ismail dari Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam
Malaysia pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan karena melihat bahwa Islam
semakin mendapat tempat di hati masyarakat bukan Islam yang dibuktikan melalui data
statistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Peguam Syarie Malaysia. Kemudian hasil dari
penelitian ini bahwa pengisian keislaman di negeri sembilan bagi mualaf telah
memenuhi segala kebutuhan mualaf, akan tetapi masih perlu banyak peningkatan dalam
penerapannya. Jika dalam jurnal penelitian di atas lebih fokus membahas minat
penyebaran Islam secara realitas yang tidak hanya dapat dibuktikan melalui data
statistik dan tentang kajian keIslaman di Negeri Sembilan, maka dalam penelitian ini
lebih difokuskan pembahasan tentang pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf di
pondok pesantren an-Naba.
44
E. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Dampak
1. Kualitas pemahaman dan pendalaman keislaman
Mualaf
2. Mutu pendidikan agama Islam bagi Mualaf
Gambar Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf (Hakim, 2013: 93; Hidayati, 2014: 119-
127; Yudha, 2016: 38-40; Rahman dan Ismail, 2015: 7; Noviza, 2015: 189-191; Irman, th.
1154; Arifin, 2008: 158; Nata, 2012: 145; Muandi, 2010: 6). Sumber: Syarifah, 2017.
Gambar di atas menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam selain dinilai sebagai
mata pelajaran juga sebagai kelembagaan. Tidak terkecuali di pondok pesantren,
pendidikan agama Islam menjadi fokus utama baik dalam tujuan maupun
pembelajarannya. Santri mualaf menjadi satu bagian dalam pesnatren khusus
pembinaan mualaf. Tidak jauh berbeda dengan adanya pesantren pada umumnya,
pembelajaran keagaamaan juga menjadi fokus utamanya. Namun dalam pesantren
khusus mualaf memberikan pengajaran yang berbeda karena terkait dengan konversi
keagamaan. Singkatnya, perlu metode khusus dan berbeda dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam di pesantren khusus mualaf. Peran masyarakat dan lembaga
menjadi sangatlah penting guna pencapaian tujuan pemahmana agama mualaf yang
dinilai masih sangat lemah dalma pemahaman agamanya.
Pendidikan agama Islam bagi mualaf terdiri berbagai aspek yang harus dipenuhi
dan dikembangkan guna menuju keberhasilannya. Diantaranya seperti materi
pembelajaran, karakteristik peserta didik, kompetensi pendidik, pendekatan dan metode
45
yang digunakan, media, waktu, sarana prasarana serta pembiayaan. Hal tersebut
menjadi satu kestuan utuh yang saling mempengaruhi. Keberhasilan pembelajaran
agama Islam bagi mualaf dapat dikatakan dapat terpenuhi apabila aspek-aspek tersebut
terpenuhi secara sistematis dan terpadu. Meskipun begitu, faktor-faktor lainnya dapat
menjajdi penghambat dna pendukung keberhasilan tersebut. Diantaranya lingkungan,
yang mana pengaruh lingkungan tempat tinggalnya dapat mempengaruhi kokoh atau
tidaknya keimanan terhadap Islam, pencapaian pmbelajaran agama Islam dan
pendalaman materi agama Islam dengan implementasinya di kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga, minat diri mualaf menjadi pertimbangan penting juga sebagai faktor
pendukung dan penghambat dari keberhasilan pebelajaran pendidikan agama Islam.
Melalui berbagai fase dan proses pembelajaran, dengan memenuhi segala aspekna
tersebut, maka hal positif sangatlah diharapkan sebagai hasilnya. Kualitas pemahaman
mualaf terhadap agama Islam menjadi tolok ukur utama dalam keberhasilan
pembelajaran pendidikan agama Islam. Selain itu juga, dapat kemudian menjadi role
model masyarakat dalam melakuakn pembinaan keagamaan yang serupa kepada mualaf
di berbagai tempat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metodologi penelitian. Adapun yang menjadi
prosedur dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yang digunakan, sumber data
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Berikut ini adalah uraiannya:
46
47
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber primer dan sekunder.
Sumber primer dalam penelitian ini diperoleh dari subyek penelitian yaitu pendidik
(pengasuh pesantren) dan peserta didik (santriwan/ wati) pada Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pemilihan subyek penelitian tersebut
dilakukan secara purposive dan dianggap paling representatif untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan fokus penelitian yaitu tentang
pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Adapun dalam proses penelitian, jumlah subyek penelitian tidak dilakukan
pembatasan yang bersifat mengikat. Akan tetapi, yang menjadi kunci pembatasan
jumlah subyek penelitian adalah apabila dianggap telah mampu menjawab semua
permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitian yaitu 2
orang pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
yang mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan
pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf dan 3 orang santriwan/ wati
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang merasakan
dan mendapatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran pendidikan Agama
Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia.
Selanjutnya sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari
perpustakaan, terdiri dari buku-buku, literatur-literatur, artikel dan dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
Gambar 3.1
Tiga Komponen Analisa Data
Data Data
Collection Display
Conclusion
Data Verifying/
Reduction Drawing
2. Penyajian Data
Dalam tahap ini, data dari hasil reduksi yang dikumpulkan akan disusun
dengan secara naratif dan sistematis. Hal ini dilakukan untuk memahami fenomena
apa yang sedang terjadi berkenaan dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam
bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Setelah itu, dilakukan analisis secara mendalam.
Gambar 3.2
Teknik Triangulasi Metode
Observasi
Observasi Observasi
Artinya, peneliti akan mengambil dan menggali informasi dan data dari guru PAI/
pengasuh pesantren dan peserta didik/ santri yang melkukan aktivitas sama dan
melaksanakannya di waktu dan tempat yang berbeda.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2. Sejarah Singkat
Pendiri, pengasuh dan pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia bernama lengkap Ustadz Syamsul Arifin Nababan.
Beliau lahir di Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1969.
Di pesantren, beliau dikenal sebagai spesialisasi Kristologi. Sebagaimana
dilansir dalam tabloid Muallaf news (2012: kolom sosok), bahwa Ilmu
Kristologi digunakan sebagai pendekatan yang khas dan telah sukses
mengislamkan banyak orang dari pelosok negeri bahkan manca negara. Di
kalangan umum, beliau dikenal sebagai ustadz, da‟i dan ulama, yang
mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah
seorang pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan
Tapanuli, Sumatera Utara dan sekitarnya.
Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
ini bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang mendapati
para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi
mereka sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka terusir dari
rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan terjal ini
mereka pilih karena mereka yakin iman Islam sangat cocok dalam memenuhi
gemuruh batin akan kebenaan ajaran Islam. Hal ini berdasarkan penegasan oleh
penggagas dan pendiri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dalam wawancaranya dengan tabloid Muallaf news (2012: 3), bahwa
“jalan terjal ini mereka pilih semata-mata karena mereka yakin iman Islam dan
kebenaran ajaran Islam akan menyelematkannya dalam mengarungi kehidupan
di dunia hingga akhirat kelak.”
Pilihan ini tidaklah mudah, sehingga berakibat pada keterlantaran mereka
dari pelukan keluarga yang mengasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dari
keluarga dan bahkan mengalami ancaman teror. Kondisi berat ini dirasa sangat
sulit, ditambah kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang
mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali. Hal semacam ini bila
dilihat dari optik ajaran Islam tentu sangat disayangkan. Mengapa mereka
terlantar? Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka dibiarkan
menderita sendirian?
50
51
b. Misi
Sebagai sebuah institusi pendidikan non formal yang akan melahirkan
pribadi-pribadi Muslim yang kaffah, berkarakter serta berjiwa kemandirian,
maka misi Yayasan Annaba‟ Center Indonesia dituangkan dalam beberapa
poin sebagai berikut:
1) Mengugurkan seluruh sisa-sisa keyakinan sebelumnya dan
menggantikan dengan iman islam yang lurus.
2) Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh berdasarkan al-Qur‟an dan
Sunnah.
3) Mencetak juru da‟wah (Da‟i) yang militan berwawasan perbandingan
agama.
4) Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul karimah, mandiri dan
terampil.
52
4. Program Pesantren
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
program-program yang dilaksanakan guna pencapaian visi dan misi pesantren.
Secara umum, program yang dilaksanakan di pesantren meliputi tiga aspek
yakni: a) program pembinaan, meliputi memberikan dasar-dasar aqidah
Islamiyah melalui kajian rutin, memberikan dasar-dasar ilmu perbandingan
agama, dan memberikan pelatihan khutbah atau ceramah-ceramah umum; b)
program pendidikan, yakni menyelenggarakan pendidikan non formal dengan
pola pesantren; c) program pengembangan, meliputi menghafal al-Qur‟an dan
tafsirnya, menghafal hadist dan syarahnya, penguasaan Bahasa Arab,
penguasaan Bahasa Inggris dan penguasaan komputer; dan d) Program
vokasional meliputi pendidikan keterampilan,menyelenggarakan baitul mal wa
tamwil, an-Naba‟ Smart (swalayan), pusat pelayanan ibada haji dan umrah,pusat
konsultasi perbandingan agama dan hukum Islam, pusat konsultasi keluarga
sakinah dan koperasi pesantren (Brosur, tt: th; Republika, 2015: p.5).
Beberapa program Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia tersebut diwujudkan melalui rangkaian kegiatan bimbingan agama
dan pembinaan yang dilaksanakan setiap hari di pesantren. Tentunya merupakan
serangkaian kegiatan yang erat berhubungan dengan pendidikan Agama Islam
bagi santri mualaf. Kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan dan
dilaksanakan wajib diikuti oleh seluruh santri mualaf yang menetap di
pesantren. Berikut akan disajikan tabel 4.1 terkait program pesantren yang
tertuang dalam jadwal kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jadwal Kegiatan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia
5. Keadaan Pendidik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
pendidik yang cukup secara kuantitas bagi kebutuhan pembelajaran santriwan/
wati. Selain itu, pendidik memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang/ materi yang diampunya dalam pembelajaran di pesantren.
Secara kuantitas, jumlah pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia yaitu berjumlah 7 orang. Secara rinci, dapat
dikemukakan dalam tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2
Daftar Pendidik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
SPESIALISASI MATA
NO. NAMA USTADZ
PELAJARAN
1. Ust. H. Syamsul Arifin Nababan Spesialisasi Ilmu Kristologi
Spesialisasi Bahasa Arab (Nahwu
2. Ust. H. Sayyid Mahdi Romadhon
dan Shorof)
3. Ust. H. Usamah Spesialisasi Bahasa Arab
4. Ust. Idham Cholid Spesialisasi Tahfidz al-Qur‟an
54
dan Muhadharah
5. Ust. Ali Akbar, S.Pd.I Spesialisasi Hadist
6. Ust. Irwansyah, Lc. Spesialisasi Sirah Nabawiyah
Spesialisasi Akidah, Akhlak dan
7. Ust. Abdul Aziz Laia, S.Sos.I
Fiqh
* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).
Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendidik atau ustadz
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
latar belakang pendidikan yang berbeda dan sesuai dengan bidang keilmuan
yang diampunya. Selain dari latar belakang pendidikan, kemampuan dalam
penguasaan bidang juga didapat melalui pengalaman pribadinya. Seperti pada
bidang Kristologi. Pembelajaran pada bidang ini diampu dan dilaksanakan oleh
Ustadz Syamsul Aripin Nababan dengan memberikan materi dari pengalaman
pribadi mulai dari sebelum mualaf hingga saat ini dan juga dari latar belakang
pendidkan yang ditempuhnya. Selain itu, Ustadz Idham Chalid yang mengampu
pembelajaran Tahfidz al-Qur‟an, beliau juga seorang Hafidz. Ustadz Sayyid
Mahdi Romadhon dan Ustadz Usamah didatangkan langsung dari Mesir dan
Sudan untuk mata pelajaran Bahasa Arab. Begitupun dengan ustadz lainnya
(Muallaf News, 2012: th.; Nisa, 2017: 8).
Gambar 4.1
Data Peserta Didik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Berdasarkan Usia
20
18
16
14
Frekuensi
12
10
8 Frekuensi
6
4
2
0
12-17 18-23 24-29 30-35 36-41 42-47
Rentang Usia dalam Tahun
Gambar 4.2
Data Peserta Didik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Berdasarkan Jenjang Pendidikan
20
Frekuensi 10
0
SMP SMA PT Lainnya
Jenjang Pendidikan
Tabel 4.3
Sarana dan Prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia
misi pesantren. Sehingga adanya proses pembelajaran dapat secara terarah dan
terbimbing terlaksana.
Meskipun demikian, secara khusus santri mualaf juga memiliki tujuan
lainnya. Seperti menjadi penghafal al-Qur‟an, penguasaan Bahasa Arab dan
lain sebagainya (Hidayah, 2017: 1). Selain itu, bagi ustadz juga memiliki
tujuan masing-masing pada setiap materi pelajaran yang diampunya. Seperti
pada mata pelajaran Aqidah memiliki tujuan diantaranya: a) untuk
menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk
memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen; dan c)
untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah swt.
Selanjutnya pada mata pelajaran Fiqh bertujuan untuk mengenalkan tentang
hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan, jual beli dan hukum-hukum
lainnya. Kemudian mata pelajaran Akhlak bertujuan untuk mengetahui
tentang kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh,
anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1). Begitupun dengan
materi pelajaran lainnya.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Agam Islam di atas sesuai dengan teori
bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah menjadikan
manusia yang mencapai kesempurnaan dalam berimana dan bertaqwa kepada
Allah swt. serta mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Ghazali dalam
Sholeh 2006: 78-79; Tafsir, 2014: 51). Kesesuaian antara teori dan praktik
yaitu tentang usaha pemupukan iman kepada Allah swt. Melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, santri diharapkan mendapatkan kualitas keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah swt. Sehingga mampu menghantarkan
kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan meraih
puncak kebahagiaan dunia dan akhirat. Baik tujuan umum maupun khusus
yang telah dikemukakan di atas, menciptakan usaha-usaha yang mengarah
terhadap tujuan akhir umat manusia dalam kehidupan. Hal ini sangat sesuai
dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri. Keimanan dan ketaqwaan
adalah hal utama yang harus dijunjung umat manusia.
Selain itu, tujuan dakwah dalam pembelajaran Pendidikan Agam Islam di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sesuai
dengan teori bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk
merealisasikan cita-cita ajaran Islam melalui misi-misi yang ditujukan bagi
kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat. Selain itu, sebagai tauladan
bahwa Rasulullah saw.juga diutus di muka bumi dengan mengemban misi dan
menyampaikan pesan-pesan dakwah untuk menegakkan agama Islam kepada
para pimpinan negara sekitar dan juga kabilah sekitarnya, yang mana
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam
selanjutnya (Arifin, 2003: 28; Mas‟ud, 2010: 84). Keselarasan antara teori dan
praktik tersebut yaitu misi dakwah kepada diri dan sesamanya menjadi
tombak yang harus senantiasa dijunjung. Misi dakwah Islam inilah yang
kemudian akan dapat menghantarkan Islam menuju realisasi cita-citanya.
Selain itu, dengan menyempurnakan tugas dakwah, maka umat muslim juga
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana tujuan pertama
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Tujuan dakwah ini
sangat relevan dan sesuai dengan hakikat penciptaan manusia juga yakni
60
2) Qiraat al-Qur’an
Selain akidah, Qiraat al-Qur‟an juga mendapat porsi lebih besar
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2; Nisa, 2017:
1). Hal ini dikarenakan kondisi awal mualaf yang tidak/ belum bisa
membaca al-Qur‟an. Kemampuan baca al-Qur‟an menjadi hal penting dan
pokok karena al-Qur‟an merupakan sumber hukum Islam yang utama.
Bahkan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
memberikan syarat wajib kepada santri untuk dapat membaca dan/ atau
menghafal al-Qur‟an dalam waktu satu bulan. Minimalisasi waktu ini
tidak memberikan beban wajib kepada santri untuk menghafal 30 juz al-
Qur‟an, namun kurang lebih satu juz. Kewajiban prasyarat tersebut
digunakan sebagai tolok ukur kesungguhan santri dalam melaksanakan
pembelajaran di pesantren, khususnya bagi mualaf dalam mendalami
Islam. Sedangkan konsekuensi yang diterima santri apabila tidakdapat
memenuhi prasyarat tersebut adalah keluar dari Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Adanya konsekuensi tersebut menciptakan budaya di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menjadi budaya
Qur‟ani. Santri terlihat sangat antusias mempelajari al-Qur‟an dan
menunjukkan kecintaan yang luar biasa terhadap al-Qur‟an, khususnya
santri mualaf. Kondisi tersebut dapat dilihat dari keseharian santri yang
senang mendengarkan murotal al-Qur‟an, bertilawah perorangan setiap
sebelum atau sesudah shalat fardhu, dan senang berdiskusi terkait hal
yang berhubungan dengan al-Qur‟an.
Budaya Qur‟ani yang tercipta di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ini membantu santri berstatus mualaf
dalam mempelajari al-Qur‟an. Mempelajari al-Qur‟an bagi mualaf juga
sangat berkaitan dengan aqidah. Mualaf dapat mencintai dan mendalami
makna al-Qur‟an secara hakiki dan kemudian dapat mengimbangi
terhadap keyakinan tentang Islam sebagaimana yang telah diyakininya.
Dengan kata lain, proses pemenuhan keyakinan (aqidah Islamiyah) dapat
terpupuk subur dengan menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam
kalam Allah swt, yakni al-Qur‟an (Chalid, 2017: 2).
Pentingnya pembelajaran al-Qur‟an di atas diperkuat oleh Daradjat
(2012: 19) dan Alim (2011: 171-200) bahwa landasan pendidikan Islam
adalah terdiri dari al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. yang
kemudian dikembangkan dengan ijtihad, al-mashlahah al mursalah,
istishan, qiyas, dan sebagainya. Dengan demikian, sangat tepat
memberikan porsi yang besar terhadap materi al-Qur‟an dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia.
63
3) Sirah Nabawiyah
Selain materi Aqidah dan al-Qur‟an, sirah nabawiyah menjadi
materi penting untuk disampaikan kepada santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal tersebut
berkaitan erat dengan kondisi mualaf bahwa sejarah Islam dalam agama
yang dianut santri mualaf sebelumnya memiliki versi yang berbeda
dengan agama Islam. (Chalid, 2017: 2). Berbagai versi sejarah Islam
tersebut memberikan pemahaman baru kepada santri mualaf tentang
sejarah Islam yang sebenarnya. Dengan demikian, pemupukan keimanan
santri mualaf dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya karena tidak ada
lagi kerancuan pemahaman sejarah Islam itu sendiri
Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah di atas dikuatkan oleh
pendapat al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri.
Menurutnya, sirah nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang
misi kerasulan yang dibawa oleh Rasulullah kepada umat manusia.
Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku, arahan serta jalan hidup yang
beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).”
Dari pendapat di atas, terdapat kesesuian antara teori dan praktik di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu
dalam memaknai sejarah, khususnya Sirah nabawiyah. Sirah nabawiyah
dipelajari agar umat manusia dapat menjadikan nabi Muhammad saw.
sebagai suri tauladan dalam hidupnya, termasuk bagi mualaf. Sehingga,
mualaf dapat seutuhnya mengikuti perkataan, perilaku dan ketetapan
Nabi Muhammad saw.
Selain itu, pemahaman tentang sejarah Islam khususnya Sejarah
Nabi Muhammad saw. dapat diketahui dan dipahami dalam versi yang
sebenarnya. Dengan demikian, mempelajari sirah nabawiyah bagi santri
mualaf sangatlah penting, sehingga mualaf mengetahui secara pasti
bagaimana hakikat sejarah Islam khususnya nabi junjungan umat Islam.
Secara umum, materi sejarah yang diajarkan kepada santri mualaf juga
sudah mencukupi kebutuhan mualaf. Melalui pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di pesnatren, santri mualaf telah dapat mengetahui dasar-
dasar tentang sejarah nabi-nabi, khususnya Nabi Muhammad saw.
4) Akhlak
Akhlak termasuk materi yang sangat pokok dalam pembelajaran
Pendidikan Islam. Karena materi ini berhubungan dengan kepribadian
muslim yang mana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia mengajarkan
materi akhlak kepada santri dengan tujuan untuk mengetahui tentang
kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh,
anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1).
Tujuan materi akhlak tersebut sesuai dengan teori yaitu untuk
menjadikan seseorang yang dapat mengetahui baik dan buruk, sehingga
dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat (Saebani dan Hamid, 2010: 202; Mustofa,
2010: 26; Jamil, 2013: 23-24; Mahyuddin, 2003: 140). Kesesuaian antara
tujuan akhlak yang diajarkan di pesantren dengan teori yaitu terkait
64
5) Fiqih
Pembelajaran Fiqh lebih membahas terhadap praktik-praktik Islam.
Tujuan mata pelajaran Fiqh dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
untuk mengenalkan tentang hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan,
jual beli dan hukum-hukum lainnya (Laia, 2017: 1). Tujuan tersebut
sesuai dengan teori bahwa pembelajaran materi fikih bertujuan untuk
65
6) Hadist
Pembelajaran Hadist dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
menggunakan kajian kitab dalam Hadist Arba‟in (Nisa, 2017: th.).
Pembelajaran materi hadist ini ditujukan agar santri dapat meneladani
seutunya terhadap Rasulullah saw. sebagai tokoh panutan. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa hadist mempunyai tiga komponen yakni: a) Hadist
Qawli yakni hadist perkataan Nabi Muhammad saw.; b) Hadist Fi‟li yakni
hadist perbuatan Nabi Muhammad saw.; dan c) Hadist Taqriri yakni
hadist persetujuan Nabi terhadap perkataan atau perbuatan di antara para
sahabat (Khon, 2010: 3).
Ketiga komponen tersebut di laksanakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia pada mata pelajaran hadist. Sebagaimana
diketahui bahwa isi dari kitab hadist Arba‟in berisi hadist-hadist nabi
66
yang cukup lengkap, sehingga santri dapat mengetahui dan meneladani isi
dari hadist baik qauli, fi‟li dan taqriri Nabi Muhammad saw.
7) Ilmu Kristologi
Ilmu Kristologi atau biasa dikenal ilmu perbandingan agama antara
Kristen dan Islam juga merupakan bagian dari materi pembelajaran agama
Islam di Pesantren pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Hal ini dikarenakan mayoritas santri mualaf di Pesantren
pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia berlatar belakang
agama Kristen sebelumnya. Materi-materi yang dipelajari oleh santri,
diberikan oleh ustadz dalam kategori dasar-dasar. Hal ini memang sangat
sesuai dengan kondisi santri yaitu berstatus mualaf. Sehingga penanaman
dasar pendidikan agama Islam sangat diperlukan, guna mencapai
pemahaman Agama Islam yang hakiki dan komprehensif. Penanaman
materi-materi dasar tersebut disajikan dengan adanya kajian
perbandingan-perbandingan agama kepada santri (Chalid, 2017: 3; Zebua,
2017: 3; Muallaf News, 2012: 16.).
Mengenai ilmu kristologi ditegaskan bahwa Kristologi merupakan
materi yang menggunakan metode perbandingan agama antara kitab suci
diperlukan untuk mengetahui kekuatan al-Qur‟an dan kelemahan kitab
suci agama lain, termasuk sebagian ayat dalam Taurat dan Injil yang
dipalsukan. Sehingga, kebenaran dan pemalsuan akan terang benderang
(Muallaf News, 2012: 16).” Materi ini cukup khas, unik dan berbeda
dengan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di pesantren pada
umumnya. Hal ini dikarenakan obyek Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia adalah mualaf, sehingga penerapan
ilmu kristologi ini dapat menjadi materi pokok dalam pemenuhan
keimanan mualaf. Materi ajar pada bidang ini memerlukan seseorang
dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Dengan
demikian, kajian pada bidang mata pelajaran ini sangat relevan dengan
kebutuhan mualaf terhadap pemahaman dan penguatan Islam. Selain itu
juga dapat dijadikan kajian khusus dalam model pelaksanaan pembinaan
mualaf secara umum dan oleh berbagai kalangan.
8) Bahasa Arab
Bahasa Arab merupakan mata pelajaran yang saat ini cukup diminati
oleh santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Bahasa Arab menjadi materi penting selain aqidah dan al-
Qur‟an sebagai modal utama memahami secara mendalam terhadap
materi-materi lainnya. Sebagaimana diketahui, bahwa sumber agama
Islam sendiri adalah al-Qur‟an dan Hadist dengan menggunakan
BahasaArab (Nisa, 2017: 2). Melalui pemahaman yang baik terhadap
Bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya dapat memberikan dampak positif
bagi keimanannya terhadap Islam.
Mengenai cakupan materi Bahasa Arab sesuai dengan pendapat
Hidayat (2008: 1-4) bahwa terdapat beberapa ciri-ciri khusus dalam
Bahasa Arab itu sendiri meliputi: a) Akar Kata, yakni 3 huruf; b)
Pengembangan kata/ tashrif; c) Bentuk mufrad dan jamak; d) bentuk
67
9) Muhadharah
Selain Bahasa Arab, Muhadharah juga merupakan mata pelajaran
yang bersifat pengembangan diri (skill). Adanya muhadharah sebagai
salah satu kurikulum yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ini merupkan wujud dari visi dan misi
pesantren dalam menciptakan kader dakwah (Chalid, 2017: 2). Bekal
pelatihan semacam muhadharah ini dapat melatih mental santri mualaf
dan kemampuan vokasionalnya. Sehingga, dakwah Islam dapat secara
maksimal terlaksana oleh calon kader pendakwah Islam dari santri mualaf
di pesantren ini.
Berdasarkan hal di atas, materi muhadharah merupakan materi
penting bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia. Selain bagi pengembangan kepercayaan dirinya,
juga sebagai bekal menjadi juru dakwah Islam nantinya.
Tabel 4.4
Daftar Buku Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
1) Pendekatan
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelaksnaaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia disesuaikan juga dengan situasi dan
kondisi di pesantren. Beberapa pendekatan pemeblajaran Pendidikn
Agama Islam yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia yaitu: Pertama, Pendekatan analogi. Pendekatan
ini bertujuan agar memudahkan pemahaman santri mualaf terhadap materi
pembelajaran yang disampaikan(Chalid, 2017: 4). Kedua, Pendekatan
personality/ muwajjahah (Laia, 2017: 4). Dan Ketiga, Pendekatan
Kristologi. Pendekatan kristologi merupakan pendekatan khas dalam
pembinaan mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia (Tim muallaf news, 2012: kolom sosok).
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pelaksnaaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut memiliki kesesuaian dengan
teori pendekatan Pendidikan Agama Islam. Beberapa macam pendekatan
Pendidikan Agam Islam dikemukakan oleh beberapa pakar diantaranya: a)
pendekatan religius; b) pendekatan filosofis; c) pendekatan sosio kultural;
dan d) pendekatan scientific (Uhbiyati, 1997: 101-102). Selain itu,
pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan oleh
Nata (2012: 149-150) adalah a) pendekatan normatif teologis, yang mana
kegiatan belajar mengajar dilakukan berdasarkan petunjuk yang terdapat di
dalam ajaran agama yang diyakini pasti benar; b) pendekatan historis
empiris, yang mana kegiatan dilakukan berdasarkan praktik yang pernah
ada dalam sejarah dan didukung bukti. Dan c) pendekatan filosofis, yang
mana kegiatan dilaksnakaan berdasarkan pandangan dan gagasan yang
dikemukakan para filsuf.
Beberapa pendekatan yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia, apabila dikaitkan dengan teori yaitu
lebih kepada pendekatan religius/ pendekatan normatif teologis dan juga
pendekatan scientific. Kombinasi antara dua pendekatan ini memberikan
ruang penuh kepada ustadz dalam mengembangkan metode pemeblajaran
yang ada. Adapaun data yang menunjukkan pesanatren menggunakan
pendekatan religius/ normatif teologis adalah dari penerapan pendekatan
kristologi. Sedangkan pada pendekatan analogi dan personality lebih
mendekati kepada makna pendekatan scientific.
Terkait pendekatan analogi tersebut juga, sangat cocok apabila
dikaitkan dengan metode amtsal (perumpamaan). Sebagaimana
dikemukakan oleh Tafsir (2014: 141) bahwa Allah sendiri adakalanya
memberikan perumpamaan dalam memberikan arahan kepada umat.
Seperti contoh dalam QS. al-Baqarah ayat 17 yang berbunyi:
71
2) Metode
Selanjutnya, metode yang digunakan dalam pembelajaran di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini sangat beragam
dan cenderung sama seperti pesantren pada umumnya. Hal ini juga sesuai
dengan metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam baik di
sekolah formal maupun non formal seperti pesantren pada umumnya.
Menurut Ustadz Chalid sebagai berikut:
3) Media
Pelaksanaan metode pembelajaran selalu berkaitan dengan
penggunaan media. Baik secara sederhana maupun tidak, dapat menjadi
pendukung pembelajaran. Beberapa media yang digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia diantaranya: LCD/ proyektor, peraga
tilawati berupa cetakan buku tilawati yang lebih besar dari buku, speaker
murottal untuk hafalan al-Qur‟an santri, buku dan papan tulis (Chalid,
2017: 6; Hidayah, 2017: 4; Laia, 2017: 6; Nisa, 2017: 4; Zebua, 2017: 4).
Beberapa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia cukup variatif dan meliputi taksonomi media berdasarkan indera
manusia. Hal ini sesuai dengan teori bahwa taksonomi media berdasarkan
indera yang terlibat, yakni secara garis besar meliputi media audio, media
visual, media audio visual dan multimedia (Munadi, 2010: 54-57).
Keselarasan variasi media yang digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia dengan teori yaitu meliputi: a) media audio melalui
ceramah guru dan speaker tahfidz; b) media visual melalui peraga tilawati,
buku panduan, dan papan tulis; dan c) media multimedia melalui
penayangan power point di LCD dan pemanfaatan internet dalam
pembelajaran.
Selanjutnya, secara rinci akan dikemukakan variasi media tersebut
sebagai berikut: Pertama, LCD/ Proyektor. Penggunaan LCD sebagai
media pembelajaran dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi peserta
didik atau santri. Pembelajaran dinilai tidak monoton. Santri dapat secara
langsung menikmati gambar, suara dan lain sebagainya dalam satu media
(Nisa, 2017: 5). Tentunya hal ini berkaitan dengan pemanfaatan
multimedia seperti power point yang didalamnya selain teks juga terdapat
fitur video, musik dan lain sebagainya. Menurut Munadi (2010: 148),
multimedia sendiri merupakan “multibahasa yakni media yang mampu
melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran
berlangsung.”
Kedua, Speaker Murottal. Alat ini digunakan untuk membantu hafalan
al-Qur‟an santri dapat menggunakan media berupa sound tahfidz, yang
mana santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia sering menyebutnya dengan speaker tahfidz. Metode hafalan
memang memerlukan pengulangan intensif, sehingga cara mendengarkan
hafalan dianggap efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Munadi (2010,
55) bahwa media audio sendiri merupakan media yang hanya melibatkan
indera pendengaran dan hanya mampu memmanipulasi kemampuan suara
semata. Metode mendengar sendiri sebenarnya sangatlah rumit dalam
prosesnya, hal ini karena melibatkan empat unsur yakni a) mendengar; b)
memperhatikan; c) memahami; dan d) mengingat (Munadi, 2010: 59).
Dalam hal ini, antara teori mendengar dan praktik mendengar untuk
hafalan justru berbeda arah. Apabila mendengarkan hafalan al-Qur‟an
santri melalui speaker tahfidz tersebut dianggap sangat membantu proses
pembelajaran khususnya hafalan al-Qur‟an, maka sesuangguhnya dalam
77
tua berbeda keyakinan. Sikap hormat dan sayang haruslah tetap dicurahkan
kepada kedua orang tua kita. Ketiga, Lingkungan sekitarnya. Lingkungan
menjadi salah satu dari tri pusat pendidikan. Lingkungan yang dimaksud
sebagai sekolah juga masyarakat di sekitarnya. Telah banyak teori juga yang
menyatakan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pembelajaran
khususnya dalam minat. Kondisi lingkungan yang tercipta dengan positif,
tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi kita sendiri.
sekarang (Chalid, 2017: 1). Hal yang melatar belakangi beliau mengajar dan
mengabdi di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia berawal dari sebuah cerita yang cukup panjang. Kecintaan beliau
terhadap al-Qur‟an-lah yang mendorong pengabdian beliau terhadap
pesantren ini. Niat untuk terus belajar dan menghafalkan kalam ilahi yang
kemudian membuat dirinya bermanfaat dengan menjadi pendidik bagi orang
lain, khususnya santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2).
Bertahun-tahun menjadi pendidik dan pengasuh di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, telah banyak pengalaman yang
dilaluinya. Tidak hanya suka, duka dalam mendidik dan mengasuh santri-
santri mualafpun dialaminya. Meskipun begitu, berkat kesabaran dan
keikhlasan beliau terhadap santri-santri mualaf, rasa duka yang ada terkikis
habis oleh pengalaman-pengalaman bahagia bersama santri-santri mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Berdasarkan wawancara dengan beliau, terdapat beberapa pengalaman suka
dan duka yang dialaminya selama mengajar di pesantren ini. Beberapa suka
yang dirasakannya adalah iman mualaf. Betapa iman menjadi sumber
kebahagian yang luar biasa bagi kita saudara sesama muslim. Bisa
dibayangkan bagaimana rasa penuh haru menyelimuti setiap prosesi
pelafalan dua kalimat syahadat oleh para mualaf. Bahkan, bisa dipastikan air
mata selalu menjadi saksi atas momentum yang luar biasa tersebut. Hal
tersebut, ternyata dirasakan pula oleh Ustadz Idham Chalid. Tidak hanya satu
atau dua kali beliau menyaksikan momentum berharga seperti itu. Rasa
bahagianya tidak akan bisa ditukar dengan apapun, kecuali syukur kehadirat
Allah swt. (Chalid, 2017: 3).
Selain itu, Kondisi intervensi dan intimidasi memang kerap menimpa
mualaf, sehingga ulur tangan serta kasih sayang sesama muslim lainnya
sangatlah diperlukan. Dalam artian, memaknai kata saudara bukanlah harus
dari rahim atau darah yang sama. Lebih dari itu, satu keimanan terhadap
Allah Yang Maha Esa merupakan makna yang lebih khusus untuk
diimplementasikan dalam memaknai kata saudara di kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana kita tahu, mereka (mualaf) telah rela melepaskan segala nya
seperti keluarga, harta benda –dalam kondisi secara umum, namun tidak
semua mualaf harus meninggalkan keluarga dan harta benda pada awal
keislamannya–, kebiasaan hidup, dan lain sebagainya. Alasan itu juga yang
membuat Ustadz Idham Chalid tidak ada hentinya mengucapkan syukur dan
bahagianya terhadap saudara barunya yakni mualaf saat mengucap kedua
kalimat syahadat tersebut (Chalid, 2017: 3).
Tidak hanya suka yang diarasakan, dukapun ikut hadir dalam proses
pembelajaran dan pembinaan mualaf di pesantren ini, diantaranya susahnya
merubah karakter mualaf dan mengajari mualaf (Chalid, 2017: 3). Merubah
karakter memang merupakan tantangan yang cukup berat. Tidak bagi
membina mualaf saja. Hal ini dialami juga oleh semua pendidik dalam
merubah karakter peserta didiknya. Tentunya perubahan yang dimaksud
adalah perubahan menuju hal positif. Bagi ustadz Idham Chalid, merubah
karakter mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia, memang memerlukan waktu dan proses yang mendalam. Ilmu
83
ta‟dhim dan tawadhu‟ sangat tampak dalam diri ustadz. Sehingga sebagai
teladan, tentulah pembinaan karakter dirinya harus dapat menjadi contoh
nyata bagi santrinya. Sebagaimana kita ketahui juga, bahwa seorang guru
haruslah dapat menjadi tauladan bagi siswanya. Hal ini tertulis dalam firman
Allah swt. QS. al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
c. Fasilitas
Terlepas dari mewah atau tidaknya fasilitas, unsur ada dapat menjadi
dukungan terhadap suatu proses pembelajaran. Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia mempunyai fasilitas-fasilitas yang
menunjang pembelajaran santri. Fasiltas tersebut dapat berupa dukungan
langsung terhadap pembelajaran seperti perpusatakaan dan internet, atau
dukungan yang bersifat tidak langsung terhadap pembelajaran seperti uang
saku snatri, motor, keperluan sehari-hari dan lain sebagainya (Nisa, 2017: 8;
Zebua, 2017: 8; Laia, 2017: 8; Hidayah, 2017: 8)
Hal tersebut di atas sesuai dengan teori sebagaimana dikemukakan oleh
Tafsir (2014: 90-91), bahwa fasilitas dalam pembelajaran itu snagatlah
penting. Fasilitas tersebut sebagai pendukung pembelajaran yang ada. Seperti
halnya banyak sekali kesulitan terhadap konsep pengetahuan yang harus
dipelajari peserta didik, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa adanya
bantuan alat pelajaran. Alat pelajaran sendiri merupakan bagian dari fasilitas
pembelajaran. Dengan demikian, fasilitas yang cukup ini dapat memberi
dukungan pembelajaran, baik bagi ketersediaan sarana prasarana maupun
semangat belajar santri itu sendiri.
86
d. Dana
Adanya dana memang menjadi faktor yang tergolong cukup sensitif.
Namun sebagai adanya sebuah lembaga, hal tersebut termasuk hal inti dari
pergerakan sebuah lembaga. Disadari atau tidak, adanya dan alokasi dana
yang mencukupi dan sesuai tentu memberikan pengaruh terhadap pesat atau
tidaknya laju sebuah lembaga. Ditegaskan oleh Tafsir (2014: 90) bahwa
“dalam sistem pendidikan, aspek dana atau pembiayaan dapat dimasukkan ke
dalam aspek alat.” Tidak terkecuali di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia. Sebagaimana dikemukakan oleh Ustadz
Chalid (2017: 8) bahwa, “...dana bisa menjadi dua, yakni dapat menjadi
faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa sangat
mendukung berjalannya program ini....”
Sebagaimana juga dikemukakan oleh (Tasir 2014: 96-97) bahwa
sekolah memerlukan dana. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai
keperluan seperti pengadaan alat-alat, gaji guru dan karyawan dan
pemeliharaan alat-alat.
Ditegaskan kembali oleh Tafsir (2014: 98) bahwa “peningkatan mutu
sekolah memerlukan sekurang-kurangnya dua syarat yakni penguasaan teori
pendidikan yang modern dan ketersediaan dana yang cukup.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat
meningkatkan mutu pembinaan dan pembelajarannya, memang sanga erat
berkaitan dengan adanya dana.
b. Pendidik/ ustadz
Sebagaimana telah dikemuakkan sebelumnya juga, bahwa pendidik atau
guru adalah tombak keberhasilan pembelajaran (sumber). Namun, di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia adanya
guru juga memiliki hambatan-hambatan. Hambatan ini lebih banyak kepada
proses pencarian guru itu sendiri. Namun dalam pembelajaran yang
dirasakan oleh santri hingga saat ini tidak ada. Dipaparkan oleh Nisa (2017:
8), “...kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal
pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami
seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya,
cuman karena terbatas juga....”
Pesantren memang membutuhkan pendidik yang bersedia tinggal di
pesantren. Meskipun tidak tinggal, namun dapat menyerahkan waktu dan
perhatiannya yang cukup banyak kepada pesantren. Sehingga, dalam mencari
pendidik di pesantren aspek jarak menjadi hal utama. Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memerlukan pendidik yang
berkualitas dalam bidangnya, sehingga perlu kriteria khusus dalam
perekrutannya. Selain itu, waktu dan perhatian pendidik kepada pesnatren
khususnya santri menjadi hal utama yang dipertimbangkan. Pemaparan Nisa
di atas, sangat berkaitan erat juga dengan jadwal kegiatan yang akan
dipaparkan selanjutnya.
c. Jadwal
Jadwal kegiatan santri cukuplah padat. Sebagaimana yang telah kita
ketahui bahwa santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia selain belajar di pesantren, juga belajar di luar pesantren.
Usia yang berbeda pula membuat perbedaan tingkat kelas di sekolah
formalnya. Ada yang berstatus SMP, SMA, ataupun kuliah. Sehingga
perbedaan jadwal kegiatan sangatlah berdampak kepada proses pembelajaran
di pesantren. Selain itu, keinginan santri untuk belajar Pendidikan Agama
Islam pada materi-materi lainnya juga belum dapat tersalurkan sepenuhnya.
Sebagaimana telah dikemukakan pada wawancara sebelumnya, bahwa dalam
mencari guru yang bersedia tinggal dan menyerahkan waktunya kepada
pesantren sangatlah susah. Sehingga keinginan untuk belajar dengan materi-
materi lainnya menjadi terbatas. Lebih lanjut, Nisa (2017: 8) memaparkan
bahwa, “...kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa
ditinggalkan, kita harus pandai-pandai mengatur jadwal. Tapi, hampir semua
tidak ada kendalanya.....”
Selain dari keterbatasan jadwal karena guru yang minim kemauan
tinggal di pesantren, pendidik yang telah ada di pesantrenpun tentu memiliki
88
d. Dana
Faktor adanya dana sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dapat
menjadi faktor pendukung dan penghambat pembelajaran di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini. Menurut Ustadz
Chalid (2017: 8) bahwa sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan
tentang dana pada faktor pendukung pembelajaran di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, bahwa cukupnya dana dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Terlebih lagi Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan pendidikan secara gratis
baik di pesantren maupun di luar pesantren (pendidikan formal dari SD
hingga Kuliah) kepada seluruh santri. Bahkan tidak hanya biaya pendidikan,
biaya kehidupan sehari-hari juga ditanggung oleh pihak pesnatren.
Hambatan yang ditimbulkan adanya dana ini sangat berkaitan dengan
adanya donatur. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia belum memiliki donatur tetap bagi pesantren. Sehingga
manajemen keuangan haruslah benar-benar diperhatikan dan diatur
sedemikian rupa. Selain donatur tetap, unit kerja mandiri juga menjadi
pertimbangan pesantren dalam mengembangkan dana pesantren. Hal tersebut
bertujuan agar pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat secara mandiri
terbina dan terlaksana selalu dengan baik.
terdiri dari beberapa hal yaitu: a) perubahan karakter; b) militansi Islam; c) Juru
dakwah Islam; d) hafalan al-Qur‟an; dan e) semakin cinta al-Qur‟an; f) lebih
mengenal hakikat Tuhan dan Islam; dan g) semakin percaya diri dan berani
mengakui keislaman dirinya (Chalid, 2017: 9; Laia, 2017: 9; Nisa, 2017: 10;
Zebua, 2017: 10; Hidayah, 2017: 10).
Implikasi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup
efektif. Tujuan utama dalam pembelajaran yakni menjadikan kader dakwah dapat
dicapai. Telebih dari itu, budaya Qur‟ani yang diciptakan di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan dampak
yang positif juga terhadap kecintaan santri terhadap al-Qur‟an semakin
meningkat dan kuat. Selain itu, Islam merupakan agama yang dapat santri
banggakan dimanapun dan dalam keadaan apapun.
Selanjutnya, agar dapat mendapatkan implikasi yang positif dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, santri sendiri mempunyai beberapa cara
khusus. Cara khusus tersebut digunakan sebagai wujud usaha pribadi dalam
meningkatkan kualitas pemahaman dan penerapan keislamannya sebagai santri
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Cara
khusus tersebut diantaranya membuat schedule kegiatan (Nisa, 2017: 9), fokus
perubahan diri seperti merubah diri menjadi pribadi yang lebih lembut (Zebua,
2017: 9), muraja‟ah, do‟a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar (Hidayah,
2017: 9).
Berdasarkan kedua cara tersebut, tampaknya memiliki sudut pandang yang
berbeda sehingga menghasilkan cara yang berbeda pula. Apabila Nisa lebih
memfokuskan kepada jadwal yang terstruktur dan penuh manfaat, sedangkan
Zebua memfokuskan kepada perubahan sikap dirinya. Sedangkan cara khusus
yang dikemukakan oleh Hidayah tersebut cukup kompleks meliputi usaha dari
hati yakni niat, kemudian diikuti usaha secara lisan yakni dengan do‟a dan
muraja‟ah, serta usaha dengan sikap yakni dengan silaturrahim ke masyarakat
sekitarnya. Cara-cara tersebut merupakan cara yang positif dan perlu komitmen
yang kuat dalam pelaksanaannya.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah
menetapkan indikator-indikator kebehasilan santri selama menempuh
pembelajaran di pesantren ini. Indikator-indikator ini juga berhubungan erat dari
dampak yang dirasakan baik oleh santri maupun ustadz terhadap santri tersebut.
Meskipun kelulusan santri cenderung lebih ditentukan oleh keridhaan kyai
sebagi pengasuh utama di pesantren, namun secara garis besar dapat
dikemukakan bahwa santri telah siap untuk dikirimkan ke kampung halamannya
kembali dan melaksanakan dakwah di sana apabila telah menyelesaikan masa
studi pendidikan formalnya dan telah menempuh pendidikan agama Islam secara
khusus di pesantren kurang lebih minimal selama 3 – 4 tahun (Chalid, 2017: th;
Laia, 2017: th; Nisa, 2017: th). Lama pendidikan tersebut telah dianggap cukup
matang baik dalam kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Sehingga telah
dianggap mampu untuk mendakwahkan Islam kepada umat lainnya.
Sepanjang perjalanan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia telah banyak menghasilkan lulusan yang sudah banyak sekali.
Beberapa lulusan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia telah menjadi juru dakwah yang cukup tersohor di kalangannya.
90
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Laia (2017: th) dan Nisa (2017: th)
diantaranya: a) Ustadz Abdul Aziz Laia; b) Ustadz Ali Akbar; c) Ustadz
Ridhwan Mantero; d) Ustadz Idham Chalid; e) Mohammad Orlando; Hamzah
Dasifa; Muhammad Amiruddin. Beberapa lulusan lainnya banyak yang bekerja
di perusahaan dan lain sebagainya.
Berdasarkan paparan temuan penelitian di atas, berikut akan disajikan bagan
4.1 tentang temuan penelitian.
91
Gambar 4.3
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia
(Sumber: Hasil penelitian, 2017). Sumber: Syarifah, 2017.
S
K
A Pembelajaran A
N di luar D
T Pesantren E
R
Evaluasi R
I
Pembinaan (Tanpa
Raport) D
M
A
U
Pembelajaran K
A
di dalam W
L
Pesantren A
A
(Pend. Lintas H
F Kyai &
Ustadz Usia)
- Pendekatan Kristologi
- Pendekatan Scientific
ASPEK-ASPEK
PEMBELAJARAN PAI
A. Kesimpulan
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan
lembaga non formal yang melaksanakan pembinaan bagi santri yang berstatus
mualaf. Pembinaan tersebut dilaksanakan dengan memberikan bantuan biaya
kepada santri untuk menempuh pendidikan formal di luar pesantren dan
pendidikan non formal di dalam pesantren. Secara umum, pembelajaran dalam
pendidikan formal maupun non formal yang ditempuh santri sama seperti lainnya.
Namun terdapat perbedaan dalam pembelajaran di pesantren yaitu sebagai berikut:
Pertama, pendidikan dilaksanakan dengan konsep pendidikan lintas usia. Kedua,
tujuan pembelajaran di pesantren selain penguatan iman, juga kaderisasi juru
dakwah Islam. Ketiga, materi pembelajaran bersifat dasar. Materi aqidah dan al-
Qur‟an mendapat porsi lebih besar dibanding materi lainnya. Selain itu, terdapat
tambahan materi ilmu kristologi dan muhadharah. Keempat, metode pembelajaran
memadupadankan metode pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal.
Kelima, pendekatan pembelajaran mengkombinasikan pendekatan religus melalui
pendekatan kristologi dan pendekatan scientific. Kelima, evaluasi dilaksanakan
tanpa report tertulis ataupun rapor. Sedangkan kriteria kelulusan merupakan hak
prerogatif kyai dengan standar persyaratan umum bahwa santri telah menempuh
pendidikan di pesantren minimal selama 3 – 4 tahun.
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki faktor pendukung dan
penghambat yang beragam. Faktor pendukung tersebut meliputi: 1) Santri
memiliki minat belajar yang tinggi; 2) Ustadz memenuhi kriteria kompetensi guru;
3) Fasilitas lengkap dan memadai; 4) Dana mencukupi pada saat membutuhkan.
Kemudian faktor penghambat meliputi: 1) Santri berbeda usia dalam satu kelas dan
semangat belajar yang kurang konsisten; 2) Ustadz yang bersedia all-out untuk
santri sulit didapatkan; 3) jadwal kegiatan mengikuti jadwal ustadz; dan 4) dana
terbatas karena belum adanya donatur tetap dan Unit Usaha Mandiri.
Implikasi yang dirasakan mualaf dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu:
1) perubahan karakter; 2) militansi Islam; 3) Juru dakwah Islam; 4) hafalan al-
Qur‟an; 5) semakin cinta al-Qur‟an; 6) lebih mengenal hakikat Tuhan dan Islam;
dan 7) semakin percaya diri dan berani mengakui keislaman dirinya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran dapat dikemukakan sebagai
berikut:
Bagi kyai dan ustadz, saran secara umum yaitu diharapkan untuk
mengembangkan dan mengorganisir desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi mualaf meliputi tujuan, materi, metode, media dan evaluasi, sehingga dapat
menjadi model pembelajaran mualaf bagi lembaga lainnya. Saran khusus yaitu
93
94
A. Buku
1. Bahasa Indonesia
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2011. Cet. 2.
Amin, Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Amzah. 2010.
Cet. 2.
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya. Bina Ilmu.
1983.
Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir ath-Thabari (Terj. Jami’
al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Qur’an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008.
Aziz, Ali. Edisi Revisi Ilmu Dakwah. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
2009. Cet. 2.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2012. Cet.
10.
95
96
Hidayat. Bahasa Arab Qur’ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008.
Isma‟il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar
Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012.
Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Uhul Fiqih. Semarang. Dina Utama. 1994.
Majid, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006.
Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur’an. Jakarta. Zaman. 2015.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 1997.
Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Group. 2012.
Cet. 2.
Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. 2010. Cet.
4.
99
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV. Pustaka
Setia. 2010. Cet. 1.
Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma’rifah Ibn ‘Athaillah dalam al-
Hikam. Bandung. Fajar Media. 2012.
Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan
Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1. 2000.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya. 2014. Cet. 11.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. CV. Pustaka Setia. 1997. Cet.
1.
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010. Cet. 10.
2. Bahasa Asing
Al-„Amari, Abi Su‟ud Muhammad bin Muhammad. Tafsir Abi Su’ud. Beirut,
Lebanon. tt. Juz. 3.
Winch, Christoper dan John Gingell. Philosophy of education; the key concepts
second edition. New York. Routledge. 2008.
2. Bahasa Asing
Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Jurnal Comparative
Education. Vol. 40, No. 4, November 2004.
C. Tesis
Nuthpaturahman. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di
Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama
Islam. Sekolah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin. 2017.
Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi Sejarah
dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2007.
D. Lainnya
Badan Pusat Statistik. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
(http://www.bps.go.id)
Brosur Penerimaan Santri Mualaf Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba
Center Indonesia
(https://www.google.co.id/amp/mirajnews.com/2015/08/metode-tilawati-
ajarkan-al-quran-dengan-seni.html/amp)
Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam. Republika
Online. Diposting pada Rabu , 01 Februari 2017, 23:22 WIB. Diakses pada
Sabtu, 19 Februari 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/islam-nusantara/17/02/01/okpetz394-lima-tahun-terakhir-ada-10-ribu-
orang-masuk-islam)
Tim Redaksi. Muallaf News: Inspiration for Muallaf. Majalah. Edisi 1, Juli 2012.
Undang-Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003
104
20
Jakarta. PT GramediaPustaka Utama. 2016. Cet. 10. Edisi N.
21
Kyai. Jakarta. LP3ES. 1992. tA
Fajar, Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta. Lembaga IV
22 Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia!
LP3NI. 1998. (\
23
Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan. I J
30
Rajawali Pers. 2013. h
31
Hermawan, Sigit. Aplikasi Dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow
Pada Manajemen Bisnis, Humanisme Dan Pembelajaran. Jurnal V
Akuntansi. Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp). Vol. 5
No.2 - Februari 2009. n
32 Hidayat. Bahasa Arab Qur 'ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008. / /
33
34
Hidayati, Sri. Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan
Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif. Jurnal
Dakwah. Vol. XV, No.1, Tahun2014.
Hilgendorf, Eric. Islamic Education: History and Tendency. Peabody
Journal ofEducation. Vol. 78, No.2, 2003.
r
Irman. Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling
35 Islam di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat.
Conference Proce~dings. AlCIS XII. I
Irwan dkk. Penerimaan Penggunaan Istilah Mualaf dalam Kalangan
36
Mualaf di Malaysia. Jurnal In/ad. Vol. 6, 2015. \
37 Isma'il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar V
Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012.
Ismail. Dinamikan Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. "
38
2002.
39 Jalaludddin. Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
James, William. The Varieties of Religious Experience. New York. The
,.......
J
40
Macmillan Company. 1967.
41 Jamil, M. Akhlak TasawL!f Ciputat. Referensi. 2013. Cet. 1. I
Jamilah, Shobariyah. MetodeTilawati Ajarkan al-Qur'an dengan Seni.
50
(Pergulatan Sang Profesor Menemukan Iman). Jakarta. PT. Serambi
Ilmu Semesta. 2008. Terj. Struggling to Surrender: Some
Impressions of an American Convert to Islam. Maryland. Amana
Publications. 1994. ./
9
Madjid, Nurcholish.Islam: Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis
51 tentang Masalah Keimanan, Kemanusian, dan Kemodernan. Jakarta:
Paramadina.1992.
52
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta. Paramadina.
2003'.
r,
53
54
Mahfud, Rois. AI-Islam; Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Erlangga.
2011.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2011.
11
IL
55 Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf Jakarta. Kalam Mulia. 2003. Cet. 5. f/
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis
56
Kompetensi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2005. Cet. II.
57
2006.
Majid, Mariam Abd., dkk. The Conversion og Muallaf to Islamin
58 Selangor: Study on Behavior and Encouragement. Mediterranean
Journal o(Sociai Sciences. Vol. 7, No.3, S 1, May 2016. J r1
59
AI-Maraghi, Musthafa. Terjemah Tafiir AI-Maraghi. Semarang. Toha
Putra. 1987. Jilid 10. IV
Mardia. Perencanaan Kurikulum PTKI (Teori dan Praktik). Yogyakarta.
60
The Phinisi Press. 2015. Cet. 1. f\
61
Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. AI
Ma'arif. 1989. Cet. VlIl. )
62
Mas'ud, Abdurrahman. Menggagas Pendidikan Islam Non Dikotomik,
Humanisme Religius Sebagai Paradima Pendidikan Islam.
Yogyakarta. Gema Media. 2002.
-r
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesnatren: Suatu Kajian Tentang
63
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta. INIS. 1994.
64
Jakarta. Diva Pustaka. 2005.
I{/
Masyhud, Sulthon dan M. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren.
Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur 'an. Jakarta. Zaman.
65
2015. (\
66
Thomson Leaming. 2002. )
McGuire, Meredith B. Religion, the Social Context. Belmont. Wadsworth
69 LI
Mol'eong, Lexy J. Mctodologi Penelitian Kualitat!f Bandung.PT.Remaja
Rosdakarya. 2011.
70
AI-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahma. Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah
72
Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta. SIPRESS. 1993.
73
74
2010. !D
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press.
)
Nababan, Syamsul Arifin. Mcngapa Kami Memilih Islam: Testimoni Para
75 Santri Mualaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Jakarta. Pustaka
Annaba Center Indonesia. 2015.
76
Jilid 2.
JJ
Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta. Depag. 1993.
77
Press. 1979. Jilid 1.
78
1997.
79
2012. Cet. 2.
Noakes, Greg. Reviewe Work(s): Struggling to Surrender: Some
80
81
Middle East Journal. Vol. 49, No.2, 1995. VJ
Impressions of an American Convert to Islam by Jeffrey Lang.
85
(h1t12s:llen.oxforddictionaries.comidefinitioniconversion).
86
Peek, Lori. Becoming Muslim: The Development of a Religious Identity.
)
r
Jurnal Sosiology ofReligion. Vol. 66, No.3, 2005.
Pew Research. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
87 (httg:llwww.pewresearch.orgifact-tankl2016/07122/muslims-and
islam-kev-findings-in-the-u-s-and-around-the-world/)
88
AI-Qaradhawi, Yusuf. Reposisi Islam (Terj. AI-Islam Kama Nu'min Bih
/
,-
Online. Diposting pada Rabu , 19 November 2014, 18:10 WID.
95
(httg:llwww .republika.co.idlberitaldunia
islamlmualaf/14111119/nfa9p7 -hbmi -pembinaan-mualaf-belum
profesional)
Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam.
96
Republika Online. Diposting pada Rabu, 01 Februari 2017, 23:22
WID. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017.
(hUg://khazanah.republika.co.idlberitaidunia-islamiislam-
nusantara/17102/01lokoetz394-lima-tahun-terakhir-ada-1 O-ribu
J
orang-masuk-islam} f\
V
Republika. Menag Sambut Baik Pembentukan Lembaga Mualaf.
97
(httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberi taldunia
islamlmualafll5/02/27/nkfb1h-menag-sambut-baik-Qembentukan ../
lembaga-mualaf)
ReQublika. Pola Pembinaan Pesantren Mualaf Annaba Center Jadi Contoh.
98
(httQ:IIkhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia
islam/mualaf/15/02/05/njah79-Qola-Qembinaan-Qesantren-mualaf
99
annaba-center-iadi-contoh)
Sabiq, Sayyid. Terjemah Fiqih Sunnah. Bandimg. AI-Ma'arif. 1994. Jilid
3.
Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqh Sunnah. Kairo. 2011.
Vn
I,.,
100
101
Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya.
2010. Cet. 4.
Ij
Sadly, Rahman. Annaba Center, Didik Mualaf di Pesantren. Republika
102
(httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia
103
islamlmualaf!17103/02/om6mQ9313-annaba-center-didik-mualaf-di
pesantren)
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV.
! 7nV
Pustaka Setia. 2010. Cet. 1.
Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma'rifah Ibn 'Athaillah dalam ..J
104
al-Hikam. Bandung. Fajar Media. 2012.
105
dan Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1.2000.
Shaleh, Sonhaji (terj). Dinamika Pesantren, Kumpulan Makalah Seminar
106 Internasional, The Role 0/Pesantren in Education and Community
Development in Indonesia. Jakarta. P3M. 1988. /I }
' /
Sharp, John dkk. Education Studies; an Issues-based approach.
107
Southernhay East. Leanung Matters Ltd. 2006.
108
Sholeh, Asrorun Ni'am. Reorientasi Pendidikan Islam; Mengurai
110
dan Transformasi Pesantren. Bandung. Pustaka Hidayah. 1999.
111
Proposal dan Laporan Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2005. r\
112
Sujarwo. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi).
Makalah. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. tt.
I)
113
114
Sukardi, H.M. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan
Praktiknya. Jakarta. Bumi Aksara. 2008.
Sutrisno dan Suyatno. Pendidikan 1:;lam di Era Peradaban Modern.
Jakarta. Kencana. 2015.
r
1/
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. /
115 /
Remaia Rosdakarya. 2014. Cet. II.
116
Remaia Rosdakarya. 200!.
117
Rosdakarya. 2009. Cet. IV.
118 i
Remaja Rosdakarya. 2007. Cet. 9. (1+--
119 Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2012. Cet. 1 \
Taylor, Edward Burnett. Primitive Culture. London. John Murray,
120
Albemarle Street. 1871. Vol. 1. I
121
Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan.
Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2004.
/
Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama (TeIj.). Jakarta.
122
RajaGrafindo Persada. 2000.
123
Tilaar, H.A.R. Manifeso Pendidikan Nasional; Tinjauan dari Perspektif
127
tahun 2003
128
Usman, Moh. Uzer. Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya.
1993.
{}
Wahid, Abdurrahman. 1'vfenggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren.
129
Y ogyakarta. LKIS Yogyakarta. 2001.
133
Pendidikan Islam Tradisior.al. Jakarta. Ciputat Press. 2002.
Yudha, Ansfiksia Eka Poetra. Mualaf Center Design as an implementation
134 of Psychological and Economical Effect for Mualaf in Malaysia.
Journal ofIslamic Architecture. Vo14, No.1, June 2016. AI
V
135
Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan
Pesantren. Jakarta. PT. RaiaGrafindo Persada. 2005. I)
136
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010.
eet. 10. y
~
Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi
137 Sejarah dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasatjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2007.
Kriteria Penilaian:
4 = Sangat Baik
3 = Baik
2 = Kurang
1 = Sangat Kurang
Lampiran 3
PEDOMANWAWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK
BIODATA SINGKAT
NAMA ...................................................................... .
JABATAN ...................................................................... .
INSTANSI ...................................................................... .
RIWA Y AT PENDIDIKAN :
DAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI
1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
2. Apa yang mendorongl me1atar be1akangi ustadzl ustadzah mengajar santri mualaf di
pesantren ini?
3. Apa suka duka yang dirasakan se1ama mengajar di pesantren ini?
c·····················································.......)
PEDOMAN W A W ANCARA
BIODATA SINGKAT
NAMA ........................................................................... .
USIA ........................................................................... .
KELAS ........................................................................... .
INSTANSI ........................................................................... .
DAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI
1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?
3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang
lain, siapa itu?
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?
Materi
2. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
3. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai
dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Evaluasi
7. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
8. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islam di pesantren ini?
Pelaksanaan
9. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
1O.Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan pencrapan
keislaman di pesantren ini?
( ............................................................)
Lampiran 4
PEDOMANSTUDIDOKUMEN
JUDUL PENELITIAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF
TEMPAT PENELITIAN : PONDOK PESANTREN AN-NABA
CHECKLIST
NO ELEMEN PENELITIAN
ADA TIDAK
1. Data letak geografis pesantren
2. Data tentang struktur organisasi pesantren
3. Visi, misi dan tuiuan pesantren
4. Data tentang ustadzJ ustadzah pesantren
5. Data tentang siswal santri
6. Data tentangjadwal kegiatan
7. Data tentang rincian pembiayaan
8.
pembelaj aran
9. Data tentang dokumen pembelajaran mualaf
10.
pesantren
II. Data tentang lulusan
Lampiran 5
LAPORAN HASIL OBSERVASI
10. Situasi dan Situasi dan kondisi Kondisi lokasi nyaman dan
kondisi lingkungan tidak bising. Dapat
lingkungan pesantren arnan, dikatakan sangat
pesantren nyaman dan mendukung pembelaj aran.
mendukung
tercapainya tujuan
pembelaj aran.
Kriteria Penilaian:
4 = Sangat Baik 2 = Kurang
3 = Baik 1 = Sangat Kurang
Lampiran 6
TRANSKIP WAWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK
Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 23 Mei 2017, puku113.00 sid 14.30 WIB.
wawancara.
BIODATA SINGKAT
NAMA : U stadz Idham Chalid
JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren
INSTANSI : Yayasan an-Nab a Center Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN
Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (S1)
2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri
mualaf di pesantren ini?
Jawab: "Berawal ketika saya masih berada di bangku kuliah, saya pribadi rnencari
pesantren yang memiliki program tahfidz a1-Qur'an. Kernudian, ternan saya
menawarkan pesantren an-Naba ini untuk belajar dan tinggal disini. Ketika itu, saya
tidak mau, karena di pesantren ini belum ada program tahfidz tersebut. Namun,
kemudia!l diadak2.n program tahfidz, jadi saya mau. Ketika itu saya masuk sini tahun
2010. Awalnyajuga saya tidak berniat mengajar di sini,justru maJah ingin belajar dan
menghafa1 a1-Qur'an. Narnun, mungkin karena kyai menilai saya aktif sehingga dimmta
untuk mengajar di sini sampai sekarang. Karena juga di sini diminta untuk
menghidupkan suasana al-Qur'an."
3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?
Jawab: "Dari sisi sukanya, satu bisa merasakan betapa nikmatnya iman dan Islam.
Itulah hal yang paling berkesan. Setiap kali melihat mereka bersyahadat, tidak ada hal
lain yang dapat kita lihat kecuali air mata yang menetes. Dan ketika kita melihat
mereka, seakan-akan semua yang mereka miliki tidak ada gunanya kecuali iman yang
mereka punya ketika itu. Karena, konsekuensi mualaf itu dibenci, diintervensi dan
diintimidasii oleh keluarga sebagaimana mayoritas mualaf pada umunmya. Hal itu,
memang sudah tetjadi sejak zaman sahabat, Bilal bin Rabbah. Sedangkan dukanya yaitu
mengajari orang yang mantan kafir. Di sini, karena santri mayoritas berasal dari NTT,
Medan, dan Nias yang disamping mereka memiliki watak kafir juga berwatak daerah
yang keras. Sehingga bersatulah watak itu. Jadi, kami sebagai pembina ini tidakjarang
menjumpai santri yang bandel dan melawan, namun lamb at laun berubah. Hal tersebut
karena ketidakpahaman mereka akan rasa hormat kepada guru. Selanjutnya, satu hal ini
antara suka dan dt<ka. Dikatakan duka karena susahnya mengajarkan Islam kepada
orang yang belum mengenal sarna sekali Islam. Contohnya dalam menyebut la/dzul
lalalah itu sangat susah, kit a harus ekstra sabar mengajarinya. Tapi sukanya itu ketika
mereka sudah bisa. Sukanya lagi, karena mereka yang dari nol tidak kenaI huruf dan
kemudian sudah bisa tampil di masyarakat. Mereka hafidz Qur'an dan bisa ceramah di
masyarakat. "
Materi
2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf?
Jawab: "Pelajaran yang utama diajarkan adalah Aqidah dan Qiraat. Sedangkan
Fiqh dan lainnya setelahnya. Adapun materi keseluruhannya adalah Aqidah, al
Qur'an, Fiqh, sirah nabawiyah, dan bahasa Arab. Sirah nabawiyah itu penting
karena mereka juga belajar sejarah di agama mereka, yang mana kadang
mengotak-atik sirah nabawiyah sesuai dengan versi agama masing-masing. Selain
itu juga, ada beberapa pelatihan-pelatihan seperti muhadharah, karena mereka kita
kader untuk jadi juru dakwah Islam."
6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
Jawab: "kalau LCD/ Proyektor iya ada, digunakan saat pelajaran seperti bahasa
Arab. Namlm untuk al-Qur'an, santri menggunakan rekaman dari !;peaker al
Qur 'an. Mereka harus mengulang-ulang hafalan dengan cara mendengarkan.
Kalau saat tilawati menggunakan peraga tilawati yakni cetakan buku tilawati yang
lebih besar dari buku."
Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran
pendidikan agama Islam santri mualaf?
Jawab: "kalau di sini tidak ada raport. Jadi, cara evaluasinya kami adakan ujian
per dua bulan semacam musabaqah yang seperti musabaqah tilawatil Qur'an. Ada
musabaqah hifdzil qur'an, cerdas cermat, muhadharah dan lain sebagainya untuk
melihat perkembangan mereka. Penilaian itu kan bersifat lomba, jadi langsung
sampaikan di depan siapa yang berprestasi dan juga karni berikan hadiah. Kalau
evaluasi harian itu sudah pasti, kan mereka selalu ada PR. PR itu untuk apa?
Dengan PR itu mereka bisa mengulangi pelajaran yang sudah diajarkan pada hari
itu. Nah ketika pada hari berikutnya yaitu saat mereka mengumpulkan PR masih
ditemukan banyak yang belum faham, maka pelajaran tidak akan dilanjutkan.
Mereka di suruh sampai hafal dan sampai bisa mengerti itu. Karena di sini, tidak
ada yang perlu dikejar, tidak ada semesteran, sehingga enjoy saja. Ada juga
evaluasi bulanan yang bersifat umum dari berbagai aspek seperti kebersihan,
kedisiplinan, hasil sekolah formal di luar pesantren dan lain sebagainya."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?
Jawab: "pendidikan yang lintas usia. Kemudian, dana bisa menjadi dua, yakni
dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa
sangat mendukung berjalannya program ini. Tapi kalau dana itu gak ada, maka
bisa menjadi kendala dalam berlanjutnya pembinaan mualaf ini. Karena pada
umumnya, mualaf ini kan lebih dhuafa ketimbang yang dhuafa. Dalam artian,
mereka selain sekedar tidak merniliki harta juga tidak memiliki keluarga. Sehingga
nol persen yakni membina from zero to hero. Kendalanya, di sini belum ada
donatur tetap dan juga unit usaha mandiri. Selain dana, adalah tenaga pendidik
sudah cukup karena sudah sesuai dengan jumlah santri.
Implikasi
9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri
mualaf setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "Dampaknya adalah diantaranya merubah karakter mereka. Yang keras
menjadi lumayan lunak setelah mereka mengenal bahwa Islam itu begini, yang
sesungguhnya ada nilai ukhuwah lslamiyyah. Yang kedua, kecintaan mereka
terhadap Islam semakin militan. Jadi militansi mereka semakin lama semakin kuat.
Contohnya, saat diadakan dialog antar mualaf dengan non muslim, mereka mudah
terprovokasi. Hal itu wajar brena usia mereka tergolong masih labil. Namun saat
mereka tersinggung saat Islam dihina, itu sudah menunjukkan bahwa mereka
sudah mulai betul-betul terasa bahwa Islam itu adalah mereka. Sudah ada loyalitas
terhadap Islam itu sendiri. Nah, yang paling banyak berkesan lagi adalah diantara
mereka sudah banyak yang mengislarnkan keluarga mereka. Itulah dampak dari
pendidikan di sini, karena memang dikader untuk itu. Intinya bahwa dampak yang
paling terasa adalah mereka sudah banyak yang menjadi juru dakwah Islam atau
bahasa lainnya missionaris Islam."
PEDOMAN'VA'VANCARA
DAFTAR PERTANYAAN
KATEGORI PRIBAD [
1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
2. Apa yang mendorong/ melatar belakangi ustadz/ ustadzah mengajar santri mualaf
di pesantren ini?
3. Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?
TRANSKIP W AWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK
Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 16 Juni 2017, puknl17.00 sid 18.00 WlB.
Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip
wawancara.
BIODATA SINGKAT
NAMA : Ustadz Abdul Aziz Laia (Lianus Laia)
JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren
INSTANSI : Yayasan an-Nab a Center Indonesia
RIWAY AT PENDIDIKAN
LIPIA
STAI al-Hikmah Mampang
HASIL WAWANCARA
KATEGORl PRIBADI
1. Tanya: Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
Jawab: "sebelunmya juga saya seorang mualaf dan menjadi lulusan pertama Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Nab a Center Indonesia. Jadi, awalnya saya nyantri,
kemudian diminta untuk mengabdi sebagai pendidik bagi santri mualaf di sini. Saya
menjadi snatri selama 5 tahun dan kemudian aktif mengajar di pesantren ini hingga
sekarang kurang lebih sudah 4 tahun dari tahun 2012."
2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri
mualaf di pesantren ini?
Jawab: "Pertama, karena pesantren ini santrinya mualaf, sehingga lebih tepat untuk
memadukan antara ilmu yang saya pelajari dengan pengalaman saya, seperti ilmu
perbandingan agama. Kedz!a, karena ingin mengabdi kepada pesantren dan kepada
guru saya selama ini yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan."
3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?
Jawab: "Pertama, mengajar mualafitu berbeda dengan notabene santri lainnya. Yakni
kalau dikeraskan menjadi down. Sehingga kita harus pandai menarik ulur mereka.
Kedua, terkadang sifatjahiliyyah masih terbawa seperti rasa malas yang luar ~iasa dan
kemauan tinggi yang kurang. Karena malasnya itu berbeda dengan malasnya orang
Islam."
Materi
2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf?
Jawab: "Untuk Aqidah yaitu: a) memahami dan memaknai ma'rifatullah,
ma'rifatun nabi, dan ma'rifatul dinil 151am; b) memaharni makna tauhid
rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma' wa shifat; c) memahami
konsekuensi dua kalimat syahadat dan d) memaharni hal-hal yang membatalkan
keislaman. Materi akhlak yaitu a) urgensi akhlaq dan keutamaam1ya; b) birrul
walidain dan khuququl walidain; c) Riya', 'Ujub, Basad dan Sombong; dan d)
su'udhon.. sedangkan materi fikih yaitu: a) pengenalan thaharah dan macam
macanmya; b) tata cara berwudhu dan tayammum; c) hukum azan dan tata cara
pelaksanaam1ya; d) shalat, makna shalat, hukum, syarat, rukun dan tata cara
pelaksanaannya."
6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
Jawab: "media yang digunakan dalam pembelajaran seringnya selain papan tulis
adalah buku."
Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran
pendidikan agama Islam santri mualaf?
Jawab: "sebehlm kita memulai pembelajaran hari ini, haruslah mengulangi materi
pelllbelajaran yang lalu sebagai evaluasi kami."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?
Jawab: "yang mendukung adanya pt:mbelajaran di sini adalah ketersediaan
fasilitas yang sudah lengkap, nyaman dan memadai. Kalau dalam pembelajaran,
yang menghambat itu semangat belajar anak-anak yang naik turun. Jadi, guru
harus benar-benar memberikan dorongan semangat kepada mereka."
lmplikasi
9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri
mualaf sete1ah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "meskipun selama ini yang kita gunakan sistem klasikal, namun kecintaan
santri terhadap al-Qur'an sangat tinggi. Selain itu juga hafalan santri sudah
meningkat. "
PEDOMAN vVAvVANCARA
SUBJECT: USTAD7J USTADZAH ATAU PENDlDIK
.':
mODATA STNGKA T
N'A'MA .......................................................................
JA.BAT1\'N ...................................................................... .
Il...J'S'rANSI ...................................................................... .
RT\VAYATPENDJDIKAN: ................................................................................................. .
K8,TEGQRI PRlBADI
Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukull6.00 sid 17.00 WIB.
wawancara.
BIODATA SINGKAT
NAMA : Annas Mansur Zebua (Atanasius Fideli Zebua)
USIA : 21 tahun
INSTANSI : Pesantren PembinaanMualiafYayasan an-Nab a Center Indonesia
HASIL WAWANCARA
KATEGORl PRIBADI
1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam?
Jawab: "saya dulu beragama katolik. Sebelum masuk Islam, prosesnya tidak cepat
sekitar satu tahun setengah dalam tahap menuju mualaf iiu. Awalnya saat saya tamat
SMP dan bertanya kepada orang tua mau masuk SMA, tapi tidak diperbolehkan. Ada
banyak alasan selain masalah ekonomi juga karena saya bandel. Akhirnya saya
memutuskan untuk bekerja. Pertama kali bekeJja, saya bekerja sebagai karyawan di
sebuah apotek di pulau Nias kotaGunung Sitoli. Nah, jarak rumah dari kota itu dua
puluh kilo,jadi se1ama bekerja itu tidak pulang atau tinggal disana. Memang saat itu
yang punya apotik juga orang Kristen. Tapi, posisi apotek itu berdekatan dengan
masjid, yakni di sebe1ah kanannya masjid besar dan samping kirinya mushola. Dan
kebetulan, tempat tidur sayasehari-hari berjarak satu rumah dari mushola ini. Waktu itu,
awalnya mendapat hidayah dari adzan dan tilawah-tilawah yang di putar di masjid.
Ketika mendengar itu, pemah sampai menangis. Padahal saya tidak tahu sarna sekali
apa artinya dan orang-orang itu teriak-teriak itu apa maksudnya? Istilahnya seperti
terhipnotis dengan adzan ini. Karena saya agak kepo orangnya jadi akhimya saya
mencari tahu berbulan-bulan sampai setahun. Setahun bekerja di apotik itu, saya merasa
tidak cocok bekerja di tempat ini. Hal itu bemmla saat saya menonton sebuah siaran
ceramah keislaman dan pemilik apotik me1arang saya. Padahal saya menonton itu
karena ingin membandingkan agama Islam dengan agama saya sebelurnnya. Akhimya
sayapun pindah bekeJja di sebuah toko material bangunan dan perniliknya adalah
keluarga muslim. Dari sini, saya banyak be1ajar Islam dengan melihat kehidupan
pernilik tempat kerja saya. Kebetulanjuga saya diperbolehkan tinggal di rumah mereka
dan bantu-bantu di sana. Selama tinggal di sana, saya melihat adab mereka jauh sekali
dengan karni yang dulunya. Sehingga saya sempat berpikir apakah begini ajaran orang
Islam? Tapi saat itu belum ada niat akan masuk Islam. Jadi pada waktu itu, saya terus
membaca buku tentang Islam dan membanding-bandingkan, selain itu juga dibantu
dengan siaran ceramah-ceramah. Sehingga saya merasa banyak sekali masukan dari
situ. Namun saat itu masih belum ada niat masuk Islam, meskipun sudah banyak dapat
perbandingan. Akhimya, kebetulan saat itu bulan puasa saya ikut coba puasa tanpa
sepengetahuan dan berbohong kepada pemilik tempat bekeJja. Meskipun saat itu saya
belum masuk Islam, namun ikut berpuasa agar mengerti bagaimana sih rasanya puasa
itu? Seberapa susahnya puasa itu? Akhimya sete1ah lebaran yakni sekitar bulan
September 2013 lalu saya mengutarakan masuk Islam kepada mereka. Mereka diliputi
kaget dan bahagia. Namun saat itu mereka tidak langsung memberikan respon untuk
langsung mensyahadatkan saya. Mereka menyarankan untuk meminta persetujuan
kepada orang tua saya dahulu. Saya meminta waktu satu lninggu untuk bertikir dan
akhirnya saya memberanikan diri untuk mengatakan kepada ibu saya. Hasilnya orang
tua saya tetap tidak menyetujui karena dalam riwayat keluarga belum ada yang muslim.
Tapi saya tetap mau masuk Islam dan tidak tergoyahkan. Sehingga dengan terpaksa
saya mengatakan kepada bapak Jazuli Tanjung (pemilik tempat kerja) bahwa saya telah
diperbolehkan oleh orang tua untuk masuk Islam. Meskipun faktanya orang tua belum
menyetujuinya."
4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "alasannya saya ingin tahu sendiri. Dengan membanding-bandingkan, saya fikir
agama Islam adalah agama yang paling benar. Sehingga saya masuk Islam atas
kesadaran dari diri sendiri tanpa ada yang mempengaruhi."
6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "Iya, kalau menurut saya cukup memuaskan. Jadi tidak terlalu
memberatkan kita dalam belajar."
Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan llstadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang and a tempuh?
Jawab: "Evaluasinya itll sebulan sekali. Tapi ya, apa yang dipelajari selama
sebulan itu kita ditanya secara acak secara lisan. Kalau setelah belajar, ada evaluasi
harian. Ada juga setelah beberapa kali pertemuan ada evaluasi berbentuk ujian
tulis. Semuanya tergantung dari ustadznya masing-masing."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukur;.g dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
Jawab: "Kalau kita sih ada perpustakaan, jadi kita bebas mau baca buku apa aja
dipersilahkan. Jadi itu sudah mendukung hanget. Kita tidak terlalu fokus pada
pelajaran yang ada, tapi kita bisa membaca melalui perpustakaan itu at au melalui
internet juga kita bisa. Karena alhamdulillah kita dibebaskan untuk pakai internet.
Jadi saya rasa itu udah mendukung hanget. Kalau yang menghambat itu diri
sendiri, seperti kadang suka malas. Kalau dari pesantren tidak ada yang
menghambat. "
9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "Karena saya orangnya agak pendiam, cuman pendiam tapi gak pendiam
banget sih. Jadi saya belum punya cara khusus. Cuman dari sikap aja-lah. Kalau
dulunya agak keras dan kasar, sekarang jadi sedikit-sedikit lembut. Mungkin, Saya
fikir itu juga salah satu cara berdakwah tanpa harus ngomong."
Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "Dampaknya sudah ada, walaupun sedikit. Seperti al-Qur'an, selama di
sini alhamdulillah 3 juz sudah hafal. Kemudian sudah bisa juga membedakan
agarna yang dulu dengan agama Islam ini. Seperti kenapa konsep ketuhanan itu
berbeda? Siapa yesus yang disembah itu sebenamya? Setelah belajar di Pesantren
an-Nab a ini, saya sudah tahu semuanya. Jadi tinggal siap-siap dakwah ini. Hehe."
PEDOMAN WA\VANCARA
PAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI --.,.
. 1. Bagaimana latar belakang agama sebelummasuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?
3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar and a ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang
lain, siapa itu? .
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon keluarga·setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudahberapa lama and a menjadi santrilwati di pesantren ini?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?
Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaiaI'l yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelaj aran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islan1 di pesantren ini?
Pelaksanaal1
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang unda rasakan dalam
pembelajaran pcndidikan agatna Islam dad ustac1z1 llsttldzah terhada p snl1tri '7
4. Bagaimana eara anda sebagai santrl dnlam meningkatknn pCllwlwlll:11l chin
penerapan keislaman di pesantren illi?
:;
TRANSKIPWAWANCARA
Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul13.00 sid 14.00 WIB.
wawancara.
BIODATA SINGKAT
NAMA : Khairunnisa (Odete Soarez)
USIA : 25 tahun
INSTANSI : Pesantren Pembinaan MualiafYayasan an-Naba Center Indonesia
BASIL WAWANCARA
KATEGORI PRIBADI
1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam?
Jawab: "Saya mualaf yang dulu beragama Kristen Katolik. Awal mula masuk Islam itu
gak disengaja banget. Karena pada tahun 1999, ketika ada perbedaan pendapat antara
Indonesia dan Timor Leste, keluarga memilih untuk ikut hldonesia. Sehingga kita
tinggal di perbatasan antara NTT dan Timor Leste. Ketika itu, kita sebagai pendatang
dan benar-benar tidak memiliki apa-apa. Saya harus berhenti sekolah (2 SD). Seiring
berjalannya waktu tahun 2004, menurut orang tua daripada berdiam diri di sini
(kampung) dengan keadaan seperti ini, maka diminta untuk hijrah ke luar. Karena bagi
orang tua pendidikan anak itu nomor satu. Nah, Saat itu, ada seorang mualaf dari Timor
Leste bemama Pak Zainuddin Halim yang setiap tahunnya membawa anak -anak untuk
sekolah di Pulau Jawa dan semua kebutuhan di tanggung oleh yayasan sampai tamat
SMA. Saat itu be1iau bertemu dengan orang tua saya untuk menawarkan agar saya ikut
beliau. Orang tua memberikan restu dan doa kepada saya untuk ikut berangkat ke pulau
Jawa. Ketika berangkat kita menggunakan kapal, sat rombongan ada 15 orang. Dan
begitu sampai ke yayasan, kita kaget karena temyata yayasan tersebut milik orang
Islam. Sebelunmya kita tidak diberi tahu tentang hal itu, hanya intinya sekolah.
Sehingga tiba hari ke-3 di yayasan, kami pun berontak. Saat itu, kita ditempatkan di
rumah kyai dulu. Hingga 15 hari kemudian, barulah kami ditempatkan di yayasan. Saat
itu melihat anak-anak di sana sudahpakai kerudung. Pokoknya saat itu kacau lah
perasaan saya. IntL'lya seperti terjebak di sana. Mau balik ke kampung lagi bagaimana,
merasa bingung dengan lama perjalanan dan biaya. Dengan berontak untuk pular..g
karena kami kesini bukan untuk berpindah agama, tapi niat belajar. Alhamdulillah,
ustadz memberikan respon bahwa kita harus kembalikan ke niat, kalau memang niatnya
untuk belajar akan kita fasilitasi. Tapi tetap saja, saat itu ada sekitar 80 orang di
yayasan itu. Jadi, kita merasa iseng gitu. Dan mereka juga pendatang dari berbagai
daerah. Saat itu kami rombongan ke empat. Akhimya, dengan jawaban ustadz tadi kita
akhimya mencoba menerima. Namun tetap saja, setiap hari membuat tidak nyaman
karena krnan-teman pagi -pagi sudah bangun buat sholat, belaj ar sampai sore, ada baca
do'a-do'a juga setiap hari. Sedangkan kita tidak ngapa-ngapain, karena memang kita
bukan muslim. Selain itu juga fasilitas di sana kurang nyaman seperti kamar mandinya
minim. Sehingga beberapa teman saya benar-benar tidak nyaman dan memutuskan
untuk pulang. Akhimya dari 15 orang tersebut hanya tersisa 4 orang termasuk saya.
Setelah dua minggu berlalu di pesantren, dengan tekanan batin yang ada, akhimya saya
berdo'a jikalau memang ini jalan yang betul untukku, maka luluhkar. hati saya untuk
menerima agama ini. Sudah masuk tiga minggu, akhimya saya memutuskan untuk
bilang ke ustadz kalau saya mau masuk Islam meskipun hati saya belum sepenuhnya
mau. Saya ingin syahadat dulu saja, siapa tau saya akan mendapat hidayah nanti.
Ustadzpun memberi tahu bahwa masuk Islam bukan sekedar syahadat saja loh, ada
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan gigihnya saya tetap ingin di
syahadatkan. Setelah tiga minggu berlalu, akhimya saya di syahadatkan. Saat mengucap
kalimat syahadat itu, mulai tumbuh rasa nyaman yang berbeda sebelum bersyahadat.
Sebelumnya saya merasa malu karena saya merasa ngapain jauh-jauh belajar ke sini
dan bagaimana saya bisa membawa perubahan nanti, kalau belajar sehari hanya 5 jam
dari jam 7 sampai jam 12. Berbeda dengan ternan-ternan sampai sore belajamya.
Setelah itu, saya mulai belajar tentang Islam dan keinginan belajar sangat tinggi karena
mengingat orang tua saya."
4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "seperti cerita, awalnya saya tidak berkeinginan masuk Islam. Hal itu karena
keadaan yang membuat saya terjebak dalam yayasan berlingkungan Islam."
6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "Alhamdulillah sampai hari kita merasa bisa mengikuti dan bisa menyerap
ilmu. Jadi sampai hari kita merasa cukup. Karena kadang sesekali memakai
proyektor apalagi saat pelajaran Kristologi. Karena dari situ kita ditunjukin dalil
dalilnya, ptrbedaan ibadah agama Islam dan lainnya. Jadi, kaya lebih menarik gitu
dan tidak hanya monoton hanya dengan dengerin aja, kaya kita bisa melihat ada
gambar dan lain sebagainya. Tapi sejauh ini, alhamdulillah kita bisa mengikuti
dengan metode ustadz. Kita menikmati karena kita langsung ada prakteknya. Gak
sekedar denger, ustadz selesai jelasin "udah ya, sampai sini bubar". Tapi kita
benar-benar ketika masuk, setelah ustadz jelaskan langsung sekitar satu setengah
jam nya untuk praktek. Jadi, langsung ada timbal balik dari ustadz."
Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
Jawab: "Biasanya kita diadakannya setelah selesai satu bab, kita ada ujiannya.
Bisa lisan, bisa tulis, tergantung kebijakan ustadz. Tapi biasanya ada lisan dan
tulisnya juga. Karena kalau dalil itu, bagaimana kita bisa menulis dalil kalau tidak
hafal dulu. Kalau untuk al-Quran setiap satu juz kita ujian. Nanti kita ngumpul
semua yang sudah selesai hafal satu juz, maju ke depan kemudian di acak sama
ustadznya. Misalnya diminta meneruskan ayat."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadzl ustadzah terhadap santri?
Jawab: "faktor pendukung itu banyak banget. Karena kita sangat tercukupi
fasilitasnya seperti dikasih motor, uang saku, keperluan kitapun juga dibelanjakan
oleh ustadz dan istri beliau, bahkan hal yang sensitif perempuanpun juga
dibelanjakan. Jadi dari semua aspeknya sangat membantu. Bahkan guru-gurunya
pun, saat mereka mengajar sudah seperti ayah sendiri. Sedangkan kendala yang
dialami Ustadz sendiri wallahu a'lam. Kita hanya bisa terus membantu dengan
mendoakan beliau. Kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal
pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami
seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya, cuman
karena terbatas juga. Kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa
ditinggalkan, kita hams pandai-pandaimengaturjadwal. Tapi, hampir semua tidak
ada kendalanya. Bagaimana tidak mbak? Untuk pelajaran saja kita langsung
didatangkan ahlinya. Untuk Bahasa Arab dan Hadist langsung dari Mesir dan
Sudan. Bahkan yang mengajar al-Qur'an kitapun seorang Hafidz. Pelajaran
lainnya juga ahlinya semua. Bagi saya pribadi sih gak ada kendala, mungkin
hambatan itu efeknya ke keluarga. Seperti jarang sekali bisa berkomunikasi
dengan keluarga. Tapi semua santri memiliki pengalaman-pengalaman yang
berbeda."
9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "kalau saya tetap punya schedule. Saya coba memaksimalkan waktu luang
yang saya punya. Selain belajar di sini, saya kuliah lagi di dua tempat di luar
pesantren. "
Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan sete1ah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "sampai hari ini, semakin gila niat saya agar orang tua ikut serta masuk
Islam juga. Walau bagaimanapun, kita ingin berkumpul satu keluarga dan
beribadah bersama. Alhamdulillah melalui washilah pesantren, hingga saat ini
semua adik-adik saya (6 saudara) telah masuk Islam juga. Tahun ini juga saya
sudah akan ditugaskan di kampung saya untuk berdakwah di sana."
PEDOMAN WA'VANCARA
nrODAT A SJNG~AT
NAMA
I g...d~...ti ~ .. ">'Q.0:~g.~............
~IN~~TAAS
. S1 : :~~~~i~qifl~{i\~f~1, JlU' \CP1 dan cti Z0n
:> AN· :4"'?ci~~"'{em'rXnoan""N\ua\~("'~~~ a.n~~Q.~ Cel\~r lrdtfleila
DAFTAR PERTANYAAN
KATEGORl PRIBADI
. 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi ll1ualaf?
3. Bag~iri1ana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dad orang
lain, siapa itu?
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon ke1uarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudah berapa lanla anda menjadi santri/wati di pesantren iai?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?
Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislarnan and a?
Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimalla dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agarna Islam di pesantren ini?
Pelaksanaan
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari tlstac1zJ ustadzah terhadap santri?
4. Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatknn pCllHlhanmn dan
penerapan keislaman di pcsantren ini?
Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul14.00 sid 15.00 WIB.
Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedornan wawancara dan transkip
wawancara.
BIODATA SINGKAT
NAMA : Nur Hidayah (Prima Sari Rumahordo)
USIA : 26 tahun
INSTANSI : Pesantren PembinaanMuallafYayasan an-Nab a Center Indonesia
4. Tanya: Apa alas an terbesar anda ingin masuk Islam? Jib mendapat uorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "Ya, awalnya sepe11i yang saya ceritakan tadi. Semunya karen a diri saya
pribadi. Berawal dari rasa penasaran saya terhadap Islam, yang dimulai adanya
fenomena pohon kelapa tersebut. Namun yang menjadi alasan mantab saat saya masuk
Islam adalah setelah membaca surat al-Ikhlash dan kisah Nabi Isa. "
6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembe1ajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "media apapun sarna, asalkan cara teknis guru dalam menyampaikan itu
yang paling penting. Guru hams pandai menyampaikan materi dengan bahasa yang
pas bagi mualaf. Media bagi saya tidak begitu berpengamh, namun semua media
dan metode yang telah ada saya sangat menyukainya."
Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
Jawab: "ada yang langsung mengevaluasi dengan menilai kekurangan dan
mengapresiasi kelebihan kita. Selain itu, ada PR, sedangkan ujiannya ada yang per
bab dan ada juga yang per judul. Semua ustadz berbeda-beda dalam memberikan
evaluasi."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembdajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
Jawab: "ustadz di sini sangat sabar sekali. Apalagi menghadapi santri seperti saya
yang sedikit keras kepala. Selain itu, fasilitas memang sangat lengkap di sini dan
semua didukung kok, namun meskipun terbatas juga tidak apa-apa. Bagi saya yang
penting adalah guru dalam mengajar. Kalau yang menghambat itu adalah diri saya
sendiri. Seperti rasa malas, susah menghafal dan lain sebagainya"
9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "beberapa cara khusus yang dimilikinY<l yaitu muraja'ah baik disuruh
ustadz maupu tidak, do'a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar."
Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "saya sudah berani percaya diri dan berani mengakui bahwa saya Islam.
Selain itujuga sudah semakin kuat rasa saya untuk berdakwah."
PEDOMAN WAvVANCARA
SUBJECT: SANfRV·PESERTA DIDIK
Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesulii dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islam di pesantren ini?
.Pelakscmaan
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pcmbelaj8ran pendidikan agama Islam dari ustaclzl ustadzah terhadap s<lntri?
4. Bagaimana eara anda sebagai santri dalam meningkatkan pcmahaman dan
penerapan keislaman eli pesantren ini?
INDONESIA
A. SANTRI PUTRA
B. SANTRI PUTRI
DOKUMENTASI/ FOTO-FOTO
Materi Pembelajaran
Beberapa Koleksi Perpustakaan
Kegiatan Wawancara
----'----~--------.- ..-- --- . __._ _
.. .....
An-Naba' Center
Pesdntrenn4d Pdrd MUdlldf
Pesantren in;#idiriklf~.I1JJJHkrnembirlJ,mendidik, dan menyantuni
muallaf~qmpai Wampuberdi(!.sm4iri. Sekaligu5,Jl1emupuk
kepedUlianf~~bersqWaan,d~.f!tqri~g~gjaWab seluruh kOlT)ponen
~t1um~t)~/am#atrr!l'rti'bind mua/laf •
B
,
angunan bercat dengan karakter warna kekosongan pemblna~n pada muallat; tapl juga
. asrl dan berslh terasa sangat serasl dengan lebih balk, efektlt; dan etislen,'tutur Ustadz
Ingkungan sekltarnya. Terlihatjelas, para santrl Syamsu: Arltin Nababan, pengasuh pesantren.
yang tengah bersosialisasi satu dengan lainnya, . ·Itulah sebabnya, pesantren yang beralamat
dan kitab-kitab rujukan membuat suasana kian han Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kabupaten
hidup di dalam pesantren inl. Memang tak se Tangerang, Proplnsl Bant.. n Inl, menyeleng
perti seperti pesantren lain, pesantren ini berisi garakan pendidikan formal yang berorlentasl
santri yang baru saja mengenallslam, tapl mere pada pembentukan akidah Islam yang kuat dan
ka sangat antuslas mendalami ajaran Islam dan kaffah. Sehlngga, dalam jangka panjang akan
meneruskan perjuangan dakwah Islam hlngga membentengl para muallaf darl berbagai godaan
Itulah sekilas kondisi Pesantren Pembinaan . pesantren Inl juga mengajarkan berbagal me
Muallaf An-Naba'Center. Merr.ang, tak banyak toda untu~ menghadapl mislonarls yang gencar
plhak yang mengetahul tentang pesantren ini. melakukan kristenisasi.
Padahal, pesantren yang khusus membina, mem Menurut Ustadz yang akrab dlsapa Ustallz
blmblng, dan menyantunl para muallaf ini telah Nababan Ini, An-Naba'Center juga akan menye
berdirl sejak 2007. Selama Inl, muallafyang jum lenggarakan pendldlkan dan pelatlhan voka
lahnya terus bertambah nyarls tak terblna apalagi slonal berbasls entrepreneurship sebagal sayap
salah satu kelompok yang wajib menerima zakat. secara bertahap, pesantren blsa membekali
Ironls memang, ketlka dakwah Islam dl tanah anak didik dan para muallaf dengan berbagai
air berkembang pesat tapl pembinaan terhadap ketrampilan yang dibutuhkan dalam pasar kerja
mualiaf yang mendambakan kehldupan penuh maupun untuk berwlrausaha secara mandlri.
mY.:.~ M2012
'.
yang akan membimblng para muallaf menuiu
pengenalan dan pendalaman tentang Islam se·
eara kaffah."katanya.
Ustadz Nababan yang awalnya juga muallaf
Inl, metasa sepertl dlsambar petlr dl slang bolong .
ketika mengetahul rlntlhan seorang muallaf yang
dlblmblngnya terlantar dl jalanan Ibu kota. Mual·
lafyang la blmblng Itu teruslr dart keluarg • .,ya,
dlpeeat darl pekerjaan, dan tldak memllikl apap
un keeuall keyaklnannya bahwa Islam adalah pe
tunjuk hldupnya. "Saat Itulah saya seperti ditegur
oleh Allah SWT. Karena Itu, saya segera bangklt
untuk berbuat sesuatu. Saya harus bertlndak
sepertl yang dilakukan umat Islam lalnnya yakni
!3h masuk Islam, mereka umumnya terusir darl merangkul dan memperhatikan mereka para
rumah, hidup tanpa perllndungan orang tua atau muallaf." paparnya.
keluarga. "Jalan terjallni merekii pillh semata
mata karena mereka yakln Iman Islam dan ke
benaran aiaran Islam akan menyelamatkannya Mengislamkan
dalam mengarungl kehldupan dl dunla hlngga Kinl mlmplltu telah menjadl kenyataan.
akhlrat kelai(," tutur Ustadz Nababan. Pesantren Pemblnaan Muallaf An-Naba'Center
Plllhan mereka untuk hlirah ke dalam naungan te:ah berdlr' dengan gagah. Pengelolaan yang
Islam tldaklah mudah. Pilihan Ini mengaklbatkan amanah, profeslonal, mandiri, dan berjuang
mereka terlantar dart pelukan keluarga yang se semata-mata untuk membina, memblmbing. dan
lama Inl mengaslh!. Mereka dlanggap bukan ba menyantuni para muallaf, saat Ini benar-benar
gian dari keluarga, bahkan mengalami berbagai menjadi agenda utama dari lembaga Ini. Meski
ancaman dan teror. Karena realltasnya demlklan persoalan muallaf sangat beragam dan kian ber
berat ditambah kurangnya pembinaan terhadap tambah berat, tapl An-Naba'Centertak akan suo
mereka oleh kita yang telah leblh memeluk Islam, rut di tengah jalan, karena memang perjuangan
aklbatnya sebaglan darl mereka ada yang kem masih paniang.
ball murtad. "Kondlsl sepertl Inl, dart SUdOl pan Ustad Nababan mengatakan, dari pengdlaman
dang aJaran Islam sangat dlsayangkan. Mengapa dlrlnya seorang muallaf dipastikan mengalaml
mereka yang masuk Islam akhlrnya terlantar1 penolakan dart keluarganya. Setelah keluarga
Mengapa mereka akhlrnya murtad kemball1 menganggapnya bukan lagl baglan dari kelu
Mengapa klta membiarkan mereka menderlta arga besamya, sl muallaf blasanya akan dleabut
sendlrlan?"tanya Ustadz Nababan. haknya darl tempatnya bekerJa. Hal yang paling
Memang, selama Inl, sebaglan umat Islam parah, sl muallaf umumnya harus menlnggalkan
dl kawasan Jabodetabek bahkan dl seluruh Indo rumah. "Bagl muallafyang memillkl kemampuan
nesia tak mengetahul ada lembaga yang melaku ekonoml hal sepertl inl tldak terlalu menjadl
kan pemblnaan terhadap muallaf secara terpadu. masalah. Tapi ketika sl muallaf tldak memllikl
.( Secara umum, umat Islam hanya mengen.1 kelapangan rezekl, blasanya akan sangat men
MasJld Istlqlal dan Masjld Agung Sunda Kelapa derlta: ujamya.
yang memlllki program pembinaan muallaf. Tapl Sayangnya, Ustadz Nababan, tldak meml
ketlka dltanya, adakah lembaga atau pesantren 111<1 data pastl berapa jumlah muallaf dl seluruh
yang khusus memblna para muallaf, dipastlkan Indonesia yang hid up terlantar clan tldak meml
jawabannya tldak tahu. Inilah faktanya. IIkl kemampuan ekonoml yang memadal. Yang
Berangkat dari fakta Inllah, Pesantren jelas, katanya, apapun kondlslnya, para muallaf
Pemblnaan Mua:laf Annaba' Center dlrl~.an tahun umumnya membutuhkan pematlan, pem!!lnaan,
2oo7lalu. Ustadz Nababan mengaku terenyuh blmblngan, hlngga santunan. "Karenanya. bagi
tlap kall mellhat pemblnaan muallaf dl tanah air. pengelola lembaga zakat. sebalknya alokasikan
"Saya tldak pemah membayangkan bahwa dak sebaglan dana zakat ltu untuk memblna para
wah yang selama Inl saya lakukan ternyata tidak muallaf, karena kelompok masyarakat Inl wajlb
ditopang dengan slstem pemblnaan terpadu menerlma zakat,"tegasnya. .
Juli2012
Hlngga saat Inl, terdapat 25 santrl yang
tengah mondok menuntut.llmu di pesantren
inl. Tapljika dlhltung sejak awal berdiri sudah
mencapal 50 orang leblh, Bahkan. pesantren
.,
ini juga telah mengislamkan lebih darl sebelas
muallaf. Dua diantaranya warga asing dari AS
dan Polandla. ·Alhamduliliah. kaml tldak hanya
mengislamkan santrl muallaf yang mondok tapl
juga masyarakat umum yang sengaja datang
untuk mengucaflkan dua kallmat syahadat:
papar Ustadz Nababan.
Sedangkan santri yang mondok, semuanya
jU9a merupakan muallafyang berasal darl
berbagai wilayah dllndonesla. mulai Jari Jawa,
Sumatera. Kalimantan. Sulawesi. hingga Papua.
Ada juga sejumlah santri dari TImor leste.
Keragaman inl sengaja dipupuk dan dlblna
untuk menghlndarl kesan ekslusifitas terhadap
suku, ras, atau etnls tertentu.
Ustadz Nababan melanjutkan. mereka
yang n,emutuskan masuk Islam berasal dari
berbagai kalangan dan tingkat ekonomi.
Mereka mengenal Islam umumnya darl
bacaan. pernlkahan dan pergaulan. Sebelum
memutuskan masuk Islam. mereka bolak-balik
datang ke pesantren untuk berdiskusl tentang
Islam. 'Mereka memutuskan masuk Islam di
pondok Inl karena mendapat Informasl darl
muiut ke mulut. Oemlklan juga dengan muallaf
yang darl AS dan Polandia. Mereka berdua
tahu. saya pernah berblcara dl negeri
' .. "
. I~
'.
Apalagi, pesantren Ini membuka pintu lebar tantangan Inl seolah-olah hanya menjadi beban
lebar bagi siapa saja yang ingin mengenal dan lembaga dan sang pengelola saja. Padahal, se
belajar Islam. Karenanya, pesantren asuhannya harusnya, umat Islamlah yang menanggungnya
santrl yang mondok tapl juga menyedlakan ruang asnya lembaga, perhatlan dan dukungan darl se
bagi masyarakat umum untuk belajar Islam dan . mua komponen umat Islam tetap dlperlukan untuk
Bahasa Arab. Meskl pondoknya tldak dlkenalluas, pengembangan leblh lanjut. Sehrngga, kualit~s -,
tapl berkat Informasl darl mulut ke mulut, akhlrnya . sumber daya muall.f dlkeluarkan akan mampu
banyakjuga warga yang berkunjung.Sebaglan menjadl garda terdepan perjuangan dakwah dl
dlantaranya adaiah calon muallafyang mengajak . tanah air, bukan ~sal membina dan asal luIus p~m
berdlskusl sebelum akhlrnya mengucapkan dua. blnaan: pungkasnya.
kalimat syahadat. Pertanyaannya; maslhkan klta dlam? Ayo
Serupa dengan lembaga pemblnaan mual saatnya semua komponen umat Islam bersatu
laf yang sudah ada, An-Naba' Center juga banyak membantu pros ram Inl semamp~nya. rim MSC
Program Kerja
RenCClna Strategi~ An-Naba'Center
An-Naba'Center
""gram pemblnaan
Yayasan in1 memilikt ren~(lrIa strategis Memberrkan dasar-dasar akidah Islamlyah
mcndap;Jt fasiJitilS pcndklikZlo d~n '. Memberlkan pelatlhan khutbah dan atau
peng<1jaran tentang keislJrnan s(:lbagi1i ceramah-ceramah yang efektif.
if<hti<lr pf:>rnantapan "1kid~lh IsbrniYi"lh
dall akhlaq al-kariln;lh. ""gram PemIIdikan
2. McncJinvcntal'isir pal'a mUc111af untuk Menyelenggarakan pendldlkan formal darl
ciitingkJtkc.ln potcnsi (lln slImbcr dJytl tlngkat dasar sampal perguruan t1nggl.
y;mU rnereka miliki iJ9,-lr rnempefoleh Menyelenggarakan pendldlkan pesantren
krst~mfl;]t~n yang Sum] s(~hin(J9J 111l:f\ dengan pola terpadu (Islamic boarding school
(apai kchidupun yang lilYi1k. system).
3. 1\.'1eml),lnqul'l silaturdhirn (j,ln komu
nik;]si ant,H para n111dlhf ctlilumat
Islam secar(l keselurLlh~n ulltuk rnen
Program l'engtlllbangan
Menghafal al-Qur'an dan tafslrnya.
cipt()kan sinerui hubufHJan ydllg S(l1;!1~1
Menghafal Hadrts dan sarahnya.
membiJntu.
Penguasaan Bahasa Arab_
4. Menqhimpun potcl1si U1Yidt 1.,1':1111 eli
o Penguasaan Bahasa Inggris
dc:sa clan kota agar brt"'Jccli;l mcnj,ldi
• dOf1Zttor I11C'ldlui pernbaY,lldll z~lkat
yang Jklif. Program VoIr4sJllnal
S. MembJngun berb';l(Jai bC'ntuk u',aila Pendldlkan Ketrampllan,
6. O(llarn fungsi sebaqdi 'A.milll"l, YaY<ls;;m Pusat Konsultasl Perbandlngan Agama dan
I).'
'.
Ustadz, dal, idal dan ulall)a di negerllnijumlahnya
sangat banyal<, bahkan yang dikenal publik
secara naslonal hlngga Internaslonal juga cukup
banyak. Tapl sosok ustadz yang awalnya seorang
pendeta atau penginJiI kemudlan mendedlkasikan
hldupnya dalam dakwah Islamjumlahnya blsa
dihitung dengan Jari. Satu dlantaranya adalah
Ustadz Syamsul Arlfin Nababan yang akrab disapa
Ustadz Nababan.
Sebaglan publlk mengenal Ustadz Nababan
sebagal pemlIlk Yayasan An-Naba' Center yang
mp.ngelola "resantren Pembina Muallaf An
Naba'Center" di Kabupaten Tangerang, Provinsl
Banten. PadahaL ustadz kelahlran Tapanull Utara,
Sumatera Utarna, 10 Oktober 1969 Inl, awalnya
adalah seorang pendeta dan penglnJiI yang gigih
menyebarkan mlsi Kristen di kawasan Tapanull,
Sumatera Utara dan sekltarnya.
Sejak tahun 1990-an Ia belajar IImu
Perbandlngan Agama, maka kerancuan tentang
konsep Trlnitas dan pertentangan dl antara ayat
ayat dalam Injil juga menjadi klan gamblang. .'
Akhirnya, pada 1991 Ia memutuskan memeluk
Islam setelah setahun lebih ia mempelajarinya
melalul studi perbandlngan agama Inl.
Setelah memeluk Islam, Nababan pun
melanjutkan studinya untuk memperdalam Islam.
la pun menamatkan studl S2-nya dllnstltut IImu
AI-Qur'an di Clputat, Tangerang. la juga tergabung
dalam Ikatan Dai (lKADI) Jakarta. Kini, bersama Istri
tercinta, Leli Yuhenl dan keempat putra-putrinya,
Ustadz Nababan tak kenai kata menyerah dalam
berdakwah menyebarkan Islam ke pelosok negeri
bahkan ke kancah Internaslonal.la juga sering .
".
....
A. Latar Belakang
Pendirian Pesantren Pernbinaan Mualaf ini
bermula dari keperihatinan UstadzSyamsul Arifin
, r-' 'rE~ ,<",,,, z...,,' ,.0'" J-~'-'.-
.;.=~";;!;?:::::::~....-
Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka
berwawasan perbandlngan agama.
dibiarkan menderita sendirian?
4. Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul
.... ,~,
Menjawab problematika ini Pesantren Pembinaan
MualafYayasan Annaba' Center hadir sebagai jawaban
karimah, mandlri dan terampil.
5. l\1enggalang kesatuan dan persatuan di antara kaum
atas persoalan mendasar para muallaf. Pesantren inr
Muslimin Indonesia dalam memberikan daya
dirancang untuk membina, mendidik, dan menyantuni
dukung terhadap kebangunan iman dan taqwa yang
para mualaf sampai mereka mampu menjadi juru
mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf.
. dakwah. Para muallaf dididik secara sistemik dan
6. Sebagaiikhtiar kelembagaan dalam kerangka
'programatik berorientasi pada pembentukan aqidah
mengajak masyarakat untuk peduli melihat
Islam yangkuat dan kaffah. Membekali mereka dengan
keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para
keterampilan khusus, sehingga memiliki kemampuan
muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan
yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan
aset umat.yang dapat diandalkan keberadaannya
. bermasyarakat.
bagi bangunan sebuah. masyarakat bangsa yang
B. Visi'
JI. Cenderawasih IV, No. 1,RT. 02lRW. 03. . beriman danbertaqwa.
"Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan
Ke •. Sawah Baru. Kec. Ciputat. Kota Tangerang Selatan.
Email: ust.nababan@annSlba-center.com
Memberikan pelatihan khutbah dan atau eeramah 5. Ust. irwansyah, Lc.(Spesialisasi Fiqh)
eeramah umum 6. Ust. Mukhlis, Lc. (Spesialisasi Bahasa Arab)
7. .Ust. Sunali, Lc. (SpesialisasiTsaqofah Islamiyah)
2. Program Pendidikan 8. Ust. Ail Akbar, S.Pdi. (Spesialisasl Aqidah)
Meny~lenggarakan pendidikan noo_Jormal dengan 9. Ust.ldham Cholid (SpesialisasiTahfidz AI-Quran)
pol a pesantren. . 10. Ust. Muhammad Rofiq, S.Pdi. (Spesialisasi Tajwid)
11. Ust. Muhammad Zeini AI-Hafidz (SpesialisasiTahsin)
3. Program Pengembangan 12. RahmatAI-Fahmi (Spesialisasi Komputer)
Menghafal al-Qur'an dan tafsirnya
Menghafal Hadits dan sarahnya
Lahan yang Akan Dibangun Pesanlren Muallaf Pulri
Penguasaan Bahasa Arab
Penguasaan Bahasa Inggris Para Santrl Pesantren Pemblnaan Muallaf
Usal Pengislaman
Bantuan wakaf bangunan sebesar
Usal Pengislaman
Mr. Cowell Dari Amerlka Mr. David dariPolandia
Rp. 2.000.000/meter dapat disalurkan
melalul rekening: .•
~N~. Rek. 0521.01.013969.508. Sank SRI, a/no