Anda di halaman 1dari 179

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF

DI PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF


YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA

Tesis

Oleh :
Hidayatus Syarifah
NIM : 21150110000017

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis dengan judul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di


Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesi a" yang ditulis oleh
Hidayatus Syarifah dengan NIM 211501 10000017, telah diujikan pada Ujian
Promosi Tesis oleh Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN
Syarif Hidayatullah Jakartapada Senin, 21 Agustus 2017. Tesis ini telah diperbaiki sesuai
saran dari penguji sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan
(M.Pd.) pada Program Magister (S2) Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, Agustus 2011

Ketua Prograln Tanggal


Nama lE)r.Ho Sapiudin Shidiq,ゝ 江.Ag.
NIP :196703282000031001

PenguJl I
Nama :Prof Dr.Rusmin Tumanggor,M.A.
NIP :‐

PenguJl Ⅱ Tanggal
Nama :E)r.Akhmad Sodiq,M.Ag。
NIP :197107091998031001
Z,´ 多 ´201

PenguJl III Tanggal Tanda Tangan


Nama Dr.Nuraenl Ahmad,M.Hum.
NIP 19521231 1984032001
slo l,r
Pembim bing
Nama E)r.Ho Sapiudin Shidiq,M.Ag.
NIP I 196703282000031001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah n Keguruan hrif Hidayatullah J akarta

NIP:19550421 1982031007
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Hidayatus Syarifah


Tempat/Tanggal Lahir Bojonegorol 02 Mei 1992
NIM 211501 I 00000r7
Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Judul Tesis Pendidikan Agama Islam Bagi Mualaf di Fesantren Pembinaan
MuallafY ayasan an-Naba Center Indonesia
Dosen Pcmbimbing Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag.

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggungjawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat
sebagai salah satu syarat memperoleh gelir Magister Pendidikan (Nd.Pd.).

Jakart a, 25 Agustus 201 7


Mahasiswa Ybs.

Hidayatus Syarifah
NIM.21150110000017
ABSTRAK

“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF DI PESANTREN PEMBINAAN


MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA”

Penelitian ini dilatar belakangi oleh distingsi dalam pelaksanaan pendidikan Agama
Islam bagi mualaf. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan Agama
Islam bagi mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia, menguraikan faktor pendukung dan penghambatnya serta
mengidentifikasi implikasinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan analisis untuk mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan pendidikan Agama
Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Penelitian dilaksanakan dengan triangulasi teknik pengumpulan dan pengolahan
data.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia memberikan pembinaan berupa pembiayaan santri untuk
menempuh pendidikan formal di luar dan non formal di dalam pesantren. Penelitian
difokuskan kepada pendidikan non formal karena cukup menarik. Pendidikannya
merupakan pendidikan lintas usia, bertujuan dakwah dengan memberikan materi ilmu
kristologi dan muhadharah sebagai tambahan materi lainnya, mengintegrasikan metode
pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal, mengkombinasikan pendekatan
religus –kristologi– dan pendekatan scientific, serta tanpa adanya report harian ataupun
rapor. Berbagai problematika tidak luput dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan tersebut,
namun pembelajaran tetap dapat berlangsung secara efektif karena didukung adanya
faktor-faktor pendukung seperti minat belajar yang tinggi, kompetensi guru yang terpenuhi
dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu, efektifitas pelaksanaan pendidikan Agama
Islam tersebut dapat dirasakan dari output yang dihasilkan. Diantaranya yaitu perubahan
karakter, militansi Islam, menjadi juru dakwah Islam, hafal dan cinta al-Qur‟an, lebih
mengenal hakikat Tuhan dan Islam serta semakin percaya diri terhadap identitas
keislamannya. Kemudian, tentunya problematika yang ada diperlukan saran diantaranya
penambahan materi pembelajaran baik bersifat pengetahuan maupun pengembangan diri,
melaksanakan program relawan untuk membantu dan/ atau mendampingi ustadz dalam
melaksanakan pembelajaran dan mencari donatur tetap serta pendirian unit usaha mandiri.

Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam, Mualaf, Pesantren Mualaf

i
ABSTRACT

“ISLAMIC EDUCATION FOR MUALAF IN PESANTREN PEMBINAAN


MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA”

This research based on the distinguish of the implementation of Islamic education for
mualaf. The objective of the the study is describe the Islamic Education for mualaf at the
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, describes the
supporting factors, obstacles and identify the implications. This research is a qualitative
research with analytical approach. It is to know more about the implementation of Islamic
education for mualaf in Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia.
The study was conducted with triangulation of data collection and processing techniques.
The results obtained from this research is Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-
Naba Center Indonesia provide coaching in the form of financing santri (student) for
formal education outside and non formal in boarding. The study focused on non-formal
education because it is quite interesting. Education is a cross-age education aimed at
preaching by giving christology and muhadharah materials in addition to other materials,
integrating learning methods in formal and non-formal education, combining religious-
christology- approaches and scientific approaches, also without any daily reports or report.
Various problems are not avoided in the implementation of the education, but the learning
can still be effective because it was supported by some factors such as high learning
interest, teacher competence, and adequate facilities. Therefore, the effectiveness of the
implementation of Islamic education can be felt from the output. They are character
changing, Islamic militancy, Islamic missionaries, memorized and love Qur'an, more
familiar with the nature of God and Islam and increasingly confident in his Islamic
identity. Then, of course there are problems that require suggestions such as the addition of
learning materials, both in the form of knowledge and self-development, implementing
volunteer programs to assist and accompanying teachers in carrying out learning and
seeking a permanent donor and the establishment of independent business units.

Keywords: Islamic Education, Muslim convert (mualaf), Pesantren mualaf.

ii
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah mengalih aksarakan suatu tulisan ke dalam aksara lain.


Misalnya, dari aksara Arab ke aksara Latin.
Berikut ini adalah Surat keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 - Nomor: 0543 b/u/1997 tentang Transliterasi
Arab-Latin yang peneliti gunakan dalam penulisan Tesis ini.

A. Konsonan
ARAB NAMA Latin KETERANGAN RUMUS*
‫ا‬ Alif - - -
‫ة‬ Ba‟ B Be -
‫ت‬ Ta‟ T Te -
‫ث‬ Ṡ a‟ Ṡ Es dengan titk di atas 1e60 & 1e61
‫ج‬ Jim J Je -
‫ح‬ Ḥa‟ Ḥ Ha dengan titik di bawah 1e24 & 1e25
‫خ‬ Kha Kh Ka dan ha -
‫د‬ Dal D De -
‫ذ‬ Żal Ż Zet dengan titik di atas 017b & 017c
‫ر‬ Ra‟ R Er -
‫ز‬ Zai Z Zet -
‫ش‬ Sin S Es -
‫ش‬ Syin Sy Es dan ye -
‫ص‬ Ṣ ad Ṣ Es dengan titik di bawah 1e62 & 1e63
‫ض‬ Ḍ aḍ Ḍ De dengan titik di bawah 1e0c & 1e0d
‫ط‬ Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah 1e6c & 1e6d
Zet dengan titik di
‫ظ‬ Ẓa Ẓ 1e92 & 1e93
bawah
‫ع‬ „Ain „ Koma terbalik di atas „_
‫غ‬ Gain G Ge
‫ف‬ Fa F Fa
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ى‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫ه‬ Ha‟ H Ha
‫ء‬ Hamzah ‟ Apostrof _‟
‫ي‬ Ya‟ Y Ye
*
Rumus hanya dipergunakan untuk font yang tidak ada di kibor komputer gunanya
untuk mempermudah. Rumus dioperasikan dengan cara mengetik kode yang tersedia
lalu klik alt+x (kode pertama untuk huruf kapital dan kode kedua untuk huruf kecil).

iv
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
‫َا‬ Fatḥ ah A A
‫ِا‬ Kasrah I I
‫ُا‬ Ḍ ammah U U
Contoh:
‫كتت‬: kataba dan ‫سئل‬: su‟ila

2. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
ْ‫ىَي‬ Fatḥ ah dan ya‟ sakin Ai A dan I
ْ‫ىَو‬ Fatḥ ah dan wau sakin Au A dan U
Contoh:
‫كيف‬: kaifa dan َ‫ =حَوْل‬ḥ aula

3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan Rumus
‫ىَب‬ Fatḥ ah dan alif Ā A dengan garis di atas 100 & 101
‫ىِي‬ Kasrah dan ya‟ Ī I dengan garis di atas 12a & 12b
‫ىُو‬ Ḍ ammah dan wau Ū U dengan garis di atas 16a & 16b
Contoh:
َ‫قَبل‬ : qāla َ‫قِيْل‬ : qīla dan ُ‫َيقُوْل‬ : yaqūlu

C. Ta’ Matrbuṭ ah
1. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah hidup
Ta‟ matrbuṭ ah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥ ah, Kasrah,
dan Ḍ ammah, transliterasinya adalah “T/t”.
2. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah mati
Ta‟ matrbuṭ ah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya
adalah “h”.
Contoh:
‫طلحة‬ : ṭ alḥ ah.
3. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah jika diikuti oleh kata yang menggunakan kata
sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta‟ matrbuṭ ah ditransliterasikan
dengan “h”.
Contoh:
‫روضة األطفبل‬ : rauḍ ah al-aṭ fāl
‫الودينة الونورة‬ : al-Madīnah al-Munawwarah

D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)


Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydīd (ّ‫)ى‬, dalam transliterasi dilambangkan dengan
huruf yang sama (konsonan ganda).
Contoh:
‫ رثّنب‬: rabbanā

v
‫ نسّل‬: nazzala
E. Kata sandang alif-lam “‫”ال‬
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurug alif-lam
ma„rifah “‫”ال‬. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf
qamariyah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyi yaitu “‫ ”ال‬diganti huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti
kata sandang tersebut.
Contoh:
‫الرّجل‬ : ar-rajulu
‫السيّدة‬ : as-sayyidah
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan
aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Huruf sandang
ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda
sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.
Contoh:
‫القلن‬ : al-qalamu
‫الفلسفة‬ : al-falsafah

F. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal kata,
hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
‫ شيئ‬: syai‟un ‫ اهرت‬: umirtu ‫النوء‬ : an-nau‟u

G. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi
huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti
keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak
menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.
Contoh:
‫وهب هحود إال رسول‬ : Wamā Muhammadun illā rasūl
Abū Naṣ īr al-Farābīl
Al-Gazālī
Syahru Ramaḍ ān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ān

H. Lafẓ al-Jalālah (‫)اهلل‬


Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya,
atau berkedudukan sebagai muḍ āf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Contoh:
‫ دينبهلل‬: dīnullāh
‫ثبهلل‬ : billāh
vi
Adapun ta‟ matrbuṭ ah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah,
ditransliterasikan dengan huruf “t”.
Contoh:
‫ هن في رحوة اهلل‬: hum fī raḥ matillah

I. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia


Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau
sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara
transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur‟an dari al-Qur‟ān, Sunah dari sunnah. Kata
al-Qur‟an dan sunah sudah menjadi bahasa baku Indonesia maka ditulis seperti bahasa
Indonesia. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks
Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
Fī ẓ ilāl al-Qur‟ān As-Sunnah qabl at-tadwīn

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Sang
pemilik langit dan bumi beserta isinya. Sang pemberi limpahan rahmat, hidayah, inayah,
nikmat dan karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
kepada baginda alam, sang revolusioner sejati yang menuntun umatnya menuju jalan
penuh keridhaan Allah swt. dan khotaman nabiyyin yaitu baginda Nabi Muhammad saw.
Dan kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi‟at tabi‟in, ulama salafussholih, para
syuhada, para sholihin dan seluruh kaum muslimin serta muslimat sampai kepada umatnya
saat ini. Mudah-mudahan di akhirat kelak kita semua mendapatkan ridho Allah swt. dan
syafaat Nabi Muhammad saw. Amin.
Penyelesaian tesis ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program
Magister Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan
dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak,
hambatan dan kesulitan tersebut dapat terlewati. Dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan berupa arahan, bimbingan, dan lainnya selama proses penyelesaian
tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya tersebut penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede
Rosyada, M.A beserta jajarannya.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A beserta jajarannya.
3. Ketua Program Magister Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Sapiudin Shidiq, M. Ag.
beserta jajarannya, yang telah memberikan pelayanan akademik dengan
memuaskan.
4. Pembimbing, Dr. H. Sapiduin Shidiq, M.Ag. yang telah memberikan bimbingan,
arahan, wawasan dan nasehat dengan penuh kesabaran, ketekunan serta
keikhlasan.
5. Seluruh Dosen Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu baik secara tersirat maupun tersurat kepada penulis.
6. Ustadz Syamsul Arifin Nababan, selaku pendiri dan pengasuh Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, yang telah bersedia
memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.
7. Ustadz Idham Chalid, Ustadz Abdul Aziz Laia, Ukhti Khoirun Nisa, ukhti Nur
Hidayah Rumahorbo dan akhi Annas Mansur Zebua yang telah bersedia
memberikan informasi kepada penulis tentang semua permasalahan yang terdapat
dalam tesis ini.
8. Ayahanda H. Imam Suyuti, ibunda Umi Saidah, adinda Muhammad Ubbadur
Rahman al-Alawi dan adinda Fakhira Muzniya Syarifa serta seluruh keluarga
tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, pelajaran hidup, nasehat,
dan dukungan lainnya baik dari segi riil maupun materiil.
9. Dr. Jejen Musfah, MA dan Tanenji, MA yang telah memberikan arahan, motivasi
dan nasehat kepada penulis.
10. Staff Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muslikh Amrullah,
S.Pd. yang telah membantu dan memberikan layanan akademik dengan sangat
baik dan juga dukungan serta motivasi kepada penulis.
viii
11. Seluruh sahabat seperjuangan baik dari prodi MPAI, MPBI, MPBA, dan MP yang
telah memberikan kenangan indah, semangat dan motivasi saat berada di bangku
perkuliahan kepada penulis.
12. Kepada seluruh santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia, yang telah bersedia menerima penulis dengan sangat ramah dan penuh
kasih sayang selama penulis berada di pesantren.
13. Kepada IhyaUlumuddin, S.Pd.I yang telah banyak memberikan dukungan dan
motivasi dengan sabar dan penuh kasih sayang kepada penulis.
14. Kepada semua pihak yang ikut andil dan telah membantu penyelesaian tesis ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya kepada mereka yang telah penulis sebutkan, hanya do‟a yang dapat
dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, semoga Allah swt. yang membalasnya dengan
balasan yang berlipat ganda. Amin.

Jakarta, 25 Agustus 2017


Penulis,

Hidayatus Syarifah

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian ............................................................................ 9
2. Tujuan .................................................................................. 15
3. Dasar .................................................................................... 17
4. Ruang Lingkup .................................................................... 19
5. Urgensi ................................................................................ 22
6. Kurikulum ........................................................................... 22
7. Proses Pembelajaran ............................................................ 23
8. Evaluasi ............................................................................... 29
B. Mualaf
1. Pengertian ............................................................................ 30
2. Makna Konversi Agama ...................................................... 32
3. Tahapan Konversi Agama ................................................... 33
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mualaf ........................ 34
5. Fase Mualaf Menjadi Muslim ............................................. 36
C. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ....................................... 40
D. Kajian yang Relevan .................................................................. 42
E. Kerangka Konseptual ................................................................. 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 46
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ 46
C. Data dan Sumber Data ............................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 47
E. Teknik Analisa Data .................................................................. 48
F. Uji Keabsahan Data ................................................................... 49

x
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lokasi Penelitian
1. Letak Lokasi Penelitian ....................................................... 50
2. Sejarah Singkat .................................................................... 50
3. Visi dan Misi ....................................................................... 51
4. Program Pesantren ............................................................... 52
5. Keadaan Pendidik ................................................................ 53
6. Keadaan Peserta Didik ........................................................ 54
7. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................ 56
B. Temuan Penelitian dan Pembahasan
1. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf
a. Tujuan ............................................................................ 58
b. Materi ............................................................................. 60
c. Metode .......................................................................... 70
d. Evaluasi ......................................................................... 78
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Agama
Islam bagi Mualaf ................................................................ 79
3. Implikasi Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ................. 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................ 93
B. Saran .......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 95

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Pesantren Pembinaan Muallaf


Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... 52
Tabel 4.2 Daftar Pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... 53
Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... 57
Tabel 4.4 Daftar Buku Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ......................................... 69

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ............................................................................ 44


Gambar 3.1 Tiga Komponen Analisa Data ............................................................... 48
Gambar 3.2 Teknik Triangulasi Data ........................................................................ 49
Gambar 4.1 Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Usia ......................... 55
Gambar 4.2 Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Jenjang Pendidikan .. 56
Gambar 4.3 Kerangka Hasil Penelitian ..................................................................... 91

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Referensi


Lampiran 2 Pedoman Observasi
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Studi Dokumen
Lampiran 5 Laporan Hasil Observasi
Lampiran 6 Transkip Wawancara
Lampiran 7 Data Santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia
Lampiran 8 Dokumentasi/ Foto-Foto

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menjadi mualaf merupakan pilihan bagi seseorang. Proses tersebut mengalami
berbagai fase yang kadang menyulitkan dalam pemenuhan keyakinannya. Walaupun
hidayah merupakan mutlak atas kehendak Allah swt., namun fitrah dan akal manusia
juga memiliki peran dalam pengambilan keputusan untuk mengubah keyakinannya
tersebut. Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan mualaf. Seperti pada masa kota
Mekah oleh Nabi Muhammad saw. pada tahun 8 H., Nabi Muhammad saw. memberi
keamanan kepada Safwan bin Umayyah selama masa konversi batinnya hingga Safwan
menentukan pilihannya kepada Islam. Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga
memberikan beberapa ekor unta kepada Safwan setelah Safwan menjadi mualaf. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan keberadaan mualaf dan
memperlakukan mualaf dengan sangat baik, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw.
Perhatian Islam terhadap mualaf salah satunya dikarenakan kondisi mualaf itu
sendiri. Beberapa kondisi mualaf tersebut merupakan pengalaman mualaf mulai dari
sebelum, ketika dan setelah masuk Islam. Secara umum, kondisi mualaf tersebut
diuraikan sebagai berikut: Pertama, hidayah. Pintu hidayah merupakan mutlak atas
kehendak Allah swt. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibn „Athaillah pada bab I Hikmah
ke-8 yang dikutip oleh Sajari bahwa apabila Allah swt. telah membukakan pintu
perkenalan Diri-Nya kepada hamba, maka tidaklah patut untuk mengacuhkannya. Hal
tersebut tidak lain karena Allah swt.tidak akan membukakan pintu tersebut kecuali
Allah swt. lah yang telah berkhendak (Sajari, 2012: 77-78). Meskipun hidayah adalah
mutlak atas kehendak Allah, namun manusia juga haruslah berusaha untuk dirinya atau
orang lain agar meraih hidayah tersebut.
Kedua, keputusan. Fase pemenuhan hidayah bahwa ketika seseorang memilih untuk
bertuhankan Allah swt. dan bernabikan Muhammad saw., maka diharuskan baginya
untuk melafalkan dua kalimat syahadat tauhid dan rasul. Melalui syahadat itulah
seseorang telah membuka pintu pertama untuk kemudian masuk dan menjadi seorang
muslim. Kedua kalimat syahadat tersebut juga memiliki makna yang luas dan
mendalam serta merupakan komitmen bagi muslim untuk terus menyembah hanya
kepada Allah swt., mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dijelaskan oleh Alim (2011: 127) bahwa persyaratan utama seseorang menjadi muslim
adalah pengucapan dua kalimat syahadat, yang mana tidak hanya diucapkan melalui
lisan, namun dengan kesungguhan hati dan tiada keraguan di dalamnya. Terakhir,
pengalaman. Pengalaman hidup mualaf juga mempengaruhi pembinaan agamanya.
Perbedaan pengalaman hidup mualaf tersebut dapat dibuktikan melalui karya
monumental beberapa mualaf berupa buku teks baik dalam bentuk novel, cerita pendek,
atau lainnya. Para mualaf tersebut menceritakan secara detail terkait awal mula ia ingin
mengenal Islam, mendalami Islam hingga kemudian mengimani dan ikut menjadi
muslim.
Salah satu contoh mualaf adalah Jeffrey Lang seorang profesor Matematika dari
Universits San Francisco. Pengalamannya mulai dari sebelum hingga menjadi mualaf
diceritakannya dengan detail di dalam buku karyanya. Lang mendapat hidayah secara
perlahan-lahan dan bahkan dalam rentang waktu yang sangat lama. Hal tersebut
bermula dari mimpi selama kurang lebih sepuluh tahun hingga akhirnya ia mengalami
1
2

hal sesuai mimpinya pada saat awal dirinya menjadi muslim. Mimpi tersebutlah yang
mendorong dirinya untuk menemukan Tuhan yang sejati (Lang, 2008; Noakes, 1995:
354). Selain Jeffrey Lang, berbagai testimoni mualaf Indonesia juga banyak
diungkapkan dalam buku-buku baik yang telah memiliki izin terbit nasional maupun
izin terbit khusus lembaga. Seperti Ustadz Ali Akbar yang sebelumnya menjadi
penganut Katolik yang taat. Keputusannya masuk Islam bukan perkara mudah, namun
melalui beberapa fase dan rintangan. Diawali dari kegoyahan batin dan keingintahuan
yang besar terhadap Islam, hingga akhirnya ia menemukan jawaban atas semua
permasalahannya dalam al-Qur‟an dan memutuskan masuk Islam. Setelah masuk Islam,
berbagai rintanganpun mulai berdatangan seperti ancaman pembunuhan oleh pihak
prajurit daerahnya dan lain sebagainya. Meskipun demikian, kemtaban hatinya untuk
memeluk Islam tidak kembali tergoyahkan dan ingin terus menkaji al-Qur‟an.
Keteguhan tersebut menghantarkannya menjadi seorang pendakwah dan ustadz, yang
selain memberikan inspirasi, teladan juga menyebarkan manfaat kepada sesama
(Nababan, 2015: 1-26).
Selain pengalaman di atas, mualaf generasi pertama atau pada zaman Nabi
Muhammad saw., sahabat dan tabi‟ tabi‟in dapat dilacak melalui berbagai kajian
keilmuan keagamaan. Mayorias dai mualaf-mualaf tersebut juga mengalami beberapa
tekanan. Seperti contoh tekanan yang dilakukan oleh Abu Jahal. Bagi mualaf dari
kalangan terpandang, Abu Jahal menawarkan sejumlah uang dan kedudukan. Namun
mualaf yang bukan dari kalangan terpandang, diberikan ancaman dan penyiksaan.
Kedua hal tersebut mempunyai tujuan agar mualaf dapat kembali merubah keyakinan
dan keluar dari agama Islam. Selian itu, intimidasi dari berbagai kalangan juga
dirasakan oleh mualaf pada masa Rasulullah saw. Seperti Mush‟ab bin Umair yang
diusir oleh ibunya setelah status kemualafannya, paman Utsman bin Affan pernah
diselubungi tikar daun kurma dan diasapi dibawahnya, Bilal bin Rabbah diseret dengan
tali di lehernya dan dipukuli dengan tongkat serta dijemur ditengah terik matahari
seraya diletakkan batu besar di dadanya, Ammar bin Yassir diseret ke tengah padang
pasir yang panas membara dan menyiksa kedua orang tuanya hingga meninggal, serta
masih banyak lagi (al-Mubarakfuri, 2016: 106-110).
Meskipun kondisi mualaf banyak mendapatkan tekanan, namun tidak menyurutkan
tekad dan kegigihannya dalam mempertahankan keislamannya. Banyak peran mualaf
bagi Islam. Seperti contoh, pada masa sahabat Umar bin Khattab yaitu Ka‟ab al-Ahbar
dan Wahab bin Munabbih. Keduanya merupakan tokoh Yahudi yang masuk Islam.
Ka‟ab memiliki posisi luar biasa dan disegani banyak sahabat. Sahabat-sahabat besar
nabi Muhammad itu sering mengambil pendapat dari Ka‟b al-Ahbar, terutama yang
berkaitan dengan penafsiran al-Quran yang membutuhkan penjelasan dari sumber-
sumber Yahudi seperti Talmudz, Taurat, dan yang lainnya. Kemudian Wahab bin
Munabbih dijadikan sebagai sumber memahami teks-teks al-Quran yang membutuhkan
penjelasan dari Taurat, misalnya dalam QS. 2:35-39 yang menjelaskan tentang larangan
terhadap nabi Adam dan istrinya untuk mendekati pohon di dalam sorga (At-Thabari,
2000: th.). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menjadi mualaf bukan pilihan
yang mudah. Hidayah yang diterima akan mendorong alasan seseorang masuk Islam.
Keputusan yang dipilih akan mendorong niat, tekad dan usaha mualaf dalam
mempelajari dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Pengalaman hidup yang dijalani
akan mendorong pola pikir dan keyakinannya terhadap Islam.
3

Kemudian, mualaf merupakan bagian dari penduduk yang beragama Islam atau
disebut muslim yang sebelumnya memeluk agama lain bukan Islam. Di Indonesia
khususnya, muslim merupakan mayoritas. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui data
statistik yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia pada tahun 2010.
Dari data tersebut dapat diketahui jumlah masyarakat beragama Islam sejumlah
207.176.162 dari 237.641.326 jumlah seluruh penduduk Indonesia (BPS RI, 2010: 1).
Berdasarkan data di atas, Indonesia sebagai negara yang notabene muslim memiliki
peluang besar untuk menyebarluaskan agamanya. Saat ini, Mualaf Center Indonesia
(MCI) sebagai salah satu lembaga yang menaungi pembinaan mualaf telah mencatat
kurang lebih 2.854 orang bersyahadat sebagai muslim melalui MCI di berbagai wilayah
Indonesia selama tahun 2016. Hal tersebut mengalami kenaikan sekitar 5-6 persen dari
tahun-tahun sebelumnya. Adapun peningkatan jumlah mualaf tertinggi ada pada tahun
2006. Sedangkan pada tahun 2007 hingga 2009 sempat mengalami penurunan. Namun,
pertumbuhan jumlah mualaf kembali meningkat pada tahun 2010 (Republika, 2017: 1).
Kemudian, ketua Mualaf Center Indonesia yakni Steven Indra memberikan penegasan
dalam Republika, bahwa mulai tahun 2011 hingga sekarang atau kurang lebih lima
tahun terakhir sudah lebih dari 10.000 orang masuk Islam (Republika, 2017: 2).
Melihat peluang perkembangan Islam khususnya di Indonesia dengan banyaknya
jumlah mualaf di Indonesia, tentunya perlu pembentukan lembaga khusus. Lembaga
tersebut harus dapat menaungi, membina dan mengarahkan dengan segenap hati
terhadap masyarakat yang ingin mulai mengenal, mendalami dan mengimani Tuhan
Yang Maha Esa yakni Allah swt. Melalui lembaga khusus pembinaan mualaf tersebut,
proses pembelajaran mualaf dapat dilaksanakan secara optimal.
Pendirian lembaga keagamaan yang fokus dengan pembinaan mualaf juga telah ada
di Indonesia. Lembaga-lembaga keagamaan tersebut tidak lain adalah lembaga yang
bergerak dalam dakwah dan kepedulian terhadap mualaf. Selain sebagai perantara kaum
non-muslim untuk melafalkan dua kalimat syahadat, melalui lembaga-lembaga ini juga
para mualaf diberikan pemahaman, pembinaan, dan pendidikan tentang Islam. Namun
demikian, lembaga khusus bagi pembinaan mualaf di Indonesia tersebut masih sangat
minim dan belum diketahui pasti jumlahnya. Berdasarkan observasi peneliti melalui
internet bahwa lembaga pembinaan mualaf yang telah berbentuk fisik pesantren di
wilayah Jabodetabek hingga saat ini baru berdiri dua pesantren yaitu Pondok Pesantren
Yayasan Pembinaan Muallaf an-Naba Center Indonesia, Ciputat Banten dan Pondok
Pesantren Attaibin, Cibinong Bogor. Sedangkan, lembaga pembinaan mualaf lainnya
masih secara individual maupun kelompok masyarakat di masjid-masjid besar, seperti
Masjid Agung Istiqlal dan Masjid Agung Sunda Kelapa.
Selain itu, pemerintah sendiri belum secara khusus mendirikan lembaga
pembinaan bagi mualaf. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin pada Republika bahwa, “kementerian Agama memang belum
memiliki lembaga khusus yang menangani masalah pembinaan dan pemberdayaan
mualaf. Hal ini dikarenakan, program pemerintah meliputi semua warga negara tanpa
membedakan mualaf atau tidak. Namun, ia menilai jika lembaga tersebut dikelola oleh
MUI atau ormas islam maka akan lebih tepat (Republika, 2015: 3).”
Berdasarkan data di atas, eksistensi kehadiran dan efisiensi peran lembaga
pembinaan sangat penting dalam membina mualaf, khususnya di Indonesia. Pemerintah
dan masyarakat juga harus bekerjasama dan saling mendukung. Dengan demikian,
perkembangan jumlah mualaf yang cukup pesat, haruslah dibarengi dengan pendirian
4

lembaga pembinaan yang mencukupi. Terlebih lagi, lembaga pembinaan mualaf dalam
wujud pesantren.
Melalui pesantren, Pendidikan Agama Islam bagi mualaf dinilai dapat terlaksana
dengan efektif. Hal ini dikarenakan pesantren tidak hanya sebagai tempat mengasah
pengetahuan dan kemampuan, namun juga sebagai miniatur kehidupan Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan menyepakati arti mualaf adalah orang yang
baru masuk Islam, maka mualaf dianggap sama sekali belum memiliki pengetahuan
tentang Islam secara haq. Padahal konsekuensi keputusan memilih Islam sebagai
agamanya adalah bukan sekedar mengucap syahadat, namun harus mengikuti seluruh
amalan, hukum dan tata cara kehidupan Islam. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kewajiban terhadap konsekuensi tersebut, maka mualaf harus secara ekstra mempelajari
dan mendalami pengetahuan keislaman. Melalui pesantren inilah, kebutuhan mualaf
dalam pemenuhan pengetahuan dan pendalaman Islam dapat tercapai. Dengan
demikian, mualaf dapat menanamkan konsep Islam selain sebagai pengetahuan juga
sebagai kulturnya.
Selain itu, dapat dikatakan juga bahwa menjadi mualaf yang baik dan taat pastinya
memiliki faktor pendukung yang beragam, seperti keuletan, minat dan semangat tinggi
dalam diri mualaf itu sendiri. Faktor lainnya juga dapat membantu dalam proses
tersebut seperti peran lingkungan mualaf. Sehingga pola pembinaan terhadap mualaf
menjadi hal pokok untuk kemudian dipertimbangkan, diputuskan dan dilaksanakan
dengan matang guna mendapatkan tujuan yang sebenarnya yakni menjadi muslim yang
hakiki dan mendalami Islam dengan benar sesuai apa yang telah ditunjukkan Allah swt.
Selain itu, kondisi mualaf sebagaimana dipaparkan sebelumnya juga dapat berpengaruh
terhadap pola pembinaan dan pendidikan Agama Islam bagi mualaf oleh lembaga
pembinaan terkait.
Pola pembinaan mualaf diperlukan penyesuaian terhadap kondisi mualaf dan
ketepatan dalam pembinaannya. Demikian juga, pola pembinaan yang dikehendaki
terdapat penyeragaman kurikulumnya oleh berbagai lembaga pembinaan mualaf yang
ada. Artinya penyebaran pendidikan mualaf di berbagai lembaga pembinaan di
Indonesia, tetap memiliki satu arah tujuan. Implementasi nilai-nilai Islam terhadap
mualaf juga tidak hanya dikehendaki atau dikhususkan pada satu pemahaman/ aliran
saja. Begitu juga proses pembelajaran bagi mualaf tidaklah mudah. Sangatlah
diperlukan pendidik yang benar-benar ahli, kuat dan benar untuk dapat melaksanakan
pembinaan secara sepenuhnya terhadap mualaf. Ditegaskan oleh Ketua Umum
Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI) yaitu Syarif Tanudjaja dalam Republika,
bahwa saat ini proses pembinaan mualaf masih berdiri sendiri dan belum profesional.
Sehingga program pembinaan mualaf secara nasional sangat diperlukan adanya.
Penyeragaman yang dimaksud merupakan satu kesatuan tentang kurikulum, sertifikasi
mualaf, dan lain sebagainya. Dengan demikian, meskipun proses pembinaan mualaf
dilakukan oleh siapa saja, namun tetap memiliki pedoman dalam skala nasional dengan
teknis pembinaan disesuaikan dengan daerah dan wilayah masing-masing. Hal ini
dinilai akan berdampak positif selain kepada mualaf itu sendiri juga bagi lembaga
pembinaan mualaf tersebut. Karena lembaga dapat memiliki legal formal dan
memudahkan hubungan dengan lembaga pemerintah (Republika, 2014: 1-4). Dengan
demikian, penyeragaman pedoman pembinaan mualaf dalam skala nasional sangatlah
diperlukan. Penyeragaman kurikulum pendidikan pembinaan mualaf ini memiliki
banyak aspek yang harus dikembangkan. Sehingga kematangan dalam konsep dan
implementasi dapat terlaksana. Tentunya peran serta pemerintah dan kerjasama antar
5

pemerintah dengan masyarakat serta/ atau masyarakat dengan masyarakat sangat


dibutuhkan.
Dalam hal pembinaan mualaf, pada zaman nabi Muhammad saw. dapat dijadikan
contoh. Sebagaimana di kemukakan oleh al-Mubarakfuri (2016: 87-89) bahwa mualaf
generasi pertama atau disebut assabiqunal awwalun pada zaman rasulullah diantaranya
Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar.
Setelahnya disusul oleh Bilalbin Rabbah, Abu Ubaidah Amir bin al Jarrah, Abu
Salamah bin Abdul Assad, al-Arqam bin abil Arqam, Utsman bin Mazh‟un dan dua
saudaranya, Ubaidah bin al Harits, Said bin Zaid, Fathimah binti al Khaththab,
Khabbab bin al Aratt, Abdullah bin Mas‟ud dan masih banyak lagi. Golongan tersebut
memeluk Islam melalui dakwah Nabi Muhammad saw. secara diam-diam dan
mendapatkan pendidikan Agama Islam dari rasulullah secara sembunyi-sembunyi juga
selama tiga tahun. Setelah diturunkan firman Allah swt. dalam QS. al-Hijr ayat 94 yang
merupakan perintah Allah swt. untuk menyampaikan ajaran Islam secara terang-
terangan, maka nabi Muhammad saw. pun melaksanakannya. Berbagai ancaman dan
penindasan diterima nabi Muhammad saw. dan umat Islam, serta mualaf sebagai wujud
penolakan dan upaya penghentian dakwah Islam.
Secara umum, pendidikan Islam masa Rasulullah saw. dibedakan menjadi 2 tahap,
baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi
pendidikannya, yaitu : (1) tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan
Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase
lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya
(Zuhairini, 2008: 14-18). Pada fase makkah, pendidikan agama dilaksanakan oleh
Rasulullah saw. meliputi: (1) pendidikan keagamaan; (2) pendidikan aqliyah dan
ilmiah; (3) pendidikan akhlak dan budi pekerti; dan (4) pendidikan jasmani atau
kesehatan. Sedangkan pendidikan agama Rasulullah saw. pada fase Madinah meliputi:
(1) pembentukan dan pembinaan masyarakat baru (aspek sosial politik); pendidikan
sosial dan kewarganegaraan; (3) pendidikan anak (Zuhairini, 2008: 27; Yunus, 2008:
26; al-Mubarakfuri, 2016: 79). Pendidikan yang dilaksanakan oleh nabi Muhammad
saw. tersebut dapat dijadikan gambaran dan contoh dalam menerapkan pendidikan
agama Islam kepada mualaf. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut merupakan
generasi awal berkembangnya agama Islam dan masa umat manusia banyak yang
beralih keyakinan kepada Islam. Dengan demikian, pembinaan dan pendidikan agama
Islam yang dilaksanakan pada masa Rasulullah saw. dilaksanakan dengan memberikan
pengetahuan dan praktik yang mendasar dan berangsur-angsur kepada mualaf. Dengan
kata lain bahwa pendidikan dilaksanakaan secara dinamis dan komprehensif.
Terdapat beberapa penelitian terkait pendidikan bagi kaum mualaf, salah satunya
adalah yang telah dilakukan Ramlah Hakim. Hakim (2013: 1) menjelaskan bahwa di
Sulawesi Selatan, dalam pembinaan terhadap mualaf bersifat fluktuatif, yang ditandai
dengan aktivitas yang sifatnya insidentil. Keberadaan Mualaf menjadi sistematis karena
dalam berbagai aktivitas pembinaannya, diprakarsai oleh berbagai elite keagamaan
melalui berbagai yayasan/ormas keagamaan dan majelis taklim. Namun, beberapa
organisasi yang tadinya didirikan untuk merespon kepentingan mualaf seperti Nahdlatul
Ulama (NU), Muhammadiyah, pemerintah daerah bersama Kementerian Agama yang
sifatnya temporer hilang karena politik. Hal tersebut mengakibatkan kecenderungan
ideologis yang dianut para mualaf masih konsisten dengan doktrin Islam yang inklusif-
moderat.
6

Kemudian, Neny Noviza juga melakukan penelitian terhadap mualaf. Sebagaimana


dijelaskan oleh Noviza (2015: 185) bahwa pada subyek yang ditelitinya yaitu mualaf
Tionghoa Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho Palembang yang telah melakukan
konversi agama karena faktor yang berbeda-beda. Adapun faktor yang terkuat adalah
lingkungan. Ketiga Subyek mengalami semua tahapan konversi agama antara lain masa
tenang, masa ketidaktenangan, masa konversi, masa tenang dan masa tentram, dan masa
ekspresi konversi. Adapun Sumber subyek dalam mempelajari agama barunya adalah
dari teman, buku, kemudian pemuka agama yang ada di Mesjid Al-Islam Muhammad
Cheng Ho. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi mualaf berdasarkan penelitian ini
adalah penyesuaian diri terhadap agama baru tentang cara beribadah dan terhadap
lingkungan keluarga dan pekerjaan.
Selanjutnya, terdapat penelitian tesis yang berjudul Pendidikan Agama Islam bagi
Mualaf pada basecamp Meratus di Kaki Pegunungan Meratus. Pada penelitian ini
memberikan pengetahuan tentang konsep pendidikan Agama Islam yang diterapkan
kepada mualaf di basecamp Meratus. Di dalamnya dijabarkan tentang tujuan, materi,
metode dan problematika yang ada. Basecamp tersbeut didirikan karena rasa solidaritas
dari pendidik terhadap warga di Pegunungan Meratus, khususnya mualaf. Dalam
pelaksanaan pendidikan Agama Islam, materi yang diajarkan berkisar tentang praktik-
praktik ibadah. Sementara metode yang digunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi
dan praktik. Selian itu, problematika tidak luput dari pelaksanaan pendidikan
agamaIslam tersebut seperti minimnta saran dan prasarana, kemampuan baca tulis al-
Qur‟an siswa, lingkungan fisik dan sosial (Nuthpaturahman, 2017: vi).
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diperlukan kehadiran dan kontribusi kuat
serta pola pembinaan yang sesuai oleh lembaga pembinaan agama Islam bagi mualaf.
Kokohnya lembaga tersebut dapat menghantarkan mualaf untuk dapat memahami,
mendalami dan mengimplementasikan Islam selain sebagai agamanya juga sebagai
jalan hidupnya.
Kemudian, dalam tesis ini akan dilakukan penelitian terkait pembinaan mualaf
dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dianggap menarik karena
beberapa hal yaitu: Pertama, adanya pendidikan bagi mualaf tentu sangat berbeda
dengan yang lain. Perlu pendekatan, metode, taktik dan aspek lainnya yang secara
khusus disiapkan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak secara serta merta masyarakat
umum mampu memberikan pembinaan terhadap mualaf. Kedua, semangat, tekad, dan
nilai-nilai positif dalam diri mualaf itu sungguh luar biasa dan patut diteladani. Seperti
perjuangan mualaf dalam merubah keyakinan, merubah kehidupan dan lain sebagainya.
Hal ini merupakan perjuangan yang tidak mudah dan mengingatkan kita kepada
perjuangan baginda Rasulullah saw. dalam memperjuangkan Islam di atas segala-
galanya dan kepada semua umatnya. Artinya, semangat juang mualaf dapat dijadikan
ibrah dalam kehidupan beragama umat muslim lainnya. Terakhir, adanya lembaga
pendidikan dengan model pesantren khusus mualaf sangat menarik baik dari segi
eksistensi maupun kinerjanya. Beberapa hal yang menarik pesantren mualaf
diantaranya adanya penciptaan strategi khusus –yang berbeda dengan pesantren pada
umumnya–, menjadi ladang pahala umat muslim lainnya, memberi pelajaran kepada
kita bahwa sesama umat muslim harus saling membantu dan mengasihi, serta
pengabdian terhadap Allah swt. menjadi sorotan utama dalam hal ini. Demikianlah
beberapa alasan peneliti tertarik melakukan penelitian ini.
Selanjutnya, penelitian ini dilaksanakan di sebuah lembaga pendidikan pesantren
khusus pembinaan mualaf yang berada di wilayah Jabodetabek. Pesantren mualaf ini
7

telah lama didirikan dan program pendidikan juga telah dilaksanakan hingga kini.
Pondok pesantren khusus mualaf ini bernama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia merupakan salah satu lembaga pendidikan kegamaan yang khusus menaungi
mualaf. Namun, lembaga juga diperuntukkan bagi kaum dhu’afa. Dakwah dan nilai
sosial adalah pondasi awal berdirinya pesantren. Pesantren ini didirikan oleh Ustadz
Syamsul Arifin Nababan yang juga dikenal sebagai ustadz, da’i dan ulama, yang
mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah seorang
pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan Tapanuli,
Sumatera Utara dan sekitarnya. Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang
mendapati para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta.
Kondisi mualaf tersebut sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka
terusir dari rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Alasan terkuat
memilih Islam sebagai agama mualaf karena keyakinan bahwa iman Islam sangat cocok
dalam memenuhi gemuruh batin akan kebenaran ajaran Islam (Brosur Ponpes, th: 1).
Dalam beberapa aspek, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dapat dijadikan model bagi pesantren lainnya. Diantaranya dalam aspek
kebersihan sangat dikagumi oleh pondok pesantren Darussalam. Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dinilai telah secara utuh menerapkan
kalimat Kebersihan adalah sebagian dari iman (Republika, 2015: p. 3). Demikianlah
gambaran singkat tentang Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia sebagai tempat penelitian. Selanjutnya, setelah pemaparan-pemaparan terkait
problematika mualaf baik dari aspek diri mualaf, konsep pembinaan maupun peran
lingkungan pendidikannya, serta alasan menarik dilaksankaan kajian penelitian ini,
maka penelitian tesis ini akan diberikan judul yaitu Pendidikan Agama Islam bagi
Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah mendasar yang dapat
diidentifikasi terdiri dari permasalahan-permasalahan yaitu:
a. Perhatian dan kepedulian masyarakat yang masih rendah terhadap mualaf,
sehingga perkembangan dakwah Islam untuk mualaf masih belum optimal.
b. Pengetahuan mualaf yang masih minim tentang ajaran Islam, sehingga
pemahaman dan pendalaman Islam harus secara ekstra dibina mulai dasarnya.
c. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang belum optimal,
sehingga kualitas pemahaman dan pendidikan mualaf belum sepenuhnya sesuai,
menyeluruh dan mendalam terhadap nilai-nilai Islam yang diharapkan.
d. Lembaga dakwah untuk mualaf yang belum memadai dalam pemberian fasilitas
baik bersifat materi maupun non materi kepada mualaf, sehingga pembinaan
terhadap mualaf kurang sistematis.
e. Beragamnya faktor-faktor yang melatarbelakangi mualaf melakukan konversi
agama, sehingga perlu pengetahuan dan pendekatan khusus dalam pembinaan
agama mualaf.
f. Implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang masih rendah, sehingga
Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada mualaf harus ditingkatkan
kualitasnya baik dari materi maupun non materi.
8

2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, nampak bahwa masalah-masalah
tersebut sangat penting untuk dijawab. Namun permasalahan tersebut masih sangat
luas dan diperlukan pembatasan. Pembatasan masalah yang akan dikaji dan diteliti
dalam tesis ini adalah tentang implementasi Pendidikan Agama Islam untuk mualaf
dan implikasi Pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah pokok dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?
b. Apa faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?
c. Apa implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami beberapa
hal, yaitu:
a. Mendeskripsikan Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang diterapkan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
b. Menguraikan faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Agama Islam bagi
mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
c. Mengidentifikasi implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini tentu diharapkan memiliki manfaat bagi penulis, lembaga terkait
dan lainnya baik secara teori maupun praktis.
Secara teori, penelitian ini diharapkan mampu menambah cakrawala
pengetahuan dan wawasan khususnya tentang pendidikan agama Islam bagi kaum
mualaf.
Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi gambaran bagi peneliti lainnya
untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
lembaga pendidikan mualaf khususnya di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia berkenaan dengan Pendidikan Agama Islam bagi kaum
mualaf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam


1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan dan Agama
Para pakar telah memberikan definisi terkait pengertian pendidikan agama
Islam dalam berbagai teori. Namun sebelumnya akan diulas pengertian
pendidikan dan agama. Tatang (2012: 17) dalam buku berjudul Ilmu Pendidikan
berpendapat bahwa pendidikan memiliki makna secara teoritis dan praktis yaitu
sebagai berikut: a) pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran maupun
terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya; b) pendidikan dapat berbasis
pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, serta visi dan misi lembaga
pendidikan; dan c) pendidikan dapat berjalan, baik secara formal maupun
informal. Sedangkan dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
yaitu:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan


proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas tahun 2003).

Makna pendidikan sangatlah luas, namun dapat dipersempit dengan


mengambil pemahaman dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di
atas. Pendidikan merupakan proses pengajaran yang dilaksanakan dengan sadar
dan dengan rencana sistematis terhadap segala nilai-nilai positif yang kemudian
memberikan manfaat bagi kehidupan pelaku pendidikan baik melalui lembaga
formal maupun informal. Hakikat arti pendidikan adalah kinerja, baik dikatakan
sebagai usaha maupun proses pengajaran. Keduanya tentu memiliki guna
mengembangkan potensi atau fitrah peserta didik dan diwujudkan dengan
pembelajaran yang aktif dan inovatif. Melalui potensi yang dimiliki peserta didik
itulah, dapat kemudian dikembangkan dan diambil manfaat bagi diri peserta
didik maupun lingkungannya.
Selanjutnya, setelah memahami pengertian pendidikan, maka berikut akan
dikemukakan pengertian agama menurut beberapa pakar. Secara etimologi,
agama bermakna sistematis, yang kemudian dapat dimaknai bahwa dengan
adanya agama dapat membuat segala sesuatu menjadi sistematis. Sebagaimana
dikemukakan oleh Nasution (1979: 9) dalam bukunya yang berjudul Islam
Ditinjau dari Beberapa Aspeknya bahwa kata agama tersusun dari dua kata yakni
a yang berarti tidak dan gama yang berarti pergi. Dari kedua kata tersebut
didapatkan pengertian bahwa agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi
secara turun temurun. Sedangkan menurut Anshari (1983: 5) dalam buku Ilmu,
Filsafat dan Agama, kata agama juga terdiri dari dua kata yang berasal dari
bahasa sansekerta, yakni a berarti tidak dan gama berarti kacau. Dengan kata lain
bahwa agama adalah tidak kacau, tidak kocar-kacir, teratur.

9
10

Secara terminologi, agama merupakan sebuah kepercayaan yang berkaitan


dengan hal ghaib dan dijadikan sebagai sistem dalam budaya, ritual dan sikap
hidup. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat beberapa pakar yaitu: Sidi Gazalba
sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 30) dalma bukunya yang berjudul
Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian
Muslim mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan manusia pada hubungan
yang Kudus, dihayati sebagai hakikat gaib, hubungan mana menyatakan diri
dalam bentuk serta sistem kultus dan ritus serta sikap hidup berdasarkan doktrin
tertentu.” Hal senada yang disebutkan oleh Mahfud (2011: 3) dalam bukunya
yang berjudul Al-Islam; Pendidikan Agama Islam bahwa di dalam agama
mengandung makna yang luas, yang di dalamnya tidak hanya berlingkup pada
kepercayaan saja, namun meliputi seluruh sikap, tingkah laku, tata pergaulan dan
segala yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Dalam buku Primitive
Culture, Taylor (1871: 387) memberikan definis bahwa “religion is the belief in
spiritual being... may broadly be defined as acceptance of obligations toward
powers higher than man him self.”
Pendapat Taylor tersebut bermakna bahwa agama merupakan sebuah
kepercayaan dalam bentuk spiritual. Agama secara luas didefinisikan sebagai
proses penerimaan terhadap sesuatu yang memiliki kekuatan lebih dari dirinya
(manusia). Hal tersebut dapat diintrepetasikan bahwa agama memegang
kekuasaan penuh untuk mendasari segala sesuatu tentang diri manusia dalam
menjalankan kehidupan dan mengeksistensikan dirinya.
Senada dengan pendapat diatas, Nasution (1979: 10) memaparkan bahwa
agama dapat diberi definisi sebagaimana berikut:

a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib


yang harus dipatuhi; b) pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang
menguasai manusia; c) mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; d) kepercayaan pada
suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu; e) suatu sistem
tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib; f)
pengakuan terhadap kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada
suatu kekuatan gaib; g) pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari
perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia; dan h) ajaran yang diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui seorang Rasul.

Definisi oleh Nasution dapat dimaknai bahwa agama itu bersifat gaib yang
kemudian oleh manusia diberikan pengakuan untuk dipercayai sepenuh hati,
dipatuhi dan dijalankan. Adanya pengakuan tersebutlah yang akan menentukan
pola tingkah laku dan pengambilan keputusan kehidupan manusia. Akhirnya
segala pengakuan tersebut dimanifestasikan ke dalam kepatuhan terhadap wahyu
Tuhan kepada manusia melalui Rasul-Nya.
Sementara itu, Isma‟il dan Mutawalli (2012: 27) dalam bukunya yang
berjudul Cara Mudah Belajar Filsafat, bahwa pengertian agama berdasarkan
pemikir Eropa yaitu “segala bentuk kepercayaan manusia, termasuk yang bersifat
khurafat (tahayyul) dan banyak berkembang sejak zaman kuno dalam masyarakat
11

primitif dan masyarakat beradab.” Pendapat ini memberikan kesan bahwa agama
merupakan warisan masyarakat primitif dan masyarakat beradab. Sehingga,
pendapat ini dinilai kurang tepat dalam pemaknaan agama.
Agama dapat dipahami sebagai tombak pengendali kehidupan, yang
mengatur rohani juga jasmani manusia di muka bumi. Sangat nihil manusia hidup
apabila tidak memiliki agama. Ateisme dinilai tidak cocok dimiliki oleh manusia,
karena kebutuhan manusia baik spiritualitas maupun realitas kehidupan secara
sepenuhnya menjadi faktor dari adanya agama.
Kemudian, Tilaar (2005: 123) berpendapat bahwa agama merupakan ruang
pendidikan yang bersifat paling pribadi dan mendalam dalam kemerdekaan
manusia. Lebih lanjut Tilaar mengemukakan bahwa “agama merupakan
penghayatan dan tanggung jawab pribadi dari makhluk ciptaan-Nya kepada sang
Pencipta (Tilaar, 2005: 123). Dengan demikian, agama adalah hal mutlak urusan
pribadi seseorang kepada Tuhannya. Manusia berhak memilih dan menyakini
agama manapun tanpa intervensi dan campur tangan dari orang lain.
Terdapat empat unsur dalam agama yang dijelaskan oleh Nasution,
sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 33-34) yakni: a) unsur kepercayaan
terhadap kekuatan gaib; b) unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat tergantung pada hubungan baik dengan
kekuatan gaib tersebut; c) unsur respons yang bersifat emosional dari manusia;
dan d) unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk
kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untukk menyelenggarakan
upacara dan sebagainya. Keempat unsur agama tersebut memberikan
pemahaman bahwa agama mencakup kepercayaan kepada hal gaib yang
mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia akhirat seseorang.
Atas dasar kepercayaan itulah, untuk kemudian manusia memberikan respons
secara emosional yang diwujudkan dalam pemikiran dan pola tingkah laku di
kehidupannya. Kepercayaan itu juga dinilai sarat dengan adanya kepercayaan
terhadap kitab suci, tempat peribadatan dan tempat lainnya yang berhubungan
dengan agamanya, upacara peribadatan dan lain sebagainya pada masing-masing
agama yang ada.
Pendapat lain dikemukakan oleh Alim (2011: 34), agama mempunyai lima
aspek yang terkandung di dalamnya yakni: a) aspek asal usulnya yaitu agama
samawi dan ardli; b) aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan manusia
agar hidup bahagia; c) aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan pada kekuatan
gaib dan hubungan baik terhadapnya serta terkait respon emosional manusia; d)
aspek pemasyarakatannya yaitu agama telah diwariskan secara turun temurun;
dan e) aspek sumbernya yaitu kitab suci. Pendapat tersebut memberikan
pemahaman bahwa agama memiliki ragam aspek, yang menjadi satu kesatuan
utuh untuk mengartikan agama. Secara luas, kelima aspek tersebut ditinjau mulai
dari asal usul, tujuan, ruang lingkup, pemasyarakatan dan sumbernya. Dengan
kata lain, agama manusia berasal dari agama samawi ataupun ardli, yang
bertujuan untuk pencapaian kebahagiaan manusia, berkaitan dengan keyakinan-
keyakinan, diturunkan turun temurun dan memiliki kitab suci sebagai panduan
keagamaannya.
Sementara itu, dalam sebuah jurnal di paparkan tentang identitas agama bagi
muslim itu memiliki tiga tingkatan yakni agama sebagai sumber identitas, agama
12

sebagai pilihan identitas dan agama sebagai pendeklarasian identitas (Peek, 2005:
223). Dalam hal ini, agama dijadikan identitas seorang muslim dengan
mengalami perubahan pemaknaan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
kehidupan muslim sehari-harinya, sehingga timbul tingkatan terhadap
pemaknaan agama tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa agama
merupakan kompleksitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, agama yang
dipahami kepercayaan bersifat gaib dan untuk kemudian merupakan jalan selama
hidup manusia, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia
maupun dengan alam.

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam


Setelah dikemukakan tentang pengertian pendidikan dan agama secara
spesifik, berikut akan dikemukakan tentang pengertian pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang. Hal
tersebut dapat dilihat dari kelembagaan dalam pembinaan agama Islam dan dapat
pula dilihat dari kurikulumnya yakni sebagai mata pelajaran tentang pendidikan
agama Islam. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kadi (2006: 312) dalam jurnalnya
bahwa “education was articulated in two forms: institutions and compilations.”
Pengertian Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah lembaga/ institusi
diantaranya seperti terkait dengan kuttab, masjid dan madrasah. Sedangkan
sebagai compilations, meliputi pernyataan-pernyataan, risalah dan buku-buku
(Kadi, 2006: 313-318). Dalam makna compilations tersebut lebih akrab dikenal
dan dipahami sebagai kurikulum.
Istilah pendidikan agama Islam dan pendidikan islam memiliki perbedaan
secara substansial. Ditegaskan oleh Muhaimin (2007: 6-7) bahwa "pendidikan
agama islam merupakan bavian dari pendidikan islam." Dalam hal ini, makna
pendidikan islam sangatlah luas, sedangkan pendidikan agama Islam hanya
bagian dari salah satu aspek dalam pendidikan Islam. Tafsir dalam Mardia (2015:
11) juga mengemukakan bahwa perbedaan tersebut yaitu, PAI dibakukan sebagai
sebuah kegiatan mendidik agama Islam, sedangkan PAI sebagai mata pelajaran
lebih cocok menggunakan istilah tanpa pendidikan karena materi yang diajarkan
adalah agama Islam bukan Pendidikan Agama Islam. Meskipun demikian, istilah
yang ditawarkan Tafsir tersebut baik Pendidikan Agama Islam maupun Agama
Islam dikaitkan dengan mata pelajaran, bukan sebagai hal krusial dan
mempengaruhi kualitas proses penyampaian materinya. Dengan kata lain, baik
agama Islam maupun Pendidikan Agama Islam secara substansi memiliki tujuan
akhir yang sama yakni memberikan materi-materi agama Islam guna kelak
manusia/ anak didik dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta
memberikan manfaat dalam pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai secara luas dan mendalam. Tidak
hanya terbatas pada pemahaman peserta didik terhadap agama Islam, namun juga
dalam implementasi kehidupannya. Lebih dari itu, juga melalui pendidikan
agama Islam dapat menjadi mediasi dalam membina persatuan dan kesatuan
keragaman bangsa. Dengan kata lain, aspek toleransi antar umat beragama
menjadi satu hal pokok dalam pendidikan agama Islam. Diperkuat oleh pendapat
beberapa pakar tentang pengertian pendidikan Agama Islam yaitu: Alim (2011:
13

6) memberikan definisi bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan “program


yang terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam serta diikuti tuntutan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar
umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.” Senada dengan
pendapat tersebut, pengertian Pendidikan Agama Islam lebih lanjut dikemukakan
oleh GBPP SMU yang dikutip oleh Hawi (2013: 19) yaitu “usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau latihan dengan
memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan
nasional.”
Sementara itu, Arifin (2003: 7) menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam
merupakan “suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman
bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.”
Berdasarkan pendapat ini, pendidikan agama Islam bermakna komprehensif dan
mendalam. Agama dimaknai sebagai bekal manusia dalam menjalankan
kehidupan dunianya dan mendapatkan manfaat kelak di akhirat. Singkatnya,
agama adalah tombak kehidupan dunia dan akhirat. Pendapat senada
dikemukakan oleh Tilaar bahwa “pendidikan pemerdekaan keyakinan manusia di
dalam hubungannya dengan sang Pencipta (Tilaar, 2005: 123).” Pendapat ini
memberikan keyakinan bahwa agama melalui pendidikan berarti memerdekakan
pilihan manusia terhadap keyakinannya terhadap Tuhan. Setelah manusia
memilih, maka melalui pendidikan yang ditempuhnya, mulai dipelajari dan
diperdalam terkait keyakinan agama yang telah dipilihnya. Dengan kata lain,
pendidikan agama merupakan pendidikan dalam pemenuhan kebutuhan agama
manusia berlandaskan kebebasan memilih. Dalam hal ini, campur tangan Sang
Pencipta terhadap agama manusia tampaknya tidak terlalu signifikan. Namun,
pada dasarnya pendapat Tilaar tersebut tidak dikerucutkan terhadap pandangan
satu agama yang ada di dunia. Terlepas dari takdir yang telah Sang Pencipta
tentukan terhadap agama manusia, pada dasarnya manusia memang yang
menjalani kehidupan di dunia. Tuhan telah memberikan pilihan jalan, namun
manusialah yang akan menentukan pilihannya. Keyakinan manusia kepada
Tuhan menjadi salah satu yang harus dipilih manusia.
Selaras juga dengan pendapat-pendapat di atas, menurut Arifin (2003: 22)
yaitu “pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa
secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.” Senada dengan pendapat-pendapat
sebelumnya, pendapat Arifin tersebut menitikberatkan bimbingan dan arahan
kepada anak didik tentang Islam. Pendidikan yang diberikan baik dalam hal
pengajaran, pemahaman dan/ atau peneladanan juga harus sesuai dengan masing-
masing karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Pertumbuhan
dan perkembangan menjadi pertimbangan penting guna pencapaian tujuan
pendidikan Islam yang dilakukan.
Pendidikan Islam sudah seharusnya tidak sekedar mengajarkan, namun juga
penerapan oleh anak didik menjadi hal utama tujuannya. Dapat dikatakan, sukses
14

atau tidaknya pendidikan adalah dengan melihat output yang dihasilkan baik
dalam sisi akademis maupun non akademis seperti personality, keterampilan dan
lain sebagainya. Diperkuat oleh Daradjat (2012: 86) bahwa Pendidikan Agama
Islam yaitu “usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak
setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama
Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).” Selain itu,
Marimba (1989: 19) juga mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan
Agama Islam yaitu “bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.” Secara
substansi pendapat ini sama dengan pendapat-pendapat sebelumnya yakni
membentuk kepribadian Islam. Namun perspektif berbeda yang dikemukakan
oleh Marimba dengan pendapat lainnya adalah terkait peran jasmani seseorang.
Selain rohani, jasmani dianggap penting dalam pembentukan karakter atau
kepribadian seseorang. Dengan demikian, keseimbangan antara jasmani dan
rohani dalam bimbingan agama Islam seseorang akan mampu membentuk
kepribadian sesuai ukuran Islam.
Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Halstead (2004: 523-524) dalam
jurnal bahwa pendidikan Agama Islam memiliki prinsip-prinsip yaitu individual
development, social and moral education, serta acquisition of knowledge.
Pendidikan agama Islam dalam ketiga prinsip ini mempunyai arti sebagai
pengembang individu (anak) dengan bimbingan yang positif, penanaman nilai-
nilai sosial dan moral kepada anak, serta pemerolehan pengetahuan khususnya
tentang Islam. Sedangkan Langgulung mengemukakan terkait pendidikan Islam
yang dikutip oleh Muhaimin (2012: 36) bahwa tercakup dalam delapan
pengertian yaitu: 1) al-tarbiyah al diniyah; 2) ta‟lim al din; 3) al-ta‟lim al-diny;
4) al-ta‟lim al-islamy; 5) tarbiyah al muslimin; 6) al tarbiyah fi al Islam; 7) al
tarbiyah „inda al muslimin; dan 8) al tarbiyah al-Islamiyah. Tidak berbeda
dengan pendapat-pendapat sebelumnya, pendapat Langgulung tersebut dapat
ditarik pengertian pendididikan Islam secara garis besar yakni tercakup dengan
pendidikan, agama, Islam, dan muslim. Sementara itu, Kazmi (2003: 288)
memberikan penegasan bahwa pendidikan atau lebih khususnya pendidikan
Islam haruslah menjadi tradisi pendidikan, bukan pendidikan tradisional.
Berdasarkan pendapat tersebut, pengertian tradisi pendidikan dan pendidikan
tradisional memiliki perbedaan makna. Apabila pendidikan dikatakan sebuah
tradisi, maka pendidikan (Islam) dapat secara turun temurun dilaksanakan
dengan/ atau konsep pendidikan (Islam) secara utuh maupun pengembangan.
Sedangkan pendidikan tradisional lebih mengarah kepada konsep pendidikan
dengan sistem pada zaman dahulu. Sistem tersebut cenderung tidak mengalami
pengembangan atau perubahan, namun dengan mempertahankan sistem yang
lama.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa
pendidikan agama Islam dalam sebuah lembaga merupakan salah satu bentuk
pembinaan agama Islam bagi satu atau sekumpulan orang guna memberikan
pemahaman, pengajaran, pendidikan serta pendalaman materi dan nilai-nilai
kegamaan untuk dapat diimplementasikan pada kehidupannya. Kemudian
Pendidikan Agama Islam sebagai kurikulum merupakan salah satu mata
pelajaran agama Islam bagi siswa yang diajarkan oleh seorang atau lebih guru
dalam suatu instansi sekolah, guna siswa dapat mempelajari, mendalami, dan
15

mampu menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-harinya. Selain


sebagai sarana pengenalan agama juga sebagai pandangan hidup siswa.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam


Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan terhadap hakikat dan realitas
keberadaannya. Tidak luput juga seperti segala hal yang memiliki tujuan. Tujuan
akhir pendidikan agama Islam adalah penyelesaian misi manusia dan keberhasilan
manusia menjalani hidupnya di dunia serta keberhasilan dalam hal kebahagiaan di
akhirat kelak. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat pakar tentang tujuan pendidikan
Agama Islam yaitu: Arifin (2003: 28) mengemukakan bahwa “tujuan akhir
pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi cita-cita ajaran Islam itu sendiri,
yang membawa misi bagi kesejahteraann umat manusia di dunia dan akhirat.”
Senada dengan pendapat tersebut, al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Sholeh
(2006: 78-79) bahwa al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting
sebagai orientasi pendidikan yakni: a) mencapai kesempurnaan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt.; dan b) mencapai kesempurnaan manusia untuk
meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sementara secara spesifik Winch dan
Gingell (2008: 9) mendeskripsikan tujuan pendidikan yakni “... they determine the
character of everything else: institutions, curriculum, pedagogy and assessment.”
Makna dari pendapat tersebut yaitu pendidikan bertujuan untuk menentukan
pencapaian karakter baik melalui institusi, kurikulum, pedagogik dan penilaian.
Dalam hal ini, pendidikan meliputi segala aspeknya memiliki tujuan akhir
pencapaian karakter peserta didik. Sedangkan menurut Gregory sebagaimana dikutip
oleh Sharp bahwa arah pendidikan berfokus kepada pelengkapan pikiran guna
memahami fisik, sosial, dan budaya dunia. Dalam redaksinya yaitu “...education is
concerned with equipping minds to make sense of the physical, social and cultural
world (Sharp, 2006: 5).” Dengan demikian, secara umum pendidikan bertujuan
untuk pengembangan diri manusia baik secara jasmani maupun rohani yang terukur
melalui rancangan dan penilaian, sehingga dapat mencapai manfaat yaitu
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Senada dengan hal di atas, Peters mengemukakan pendapatnya tentang arah
pendidikan sebagaimana dikutip juga oleh Sharp (2006: 5) bahwa “...term education
it brings with it the implication that there is an intention to transmit, in a morally
acceptable way, something considered worthwhile.” Maknanya, pendidikan
membawa dampak terhadap transformasi keinginan, melalui cara yang dapat
diterima secara moral, sesuatu yang dianggap berharga. Dengan kata lain,
pencapaian tujuan pendidikan mengarah kepada kehendak individu yang berharga
dan penuh moral. Hal ini menunjukkan bahwa aspek moralitas sangat diutamakan
baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun hasil akhir pendidikan. Sementara itu,
Arifin (2005: 92) mengemukakan bahwa secara umum fungsi pendidikan yaitu
“mendorong perkembangan kebudayaan dan peradaban pada tingkat sosial yang
berbeda.” Pendidikan di sini memiliki peran besar dalam perkembangan dunia baik
dari segi kebudayaan maupun peradabannya. Pendidikan dimaknai sebagai penentu
globalisasi dunia ke arah yang positif.
Kemudian pendidikan pada level individu diartikan oleh Arifin (2005: 92) yaitu
“....membantu mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang berakhlak
mulia, berwatak, cerdas, kreatif, sehat, estetis serta mampu melakukan sosialisasi
16

dan transformasi dari manusia pemain menjadi manusia pekerja dan dari manusia
pekerja menjadi manusia pemikir”. Pendapat ini mempersempit penjabaran tehadap
fungsi umum pendidikan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Inti dari
pendidikan adalah perubahan individu manusia, dalam hal ini adalah peserta didik
ke arah yang lebih baik lagi. Perubahan tersebut tidak hanya dari segi personality
namun juga dalam jasmani.
Sedangkan, lebih terperinci yakni sesuai dengan penetapan empat kompetensi
inti dalam kurikulum nasional, maka Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan
untuk meningkatkan kemampuan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
menjalankan ajaran agama Islam (Sutrisno, 2015: 150). Sementara itu, Daradjat
(2012: 30-33) mengemukakan bahwa terdapat empat tujuan pendidikan Islam yakni:
a) tujuan umum yaitu tujuan pendidikan Islam haruslah dikaitkan dengan tujuan
pendidikan nasional dan tujuan institutional lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan tersebut; b) tujuan akhir yaitu yang sesuai dengan QS. Ali Imran ayat
102 yang mengandung pengertian bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terwujudnya insan kamil yang kelak akan meninggal dunia dan menghadap
Tuhannya dalam keadaan muslim; c) tujuan sementara yaitu tujuan yang akan
dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum formal atau dengan kata lain anak didik telah menunjukkan
ketakwaannya meskipun dalam standar minimal; dan d) tujuan operasional yaitu
anak didik telah dituntut untuk memiliki suatu kemampuan atau keterampilan
tertentu. Tujuan pendidikan Agama Islam menurut Daradjat tersebut secara
kompleks dan mendalam dengan melihat berbagai sudut pandang tujuannya. Seluruh
aspek tujuan pendidikan Agama Islam tersebut berkorelasi penuh dalam kehidupan
manusia dan terlaksana di tri pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah dan
lingkungannya. Manusia sebagai pelaku kehidupan menjalani pendidikan Agama
khususnya Islam pada tri pusat pendidikan tersebut untuk kemudian dapat mencapai
kualitas diri yang sempurna selama hidupnya baik soft skill maupun hard skillnya.
Tidak berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, beberapa ciri tujuan
pendidikan Islam dikemukakan oleh Nata (1997: 53-54) dalam bukunya yaitu: a)
mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-
baiknya; b) mengarahkan manusia melaksankaan tugas kekhalifahannya di muka
bumi dengan niat ibadah kepada Allah swt.; c) mengarahkan manusia agar
berkakhlak mulia; d) membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmani;
dan e) mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Sementara itu, Arifin mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Hawi
(2013: 20) bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “membina dan mendasari
kehidupan anak dengan nilai-nilai syari‟at Islam secara benar sesuai dengan
pengetahuan agama.” Hawi (2013: 21) sendiri memberikan pendapat bahwa “untuk
membentuk manusia yang mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti
luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat.” Kedua pendapat tersebut memberikan pemahaman
bahwa tujuan pendidikan Islam yakni membimbing manusia, khususnya peserta
didik untuk berjalan lurus di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat kelak.
Daulay (2004: 164) juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah
terkait dengan otak (knowledge), hati (value) dan tangan (psikomotorik) peserta
didik yang mana ditujukan agar peserta didik dapat berperilaku dan bertindak sesuai
dengan tuntutan agamanya. Sedangkan dalam konsep Islam, menurut Mahfud (2011:
17

145) adalah harus mengarah kepada hakikat pendidikan itu sendiri, yang mana
meliputi berbagai aspek yaitu tujuan dan tugas hidup manusia, sifat-sifat dasar
manusia, tuntutan masyarakat dan aspek lainnya. Pendapat yang telah dikemukakan
oleh Arifin, Hawi, Daulay dan Mahfud tersebut memiliki kesamaan persepsi dalam
merumuskan tujuan pendidikan agama Islam. Selain itu juga selaras dengan
pendapat pakar yang telah dikemukakan sebelumnya. Pemahaman yang dapat
diambil dari tujuan pendidikan agama Islam adalah pemenuhan misi akhir
kehidupan yakni mencapai kebahagiaan dunia akhirat dan penyempurnaan kualitas
diri manusia baik yang bersifat soft skill maupun hard skill yang melibatkan seluruh
komponen diri seperti otak, hati, tangan dan juga melibatkan komponen
lingkungannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil pemahaman terkait tujuan
pendidikan agama Islam. Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam aadalah
mengarahkan manusia, khususnya peserta didik dalam memahami, mendalami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya , yang
terbentuk kualitas diri baik secara soft skill maupun hard skill. Kemudian, mendapat
kebahagiaan di akhirat kelak merupakan tujuan akhirnya.

3. Dasar Pendidikan Agama Islam


Pendidikan Islam sebagai ilmu pengetahuan, tentu memiliki dasar-dasar sebagai
bekal pemahaman pengetahuan kepada manusia dan manusia dapat mengamalkan
dalam kehidupannya. Minarti (2013: 41) menyebutkan bahwa dasar-dasar
pendidikan Islam dibagi menjadi dua yakni a) dasar ideal, meliputi al-Qur‟an,
sunnah (hadist), alam semesta dan ijtihad; dan b) dasar operasional, meliputi dasar
historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik dan administratif, dasar psikologis
serta dasar filosofis. Sedangkan Mardia (2015: 16-17) mengemukakan bahwa dasar
Pendidikan Agama Islam yaitu: a) dasar yuridis, meliputi dasar ideal dan struktural/
konstitusional; dan b) dasar religius (agama). Secara rinci akan dijabarkan
sebagaimana berikut:
Pertama, dasar yuridis. Merupakan dasar pendidikan yang pelaksanaannya
bersumber dari peraturan perundang-undangan baik secara langsung ataupun tidak
yang meliputi: a) dasar ideal, merupakan sebuah dasar yang diperoleh dari falsafah
negara Indonesia yakni Pancasila sila pertama berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa.
Dalam TAP MPR No. II/MPR/1999 disebutkan bahwa:

Dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan


kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan oleh
karena itu manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha
Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selanjutnya, b) dasar struktural/ konstitusional, yang tertera dalam Undang-


Undang Dasar (UUD) tahun 1945 Bab XI pasal 29 bahwa: (1) Negara berdasar atas
Ketuhanan yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu; dan (3) dasar operasional, sebagai dasar pelaksanaan yang
diambil dari TAP MPR RI. Di dalamnya memuat peraturan secara langsung tentang
18

implementasi pendidikan agama. Selain itu, beberapa dasar Pendidikan Islam


sebagaimana dikemukakan Minarti yaitu terdiri dari: (1) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Pasal 29, yang menegaskan bahwa adanya eksistensi pendidikan Islam
diberikan ruang ekspresi untuk mengembangkan diri secara proporsional menjadi
sistem pendidikan yang solutif; dan (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dapat dilihat pada pasal 15, 2 dan 30
(Minarti, 2013: 57-61).
Kedua, Dasar religius (agama). Merupakan dasar yang bersumber dari ajaran
Islam yakni yang tercantum dalam al-Qur‟an dan Hadist. Dasar religius tersebut
antara lain: a) QS. Ali Imran (4) ayat 104, yang berbunyi:

             

           

     

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
[217]
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan
munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Selanjutnya, b) QS. An-Nahl (16) ayat 125, yang berbunyi:

             

           

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845]


dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
[845]
Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil.

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Agama Islam memiliki
dasar normatif yang terkandung dalam sumber-sumber hukum Islam yakni al-
Qur‟an dan hadist. Selain itu, juga memiliki dasar yuridis yang tercakup dalam
peraturan undang-undang sebagai bentuk penyeragaman dasar secara kenegaraan.
Melalui dasar-dasar tersebut, pendidikan Agama Islam dapat dilaksanakan dengan
terstruktur dan terarah.
19

4. Ruang Lingkup
Kajian terkait ruang lingkup Pendidikan Agama Islam berkaitan erat dengan
pokok-pokok kajian dalam ajaran Islam itu sendiri. Alim (2011: 122-165)
menjelaskan secara gamblang terkait pokok-pokok ajaran Islam tersebut tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Pokok-pokok tersebut adalah akidah, syari‟ah,
akhlak dan jihad. Pendapat lain dikemukakan bahwa bahan pengajaran Pendidikan
Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu a) keimanan; b) ibadah; c) al-Qur‟an;
d) muamalah; e) akhlak; f) syari‟ah; dan g) tarikh (Hawi, 2013: 26). Sementara itu,
Mahfud (2011: 9) mengemukakan bahwa objek kajian pendidikan agama Islam
secara garis besar meliputi akidah, syari‟at, muamalat dan akhlak.
Pendapat lain tentang materi Pendidikan Agama Islam dikemukakan oleh Tafsir
(2009: xi-xviii), yang didasarkan pada beberapa bidang kajian keilmuan yakni: a)
bidang fikih, meliputi thaharah, salat, jenazah, zakat, puasa, haji dan umrah, jual beli
dan riba, nikah, mawaris dalam Islam; b) ilmu kalam, meliputi aliran-aliran dan
masalah-masalah dalam ilmu kalam; c) tasawuf, meliputi maqamat dan ahwal, kisah
para sufi, dan tarekat; d) Tarikh Tasyri‟ Islam, meliputi Tasyri‟ Islam masa
Rasulullah, sahabat, dan seterusnya hingga kini.
Kemudian, dapat diuraikan kajian terhadap masing-masing hal tersebut
sebagaimana berikut:
a. Akidah
Akidah secara etimologis memiliki arti yang terikat. Sedangkan secara
terminologinya yaitu pengikraran yang bertolak dari hati nurani dengan makna
bahwa urusan yang telah diyakini oleh hati akan kebenarannya, menentramkan
hati dan menjadi keyakinan yang haq tanpa keraguan sedikitpun di dalamnya
(Alim, 2011: 124). Sementara itu, Mahfud (2011: 11) memberikan penjelasan
bahwa akidah sebagai sebuah objek kajian akademik meliputi beberapa aspek
yakni aspek ilahiyyah atau ketuhanan, aspek nubuwah dan ruhaniyah arkanul
iman atau rukun iman.
Manusia memiliki bobot akidah yang berbeda-beda. Bobot tersebut apabila
diibaratkan dengan timbangan seperti berat sekali hingga ringan sekali.
Pernyataan berat dan ringan sekali tersebut dengan mempertimbangkan rentang
keduanya secara matang dan sesuai. Keimanan seseorang juga memiliki
tingkatan yang berbeda-beda setiap individu. Diperkuat oleh Alim (2011: 132-
133) bahwa terdapat empat tingkatan dalam akidah yaitu: a) taklid; b) yakin; c)
ainul yakin; dan d) haqqul yakin.
Kemudian, garis besar ajaran akidah Islam menurut Alim (2011: 134-138)
bahwa terkait kepada keimanan terhadap Allah swt, keimanan terhadap
eksistensi malaikat Allah swt., keimanan terhadap rasul utusan Allah swt.,
keimanan terhadap kitab sebagai wahyu Allah swt., keimanan terhadap hari
akhirat, dan keimanan terhadap adanya takdir Allah swt. dalam hal ini telah
dikenal dengan rukun iman. Hal tersebut juga telah dikemukakan dengan selaras
oleh Mahfud (2011: 12) bahwa sistem kepercayaan Islam atau dalam hal ini
akidah dibangun berdasarkan enam dasar keimanan atau rukun iman tersebut.
Sementara itu, Ismail dan Mutawalli (2012: 28) mengemukakan bahwa pokok-
pokok akidah keagamaan yang benar dapat dikategorikan dalam beberapa hal
yaitu: a) kepercayaan terhadap satu Tuhan; b) kepercayaan terhadap wujud alam
lain; c) kepercayaan terhadap pengutusan rasul Tuhan; dan d) kepercayaan
terhadap adanya kehidupan lain setelah kehidupan ini.
20

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diambil pemahaman bahwa


akidah merupakan keyakinan kuat seorang manusia terhadap Tuhan dan hal-hal
yang berhubungan dengan ketuhanan. Secara umum, ruang kajian akidah adalah
rukn iman yang enam. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, malaikat
Allah, rasul Allah, kitab Allah, hari akhir, dan qadha serta qadar Allah.

b. Syari‟ah
Syari‟at merupakan aturan Allah swt. yang dapat dijadikan referensi
pengaturan manusia di kehidupan dunia sebagai relevansi dalam pembinaan
hubungan manusia terhadap Allah, sesama manusia maupun lingkungannya
(Mahfud, 2011: 22). Pendapat ini menggambarkan kehidupan manusia yang
sama dengan kajian akhlak, yakni akhlak manusia kepada Tuhan, kepada sesama
manusia dan kepada alam. Senada dengan pendapat tersebut, Alim (2011: 139)
mendefinisikan syari‟ah sebagai sebuah jalan hidup di dunia yang telah
ditentukan Allah swt. sebagai panduan menuju kehidupan di akhirat. Lebih
lanjut, dikemukakan bahwa kata syari‟ah sering dikaitkan dengan makna hukum
sehingga dapat diberikan definisi bahwa syari‟ah merupakan hukum yang
sepenuhnya mengandung nilai-nilai Ilahiyyah (Alim, 2011: 140).
Adapun garis besar ajaran syari‟ah Islam adalah ibadah, mu‟amalah,
munakahat, jinayat, siyasah, dan peraturan-peraturan lainnya seperti makanan,
minuman, masjid dan lain-lain (Alim, 2011: 143-147). Sedangkan Mahfud
(2011: 23) membagi ruang lingkup pembahasan syari‟ah terdiri dari dua aspek
yaitu aspek ibadah dan aspek muamalah. Pemahaman yang dapat diambil bahwa
syari‟ah merupakan hukum manusia di dunia dari Allah swt. dalam membina
hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan lingkungan/ alam, yang
mengarah kepada kebahagiannya di kehidupan akhirat kelak. Ruang lingkup
kajian secara umum adalah berkaitan dengan ibadah manusia kepada Allah swt.
dan perilaku kehidupan manusia di dunia.

c. Akhlak
Akhlak secara bahasa diartikan sebagai tabiat, perangai, adat. Kemudian
diberikan makna bahwa merupakan suatu perbuatan atau sikap yang memenuhi
empat kategori yaitu telah tertanam kuat di jiwa dan kepribadiannya, dilakukan
dengan mudah tanpa pikir panjang, dikerjakan tanpa paksaan dari manapun, dan
dilakukan dengan sungguh-sungguh (Alim, 2011: 151-152). Selaras dengan
pendapat tersebut, Mahfud (2011: 96) memberikan definisi bahwa akhlak
merupakan sebuah refleksi dari tindakan nyata atau dalam pelaksanaan akidah
dan syari‟at dalam kehidupan manusia.
Adapun kajian yang terdapat di dalamnya secara garis besar adalah terkait
dengan akhlak terhadap Allah, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan
(Alim, 2011: 152-158). Jadi, dapat dipahami bahwa akhlak dimaknai sebagai
implementasi dari adanya keyakinan/ akidah dan hukum Allah swt./ syariah,
yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Dikarenaknan akhlak
merupakan implementasi, maka ruang kajiannya juga sama dengan akidah
sebagai implementasi dari keyakinan yang telah diraihnya, dan dengan syari‟ah
sebagai implementasi dari adanya hukum yang telah diatur Allah swt. kepada
manusia dibumi yakni berkaitan dengan hubungan dengan Allah swt., sesamam
manusia dan alamnya.
21

d. Jihad
Kata jihad seringkali dikaitkan dengan adanya tindak radikalisme, namun
secara maknawi kata jihad sendiri berarti kekuatan atau kemampuan. Jihad
memiliki makna bahwa segala sesuatu yang telah diusahakan seseorang agar
terhindar dari adanya kesulitan dan penderitaan yang dialaminya (Alim, 2011:
163).
Dalam al-Qur‟an, Allah swt. juga telah memperkenalkan kata tersebut dalam
firmannya QS. Al-Furqon ayat 52 sebagaimana berikut:

       

Artinya: Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan


berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar.

Berdasarkan firman Allah swt. di atas, memberikan pembuktian bahwa


Alah swt. memperintahkan kita untuk senantiasa berjihad namun harus sesuai
dengan apa yang telah digariskan dalam al-Qur‟an sebagai wahyu-Nya.
Meskipun saat ini makna jihad telah mengalami penyempitan terhadap hal yang
berspekulasi negatif, namun tidaklah menutup kemungkinan untuk kita tetap
dapat memaknai jihad sebagai makna hakikinya.

e. Tarikh
Sejarah merupakan materi yang perlu dipelajari, terlebih sejarah tentang
Islam dan Nabi Muhammad saw. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab
“syajaratun” yang memiliki arti pohon. Sedangkan menurut definisi umum, kata
sejarah dalam bahasa Inggris “history” berari masa lampau umat manusia
(Amin, 2010: 1). Sedangkan, dalam Bahasa Arab disebut “tarikh” yang
memiliki arti ketentuan masa (Zuhairini, 2010: 1). Sedangkan secara istilah,
menurut Sidi Gazalba dalam Amin (2010: 2) bahwa sejarah adalah gambaran
masa lampau tentang manusia dan sekitarnya yang tersusun ilmiah dan lengkap,
meliputi urutan fakta masa tersebut dengan penafsiran dan pemahaman tentang
hal tersebut. Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah dikuatkan oleh pendapat
al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri. Menurutnya, sirah
nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang misi kerasulan yang dibawa
oleh Rasulullah kepada umat manusia. Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku,
arahan serta jalan hidup yang beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).”
Sementara itu, al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum Islam juga memuat
sejarah atau kisah-kisah yang beragam dan istimewa seperti kisah Nabi, tokoh
teladan dan lain sebagainya. Kisah tersebut kualitasnya snagat tinggi karena
memiliki nilai-nilai dan tujuan yang mulia. Selain itu, tema-temanya memiliki
banyak manfaat bagi pendidikan dan pelatihan jiwa umat manusia. Sehingga
nilai kandungannya sangat tinggi karena dapat mempengaruhi perubahan
akhlak, mempercantik perilaku dan memancarkan kebijaksanaan (Maula, 2015:
9). Dengan demikian, tarikh/ sejarah merupakan materi pendidikan Agama
Islam yang meneritakan tentang kisah masa lalu, yang di dalamnya memuat
ajaran dan nilai-nilai yang sarat dengan agama, kebaikan, akhlak dan nilai
positif lainnya. Melalui sejarah, manusia dapat mengetahui dan meneladani
22

kisah-kisah tersebut. Lebih khusus, kisah nabi Muhammad saw. sebagai suri
tauladan umat Islam melalui perkataan, perbuatan maupun taqririyah beliau.

5. Urgensi Pendidikan Agama Islam


Urgensi merupakan sebuah keharusan yang ada dalam segala hal. Urgensi
tersebut menjadi tolok ukur dalam pelaksanaan dan penentuan pencapaian. Tidak
terkecuali bagi pendidikan agama Islam. Berikut akan dikemukakan urgensi
pendidikan agama Islam oleh beberapa pakar yaitu: al-Ghazali memberikan
penegasan sebagaimana dikutip oleh Sholeh (2006: 80) bahwa melalui pendidikan
agama dapat secara dini mengarahkan anak didik untuk dekat kepada Allah swt.
Sementara itu, Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama
Islam yang kemudian dikutip oleh Hawi (2013: 21-22) mengemukakan bahwa
fungsi agama antara lain: a) memberikan bimbingan dalam hidup; b) menolong
dalam menghadapi kesukaran; dan c) menentramkan batin. Pendapat lainnya
dikemukakan oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, bahwa Pendidikan Agama
Islam memiliki beberapa fungsi yakni diantaranya fungsi pengembang keimanan
dan ketaqwaan, fungsi penenaman nilai, fungsi penyesuaian mental antara
lingkungan dan ajaran Islam, fungsi perbaikan diri, fungsi pencegahan hal-hal
negatif, fungsi pengajaran ilmu pengetahuan keagamaan dan fungsi penyaluran
seperti bakat anak (Majid dan Andayani, 2005: 134-135). Selain itu, menurut Alim
(2011: 52-56), agama sangatlah penting bagi kehidupan manusia, yang kemudian
dirincikan sebagai berikut: a) agama memberi makan rohani; b) agama
menanggulangi kegelisahan hidup; c) agama memenuhi tuntutan fitrah; dan d)
agama mengatasi keterbatasan akan dan tantangan hidup.
Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Terkhusus Pendidikan Agama
Islam, dapat menjadi penentu kualitas kehidupan manusia baik di dunia maupun
akhirat. Dengan kata lain, urgensi pendidikan Islam adalah pemenuhan kebutuhan
jasmani dan rohani manusia di dunia terhadap agama dan pencapaian kebahagiaan di
akhirat kelak.

6. Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Kurikulum merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari praktik pendidikan,
tidak terkecuali Pendidikan Agama Islam. Sutrisno (2015: 49) menyebutkan bahwa
“transformasi pendidikan erat dengan berbagai faktor, seperti pengelola, sumber
daya kependidikan (guru, tenaga laborat, pustakawan dan siswa), sarana prasarana,
kurikulum, lingkungan dan sebagainya.”
Kurikulum memiliki makna sempit dan luas. Sebagaimana dikemukkan oleh
Nata (2012: 121) yakni “rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan
pendidikan menjadi jelas dan terang.” Nata memahami kurikulum secara garis
besarnya adalah mata pelajaran. Lebih luas lagi, kurikulum dimaknainya tidak hanya
tercakup dalam kegiatan pendidikan saja, namun juga dalam setiap kegiatan
kehidupan. Lebih lanjut, Nata (2012: 130) menjelaskan bahwa orientasi kurikulum
pendidikan Islam mengarahkan kepada pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat,
berwawasan intelektual dan keterampilan jasmani, namun juga pencerahan
keimanan, spiritual, moral dan akhlak mulia secara seimbang. Sedangkan dalam
merancang dan mengembangkan kurikulum, dalam Islam terdapat asas dan prinsip
23

yang harus dipertimbangkan yakni keseimbangan antara hubungan manusia dengan


Tuhan, hubungan manusia dan manusia, dan hubungan manusia dan alam (Nata,
2012: 135).
Selanjutnya, komponen kurikulum menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu
Pendidikan dalam perspektif Islam, sebagaimana dikutip oleh Nata (2012: 130)
bahwa terdiri dari: a) tujuan; b) isi; c) metode atau proses belajar mengajar; dan d)
evaluasi. Nata juga menjelaskan bahwa komponen kurikulum dalam kajian
pendidikan Islam, belum diatur secara eksplisit, sistematis dan lengkap oleh sumber-
sumber Islam. Meskipun begitu, secara parsial dan substansial sudah ada dan perlu
perpaduan antar komponennya.

7. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai interaksi kegiatan antara pendidik
dengan peserta dalam pembelajaran tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Nata
(2012: 139) bahwa proses pembelajaran adalah kegiatan interaksi dan saling
mempengaruhi antaara pendidik dan peserta didik. Pendidik berperan sebagai
pemberi pengaruh, dan peserta didik yang mendapat pengaruh tersebut.
Komponen-komponen pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Nata
(2012: 145) terdiri dari: a) aspek tujuan; b) aspek pendekatan; c) aspek metode; d)
aspek teknik; dan e) aspek taktik. Selain itu, akan dikemukakan juga tentang media
yang dapat menjadi komponen pembelajaran. Pendapat senada juga dikemukakan
oleh Sholeh (2000: 25-27) bahwa permasalahan Pendidikan Agama, meliputi
beberapa unsur yaitu: a) Hasil yang diharapkan; b) Materi dan alokasi waktu; c)
Metode; d) Siswa sebagai peserta didik; e) Orang tua siswa; dan f) Lingkungan
pendidikan.
Berikut akan dikemukakan secara rinci terhadap komponen-komponen tersebut.
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2012: 145-
146) merupakan “sejumlah kompetensi atau kemampuan tertentu yang harus
dikuasai oleh peserta didik setelah kegiatan belajar mengajar.” Tujuan belajar
mengajar ini haruslah dirumuskan secara detail dan terperinci. Hal ini akan
berpengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan
guru. Selain itu juga, perlu memperhatikan dan mengelompokkan secara tepat
terhadap tujuan pembelajaran dengan kompetensi peserta didik dalam kaitannya
kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik.

b. Pendekatan Pembelajaran
Dalam pembelajaran, pendekatan merupakan hal yang menjadi penentuan.
Dengan kata lain, keberhasilan pembelajaran dimualai dari ketepatan dalam
pemilihan dan penggunaan pendekatan pembelajaran. Nata (2012: 149)
mengartikan pendekatan sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan
dalam menjelaskan suatu masalah. Dalam hal ini akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda-beda karena cara pandang juga berbeda-beda.
Pelaksanaan Pendidikan Agaam Islam di sekolah pada dasarnya melalui
kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang satu sama lain saling melengkapi, yaitu:
a) pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada
peserta didik dalam rangka penenaman nilai-nilai keagamaan; b) pendekatan
24

pembiasaan yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk


senantiasa mengamalkan ajaran agamanya; c) pendekatan emosional yaitu
usaha untk menggugah perasaan emosi peserta didik dalam menyakini,
memahami dan menghayati ajaran agamanya; dan d) pendekatan rasional yaitu
usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) dalam memahami dan
menerima kebenaran ajaran agama (Hawi, 2013: 26).
Sementara itu, pendekatan dalam pendidikan Islam sebagaimana yang
dikemukakan Nata (2012: 149-150) dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.
Dengan kata lain, pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu
lainnya. Sehingga agar memahami pendekatan yang akan digunakan dalam
pembelajaran pendekatan ilmu pendidikan Islam, maka perlu pemahaman
terhadap disiplin ilmu lainnya. Pendekatan yang ditawarkan oleh Nata adalah
pendekatan normatif teologis, yang mana kegiatan belajar mengajar dilakukan
berdasarkan petunjuk yang terdapat di dalam ajaran agama yang diyakini pasti
benar. Selain itu, pendekatan historis empiris yang mana kegiatan dilakukan
berdasarkan praktik yang pernah ada dalam sejarah dan didukung bukti.
Selanjutnya pendekatan filosofis yang mana kegiatan dilaksnakaan berdasarkan
pandangan dan gagasan yang dikemukakan para filsuf.
Selain pendekatan pembelajaran di atas, terdapat sebuah pendekatan
pembelajaran bagi orang dewasa atau lebih dikenal dengan andragogi.
Pendekatan ini dikenalkan oleh seorang tokoh manajemen dan psikologi yaitu
Abraham Maslow. Ia menawarkan pandangan humanistik, yang memberikan
pengaruh terhadap prinsip-prinsip dan teori andragogi (Hermawan, 2009: 299-
230). Bahkan, Kramminger & Hubert (1990) dalam Hermawan (2009: 230)
menyatakan bahwa andragogi merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip
humanistik. Menurut Knowles dalam Sudjana (2005: 62), “ Andragogy is
therefore, the art and science of helping adults learn”. Andragogi didefinisikan
sebagai seni dan ilmu yang membantu pembelajaran orang dewasa. Terdapat
empat pokok asumsi sebagai berikut: Pertama, konsep diri. Pada dasarnya
orang dewasa memiliki konsep diri yang mandiri dan tidak bergantung bersifat
pengarahan diri. Kedua, pengalaman. Pengalaman orang dewasa lebih luas dan
kaya akan keadaan belajar. Ketiga, kesiapan belajar. Relevansi dengan apa yang
dipelajari dan permasalahan yang terjadi pada dirinya menjadi hal pokok dalam
keinginan belajarnya. Terakhir, orientasi pembelajaran. Lebih menekankan
dirinya bukan sebagai subyek, karena orientasinya lebih condong terhadap
masalah-masalah (Sujarwo, tt: 3). Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan
berbagai implikasi yang berkaitan dengan penerapan strategi pembelajaran.
Secara umum strategi pembelajaran orang dewasa lebih menekankan pada
permasalahan yang dihadapi (problem centered orientation). Knowles
mengajukan asumsi bahwa orang dewasa dapat belajar. Kalaupun ada orang
dewasa yang mengeluh tidak dapat lagi belajar, orang dewasa yang
bersangkutan kurang percaya pada kemampuan dirinya untuk belajar (Sujarwo,
tt: 3-4).
Dalam pembelajaran, empat asumsi dasar tersebut dijabarkan dengan
langkah-langkah yang dikemuakkan Knowles dalam Sujarwo (tt: 5-7) sebagai
berikut: Pertama, menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif. Faktor lingkungan
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, sehingga diperlukan penciptaan
iklim belajar yang meliputi: penataan fisik ruang dan suasana, penataan
25

psikologis dan manusia, serta penataan iklim organisasi kelembagaan terkait.


Kedua, menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama. Keikutsertaan peserta
didik dalam merumuskan keputusan dan kegiatan memberikan rasa keterikatan
yang lebih, karena peserta didik berpatisipasi aktif. Ketiga, menetapkan
Kebutuhan Belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu model
kompetensi dan model dikrepensi (mencari kesenjangan). Keempat,
merumuskan tujuan Khusus (Objectives) Program. Tujuan dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan proses pembelajaran. Pada model andragogi,
lebih dipentingkan terjadinya proses self-dianosed needs. Kelima, merancang
pola pengalaman belajar. Dalam konsep andragogi, rancangan kegiatan yang
dipilh sebagai pengalaman belajar peserta didik meliputi pemiihan problem
areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic,
pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai,
merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-
materi, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan
belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan
menggunakan model pembelajaran andargogi pada dasarnya harus dilandasi
oleh konsep self-directed learning atau lebih menekankan kepada learning-
how-to-learn activity. Keenam, melaksanakan Program (Melaksanakan
Kegiatan Belajar). Hal tepenting yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan
proses pembelajaran adalah ketersediaan sumber daya manusia, yang berkaitan
dnegan teknik andragogi dan pemenuhan bahan-bahan dan alat pembelajaran.
Terakhir, mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan
Belajar.

c. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan sebagai cara mengajar pendidik dalam
pembelajaran. Menurut Tafsir (2007: 9), metode merupakan “cara yang paling
tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.” Metode dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai sebagai cara-cara membuat lesson
plan agama Islam (Tafsir, 2007: 11). Winarno Surakhmad di dalam buku Hawi
(2013: 28-29) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: a) anak didik; b) tujuan; c) situasi; d) fasilitas; dan
e) guru.
Beberapa metode pembelajaran yang dianggap cocok diterapkan dalam
pembeelajaran Agama Islam menurut Hawi (2013: 30-31) yaitu sebagai berikut:
a) metode pemebelajaran yang terpusat kepada guru yakni menempatkan guru
sebagai informasi, pembina dan pengarah satu-satunya dalam proses
pembelajaran; b) metode pembelajaran yang terpusat kepada siswa yakni
menjadikan siswa sebagai objek yang perlu pengembangan dalam kegiatan
pembelajaran; c) metode yang terpusat antara guru dan siswa yakni sebuah
metode yang mengharmonisasikan hubungan antara guru dan murid dalam
kegiatan pembelajaran. Sedangkan beberapa metode yang dapat digunakan
dalam interaksi dan untuk membantu pembelajaran kondusi menurut Hawi
(2013: 31-34) yakni: a) metode keteladanan, yang berarti bahwa teladan yang
baik haruslah diikuti oleh pikiran dan tingkah laku secara bersamaan. Metode
ini digunakan karena kecenderungan anak yang gemar memfigurkan seseorang
sebagai pedoman hidupnya; b) metode latihan, berarti memberi peserta didik
26

pelajaan khusus atau bimbingan untuk mempersiapkan merek amenghadapi


kejadian masalah-masalahh di masa mendatang; c) metode dialog, yang berarti
guru diharapkan untuk menjadi seorang yang betul-betul bisa untuk dijadikan
kawan bukan sebagai guru dalam beberapa kondisinya. Hal ini tentu berkaitan
dengan keefektifan guru dalam mengetahui dan menyelesaikan segala
permasalahan peserta didik; d) metode penghargaan, yang berarti guru
memberikan penghargaan kepada kinerja peserta didik baik secara verbal
maupun non verbal seperti perlakuan hangat dan penuh kasih sayang; dan e)
metode hukuman, yang berarti guru berhak memberikan hukuman kepada
peserta didik apabila melanggar peraturan-peraturan yang telah disepakati.
Hukuman tersebut tetap harus berada dalam batas wajar.
Senada denan pendapat di atas, Nata (2012: 151-152) mengutip pendapat
terkait metode pendidikan Islam oleh Hery Noer Aly yaitu metode ceramah,
tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, kerja kelompok,
sosiodrama, karya wisata, drill, dan sistem regu. Sedangkan yang merujuk
kepada al-Qur‟an yaitu diantaranya adanya partisispasi guru di dalam situasi
belajar mengajar dalam QS. An-Nisa ayat 9, pengulangan yang bervariasi
dalam QS. Al-Isra ayat 41, membuat perumpamaan dan bercerita untuk
mengambil pelajaran dalam QS. An-Nahl ayat 76, pengalaman pribadi dan
widyawisata untuk mencari hakikat dan membaca alam dalam QS. Al-Hajj ayat
46, mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam QS. At-Taubah ayat
25-26, menciptakan suasana senang sebagai upaya pendidikan dalam QS. al-
An‟am ayat 160, teladan yang baik dalam QS. al-Ahzab ayat 21, dan
memperhatikan karakteristik sisuasi belajar mengajar. Al-Nahlawi yang dikutip
oleh Nata (2012: 152) juga mengemukakan bahwa metode untuk menanamkan
rasa iman yakni mencakup metode hiwar atau percakapan Qur‟ani dan Nabawi,
kisah Qur‟ani dan Nabawi, amtsal atau perumpamaan, keteladanan,
pembiasaan, ibrah dan mauidzah dan targhib dan tarhib.
Selain metode-metode di atas, terdapat beberapa metode Pendidikan agama
Islam yang diterapkan di pesantren. Istilah Pendidikan Agama Islam memang
tidak lazim digunakan di pesantren, namun lebih sering dikenal dengan ilmu
agama. Meskipun demikian, substansi yang terkandung adalah sama. Beberapa
metode Pendidikan Agama Islam yang diterapkan pesantren pada umumnya
juga dapat dijadikan rujukan dalam menerapkan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Mastuhu, sebagaimana dikutip oleh Zarkasyi (2005: 72)
menyebutkan empat metode pendidikan pada lembaga pendidikan pesantren
yaitu: a) sorogan; b) bandongan; c) halaqah; dan d) hapalan. Arifin juga
berpendapat dalam Zarkasyi (2005: 72) bahwa empat metode pendidikan
pesantren yaitu: a) bandongan; b) sorogan; c) muhawarah; dan d) mudzakarah.
Zarkasyi (2005, 76), menambahkan selain dari metode-metode tersebut
digunakan juga metode majlis ta‟lim.
Beberapa metode di atas, dapat diulas sebagaimana berikut: Pertama,
metode sorogan adalah metode di mana santri secara bergantian/ individual
mengulangi bacaan dan arti yang telah disampaikan oleh kyai/ ustadz
sebelumnya. Metode ini kerap dianggap rumit, karena membutuhkan kerajinan,
kesabaran dan kedisiplinan santri. Namun, dengan metode ini juga kualitas
pemahaman yang diraih santri lebih terjamin, karena santri dapat secara
langsung bertatap muka dengan kyai atau gurunya (Zarkasyi, 2005: 72-74).
27

Kedua, metode wetonan/ bandongan yaitu metode berkelompok santri, di mana


kyai atau guru membacakan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya
dan santri menyimak bacaan tersebut. Metode ini tidak menuntut absensi
kehadiran santri secara ketat dan tidak ada evaluasi kenaikan kelas tertentu
(Zarkasyi, 2005: 74). Pendapat lain Saridjo yang dikutip oleh Zarkasyi (2005:
75) mengatakan bahwa metode bandongan tersebut identik dengan metode
kuliah, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeiling kyai dan
menyimak kitab-masing-masing serta membuat catatan masing-masing.
Ketiga, metode halaqah yaitu metode berkelompok juga seperti pada sistem
metode bandongan, namun dalam metode ini terdapat sesi diskusi atau tanya
jawab terkait pemahaman santri terhadap materi yang dipelajari. Dengan kata
lain, siswa yang belum atau kurang memahami penjelasan yang disampaiakan
oleh kyai atau ustadz dapat mengemukakan pertanyaan dan mendapatkan
pemahaman langsung dari kyai/ ustadznya. Keempat, metode hafalan yaitu
metode yang mengharuskan santri menghafalkan isi kitab yang telah
dipelajarinya dan kyai menyimak hafalan santri. Kelima, metode muhawarah
adalah metode yang dipergunakan untuk melatih komunikasi berbahasa Arab
santri. Metode ini biasanya diterapkan santri dan kyai dalam keseharian santri
dan kyai selama menetap di pondok pesantren. Adapun sistem peraturannya
diatur oleh masing-masing instansi pesantren. Dengan kata lain setiap pesantren
dapat membuat regulasi terhadap penerapan metode muhawarah ini. Contohnya
dengan menerapkan wajib setiap hari atau pada minggu-minggu tertentu saja.
Keenam, metode mudzakarah merupakan metode yang berupa kegiatan
pertemuan untuk membahas masalah-masalah keagamaan baik yang bersifat
diniyah maupun umum. Kegiatan ini dibedakan menjadi dua tingkatan yakni
muszakarah yang khusus dihadiri oleh sesama santri dan mudzakarah yang
dihadiri oleh kyai dan santri atau seperti seminar. Metode ini dapat melatih
keterampilan santri secara penuh karena melibatkan keaktifan santri dalam
memecahkan persoalan –persoalan, mencari rujukan-rujukan, dan keterampilan
berbahasa, khususnya bahasa Arab. Terakhir, metode majlis ta‟lim menurut
Zarkasyi (2005: 75-77) yaitu “suatu metode yang menggunakan media
penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka.” Metode manjlis
ta‟lim ini biasanya dapat pula dilaksnakaan selain bersama santri, juga dapat
dilaksanakan bersama masyarakat umum. Dengan kata lain, metode majlis
ta‟lim ini tidak dibatasi oleh kelas atau jenjang tertentu, namun bersifat umum
yakni melaksanakan kajian dengan santri dan masyarakat luas.
Dalam konsep andragogi, pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut: a) peserta didik sebagai sumber belajar, dengan upaya
penyerapan pengalaman belajar peserta didik melalui diskusi kelompok, curah
pendapat, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, focus group
discussion. b) penekanan aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep, dan
pengalaman baru. Hasil dari pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan secara
langsung dalam kehidupannya. c) materi pembelajaran dirancang berdasarkan
pengalaman dan kondisi peserta didik (Sujarwo, tt: 11).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, metode pendidikan Agama Islam
sangatlah beragam. Baik yang diterapkan di skeolah pada umumnya maupun
pesantren, keduanya dapat dijadikan variasi metode dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
28

d. Teknik dan Taktik pembelajaran


Teknik mengajar perlu dirancang, disusun dan dilaksanakan oleh guru
mulai dari kegiatan pendahuluan dan apersepsi hingga salam penutup.
Penggunaan variasi sangat diperlukan, guna mendapatkan kualitas hasil
pembelajaran.Teknik mengajar diartikan sebagai “cara-cara yang terukur,
sistematik dan spesifik dalam melakukan suatu pekerjaan (Nata, 2012: 153).”
Perbedaan teknik yang digunakan pendidik dalam pembelajaran akan
berpengaruh terhadap perbedaan hasil, tingkat kecepatan dan kepuasan kepada
orang yang terlibat atau merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut (Nata,
2012: 153).
Selain teknik, taktik juga diperlukan dalam pembelajaran. Kata taktik
cenderung dengan adanya siasat atau rekayasa. Namun oleh Nata (2012: 155)
diartikan sebagai hal yang positif. Taktik sangatlah diperlukan guna mencapai
hal-hal yang positif, seperti taktik pendidik dalam mendorong siswa menjadi
bersemangat belajar, datang tepat waktu berlaku jujur dan lain sebagainya.

e. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah bermakna
tengah, pengantar, perantara (Munadi, 2010: 6). Sedangkan secara istilah,
media merupakan “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yag
kondusif di mana penerimana dapat melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif (Munadi, 2010: 7-8).
Selanjutnya, tujuan pemanfaatan media sebagaimana dikemukakan oleh
Munadi (2010: 8) yaitu untuk mengefektifkan dan mengefisensikan proses
pembelajaran. Sedangkan fungsi media pembelajaran yakni meliputi: a) Sumber
belajar, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain; b)
Fungsi Semantik, yakni kemampuan media dalam menambah perbedaharaan
kata yang maknanya dapat terpahami siswa; c) fungsi manipulatif, yakni medi
ayang memiliki kemampuan untuk mengatasi batas-batas ruang dan waktu serta
kemampuan mengatasi keterbatasan inderawi; d) fungsi psikologis, meliputi
(1) fungsi atensi, yakni sebagai alat peningkat perhatian siswa; (2) fungsi
afektif, yakni sebagai alat penggugah perasaan, emosi dan tingkt penerimaan
atau penolakan siswa terhadap sesuatu; (3) fungsi kognitif, yakni sebagai alat
memperkaya pengetahuan siswa oleh berbagai objek yang dihadirkan; (4)
fungsi imajinatif, yakni sebagai alat meningkatkan dan mengembangkan
imajinasi siswa; dan (5) fungsi motivasi, yakni sebagai seni mendorong siswa
melakukan kegiatan pembelajaran; dan e) fungsi sosio-kultural yakni mengatasi
hambatan sosio-kultural anatar peserta komunikasi pembelajaran (Munadi,
2010: 37-48).
Terdapat taksonomi media pembelajaran oleh beberapa ahli, yang meliputi:
a) taksonomi media berdasarkan rangsangan belajar, yaitu dua pengalaman
audio (kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif audio), dua
pengalaman visual kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual) dan
dua pengalaman belajar (belajar langsung dengan orang dan benda); b)
taksonomi media berdasarkan fungsi pembelajaran, yakni terdapat 7 macam
kelompok media yaitu benda untuk demonstrasi, penyampaian lisan, media
cetak, gambar diam, gambar gerak, film dengan suara, dan mesin pembelajaran;
29

c) taksonomi media menurut hirarki pemanfaataanya yakni semakin rumit jenis


perangkat media yang dipakai, maka semakin mahal biaya investasinya dan
semakin sulit pengadaannya namun semakin umum penggunaannya serta
semakin luas lingkup sasarannya. Begitupun sebaliknya; d) taksonomi media
berdasarkan indera yang terlibat, yakni secar agaris besar meliputi media audio,
media visual, media audio visual dna multimedia (Munadi, 2010: 49-57).

8. Evaluasi Pendidikan Agama Islam


Evaluasi atau penilaian merupakan hal penting untuk dilaksanakan dalam
pelaksanaan sebuah proses. Melalui evaluasi, dapat diketahui bagaimana hasil dan
pertimbangan-pertimbangan dalam rangka perbaikan proses setelahnya. Menurut
Sutrisno (2015: 149), penilaian adalah “serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
meganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.” Evaluasi perlu
dilaksanakaan, guna pemenuhan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam
pross dan hasil belajar peserta didik. Aspek kognitif meliputi semua unsur materi
pokok PAI, sedangkan afektif lebih menekankan pada unsur pokok keimanan dan
akhlak dan penilaiann terhadap aspek psikotorik ditekankan pada unsur pokok
ibadah dan al-Qur‟an (Hawi, 2013: 35). Dengan demikian, penilaian sangat
diperlukan guna mengetahui kemampuan dan target pencapaian pembelajaran
yang telah dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu. Melalui penilaian ini,
peserta didik dapat diputuskan untuk melangkah pada tingkat selanjutnya atau
perlu pendalaman kembali. Tentu dalam penilaian ini, seorang guru perlu
memahami bentuk penilaian dan teknik penilaian yang sesuai dengan penilaian
yang dilakukan.
Terdapat beberapa bentuk penilaian yang mana memiliki masing-masing
tujuan. Sutrisno (2015: 152-153) mengemukakan bentuk penilaian yaitu: a)
penilaian formatif yang dilakukan melalui ulangan harian, observasi dan lain
sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengukur keberhasilan peserta didik terhadap
penguasaan setiap Kompetensi Dasar dan memonitoring kemajuan belajar peserta
didik; b) penilaian sumatif yang dilakukan melalui ulangan akhir semster, ulangan
kenaikan kelas, dan ujian akhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan
peserta didik atas kompetensi yang ditargetkan. Adapun teknik yang digunakan
dalam penilaian terdiri dari: a) penilaian aspek sikap menggunakan observasi,
penilaian diri, penilaian teman sejawat dan jurnal; b) penilaian aspek keterampilan
dapat dilakukan dengan menggunakan tes kinerja (performance), proyek, dan
portofolio; c) penilaian aspek pengetahuan dapat menggunakan tes tulis, tes lisan
dan penugasan/ proyek (Sutrisno, 2015: 154-164).
Dalam konsep andragogi yang dikemukakan Knowles dalam Sujarwo (tt: 7)
bahwa terdapat terdapat empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan
assessment program yaitu: Pertama, evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk
mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi
belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik
yang telah diperoleh oleh peserta didik. Kedua, evaluasi perilaku dilaksanakan
untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh
30

latihan. Terakhir, evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat


keberhasilan program.

B. Mualaf
1. Pengertian
Kata mualaf sudah lazim di khalayak masyarakat. Kata mualaf merupakan
kata serapan dari Bahasa Arab “muallaf”. Dari segi bahasa, muallaf berasal dari
kata allafa yang bermakna jinak, takluk, luluh, dan ramah. Kata ini dapat diartikan
bahwa mualaf adalah orang yang dilunakkan hatinya oleh Allah swt., sehingga ia
tertarik untuk mengenal dan masuk Islam. Pelunakan hati tersebut bukanlah
dilakukan dengan kekerasan dan peperangan.
Kata mualaf juga terdapat dalam al-Qur‟an. Salah satu ayat dalam al-Qur‟an
tentang mualaf yaitu QS. at-Taubah ayat 60. Ayat tersebut berbunyi sebagai
berikut:
          

              

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang


fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana[647].
[647]
yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat
sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya
dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang
ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya
masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan
muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang
yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak
sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia
mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan
pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan
umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan
dalam perjalanannya.

Berdasarkan ayat di atas, kata mualaf memiliki tafsir dari berbagai versi
menurut ahlinya. Sebagaimana dikemukakan oleh at-Thabari (2008: 887), bahwa
kata mualaf memiliki makna orang yang terpikat hatinya terhadap Islam namun
31

belum berhak mendapatkan pertolongan, dengan tujuan untuk memperbaiki


hubungan dirinya dan keluarganya. Kemudian, menurut al-Qurthubi (2008: 434),
kata mualaf memiliki makna “segelintir orang yag hidup pada masa awal
kemunculan Islam, yang baru memeluk Islam secara lahiriah akan tetapi
keyakinan mereka masih sangat lemah.” Dalam hal ini, mualaf tersebut dapat
menerima zakat agar mereka tetap konsisten terhadap keyakinannya tersebut.
Kemudian, ulama modern menguraikan perbedaan pendapat ulama salaf tentang
mualaf. Sebagaimana dikutip oleh al-Qurthubi (2008: 434-435) bahwa beberapa
ulama salaf mengartikan mualaf yaitu orang kafir yang diberikan zakat agar hati
mereka terketuk untuk memeluk Islam. Sedangkan beberapa ulama salaf lainnya
berpendapat bahwa mualaf adalah orang yang telah memeluk Islam secara lahiriah
namun belum kuat keislamannya, sehingga diberikan harta zakat untuk
memperkokoh keimanannya.
Tafsir tersebut diperkuat oleh pendapat Jauhari (tt.: 137) dalam tafsirnya
sebagaimana berikut:

.
Pendapat di atas memberikan makna kata mualaf yang tidak berbeda secara
substansi dengan pendapat-pendapat sebelumnya. Berdasarkan pendapat di atas
dapat dipahami bahwa mualaf merupakan golongan yang lemah imannya,
sehingga diperlukan penguatan keimanan melalui salah satu cara dengan diberikan
bantuan harta zakat. Pendapat tersebut selaras juga dengan pendapat yang
dikemukakan al-Khawarizmi (1972: 197) dalam al-Kasyaf, al-„Amari (tt.: 76)
dalam Tafsir ibn Su‟ud dan dalam al-Muntakhab oleh tim penyusun (1993: 269).
Pendapat senada lainnya dikemukakan oleh Imam Ahmad Musthafa al-
Maraghi dalam kitab Tafsir al-Maraghi, bahwa definisi muallaf yaitu kaum yang
dikehendaki agar hatinya cenderung tetap Islam, menghentikan kejahatan terhadap
kaum muslimin, atau diharapkan dapat memberi manfaat dalam melindungi kaum
muslimin dan menolong mereka dari musuh (al-Maraghi, 1987: 241). Nasution
(1993: 744) dalam Ensiklopedia Islam di Indonesia juga mengemukakan bahwa
Muallaf adalah orang yang pengetahuan agama Islamnya masih kurang, sebab ia
baru masuk Islam. Ia menjalani perubahan keyakinan yang hal itu berpengaruh
pada kurangnya pengetahuan mengenai ajaran agama Islam. Selain itu, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “orang yang baru masuk Islam; orang yang
imannya belum kukuh karena baru masuk Islam” (KBBI, 2016: 931). Pengertian
32

tersebut tidak banyak pertentangan terhadap arti dari kata mualaf. Secara umum
memang kata mualaf disanjungkan kepada seseorang yang telah mengkonversi
keyakinan agamanya (non-Islam) kepada agama Islam.
Kemudian Haq (2009: 231) mengemukakan bahwa kata mualaf diartikan tidak
sebatas orang yang baru masuk Islam yang perlu dirangkul agar imannya semakin
mantab, namun kata mualaf dapat diperluas artinya yakni mencakup umat agama
lain yang tak kalah pentingnya untuk dirangkul dalam suatu harmoni dan
kedamaian bersamma kaum muslimin. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, muallaf
adalah golongan yang diusahakan untuk merangkul dan menarik serta
mengukuhkan hati mereka dalam keislaman yang disebabkan karena belum
mantapnya keimanan mereka, atau untuk menolak bencana yang mungkin mereka
lakukan terhadap kaum muslimin dan mengambil keuntungan yang mungkin
dimanfaatkan untuk kepentingan mereka (Sabiq, 1994: 113). Selain itu, Aziz
(2009: 256) mengelompokkan mualaf bedasarkan makna yang telah dikemukakan
oleh pendapat ulama-ulama di atas yaitu terdapat dua macam yakni a) orang yang
masih kafir tapi ada ketertarikan dan diikat hatinya dengan Islam; dan b) orang
yang sudah muslim namun masih lemah imannya. Meskipun demikian,
penggunaan istilah mualaf bagi seseorang yang masuk Islam tidak menimbulkan
kesan negatif. Namun, beberapa mualaf sendiri tenyata lebih senang dipanggil
dengan sebutan muslim. Hal ini karena dianggap lebih akrab dan tidak
menunjukkan jarak seseorang yang masuk Islam dengan muslim lainnya (Irwan
dkk, 2015: 132).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa mualaf
merupakan seseorang yang dikatakan lemah hatinya dalam keyakinannya terhadap
Islam. Pengertian yang umum adalah orang yang baru masuk Islam. Mualaf
memerlukan bimbingan khusus umat Islam dalam pemenuhan agama Islam bagi
diri mualaf hingga benar-benar memahami dan mendalami. Selain itu, bimbingan
sangat diperlukan baginya guna tidak kembali goyahnya keimanannya terhadap
Islam.

2. Makna Konversi Agama


Konversi agama merupakan sebuah subjek yang sulit untuk dipelajari. Hal
tersebut dinyatakan oleh Bulliet (1979: 30) bahwa “religious conversion is a
difficult subject to study.” Meskipun begitu, menjadi bahan penelitian dan kajian
bukan hal yang tidak mungkin. Zulkifli (2007: 25) dalam tesisnya memberikan
langkah awal dalam memahami konversi agama yakni dengan menelusuri makna
kata konversi itu sendiri. Kata konversi dapat diartikan “the fact of changing one's
religion or beliefs or the action of persuading someone else to change theirs”
(Oxford Living Dictionary, 2017: p. 6). Dalam Ensiklopedia (2017: p. 1), definisi
konversi agama yaitu “....the adoption of a set of beliefs identified with one
particular religious denomination to the exclusion of others....” Selain itu,
McGuire (2002: 73) memberikan arti konversi yakni “tranformation of one‟s self
concurrent with a tranformation of one‟s basic meaning systems”. Makna secara
umum konversi merupakan proses perpindahan. Lebih khusus, apabila dikaitkan
dengan agama, berarti perpindahan keyakinan terhadap agam satu ke agam
lainnya.
33

Seorang pakar psikolog Thouless (2000: 189) juga mendefinisikan bahwa


konversi agama merupakan istilah bagi proses yang berhubungan dengan
penerimaan suatu sikap keagamaan yang terjadi baik secara tiba-tiba maupun
berangsur-angsur. Sedangkan O‟dea (1995: 116) memberikan pendapat bahwa
konversi dalam arti penerimaan agama baru itu erat hubungannya dengan
kebutuhan dan aspirasi. Kebutuhan dan aspirasi tersebut sangat dipengaruhi salah
satunya oleh keadaan sosial. Diperkuat oleh James (1967: 160) tentang kondisi
seseorang yang mengalami konversi agama yakni sebagai berikut:

to be converted, to be regenerated, to receive grace, to experience


religion, to gain an assuurance, are so many phrases which denote the
process, gradual or sudden, by which a self hitherto divided, and consciously
wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior
and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities.

Pendapat di atas memberikan pemahaman bahwa seseorang yang melakukan


konversi agama atau dengan penyebutan lainnya merupakan proses diri yang
bertahap, terbagi dan menyadari kesalahan dengan ketidakbahagiaan serta
sebaliknya. Hal tersbeut merupakan konsekuensi yang dipilihnya terhadap pilihan
agamnaya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konversi agama merupakan
proses perpindahan keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya
berdasarkan faktor yang berbeda-beda. Konversi agama dapat dilakukan bagi
penganut agama satu ke agama lainnya ataupun yang tidak beragama (atheis)
menjadi beragama, begitu juga sebaliknya.

3. Tahapan Konversi Agama


Konversi agama bukan hal yang mudah bagi seseorang. Setiap individu
memiliki tahapan yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan
perkembangan pemikiran manusia terhadap adanya Tuhan dan agama.Terkait
pemikiran manusia tampaknya sangatlah lumrah apabila manusia memiliki
perbedaan dalam pandangan hidup dan lain hal nya. Manusia memang telah
digariskan oleh Allah swt. Memiliki akal yang mana menjadi pembeda antara
dirinya dengan makhluk Allah lainnya. Diperkuat oleh Alim (2011: 35) bahwa
dengan akal manusia dapat berfilsafat dan berfikir secara bebas dalam menemukan
hakikat dan kebenaran terhadap segala sesuatu. Lebih lanjut, Alim (2011: 35)
menyatakan bahwa “manusia dengan kemampuan dasarnya secara fitrah maupun
pancaindera dan kemampuan intelektualnya sampai juga pada kepercayaan,
pengakuan terhadap adanya Tuhan meskipun tidak melewati jalur agama, akan
tetapi sifatnya relatif dan subyektif.” Dengan demikian, dapat dipahami bahwa untuk
mencapai sebuah keberagamaan dapat pula didasarkan pada pengalaman berfikir
seseorang pada sudut pandangnya masing-masing, sehingga secara tidak langsung
akan menumbuhkan kepercayaan pada dirinya sendiri terhadap sesuatu.
Salah seorang antropolog yakni Malinowski yang dikutip oleh Alim (2011: 37)
menyebutkan bahwa “there are not people however premitive without religion.”
Pernyataan tersebut memberikan penegasan bahwa agama telah ada dari zaman
dahulu atau dengan kata lain adanya hidup manusia ada pula agama. Pakar-pakar
agama Islam juga mengemukakan sebagaimana dikutip juga oleh Alim (2011: 37)
34

bahwa “benih timbulnya agama pada manusia itu muncul dari penemuan manusia
terhadap kebenaran, keindahan dan keadilan.” Selain itu, dipertegas oleh para ahli
sosiologi sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 36-37) bahwa perkembangan
intelektual manusia dalam sejarahnya melalui tiga tahap yakni: a) tahap teologis atau
fiktif yaitu tahap manusia dalam memberikan penafsiran terhadap seluruh gejala
yang ada secara teologis; b) tahap metafisik yaitu manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya
akan dapat diungkapkan namun masih terikat pada cita-cita tanpa verifikasi; dan c)
tahap dimana manusia secara perlahan memiliki obsesi untu menyingkirkan nilai-
nilai kegamaan bahkan menghilangkannya dari kehidupan manusia.
Kecenderungan manusia dalam mencari agamanya dikemukakan dalam
beberapa teori dan beberapa pakar yaitu: pertama, teori wahyu oleh Wilhelm
Schmidt. Manusia memiliki kecenderungan percaya terhadap satu Tuhan atau
disebut paham monoteisme. Paham tersebut merupakan paham tertua dalam
kebudayaan masyarakat. Manusia sebagai makhluk bumi dimaknai memiliki
kemampuan berupa akal untuk dapat menemukan agamanya dan Tuhannya secara
mandiri. Hal tersebut oleh Alim di-qiyas-kan terhadap agama Islam bahwa manusia
telah diciptakan Allah swt. dengan ni‟mat yang luar biasa yakni akal, sebagaimana
pula telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Selain itu, Allah swt. juga telah
menurunkan wahyu kepada manusia sebagai pedoman dirinya untuk menuju jalan
kebenaran yakni agama Islam dan berTuhankan Allah swt. semata. Kedua, teori
antropologis oleh Edward Burnett Taylor. Teori ini memiliki perbedaan yang sangat
mencolok dengan teori pertama. Apabila pada teori pertama dikatakan bahwa dalam
diri manusia telah memiliki kecenderungan untuk menemukan Tuhannya melalui
potensinya sendiri, maka dalam teori kedua justru sebaliknya. Menurut teori ini
bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada dan yang kemudian membuat ada adalah
manusia itu sendiri. Hal tersebut dikaitkan dengan kehidupan manusia primitif yang
notabene dianggap belum mengenal agama dalam arti yang sebenarnya. Selain itu,
teori ini sering dikaitkan dengan paham komunisme-ateisme yang berpendirian
bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Tentunya hal ini tampak tidak selaras
dengan konsep Islam sebagai salah satu agama yang diyakini masyarakat (Alim,
2011: 38-40).
Berdasarkan hal di atas, dapat dipahami bahwa pemikiran manusia terhadap
agama atau dalam penemuan kebenaran terhadap agamnya tentu mengalami fase
yang berbeda-beda pada masing-maisng individu. Adanya tabir atau yang dapat
umat Islam sebut adalah hidayah memang mutlak adalah atas kehendak Tuhan,
namun dalam proses pencapaiannya dapat dilakukan melalui fitrah dan akal yang
telah Tuhan berikan padanya.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mualaf


Hakikat peralihan, terdapat pengaruh berbagai faktor di dalamnya. Baik secara
internal maupun eksternal, faktor tersebut dapat saling berhubungan. Meskipun,
tidak semua faktor dapat dialami oleh seseorang yang mengalami peralihan
termasuk mualaf secara komprehensif. Namun, berikut akan dipaparkan faktor-
faktor yang mempengaruhi peralihan, khususnya peralihan agama seseorang. Akan
lebih dikhususkan lagi pembahasan terhadap mualaf yang mengalami peralihan
agama non-Islam menjadi Islam. Dalam jurnal, dikemukakan oleh Hakim (2013: 92-
35

93) bahwa faktor pendukung konversi agama diantaranya faktor perkawinan,


hidayah, konflik jiwa, kesadaran diri dan kemuaan serta faktor sangkutan.
Sementara itu Noviza (2015: 189-191) mengemukakan bahwa faktor penyebab
konversi agama yang terjadi pada mualaf Tionghoa Masid al-Islam Muhammad
Cheng Ho Palembang yaitu diantaranya: pertama, faktor psikologis. Faktor ini
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang menimbulkan pengaruh
seseorang atau sekelompok orang hingga memunculkan gejala batin, sehingga yang
diperlukan sebagai jalan keluara adalah ketenangan batin. Kedua, pengaruh sosial
meliputi pengaruh hubungan antat pribadi dan pengaruh anjuran atau propaganda
dari orang-orang terdekat. Dan ketiga, pengaruh sosial meliputi pengaruh hubungan
antar pribadi yang bersifat non agama dalam bidangan ilmu pengetahuan dan
pengaruh kebiasaan yang rutin mendorng seseorang atau kelompok untuk berubah
kepercayaan.
Faktor-faktor tersebut, juga selaras dengan pendapat ahli lainnya. Menurut
Arifin (2008: 158) terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
konversi agama mualaf. Faktor internal terjadinya konversi agama yaitu: (1)
Kepribadian. Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi
kehidupan jiwa seseorang; (2) Faktor pembawaan. Bahwa ada semacam
kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan
anak bungsu biasanya tak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang
dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang
dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi
agama. Kemudian, faktor eksternal selain yang dikemukakan oleh Arifin (2008:
159), juga dikemukakan oleh Jalaluddin (1998: 248-251) diantaranya: (1) faktor
keluarga seperti keretakan keluarga, ketidakserasian, berlaianan agama, kesepian,
kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya; (2)
Lingkungan tempat tinggal; (3) perubahan status seperti perceraian, ke luar dari
sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang
berlainan agama dan sebagainya; dan (4) kemiskinan.
Terkait pengaruh yang disebabkan oleh lingkungan diantaranya adalah pemimpin
atau misioner negara. O‟dea (1995: 116) mengemukakan bahwa:

Doktrin-doktrin baru yang diproklamirkan oleh seorang pemimpin


kharismatik atau para misioner pengikutnya sebenarnya merupakan campuran
unsur baru dan unsur lama yang kompleks. Mereka tak akan mendapatkan
penganut baru kecuali mereka telah berhasil menangkap fikiran manusia-manusia
itu yang dalam beberapa hal sebenarnya sudha siap menerima gagasan baru.
Tetapi serentak dengan itu mereka harus menyerukan sesuatu yang baru, atau
barang lama dengan cara baru. Dengan cara inilah, manusia-manusia yang
sedang mencari nilai-nilai baru tersebut bisa dihimbau.

Selanjutnya, pendapat lain juga memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi


mualaf di Selangor yaitu:

...the truth in Islam can be gained directly or through research, observation


and inspiration or dream become major encouragement for Muslim converts to
Islam in Selangor. The absence of information and do not receive accurate
36

information about Islm were the factors that delayed the acceptance of da‟wah
efforts by islamic groups (Majid, 2016: 24).

Pendapat di atas dapat dipahami bahwa faktor yag mempengaruhi mualaf di


Selangor dalam menemukan kebenaran Islam yaitu berasal dari penelitian,
observasi, dan inspirasi atau mimpi. Ketiga jalan tersebut menjadi dorongan utama
bagi orang-orang muslim di Selangor. Meskipun demikian, terdapat beberapa
penghambat yang menjadikan dakwah tertunda yaitu tidak adanya informasi dan/
atau tidak mendapat informasi akurat tentang Islam.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa penebab
konversi agama seseorang sangat beragam. Terdapat faktor internal seperti diri
mualaf dan faktor eksternal selain diri mualaf yang dapat mempengaruhi konversi
agama tersebut. Sehingga, adanya faktor-faktor tersebut dapat dijadikan
pertimbangan dalam perancangan dan pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi
mualaf.

5. Fase Mualaf Menjadi Muslim


Manusia yang telah memiliki kecenderungan untuk mempercayai bahwa Tuhan
itu Esa dan adanya Tuhan adalah Allah swt. tentunya telah melalui berbagai fase
yang kadang tidak terhitung waktu dan tidak terhitung payah yang dilaluinya. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Alim tentang kelakuan-kelakuan keagamaan yang
dilahirkan karena dorongan psikis atau kondisi tertentu, sehingga agama
mendapatkan perannya guna menyelesaikan suatu permasalahan (Alim, 2011: 36).
Dalam hal ini, mualaf yang melakukan konversi agama kepada Islam, pengucapan
dua kalimat syahadat sebagai wujud pengakuan terhadap Allah dan kerasulan nabi
Muhammad saw. Merupakan pengakuan umat Islam dengan segala konsekuensinya.
Dan melalui ketulusan dalam pengakuan tersebutlah yang kemudian memberikan
pengaruh terhadap ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dipertegas juga oleh ath-Thorabilisy, bahwa memilih Islam sebagai
agamanya berarti haruslah mengikuti dan tunduk baik secara batin maupun lahir
pada apa saja yang dibawa Rasulullah saw. dan mengetahui serta mempercayai
dengan penuh keyakinan. Iman dan Islam merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan (ath-Thorabilisiy, 1999: 12).
Konsekuensi mualaf terhadap pilihan Islam sebagai agamanya harus
menjalankan Islam secara haq dalam kehidupannya. Meskipun pintu hidayah mutlak
atas kehendak Allah swt. namun manusia-lah yang berhak menentukan akan
menggapai hidayah tersebut atau mengabaikannya. Ditegaskan oleh Tilaar (2005:
123) mengemukakan bahwa “setiap pribadi mempunyai kemerdekaan untuk
memilih bentuk-bentuk peribadatan yang sesuai dengan kata hatinya dan oleh sebab
itu setiap manusia yang beragama memilih ikatan moralnya sendiri yang muncul
dari relasi antara dia dengan Tuhannya.” Ditegaskan juga oleh ungkapan kuno
terkait neluri keagamaan yang dikutip oleh Bahjat (2005: 19) bahwa naluri
keagamaan manusia memang bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Manusia
secara pasti memiliki keyakinan yang sudah menjadi struktur manusia. Akan
tetapi,manusia diberikan hak memilih untuk beriman kepada Allah swt. ataupun
kepada selain-Nya. Hal tersebut, didukung oleh firman Allah swt. dalam QS. 30 ayat
30, yang berbunyi:
37

                 

       

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
[1168]
fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak
beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu
hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Terkait hal di atas, Ibn „Athaillah di Bab XVII Hikmah ke-163 yang dikutip oleh
Sajari (2012: 76-77) juga telah menyatakan bahwa “man „arafa al-Haqqa syahidahu
fi kulli syai‟in” yang bermakna “barang siapa mengenal Allah, maka ia akan
menyaksikan-Nya di segala sesuatu.” Dan kemudian pada bab I Hikmah ke-8 juga
dinyatakan oleh Ibn „Athaillah yang dikutip oleh Sajari bahwa apabila Allah swt.
telah membukakan pintu perkenalan Diri-Nya kepada hamba, maka tidaklah patut
untuk mengacuhkannya. Hal tersebut tidak lain karena Allah swt.tidak akan
membukakan pintu tersebut kecuali Allah swt. lah yang telah berkhendak (Sajari,
2012: 77-78). Allah swt. memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu, perlu disyukuri dan tidak dapat diacuhkan apabila Allah swt. telah
membukakan pintu untuk mengenal Diri Allah swt. untuk kemudian dapat dimulai
dengan syahadah terhadap ke-Esaan-Nya dan kepada Muhammad sebagai utusan-
Nya. Sebagaimana Allah swt. telah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 18-19
sebagaimana berikut:

                 

              

               

Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia


(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang-
orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan
melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (18) Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya
Allah sangat cepat hisab-Nya.(19).
38

Senada dengan firman di atas, Allah juga telah memberikan petunjuk tentang
keesaan-Nya dalam surat lainnya. Surat tersebut diantaranya QS. Thaha ayat 40, QS.
Al-Ikhlash ayat 1-4, QS. Asy-Syura ayat 11, QS. Al-Mu‟minun ayat 32, QS. Al-
Maidah ayat 47, dan masih banyak lagi.
Tauhid atau keesaan Allah swt. memainkan peranan penting dalam berbagai
aspek kehidupan manusia yang dapat menjadi pemancar kebaikan dunia dan
keselamatan di akhirat kelak. Dunia merupakan tempat ujian dan cobaan bagi
manusia. Sehingga, sangatlah layak apabila dikatakan bahwa manusia berhak
memilih atas iman dan tauhidnya. Tauhid sendiri memiliki lima tingkatan yakni: a)
tauhid dalam zat Allah yang satu; b) tauhid dalam sifat Allah yang Mahasempurna
dan Mahatinggi; c) Tauhid dalam perbuatan yakni dengan menyakini Allah telah
menciptakan segala sesuatu, segenap aturan dan berbagai karakteristiknya maisng-
masing; d) tauhid dalam ibadah yang hanya diperuntukkan kepada Allah; dan e)
tauhid dalam kekuasaan hukum yang terdiri dari tiga jenid yakni tauhid dalam
kekuasaan, ketaatan dan pembuatan hukum (Bahjat, 2005: 13-17).
Terdapat manfaat dari penanaman tauhid kepada manusia, dalam hal ini
khususnya mualaf yaitu sebagai berikut:

“Tauhid yang kuat juga akan membentuk manusia yang berjiwa patriotik
produktif, selalu menang dalam persaingan, jiwanya lurus, bermanfaat untuk
orang lain, percaya diri, berimana kepada Allah, pembela kebenaran, mencintai
kebajikan, berjuang demi umat meskipun tidak digaji, tetap melayani
masyarakat walaupun dicaci dn berani menegakkan kebenaran walaupun
dibenci dan dicaci.” (al-Qaradhawi, 2001: 89).

Selanjutnya, untuk dapat menjadi muslim sejati pintu gerbangnya adalah dua
kalimat syahadat, yang mana kemudian dapat kita mulai dengan mengenal Allah
swt. secara perlahan dan kemudian mendalam. Ath-Thorabilisiy (1999: 12-13)
mengemukakan bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat menjadi syarat yang
pasti dalam melaksnaakan hukum-hukum keduniaan seorang mukmin seperti dalam
hal pernikahannya, ibadah shalatya dan lain sebagainya. Alim (2011: 127)
menegaskan bahwa persyaratan utama seseorang menjadi muslim adalah
pengucapan dua kalimat syahadat, yang mana tidak hanya diucapkan melalui lisan,
namun dengan kesungguhan hati dan tiada keraguan di dalamnya.
Dalam hal pengucapan dua kalimat syahadat, ath-Thorabilisiy (1999: 13)
mengemukakan bahwa, “apabila seseorang tidak dapat mengucapkan kalimat
syahadat karena ada suatu sebab yang dipandang sah, seperti bisu atau tidak sempat
untuk mengucapkannya, misalnya mati setelah beriman dengan hatinya, atau tidak
dapat mengucapkannya sedang hatinya sudah mengimaninya, maka orang yang
demikian itu pun termasuk golongan muknin di sisi Allah swt.” Sedangkan dalam
melafalkan dua kalimat syahadat, seseorang dapat dikatakan telah dan /atau harus
mengimani terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Akidah Islam. Secara
umum, seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup akidah
Islam yaitu mencakup aspek rumun iman yaitu: Pertama, Iman kepada Allah swt.
Sebagaimana dikemukakan oleh ath-Thorabilisiy (1999: 19) bahwa iman kepada
Allah bermakna bahwa “seorang hamba Allah mengitikadkan dengan keteguhan
hatinya akan sifat-sifat Allah swt., baik yang wajib, mustahil serta jaiz. Sementara
itu, Fakih (2011: 191) menyatakan bahwa dalam pendeklarasian tauhid adalah
39

dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Pelafalan dua kalimat syahadat


merupakan doktrin Islam yang dimaknai sebagai jantung al-Qur‟an dan jantung
Islam. Doktrin tersbeut sebagai bekal hidup dan mati manusia serta menjadi tiket
manusia memasuki alam akhirat. Ditegaskan oleh Fakih (2011: 199) bahwa
“seseorang yang tidak menghadirkan Tuhan Yang Maha Esa dalam lubuk hatinya,
tidak mengimani-Nya dan tidak menyembah-Nya secara langsung, dia adalah
seorang manusia yang tidak bertuhan atau mengingkari Tuhan alias kafir (atheis)
atau tidak memurnikan keesaan-Nya alias musyrik (polytheis).”
Kedua, iman kepada Nabi dan Rasul. Maknanya setiap orang muslim wajib
mengimani bahwa Allah swt. mengutus nabi dan rasul dengan membawa
kegembiraan dan mukjizat. Selain itu, juga haruslah mengimani terhadap sifat-sifat
wajib, mustahil dan jaiz nabi dan rasul (Ath-Thorabilisiy, 1999: 53). Ketiga, iman
kepada malaikat. Menurut ath-Thorabilisiy (1999: 141), iman kepada mailaikat
bermakna “harus mengitikadkan dengan seteguh-teguhnya, bahwa malaikat itu
benar-benar ada dan bahwa mereka itu adalah hamba Allah yang mukminin serta
dimuliakan.” Keempat, beriman kepada kitab-kitab Allah swt. Artinya mempercayai
adanya kitab yang diturunkan oleh Allahh swt. kepada rasul. Kitab-kitab tersebut
berisi hal-hal yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah swt. (ath-Thorabilisiy,
1999: 148). Kelima, iman kepada hari kiamat. Hari kiamat dimulai sejak waktu
hasyr/ berkumpul di padang mahsyar dan berakhir dengan masuknya manusia ke
surga atau neraka (ath-Thorabilisiy, 1999:153). Terakhir, iman kepada qadha dan
qadar Allah swt. kepada manusia. Keputusan dan takdir merupakan mutlak atas
kehendak Allah swt., manusia dapat berusaha untuk mendapatkan takdir yang baik
baginya, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Meskipun
begitu, terdapat perbedaan paham/ madzhab dalam keimanan terhadap qadha dan
qadar ini.
Selain itu, Nabi Muhammad saw. telah bersabda tentang manfaat bagi mu‟min
yang mengucapkan syahadat dalam kitab Durrotun Nasihin pada pengajian ke 9.
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Roudlatul „Ulama sebagaimana dikutip dari
tarjamah Durrotun Nasihin oleh Ramadlan yang artinya sebagaimana berikut:

Artinya: ketika seorang mukmin mengucapkan “Laa ilaaha illa Allah,


Muhammadur Rasulullah” maka bersamaan denga itu keluarlah seorang
malaikat dari mulutnya, ia bagai burung hijau bersayap putih berhiaskan batu
mutiara, satu sayap di timur dan satunya lagi di barat, ketika kedua sayap itu
membuka, mampu meliput timur dan barat. Malaikat itu terbang ke langit hingga
sampai ke Arasy, bunyi suaranya seperti layaknya bunyi laba-laba, ia disambut
oleh malaikat penanggung „Arasy‟ katanya: Tenanglah anda di tempat ini
dengan keagungan Allah dan KemulyaanNya. Jawab malaikat tersebut: “aku
tidak bakal tenang, sebelum Allah mengampuni orang yang membaca kalimat
Tauhid dan Rasul”. Maka Allah memberinya 70.000 lisan yang memohonkan
ampun bagi yang membaca dua kalimat Tauhid dan Rasul, hingga datang hari
Kiamat. Dan kelak jika hari Kiamat iba, malaikat tersebut datang menyambut
pemiliknya dan menuntunnya ke sorga.” (Raudlatul Ulama dalam Ramadhan,
1987: 120-121).
40

Berdasarkan hadist di atas, menjadi muslim yang dalam hal ini tidak terkecuali
bagi mualaf akan mendapat banyak sekali manfaat dan pahala bagi dirinya. Oleh
karenanya, hendaknya muslim selalu teguh mengimani bahwa memang sejatinya
tidak ada Tuhan yang patut untuk disembah kecuali Allah swt. Jadi, mualaf memiliki
fase yang perlu dilakukannya guna menjadi muslim. Fase pertama yang harus
dilaksanakannya adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yakni syahadat
tauhid dan syahadat rasul. Pelafalan dua kalimat syahadat tersebut juga haruslah
disaksikan oleh muslim lainnya sebagai saksi atas keislamannya. Setelah pelafalan
dua kalimat syahadat tersebut, seorang mualaf dapat mulai mendalami dan
memahami hakikat Islam, mempelajari dan menjalankan ibadah agama Islam, serta
nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya. Bimbingan menjadi perlu, sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya guna semakin memperkokoh keyakinan mualaf
terhadap Islam.

C. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf


Mualaf memerlukan pembinaan khusus, terlebih dalam bidang pendidikan agama
Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa yang paling dibutuhkan oleh mualaf adalah
penguatan keimanan terhadap Allah swt. dan pengetahuan keislaman. Sehingga
pendidikan Agama Islam bagi mualaf perlu dirancang secara khusus agar mencapai
tujuan mualaf tersebut. Selain itu, mempertimbangkan bahwa ukuran pendidikan
Agama Islam yang dilaksanakan kepada mualaf memiliki perbedaan baik dari tujuan,
materi, metode dan evaluasi dengan pelaksanaan pendidikan Agama Islam pada
umumnya.
Rancangan khusus terkait pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi mualaf
tersebut tentu memiliki alasan yang kuat yakni agar mualaf dapat merasakan nikmat
yang sesungguhnya dalam berislam. Meskipun demikian, terdapat beberapa fenomena
seorang mualaf melakukan murtad kembali karena beberapa faktor. Faktor-faktor
tersbeut diantaranya karena prasayarat menikah, ingin mendapatkan harta dan jaminan
ekonomi tidak menemukan harapan dan setumpuk keinginan-keinginan yang instant
ketika menjalani Islam, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan tantangan dan
keadaan yang baru (Irman, th. 1154). Oleh karena itu, peran pendidikan Agama Islam
sangat diperlukan dalam hal ini. Namun, menurut Hilgendorf (2003: 69) bahwa
pendidikan Islam itu sendiri memiliki beberapa gangguan yang disebabkan oleh
beberapa konflik runtuhnya kerajaan Islam masa lalu. Dengan demikian, kualitas
pendidikan atau bimbingan yang diberikan kepada mualaf harus benar-benar efektif dan
efisien.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka berikut akan dikemukakan beberapa pola
pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang terdapat dari beberapa penelitian. Dalam
jurnal yang berjudul Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi
Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South Sulawesi
Province) oleh Hakim (2013: 93), bahwa mualaf yang berasal dari komunitas Tolotang
lebih ditekankan pada masalah bagaimana mereka dapat menjalankan ajaran agamanya,
terutama yang berhubungan dengan kewajiban individual. Bimbingan keagamaan yang
dilaksanakan bukan hanya mencuci konsep-konsep lama mualaf -sebelum masuk Islam-
namun juga untuk mengisinya dengan konsep-konsep dan keimanan yang baru.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Irman (th. 1156) dalam prosiding yang berjudul
Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling Islam di Kabupaten
41

Kepulauan Mentawai Sumatera Barat bahwa menjawab dinamika mualaf, maka dakwah
konseling Islam merupakan langkah yang dinilai dapat dilaksnaakan dalam bimbingan
atau pendidikan agama Islam bagi mualaf. Dakwah melalui konseling Islam ini yaitu
dnegan melakukan konseling secara perorangan dan kelompok kepada mualaf, sehingga
mereka yang dianggap rentan dengan berbagai goncangan psikologis mendapatkan
solusi yang baik dan sesuai. Konseling ini bertujuan mampu memberdayakan potensi
(jasmaniah dan ruhaniyah) mualaf untuk tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendapat ini sesuai dengan tujuan pendidikan Agama Islam itu sendiri.
Lebih lanjut, Pendidikan Agama Islam yang dilaksankaan oleh mualaf di
Kabupaten Sidrap memiliki beberapa materi-materi yang tercap dalam pembinaan
keagamaan mualaf, yakni meliputi pembinaan aqidah Islamiyyah, pelatihan praktik
ibadah, baca tulis al-Qur‟an dan dialog keislaman serta keagamaan. Materi-materi
tersebut memiliki target utama yakni dalam materi aqidah Islamiyyah bertujuan untuk
memantabkan iman dan ilmu. Kajian materi ini meliputi pemahaman dasar Islam dan
prinsip dasar Islam. Kemudian materi pelatihan praktik ibadah bertujuan untuk melatih
mualaf secara praktis dalam melaksanakan ibadah-ibadah islamiyyah dengan baik dan
benar. Kajian materi ini meliputi taharah, ibadah shalat dan puasa. Sementara materi
baca tulis al-Qur‟an bertujuan agar mualaf dapat membaca al-Qur‟an dengan tartil dan
benar serta menulisnya dengan benar. Terakhir materi dialog keislaman dan keagamaan
bertujuan memberikan tambahan wawasan kepada mualaf (Hakim, 2013: 94-96).
Meskipun demikian, membina mualaf sendiri memiliki problematika yang beragam.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hidayati (2014: 119-127) dalam jurnalnya yang
berjudul Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan Solusinya Melalui
Program Konseling Komprehensif bahwa problematika yang dihadapi oleh mualaf dari
kota Singkawang meliputi permasalahan dari diri mualaf, PITI dan Kementerian Agama
kota Singkawang. Permasalahan dari diri mualaf seperti kurangnya dukungan pasangan,
kesibukan mencari nafkah dan tempat tinggal. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan
hidup mualaf yang belum selaras antara konsep tauhid dalam Islam, sehingga dapat
diberikan solusi penguatan konsep ketauhidan yang benar. Penguatan tersebut dengan
menjalankan empat prinsip pokok dalam nilai-nilai Islam yaitu tauhid, keseimbangan,
kehendak bebeas dan tanggung jawab. Selain diri mualaf, permasalahn lainnya terdapat
dalam organisasi PITI dan Kementerian Agama Kota yang secara umum terkait dengan
kurangnya rutinitas dalam pelaksanaan bimbingan tersebut, baik karena kurangnya
perencanaan maupun kualitas pembimbingnya. Pendapat senada lainnya dikemukakan
oleh Rahman dan Ismail (2015: 7) bahwa kursus dan bantuan lainnya dalam pembinaan
atau pendidikan agama Islam mualaf dari pemerintah belum memadai, sehingga hal ini
menjadi probelmatika yang cukup krusial bagi mualaf di negeri sembilan.
Sementara itu, konsep pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang diterapkan di
mualaf center Malaysia dengan metode yang beragam dan berhubungan dengan
psikologi yakni diantaranya personal approach method, speech method, khalaqah
method, consultation and advocation method, serta audio visual method. Pelaksanaan
pendidikan agama tersebut dilakukan dengan bimbingan/ guidance dan pendidikan serta
pemenuhan fasilitas-fasilitas (Yudha, 2016: 38-40). Dengan demikian, Pendidikan
Agama Islam yang dilaksanakan kepada mualaf harus memiliki pendekatan dan metode
yang beragam. Aspek psikologi perlu ditekankan dan menjadi acuan dalam pemilihan
pendekatan dan metode tersebut. Aspek psikologi tersbeut menjaid pertimbangan utama
karena mengingat kondisi mualaf yang mengalami kegoncangan batin.
42

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Penelitian tentang mualaf telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian
terdahulu yang telah dilakukan peneliti lain dan tentunya relevan terhadap kajian ini
antara lain:
Tesis yang berjudul Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus
di Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan Kabupaten
Hulu Sungai Tengah karya Nuthpaturahman, Mahasiswa Studi Pendidikan Agama
Islam, Sekolah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin, Nomor Induk Mahasiswa
1402521371, Tahun 2017. Pada penelitian ini memberikan pengetahuan tentang konsep
pendidikan Agama Islam yang diterapkan kepada mualaf di basecamp Meratus. Di
dalamnya dijabarkan tentang tujuan, materi, metode dan problematika yang ada.
Basecamp tersbeut didirikan karena rasa solidaritas dari pendidik terhadap warga di
Pegunungan Meratus, khususnya mualaf. Dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam,
materi yang diajarkan berkisar tentang praktik-praktik ibadah. Sementara metode yang
digunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi dan praktik. Selian itu, problematika
tidak luput dari pelaksanaan pendidikan agamaIslam tersebut seperti minimnta saran
dan prasarana, kemampuan baca tulis al-Qur‟an siswa, lingkungan fisik dan sosial
(Nuthpaturahman, 2017: vi). Persamaan kajian tesis ini dengan kajian peneliti yaitu
sama-sama meneliti tentang Pendidikan Agama Islam bagi mualaf dengan berbagai
aspeknya meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. Namun, dalam penelitian
Nuthpaturahman terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yakni
terkait pemaparan implikasi dan perincian problematika yang dihadapi. Selain itu,
obyek yang diteliti berada dalam kondisi yang berbeda baik dari segi kelembagaan,
lingkungan tempat belajar maupun kondisi mualaf sendiri.
Tesis yang berjudul Konversi ke Islam pada Orang Dayak karya Zulkifli,
Mahasiswa Jurusan Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam, Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor Induk Mahasiswa 04.2.00.1.04.01.0049,
Tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang dan hal
terkait lainnya tentang keislaman orang Dayak di Kecamatan Sengah Temilah,
Kabupaten Landak, Provnsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian secara umum yaitu
terdapat empat hal yang melatar belakangi orang Dayak tersebut masuk Islam yakni
macrocontext, microcontext, aspek internal individual dan aspek eksternal. Berbagai
fenomena konversi terjadi baik selama tahapan menuju mualaf hingga setelah menjadi
mualaf. Dampak kepada keluarga dan masyarakat juga terjadi konflik, namun kemudian
seiring waktu telah mereda. Masyarakat non-Muslim dapat menerima dan menjalin
hubungan harmonis dengan masyarakat muslim yang dalma hal ini adalah mualaf.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukakn peneliti adalah tentang
konversi agama, yang dalam hal ini dipersempit maknanya yaitu mualaf. Penelitian
sama-sama mengkaji tentng proses perpindahan agama seseorang khususnya mualaf.
Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan Zulkifli dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah terkait tujuan penelitian dan fokus penelitian. Penelitian Zulkifli
mengkaji konversi agama khusus bagi orang Dayak yang kemudian banyak kajiannya
khusus terhadap teori konversi agama mualaf, namun dalam penelitian yang diteiti ini
lebih mengkaji terhadap pendidikan agama Islam kepada mualaf.
Jurnal yang berjudul Pola Pembinaan Muallaf di Kabupaten Sidrap Provinsi
Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South
Sulawesi Province) karya Ramlah Hakim dalam jurnal “Al-Qalam” Volume 19 Nomor
1 Juni 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami pola
43

pembinaan mualaf yang belum optimal, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
civil society khususnya lembaga keagamaan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah
adanya pola pembinaan mualaf di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, sifatnya
fluktuatif dan ditandai dengan aktivitas yang sifatnya insidentil. Aktivitas pembinaan
yang diprakarsai sejumlah elite keagamaan melalui berbagai yayasan/ormas keagamaan
dan majelis taklim menyebabkan keberadaan mualaf diakui sebagai satu komunitas
muslim yang secara sistematis mendapatkan perhatian umat Islam di Kabupaten Sidrap.
Persamaan kajian dalam jurnal penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-
sama mengkaji pola pembinaan mualaf dan pelaksana pembinaan agama mualaf yakni
organisasi keagamaan. Sedangkan perbedaan kajiannya adalah tentang wilayah kajian
dan ruang lingkup pembahasannya. Wilayah kajian yang dilakukan oleh Hakim berada
di Sulawesi Selatan, sedangkan penelitian ini di wilayah Jabodetabek. Perbedaan
wilayah ini tentunya memiliki perbedaan dalam pola pembinaan agamanya. Selain itu,
kajian yang dilakukan Hakim meliputi aktivitas pembinaan oleh organisasi keagamaan,
yang kemudian dikaitkan dengan organisasi-organisasi Islam seperti NU,
Muhammadiyah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam penelitian ini meliputi aktivitas
dan pola pendidikan agama Islam yang dilaksanakan khusus oleh pondok pesantren
yang tanpa melihat aliran tertentu dalam pembinaan tersebut.
Jurnal yang berjudul Persepsi Mualaf Terhadap Pengisian Pengislaman dan
Program Pembangunan Mualaf: Kajian di Negeri Sembilan, karya Azman Ab Rahman
dan Norlina Ismail dari Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam
Malaysia pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan karena melihat bahwa Islam
semakin mendapat tempat di hati masyarakat bukan Islam yang dibuktikan melalui data
statistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Peguam Syarie Malaysia. Kemudian hasil dari
penelitian ini bahwa pengisian keislaman di negeri sembilan bagi mualaf telah
memenuhi segala kebutuhan mualaf, akan tetapi masih perlu banyak peningkatan dalam
penerapannya. Jika dalam jurnal penelitian di atas lebih fokus membahas minat
penyebaran Islam secara realitas yang tidak hanya dapat dibuktikan melalui data
statistik dan tentang kajian keIslaman di Negeri Sembilan, maka dalam penelitian ini
lebih difokuskan pembahasan tentang pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf di
pondok pesantren an-Naba.
44

E. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam

Faktor yang Melatar


Belakangi 1. Materi pembelajaran
2. Pendidik
1. Perhatian dan 3. Peserta Didik/ Mualaf
kepeduliaan 4. Pendekatan dan Faktor Pendukung
masyarakat masih Metode Pembelajaran dan Penghambat
lemah 5. Media Pembelajaran
2. Lembaga dakwah 6. Waktu Pembelajaran 1. Lingkungan
yang belum memadai 7. Sarana dan Prasarana 2. Minat Diri
3. Pemahaman Agama 8. Pembiayaan
Islam mualaf masih
lemah

Dampak
1. Kualitas pemahaman dan pendalaman keislaman
Mualaf
2. Mutu pendidikan agama Islam bagi Mualaf
Gambar Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf (Hakim, 2013: 93; Hidayati, 2014: 119-
127; Yudha, 2016: 38-40; Rahman dan Ismail, 2015: 7; Noviza, 2015: 189-191; Irman, th.
1154; Arifin, 2008: 158; Nata, 2012: 145; Muandi, 2010: 6). Sumber: Syarifah, 2017.

Gambar di atas menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam selain dinilai sebagai
mata pelajaran juga sebagai kelembagaan. Tidak terkecuali di pondok pesantren,
pendidikan agama Islam menjadi fokus utama baik dalam tujuan maupun
pembelajarannya. Santri mualaf menjadi satu bagian dalam pesnatren khusus
pembinaan mualaf. Tidak jauh berbeda dengan adanya pesantren pada umumnya,
pembelajaran keagaamaan juga menjadi fokus utamanya. Namun dalam pesantren
khusus mualaf memberikan pengajaran yang berbeda karena terkait dengan konversi
keagamaan. Singkatnya, perlu metode khusus dan berbeda dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam di pesantren khusus mualaf. Peran masyarakat dan lembaga
menjadi sangatlah penting guna pencapaian tujuan pemahmana agama mualaf yang
dinilai masih sangat lemah dalma pemahaman agamanya.
Pendidikan agama Islam bagi mualaf terdiri berbagai aspek yang harus dipenuhi
dan dikembangkan guna menuju keberhasilannya. Diantaranya seperti materi
pembelajaran, karakteristik peserta didik, kompetensi pendidik, pendekatan dan metode
45

yang digunakan, media, waktu, sarana prasarana serta pembiayaan. Hal tersebut
menjadi satu kestuan utuh yang saling mempengaruhi. Keberhasilan pembelajaran
agama Islam bagi mualaf dapat dikatakan dapat terpenuhi apabila aspek-aspek tersebut
terpenuhi secara sistematis dan terpadu. Meskipun begitu, faktor-faktor lainnya dapat
menjajdi penghambat dna pendukung keberhasilan tersebut. Diantaranya lingkungan,
yang mana pengaruh lingkungan tempat tinggalnya dapat mempengaruhi kokoh atau
tidaknya keimanan terhadap Islam, pencapaian pmbelajaran agama Islam dan
pendalaman materi agama Islam dengan implementasinya di kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga, minat diri mualaf menjadi pertimbangan penting juga sebagai faktor
pendukung dan penghambat dari keberhasilan pebelajaran pendidikan agama Islam.
Melalui berbagai fase dan proses pembelajaran, dengan memenuhi segala aspekna
tersebut, maka hal positif sangatlah diharapkan sebagai hasilnya. Kualitas pemahaman
mualaf terhadap agama Islam menjadi tolok ukur utama dalam keberhasilan
pembelajaran pendidikan agama Islam. Selain itu juga, dapat kemudian menjadi role
model masyarakat dalam melakuakn pembinaan keagamaan yang serupa kepada mualaf
di berbagai tempat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metodologi penelitian. Adapun yang menjadi
prosedur dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yang digunakan, sumber data
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Berikut ini adalah uraiannya:

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia yang terletak di Jalan Cendrawasih No. 4, Sawah Baru, Ciputat, Kota
Tangerang Selatan, Banten 15413.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang diangkat, penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian ini akan menghasilkan/ menggambarkan
keadaan, kondisi/ situasi, peristiwa atau fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan
tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dengan sebagaimana adanya (natural
setting).
Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan kualitatif merupakan field study atau
naturalistic inquiry. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati secara holistik dan apa
adanya (Mahmud, 2011: 89; Moleong, 2011: 6). Dengan demikian, melalui jenis dan
pendekatan ini, penelitian dapat menggambarkan secara jelas melalui data yang
bersumber tertulis dan/ atau lisan tentang konsep serta pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia.

C. Data dan Sumber Data


1. Data
Data yang digali dalam penelitian ini adalah data utama yang meliputi: 1)
aspek-aspek pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu tujuan, materi,
metode dan evaluasi; 2) faktor yang menjadi dukungan dan hambatan dalam
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; dan 3) implikasi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia bagi mualaf sebagai peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Selain data utama, peneliti juga membutuhkan data pendukung sebagai
pelengkap, yang meliputi: 1) profil Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia; 2) fasilitas yang dimiliki Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia; 3) keadaan pendidik, peserta didik dan lulusan pada
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; dan 4) jadwal
kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

46
47

2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber primer dan sekunder.
Sumber primer dalam penelitian ini diperoleh dari subyek penelitian yaitu pendidik
(pengasuh pesantren) dan peserta didik (santriwan/ wati) pada Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pemilihan subyek penelitian tersebut
dilakukan secara purposive dan dianggap paling representatif untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan fokus penelitian yaitu tentang
pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Adapun dalam proses penelitian, jumlah subyek penelitian tidak dilakukan
pembatasan yang bersifat mengikat. Akan tetapi, yang menjadi kunci pembatasan
jumlah subyek penelitian adalah apabila dianggap telah mampu menjawab semua
permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitian yaitu 2
orang pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
yang mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan
pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf dan 3 orang santriwan/ wati
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang merasakan
dan mendapatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran pendidikan Agama
Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia.
Selanjutnya sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari
perpustakaan, terdiri dari buku-buku, literatur-literatur, artikel dan dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan informasi dan data yang tepat serta sesuai dengan fokus
penelitian, maka dalam penelitian ini digunakan triangulasi meliputi observasi,
wawancara dan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data. Secara rinci akan
dipaparkan sebagaimana berikut:
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat
peristiwa, kejadian, serta kegiatan selama proses pembelajaran pendidikan Agama
Islam bagi kaum mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pedoman observasi dipergunakan dalam
melaksanakan observasi penelitian ini.
2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan tanya jawab secara langsung dan lisan kepada pihak-pihak yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu pengasuh pesantren dan santriwan/
wati Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yakni meliputi aspek-aspek pembelajaran, faktor pendukung dan
penghambat serta implikasinya bagi mualaf. Dalam melaksanakan wawancara
digunakan pedoman wawancara, sehingga teknik wawancara yang digunakan
dalam penelitian merupakan wawancara semi terstruktur yaitu dengan pelaksanaan
wawancara terfokus kepada pedoman wawanacara namun lebih terbuka terhadap
pendapat dan ide-ide responden. Teknik tersebut bertujuan agar data yang
dihasilkan dapat menjawab permasalahan penelitian secara tepat, komprehensif
dan mendalam.
48

3. Studi Dokumen, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait


penelitian seperti profil lembaga, profil kegiatan, jadwal kegiatan, dan data lainnya
yang sesuai dengan permasalahan yakni mengenai pembelajaran pendidikan
Agama Islam bagi kaum mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Dalam studi dokumen penelitian ini
digunakan pedoman studi dokumen.

E. Teknik Analisa Data


Penelitian ini menggunakan metode analisis data non statistik yakni analisis
deksriptif. Analisis ini dilakukan dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,
kejadian ang terjadi sejka awal kegiatan penelitian sampai akhir penelitian secara
sistematis, ringkas dan sederhana.
Beberapa langkah yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan
Interactive Model dari Miles dan Huberman. Analisis model ini memiliki tiga
komponen yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan
penarikan serta pengujian kesimpuan (drawing and verifying conclusions) (Miles, 2013:
12-14). Langkah-langkah tersebut dapat disajikan dalam gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1
Tiga Komponen Analisa Data

Data Data
Collection Display

Conclusion
Data Verifying/
Reduction Drawing

Berdasarkan gambar 3.1 di atas, dapat dijabarkan mellaui penjelasan sebagaimana


berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi (penguragan atau pemotongan) data dalam data penelitian ini
merupakan analisis data yang melibatkan langkah-langkah pengelompokan dan
penyederhanaan data sesuai dengan fokus penelitian. Data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawnacara dan studi dokumen akan dipilah dan diidentifikasi, jika
terdapat data yang kurang relevan maka data akan dibuang. Kemudian data yang
relevan akan difokuskan pada hal-hal yang berkenaan dengan pembelajaran
pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia.
49

2. Penyajian Data
Dalam tahap ini, data dari hasil reduksi yang dikumpulkan akan disusun
dengan secara naratif dan sistematis. Hal ini dilakukan untuk memahami fenomena
apa yang sedang terjadi berkenaan dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam
bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Setelah itu, dilakukan analisis secara mendalam.

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan


Tahapan ini merupakan penarikan kesimpulan dari hasil analisis penyajian data
yang merupakan jawaban dari fokus penelitian yaitu berkenaan dengan
pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, baik dari aspek-aspek
pembelajarannya, faktor pendukung dan penghambatnya serta implikasinya bagi
mualaf.

F. Uji Keabsahan Data


Pada tahap ini digunakan dua metode untuk menguji keabsahan data. Pertama,
triangulasi metode yaitu dengan cara membandingkan dan mencocokkan fenomena
yang diperoleh peneliti di lapangan (berupa catatan selama observasi) dengan data yang
diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi. Hal tersebut sebagaimana disajikan
dalam gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.2
Teknik Triangulasi Metode

Observasi

Observasi Observasi

Selanjutnya, triangulasi data/ sumber yakni peneliti membandingkan data-data dan


bukti yang diperoleh dari situasi yang berbeda. Ada 3 sub jenis yaitu orang, waktu dan
ruang.
1. Orang, data-data dikumpulkan dari orang-orang berbeda yang melakukan aktivitas
yang sama.
2. Waktu, data-data dikumpulkan pada waktu yang berbeda.
3. Ruang, data-data dikumpulkan di tempay yang berbeda.

Artinya, peneliti akan mengambil dan menggali informasi dan data dari guru PAI/
pengasuh pesantren dan peserta didik/ santri yang melkukan aktivitas sama dan
melaksanakannya di waktu dan tempat yang berbeda.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lokasi Penelitian


1. Letak Lokasi Penelitian
Secara geografis, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia terletak di Jalan Cendrawasih IV, No. 1, RT. 02/ RW. 03, Kelurahan
Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Propinsi Banten,
Kode Pos 15413.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia terdiri
dari dua pesantren yakni pesantren putra dan putri. Lokasi pesantren putra dan
putri terpisah kurang lebih 300 meter. Lokasi pesantren tidak berada tepat di
samping jalan raya, namun sangat mudah ditemukan keberadaan lokasinya dan
tergolong strategis.

2. Sejarah Singkat
Pendiri, pengasuh dan pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia bernama lengkap Ustadz Syamsul Arifin Nababan.
Beliau lahir di Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1969.
Di pesantren, beliau dikenal sebagai spesialisasi Kristologi. Sebagaimana
dilansir dalam tabloid Muallaf news (2012: kolom sosok), bahwa Ilmu
Kristologi digunakan sebagai pendekatan yang khas dan telah sukses
mengislamkan banyak orang dari pelosok negeri bahkan manca negara. Di
kalangan umum, beliau dikenal sebagai ustadz, da‟i dan ulama, yang
mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah
seorang pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan
Tapanuli, Sumatera Utara dan sekitarnya.
Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
ini bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang mendapati
para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi
mereka sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka terusir dari
rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan terjal ini
mereka pilih karena mereka yakin iman Islam sangat cocok dalam memenuhi
gemuruh batin akan kebenaan ajaran Islam. Hal ini berdasarkan penegasan oleh
penggagas dan pendiri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dalam wawancaranya dengan tabloid Muallaf news (2012: 3), bahwa
“jalan terjal ini mereka pilih semata-mata karena mereka yakin iman Islam dan
kebenaran ajaran Islam akan menyelematkannya dalam mengarungi kehidupan
di dunia hingga akhirat kelak.”
Pilihan ini tidaklah mudah, sehingga berakibat pada keterlantaran mereka
dari pelukan keluarga yang mengasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dari
keluarga dan bahkan mengalami ancaman teror. Kondisi berat ini dirasa sangat
sulit, ditambah kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang
mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali. Hal semacam ini bila
dilihat dari optik ajaran Islam tentu sangat disayangkan. Mengapa mereka
terlantar? Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka dibiarkan
menderita sendirian?

50
51

Menjawab problematika ini, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-


Naba Center Indonesia hadir sebagai jawaban atas persoalan mendasar para
Muallaf. Pesantren ini didirikan sejak tahun 2007, namun secara luas
masyarakat banyak yang belum mengetahui keberadaan pesantren yang khusus
membina mualaf ini (Tim Redaksi, Muallaf News: 3).
Terkait penyematan kata “Indonesia” dalam nama Pesantren pembinaan
Mullaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini tergolong masih baru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu ustadz di pesantren tersebut
pada tanggal 23 Mei 2017 bahwa adanya kata “Indonesia” saat ini dicantumkan
karena berdasarkan niat kyai/pengasuh Pesantren pembinaan Mullaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia untuk mendirikan 1.000 cabang pesantren di seluruh
Indonesia. Lebih tegas dikemukakan oleh Ustadz Chalid (2017: th.), “bahkan
saat ini sudah mulai merintis dua bangunan di NTT, Kupang, yang merupakan
daerah minoritas. Sekitar dua bulan lalu, kami meresmikan pesantren di situ, dan
kami sedikit mendapatkan cobaan yakni di demo masyarakat non muslim yang
ada di situ.” Pesantren ini dirancang untuk membina, mendidik, dan menyantuni
para mualaf sampai mereka mampu menjadi juru dakwah. Para mualaf dididik
secara sistemik dan programatik berorientasi pada pembentukan aqidah Islam
yang kuat dan kaffah. Membekali mereka dengann keterampilan khusus,
sehingga memiliki kemampuan yang nantinya dapat bermanfaat dalam
kehidupan bermasyarakat.

3. Visi dan Misi


Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai
salah satu lembaga kependidikan tentunya memiliki visi dan misi. Visi dan misi
tersebut menjadi pedoman pengambilan kebijakan pesantren dan penentuan
kualitas pesantren. Berdasarkan studi dokumen peneliti, berikut akan
dikemukakan visi dan misi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia.
a. Visi
“Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan mampu menjadi avant-
guard (penjaga gawang) bagi penguatan aqidah islamiyah”

b. Misi
Sebagai sebuah institusi pendidikan non formal yang akan melahirkan
pribadi-pribadi Muslim yang kaffah, berkarakter serta berjiwa kemandirian,
maka misi Yayasan Annaba‟ Center Indonesia dituangkan dalam beberapa
poin sebagai berikut:
1) Mengugurkan seluruh sisa-sisa keyakinan sebelumnya dan
menggantikan dengan iman islam yang lurus.
2) Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh berdasarkan al-Qur‟an dan
Sunnah.
3) Mencetak juru da‟wah (Da‟i) yang militan berwawasan perbandingan
agama.
4) Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul karimah, mandiri dan
terampil.
52

5) Menggalang kesatuan dan prsatuan diantara kaum Muslimin Indonesia


dalam memberikan daya dukung terhadap kebangunan imam dan taqwa
yang mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf.
6) Sebagai ikhtiar kelembagaan dalam rangka mengajak masyarakat untuk
peduli melihat keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para
Muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan aset umat yang dapat
diandalkan keberadaannya bagi bangunan sebuah masyarakat bangsa
yang beriman dan bertaqwa.

4. Program Pesantren
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
program-program yang dilaksanakan guna pencapaian visi dan misi pesantren.
Secara umum, program yang dilaksanakan di pesantren meliputi tiga aspek
yakni: a) program pembinaan, meliputi memberikan dasar-dasar aqidah
Islamiyah melalui kajian rutin, memberikan dasar-dasar ilmu perbandingan
agama, dan memberikan pelatihan khutbah atau ceramah-ceramah umum; b)
program pendidikan, yakni menyelenggarakan pendidikan non formal dengan
pola pesantren; c) program pengembangan, meliputi menghafal al-Qur‟an dan
tafsirnya, menghafal hadist dan syarahnya, penguasaan Bahasa Arab,
penguasaan Bahasa Inggris dan penguasaan komputer; dan d) Program
vokasional meliputi pendidikan keterampilan,menyelenggarakan baitul mal wa
tamwil, an-Naba‟ Smart (swalayan), pusat pelayanan ibada haji dan umrah,pusat
konsultasi perbandingan agama dan hukum Islam, pusat konsultasi keluarga
sakinah dan koperasi pesantren (Brosur, tt: th; Republika, 2015: p.5).
Beberapa program Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia tersebut diwujudkan melalui rangkaian kegiatan bimbingan agama
dan pembinaan yang dilaksanakan setiap hari di pesantren. Tentunya merupakan
serangkaian kegiatan yang erat berhubungan dengan pendidikan Agama Islam
bagi santri mualaf. Kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan dan
dilaksanakan wajib diikuti oleh seluruh santri mualaf yang menetap di
pesantren. Berikut akan disajikan tabel 4.1 terkait program pesantren yang
tertuang dalam jadwal kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia sebagai berikut:

Tabel 4.1
Jadwal Kegiatan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia

NO. HARI JAM JENIS KEGIATAN


Qiyamul Lail, Shalat Shubuh
03.30 – 05.00
dan Baca al-Ma‟tsurat
05.00 – 06.00 Setoran al-Qur‟an
Waktu Pendidikan Formal di
1. SENIN 06.00 – 14.30
luar pesantren
Istirahat, Makan, dan Sholat
14.30 – 16.00
Ashar Berjamaah
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
53

17.30 – 18.00 Istirahat


18.00 – 18.30 Sholat Maghrib Berjama‟ah
18.30 – 20.00 Tahsin al-Qur‟an
20.00 – 20.30 Sholat Isya‟ Berjama‟ah
Waktu Pribadi (seperti
menyiapkan pembelajaran di
20.30 – 05.00 pendidikan formal, istirahat dan
lain sebagainya hingga Shalat
Shubuh berjama‟ah)
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
Materi Bahasa Arab (Nahwu dan
2. SELASA
18.30 – 20.00 Shorof)/ Materi Sirah
Nabawiyah
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
3. RABU
18.30 – 20.00 Tahsin al-Qur‟an
16.00 – 17.30 Materi Aqidah/ Akhlaq
4. KAMIS
18.30 – 20.00 Materi Hadist
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
5. JUM”AT
18.30 – 20.00 Tahsin al-Qur‟an
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
6. SABTU
18.30 – 20.00 Muhadharah
16.00 – 17.30 Materi Bahasa Arab
7. MINGGU
18.30 – 20.00 Materi Fiqh Ibadah
Materi Tambahan :
1. Ilmu Kristologi (Waktu tidak ditentukan)
* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

5. Keadaan Pendidik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
pendidik yang cukup secara kuantitas bagi kebutuhan pembelajaran santriwan/
wati. Selain itu, pendidik memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang/ materi yang diampunya dalam pembelajaran di pesantren.
Secara kuantitas, jumlah pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia yaitu berjumlah 7 orang. Secara rinci, dapat
dikemukakan dalam tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2
Daftar Pendidik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia

SPESIALISASI MATA
NO. NAMA USTADZ
PELAJARAN
1. Ust. H. Syamsul Arifin Nababan Spesialisasi Ilmu Kristologi
Spesialisasi Bahasa Arab (Nahwu
2. Ust. H. Sayyid Mahdi Romadhon
dan Shorof)
3. Ust. H. Usamah Spesialisasi Bahasa Arab
4. Ust. Idham Cholid Spesialisasi Tahfidz al-Qur‟an
54

dan Muhadharah
5. Ust. Ali Akbar, S.Pd.I Spesialisasi Hadist
6. Ust. Irwansyah, Lc. Spesialisasi Sirah Nabawiyah
Spesialisasi Akidah, Akhlak dan
7. Ust. Abdul Aziz Laia, S.Sos.I
Fiqh
* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendidik atau ustadz
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki
latar belakang pendidikan yang berbeda dan sesuai dengan bidang keilmuan
yang diampunya. Selain dari latar belakang pendidikan, kemampuan dalam
penguasaan bidang juga didapat melalui pengalaman pribadinya. Seperti pada
bidang Kristologi. Pembelajaran pada bidang ini diampu dan dilaksanakan oleh
Ustadz Syamsul Aripin Nababan dengan memberikan materi dari pengalaman
pribadi mulai dari sebelum mualaf hingga saat ini dan juga dari latar belakang
pendidkan yang ditempuhnya. Selain itu, Ustadz Idham Chalid yang mengampu
pembelajaran Tahfidz al-Qur‟an, beliau juga seorang Hafidz. Ustadz Sayyid
Mahdi Romadhon dan Ustadz Usamah didatangkan langsung dari Mesir dan
Sudan untuk mata pelajaran Bahasa Arab. Begitupun dengan ustadz lainnya
(Muallaf News, 2012: th.; Nisa, 2017: 8).

6. Keadaan Peserta Didik


Peserta didik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan santri sebagaimana ciri khas pesantren
pada umumnya. Peserta didik di pesantren ini berasal dari berbagai daerah di
Indonesia dan berbagai latar belakang keluarga. Alasan menjadi mualaf bagi
peserta didik di pesantrenpun beragam. Selain itu, umur peserta didik juga tidak
homogen, namun berdasarkan rentang umur 13 sampai dengan 30 tahun.
Mempertimbangkan perbedaan umur tersebut, tidak terdapat kelas
pembelajaran sesuai usia seperti halnya lembaga pendidikan umumnya. Dalam
pembelajaran, peserta didik mualaf dikelompokkan sesuai dengan tingkat
pemahaman dan pengaplikasian terhadap materi agama Islam. Dapat dikatakan
pula, bahwa pembelajaran di pesantren ini dilaksanakan oleh peserta didik lintas
usia.
Secara kuantitas, peserta didik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia berjumlah 42 orang. Peserta didik terdiri dari 22 orang
laki-laki dan 20 orang perempuan. Berikut akan dikemukakan secara rinci
kondisi peserta didik pada gambar 4.1 di bawah ini.
55

Gambar 4.1
Data Peserta Didik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Berdasarkan Usia

20
18
16
14
Frekuensi

12
10
8 Frekuensi
6
4
2
0
12-17 18-23 24-29 30-35 36-41 42-47
Rentang Usia dalam Tahun

* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

Berdasarkan grafik di atas, santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan


an-Naba Center Indonesia lebih banyak yang berusia pada rentang 18-23 tahun.
Pada rentang usia tersebut dapat dikategorikan remaja akhir, karena pada
umumnya merupakan usia pasca Sekolah Menengah Atas atau telah menempuh
perguruan tinggi. Kategorisasi ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Hurlock
dalam Sabri (2010: 13) bahwa usia remaja (adolescence) dimulai dari umur 15,0
tahun atau 16,0 tahun hingga mencapai umur 21,0 tahun.
Selanjutnya, usia 12-17 tahun dan 24-29 tahun juga cukup banyak. Pada
usia ini, dapat dikategorikan usia kanak-kanak akhir, remaja dan dewasa. Hal ini
juga selaras dengan pendapat Elizabeth Hurlock dalam Sabri (2010: 13) bahwa
usia masa kanak-kanak akhir (Later Childhood) dimulai dari usia 6,0 tahun
hingga 12,0 tahun, kemudian masa puber (Puberty) dimulai usia 11,0 tahun atau
12,0 tahun hingga 15,0 tahun atau 16,0 tahun. Dilanjutkan masa remaja
(adolescence) sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dan usia dewasa
awal (early adulthood) dimulai dari umur 21,0 tahun hingga 40,0 tahun.
Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan pendidikan lintas usia.
Secara umum, usia santri tergolong remaja dan dewasa. Untuk mendukung data
tersebut, maka selanjutnya akan dikemukakan gambar 4.2 tentang kategorisasi
jenjang pendidikan saat ini yang ditempuh santri mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu sebagai berikut:
56

Gambar 4.2
Data Peserta Didik
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Berdasarkan Jenjang Pendidikan

20

Frekuensi 10

0
SMP SMA PT Lainnya
Jenjang Pendidikan

* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

Grafik di atas menunjukkan bahwa santri Pesantren Pembinaan Muallaf


Yayasan an-Naba Center Indonesia banyak yang menempuh pendidikan formal
di luar pesantren. Di antara jenjang pendidikan formal tersebut lebih banyak
santri yang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Sedangkan data
terendah ditunjukkan kepada jumlah santri yang menempuh pendidikan
Sekolah Menengah Atas. Pada jenjang pendidikan lainnya atau yang bukan
SMP, SMA atau Perguruan Tinggi memiliki jenjang pendidikan yang beragam,
diantaranya santri menempuh pendidikan di pesantren saja baik karena faktor
pribadi maupun faktor baru menyelesaikan pendidikan Menengah Atasnya.

7. Keadaan Sarana dan Prasarana


Proses dan pencapaian sebuah pendidikan, tentu memerlukan adanya sarana
dan prasarana di dalamnya. Adanya fasilitas yang lengkap bagi sebuah lembaga,
tidak harus berbanding lurus dengan materi berupa uang atau lainnya. Hal
sederhana sebagai fasilitas, misal dengan memanfaatkan alam sekitar pun dapat
pula dijadikan fasilitas pendidikan dan pembelajaran. Meskipun, tidak dapat
dinafikan juga dengan kenyataan bahwa fasilitas lengkap dan mendukung
memerlukan materi berupa harta yang cukup banyak juga. Terlebih dalam
pembinaan mualaf yang notabene telah dengan terpaksa meninggalkan harta
benda sebelumnya (sebelum masuk Islam) (Chalid, 2017: 3).
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, masih
memerlukan bantuan dana dalam penyelenggaraan dan pengembangan
pembinaan santri mualaf di pesantren. Tidak terkecuali pembangunan sarana dan
prasarana terkait di dalamnya. Sebagaimana dikemukakan oleh pendiri dan
pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan sampaikan dalam wawancara dengan
media massa Republika Online (2017: par. 8), bahwa “kita belum ada dana,
sehingga pemberdayaan ekonomi dan sumber daya untuk mualaf belum
dilakukan di sini. Tapi, ke depan saya berharap ada pemodal atau lembaga zakat
yang konsen sehingga pemberdayaan mualaf bisa dilakukan di An Naba‟
Center.” Dalam hal ini, mobilitas pembinaan bagi mualaf memang sangat
57

berkaitan erat dengan adanya dana dari muhsinin (orang-orang


dermawan).
Terlepas dari hal pendanaan, dapat dilihat kondisi sarana dan prasarana
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang
tergolong lembaga non formal dapat dikatakan memiliki sarana dan prasarana
yang cukup lengkap dan mendukung proses pembelajaran santri mualaf. Gedung
yang megah dan luas serta nyaman telah mampu menjadi dukungan proses
pembelajaran dan pembinaan santri mualaf di pesantren ini. Tidak terkecuali
juga prasarana lainnya seperti adanya ruang kelas, masjid, laboratorium dan lain
sebagainya. Secara rinci akan dikemukakan tabel 4.3 terkait sarana dan
parasarana yang terdapat di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia sebagai berikut:

Tabel 4.3
Sarana dan Prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia

JENIS SARANA DAN JENIS SARANA DAN


NO. NO.
PRASARANA PRASARANA
1. Gedung Asrama Putra 9. Ruang Makan
Ruang Mencuci dan
2. Gedung Asrama Putri 10.
Menjemur Pakaian
3. Ruang Kelas 11. Guest House
4. Perpustakaan 12. Lapangan
5. Aula 13. Kantor
6. Mushola 14. Pos Satpam
7. Kamar Mandi Fasilitas- Fasilitas lain (AC,
15. Kipas, LCD, Papan Tulis,
8. Dapur
Buku, dan lain sebagainya)
* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Pesantren Pembinaan


Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki fasilitas yang lengkap,
memadai dan mendukung proses pembinaan, khususnya pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi mualaf.
Selain dari sarana dan prasarana di atas, santri juga mendapatkan tunjangan-
tunjangan yang bersifat pribadi dari pesantren berupa: a) pembiayaan
pendidikan sekolah sampai perguruan tinggi; b) mendapatkan uang saku setiap
hari; c) mendapatkan peralatan mandi; d) mendapatkan alat transportasi berupa
motor bagi yang jauh sekolahnya; e) mendapatkan makan setiap hari dan lain
sebagainya.
Data-data di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana
serta tunjangan bagi santri mampu memberikan dukungan penuh terhadap
pembinaan santri, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tafsir dalam bukunya bahwa adanya fasilitas selain
berfungsi sebagai pendukung keberhasilan pendidikan juga dapat memberikan
pengaruh terhadap eksistensi pendidikan itu sendiri (Tafsir, 2014: 90-91).
58

Dengan demikian, fasilitas di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba


Center Indonesia telah terpenuhi baik secara eksistensi maupun efisiensi
fungsinya.

B. Temuan Penelitian dan Pembahasan


Temuan penelitian merupakan hasil dari penelitian yang peneliti lakukan di
lapangan penelitian kemudian dikaji dan ditelaah dengan sedemikian rupa. Dalam
hal ini penelitian yang dilakukan terkait dengan pendidikan Agama Islam bagi
Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, telah
mendapatkan beberapa temuan penelitian. Data tentang temuan penelitian tersebut
diperoleh melalui triangulasi teknik pengumpulan data yakni wawancara, observasi
dan studi dokumen. Secara rinci akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren


Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki beberapa sub bahasan,
yang menjadi satu kesatuan utuh dalam pembelajaran. Sub bahasan tersebut
adalah terkait dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Hal tersebut diperkuat oleh Tafsir
(2014: 54) dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, yang dikutip
juga oleh Nata (2012: 130) bahwa komponen kurikulum terdiri dari: a) tujuan; b)
isi; c) metode atau proses pembelajaran; dan d) evaluasi. Secara rinci akan
dikemukakan sebagai berikut:

a. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki beragam tujuan
sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab 2 sebelumnya. Tidak
terkecuali pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Beberapa tujuan
pembelajaran pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu pertama, untuk mengenalkan
hakikat kebenaran Islam. Santri mualaf diberikan pemahaman yang mendalam
mengenai pendidikan Agama Islam, agar mereka dapat menemukan alasan
yang tepat, logis dan penuh keyakinan terhadap konsekuensi pilihan Islam
sebagai keimanannya. Dengan kata lain, memberikan penguatan bahwa
memilih Islam sebagai agamanya bukan pilihan yang salah bagi mualaf
(Chalid, 2017: 1). Tujuan kedua dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
yaitu dakwah. Selain pemupukan keimanan mualaf melalui pengenalan
hakikat Islam, kaderisasi dakwah menjadi acuan penting yang dipupuk dalam
jiwa dan pikiran santri mualaf setelah melalui proses pendidikan di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini (Zebua, 2017: 1;
Nisa, 2017: 1; Hidayah, 2017: 1).
Dua tujuan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut menjadi
tujuan umum yang selaras juga dengan visi dan misi pesantren. Dengan kata
lain, tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangat relevan dengan visi dan
59

misi pesantren. Sehingga adanya proses pembelajaran dapat secara terarah dan
terbimbing terlaksana.
Meskipun demikian, secara khusus santri mualaf juga memiliki tujuan
lainnya. Seperti menjadi penghafal al-Qur‟an, penguasaan Bahasa Arab dan
lain sebagainya (Hidayah, 2017: 1). Selain itu, bagi ustadz juga memiliki
tujuan masing-masing pada setiap materi pelajaran yang diampunya. Seperti
pada mata pelajaran Aqidah memiliki tujuan diantaranya: a) untuk
menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk
memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen; dan c)
untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah swt.
Selanjutnya pada mata pelajaran Fiqh bertujuan untuk mengenalkan tentang
hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan, jual beli dan hukum-hukum
lainnya. Kemudian mata pelajaran Akhlak bertujuan untuk mengetahui
tentang kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh,
anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1). Begitupun dengan
materi pelajaran lainnya.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Agam Islam di atas sesuai dengan teori
bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah menjadikan
manusia yang mencapai kesempurnaan dalam berimana dan bertaqwa kepada
Allah swt. serta mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Ghazali dalam
Sholeh 2006: 78-79; Tafsir, 2014: 51). Kesesuaian antara teori dan praktik
yaitu tentang usaha pemupukan iman kepada Allah swt. Melalui pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, santri diharapkan mendapatkan kualitas keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah swt. Sehingga mampu menghantarkan
kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan meraih
puncak kebahagiaan dunia dan akhirat. Baik tujuan umum maupun khusus
yang telah dikemukakan di atas, menciptakan usaha-usaha yang mengarah
terhadap tujuan akhir umat manusia dalam kehidupan. Hal ini sangat sesuai
dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri. Keimanan dan ketaqwaan
adalah hal utama yang harus dijunjung umat manusia.
Selain itu, tujuan dakwah dalam pembelajaran Pendidikan Agam Islam di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sesuai
dengan teori bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk
merealisasikan cita-cita ajaran Islam melalui misi-misi yang ditujukan bagi
kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat. Selain itu, sebagai tauladan
bahwa Rasulullah saw.juga diutus di muka bumi dengan mengemban misi dan
menyampaikan pesan-pesan dakwah untuk menegakkan agama Islam kepada
para pimpinan negara sekitar dan juga kabilah sekitarnya, yang mana
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam
selanjutnya (Arifin, 2003: 28; Mas‟ud, 2010: 84). Keselarasan antara teori dan
praktik tersebut yaitu misi dakwah kepada diri dan sesamanya menjadi
tombak yang harus senantiasa dijunjung. Misi dakwah Islam inilah yang
kemudian akan dapat menghantarkan Islam menuju realisasi cita-citanya.
Selain itu, dengan menyempurnakan tugas dakwah, maka umat muslim juga
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana tujuan pertama
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Tujuan dakwah ini
sangat relevan dan sesuai dengan hakikat penciptaan manusia juga yakni
60

sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga umat manusia memang memiliki


kewajiban untuk menjalankan tugas kekhalifahannya tersebut, salah satnya
melalui dakwah.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia cukup relevan dengan tujuan akhir Pendidikan Islam dan
tujuan hidup umat manusia di kehidupan ini. Kaderisasi dakwah sangat
diperlukan bagi perkembangan Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam
senantiasa terjaga hingga generasi selanjutnya. Peran dakwah Islam tersebut
memberikan ruang penuh juga dalam pemupukan keimanan dan ketaqwaan
manusia yang sejatinya merupakan kebutuhan dasar manusia yakni
pemenuhan agama. Sehingga manfaat adanya dakwah Islam sejatinya bukan
hanya bagi diri pendakwah namun juga bagi yang lainnya. Dengan demikian,
iman dan dakwah dapat dijadikan jalan umat Islam dalam mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.

b. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia terdiri dari Aqidah, al-Qur‟an,
Fikih, Hadist, Sirah Nabawiyah, Bahasa Arab, Ilmu Kristologi dan
muhadharah (Chalid, 2017: 2; Hidayah, 2017: 2; Zebua, 2017: 2; Nisa, 2017:
2). Ditegaskan oleh Zebua (2017: 2) bahwa materi-materi tersebut diberikan
kepada santri sebatas materi dasar.
Materi-materi yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia sesuai dengan teori bahwa cakupan materi
pembelajaran Pendidikan agama Islam meliputi Aqidah, Akhlak, Ibadah,
Jihad, muamalat dan lain sebagainya (Alim, 2011: 122-165; Mahfud, 2011:
9). Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara teori dan praktik
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu
dalam hal spesifikasi nama dan kategori. Seperti pada ilmu Kristologi. Materi
ini biasanya diberikan kepada peserta didik tidak sebagai bidang pelajaran
khusus, namun dikaitkan pada materi jihad maupun aqidah. Selain itu, materi
muhadharah. Materi ini merupakan materi yang bersifat praktik dan dapat
sebagai intra maupun ekstrakurikuler sebagaimana diterapkan di sekolah
formal maupun non formal pada umumnya.
Materi-materi pembelajaran di atas memiliki alokasi waktu dan bobot
pembelajaran yang berbeda-beda pada setiap instansi. Di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, pembelajaran aqidah
dan Qiraat diberikan porsi yang lebih besar dibandingkan materi pembelajaran
lainnya (Chalid, 2017: 2). Fokus materi pembelajaran di pesantren ini lebih
banyak kepada materi keagamaan khususnya aqidah dan al-Qur‟an karena
berkaitan dengan keimanan sebagai tujuan utama pembelajaran santri mualaf
di pesantren ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Tafsir (2014: 71) bahwa
desain kurikulum yang bertujuan menciptakan muslim yang kaffah salah
satunya yakni untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan
kegiatan agama. Dengan demikian, sangatlah tepat apabila materi yang
diberikan kepada mualaf adalah materi keagamaan khususnya aqidah dan al-
Qur‟an sebagai kunci penguatan keimanannya.
61

Selanjutnya secara rinci akan dikemukakan materi-materi pembelajaran


Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia yaitu sebagai berikut:
1) Aqidah
Materi aqidah sangat berkaitan erat dengan adanya mualaf itu
sendiri. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia memberikan porsi pembelajaran yang cukup banyak terhadap
materi ini. Hal ini agar iman santri mualaf semakin kuat dan tidak
tergoyahkan (Chalid, 2017: 2).
Secara rinci, materi aqidah memiliki tujuan diantaranya: a) untuk
menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b)
untuk memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen;
dan c) untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah
swt. (Laia, 2017: 1). Tujuan materi aqidah tersebut sesuai dengan makna
mualaf dalam teori yaitu “orang yang baru masuk Islam; orang yang
imannya belum kukuh karena baru masuk Islam” (KBBI, 2016: 931).
Selain itu, Haq (2009: 231) mengemukakan kata mualaf diartikan tidak
sebatas orang yang baru masuk Islam yang perlu dirangkul agar imannya
semakin mantab, namun kata mualaf dapat diperluas artinya yakni
mencakup umat agama lain yang tak kalah pentingnya untuk dirangkul
dalam suatu harmoni dan kedamaian bersama kaum muslimin. Dengan
demikian, pembelajaran Agama Islam bagi mualaf lebih banyak
diajarkan materi Aqidah karena menyesuaikan kondisi mualaf dan hal
terpenting yang dibutuhkan mualaf adalah penumbuhkembangan iman
dirinya kepada Allah swt. dan Islam.
Selanjutnya, cakupan materi aqidah dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia meliputi: a) memahami dan memaknai ma‟rifatullah,
ma‟rifatun nabi, dan ma‟rifatul dinil Islam; b) memahami makna tauhid
rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma‟ wa shifat; c) memahami
konsekuensi dua kalimat syahadat dan d) memahami hal-hal yang
membatalkan keislaman (Laia, 2017: 2). Cakupan materi yang diterapkan
tersebut memiliki persamaan dengan teori bahwa akidah sebagai sebuah
objek kajian akademik meliputi beberapa aspek yakni aspek Ilahiyyah
atau ketuhanan, aspek nubuwah dan ruhaniyah arkanul iman atau rukun
iman (Mahfud, 2011: 11; Alim, 2011: 134-138; Ismail dan Mutawalli,
2012: 28). Dalam hal ini, keselarasan antara teori dan pembelajaran di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia bahwa
rukun iman menjadi materi utama dalam hal akidah. Untuk kemudian,
rukun iman yang diajarkan tersebut dikaitkan secara kompleks terhadap
macam-macam tauhid, syahadat dan lain sebagainya.
Berdasarkan paparan di atas, tujuan umum pembelajaran aqidah
adalah pengenalan hakikat Allah swt., sehingga kualitas keimanan dapat
semakin bertambah. Secara umum, materi pembelajaran aqidah yang
diajarkan di pesantren cukup relevan dengan keseluruhan materi yang
ada dalam mata pelajaran aqidah. Meskipun demikian, bobot materinya
masih pada materi aqidah yang bersifat dasar, karena obyek
pembelajaran adalah mualaf. Dengan demikian, materi aqidah dalam
62

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf


Yayasan an-Naba Center Indonesia sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
mualaf.

2) Qiraat al-Qur’an
Selain akidah, Qiraat al-Qur‟an juga mendapat porsi lebih besar
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2; Nisa, 2017:
1). Hal ini dikarenakan kondisi awal mualaf yang tidak/ belum bisa
membaca al-Qur‟an. Kemampuan baca al-Qur‟an menjadi hal penting dan
pokok karena al-Qur‟an merupakan sumber hukum Islam yang utama.
Bahkan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
memberikan syarat wajib kepada santri untuk dapat membaca dan/ atau
menghafal al-Qur‟an dalam waktu satu bulan. Minimalisasi waktu ini
tidak memberikan beban wajib kepada santri untuk menghafal 30 juz al-
Qur‟an, namun kurang lebih satu juz. Kewajiban prasyarat tersebut
digunakan sebagai tolok ukur kesungguhan santri dalam melaksanakan
pembelajaran di pesantren, khususnya bagi mualaf dalam mendalami
Islam. Sedangkan konsekuensi yang diterima santri apabila tidakdapat
memenuhi prasyarat tersebut adalah keluar dari Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Adanya konsekuensi tersebut menciptakan budaya di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menjadi budaya
Qur‟ani. Santri terlihat sangat antusias mempelajari al-Qur‟an dan
menunjukkan kecintaan yang luar biasa terhadap al-Qur‟an, khususnya
santri mualaf. Kondisi tersebut dapat dilihat dari keseharian santri yang
senang mendengarkan murotal al-Qur‟an, bertilawah perorangan setiap
sebelum atau sesudah shalat fardhu, dan senang berdiskusi terkait hal
yang berhubungan dengan al-Qur‟an.
Budaya Qur‟ani yang tercipta di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ini membantu santri berstatus mualaf
dalam mempelajari al-Qur‟an. Mempelajari al-Qur‟an bagi mualaf juga
sangat berkaitan dengan aqidah. Mualaf dapat mencintai dan mendalami
makna al-Qur‟an secara hakiki dan kemudian dapat mengimbangi
terhadap keyakinan tentang Islam sebagaimana yang telah diyakininya.
Dengan kata lain, proses pemenuhan keyakinan (aqidah Islamiyah) dapat
terpupuk subur dengan menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam
kalam Allah swt, yakni al-Qur‟an (Chalid, 2017: 2).
Pentingnya pembelajaran al-Qur‟an di atas diperkuat oleh Daradjat
(2012: 19) dan Alim (2011: 171-200) bahwa landasan pendidikan Islam
adalah terdiri dari al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. yang
kemudian dikembangkan dengan ijtihad, al-mashlahah al mursalah,
istishan, qiyas, dan sebagainya. Dengan demikian, sangat tepat
memberikan porsi yang besar terhadap materi al-Qur‟an dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia.
63

3) Sirah Nabawiyah
Selain materi Aqidah dan al-Qur‟an, sirah nabawiyah menjadi
materi penting untuk disampaikan kepada santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal tersebut
berkaitan erat dengan kondisi mualaf bahwa sejarah Islam dalam agama
yang dianut santri mualaf sebelumnya memiliki versi yang berbeda
dengan agama Islam. (Chalid, 2017: 2). Berbagai versi sejarah Islam
tersebut memberikan pemahaman baru kepada santri mualaf tentang
sejarah Islam yang sebenarnya. Dengan demikian, pemupukan keimanan
santri mualaf dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya karena tidak ada
lagi kerancuan pemahaman sejarah Islam itu sendiri
Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah di atas dikuatkan oleh
pendapat al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri.
Menurutnya, sirah nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang
misi kerasulan yang dibawa oleh Rasulullah kepada umat manusia.
Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku, arahan serta jalan hidup yang
beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).”
Dari pendapat di atas, terdapat kesesuian antara teori dan praktik di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu
dalam memaknai sejarah, khususnya Sirah nabawiyah. Sirah nabawiyah
dipelajari agar umat manusia dapat menjadikan nabi Muhammad saw.
sebagai suri tauladan dalam hidupnya, termasuk bagi mualaf. Sehingga,
mualaf dapat seutuhnya mengikuti perkataan, perilaku dan ketetapan
Nabi Muhammad saw.
Selain itu, pemahaman tentang sejarah Islam khususnya Sejarah
Nabi Muhammad saw. dapat diketahui dan dipahami dalam versi yang
sebenarnya. Dengan demikian, mempelajari sirah nabawiyah bagi santri
mualaf sangatlah penting, sehingga mualaf mengetahui secara pasti
bagaimana hakikat sejarah Islam khususnya nabi junjungan umat Islam.
Secara umum, materi sejarah yang diajarkan kepada santri mualaf juga
sudah mencukupi kebutuhan mualaf. Melalui pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di pesnatren, santri mualaf telah dapat mengetahui dasar-
dasar tentang sejarah nabi-nabi, khususnya Nabi Muhammad saw.

4) Akhlak
Akhlak termasuk materi yang sangat pokok dalam pembelajaran
Pendidikan Islam. Karena materi ini berhubungan dengan kepribadian
muslim yang mana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia mengajarkan
materi akhlak kepada santri dengan tujuan untuk mengetahui tentang
kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh,
anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1).
Tujuan materi akhlak tersebut sesuai dengan teori yaitu untuk
menjadikan seseorang yang dapat mengetahui baik dan buruk, sehingga
dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat (Saebani dan Hamid, 2010: 202; Mustofa,
2010: 26; Jamil, 2013: 23-24; Mahyuddin, 2003: 140). Kesesuaian antara
tujuan akhlak yang diajarkan di pesantren dengan teori yaitu terkait
64

pembentukan karakter manusia. Santri diberikan pengetahuan dan


pemahaman tentang akhlak yang baik dan buruk, sehingga dapat
mencapai kesempurnaan keimanannya sesuai arah yang telah dikehendaki
oleh Allah swt. Kepribadian yang baik juga dikaitkan dengan kepribadian
Rasulullah saw.sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Dengan demikian,
tujuan pembelajaran akhlak di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia relevan dengan hakikat tujuan materi akhlak itu
sendiri.
Selanjutnya cakupan materi akhlak yang dilaksanakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu meliputi: a) urgensi akhlaq dan
keutamaannya; b) birrul walidain dan khuququl walidain; c) Riya‟, „Ujub,
Hasad dan Sombong; dan d) su‟udhon (Laia, 2017: 2). Dalam teori, ruang
lingkup akhlak yaitu meliputi akhlak kepada Allah swt., akhlak kepada
makhluk, dan akhlak kepada alam (Jamil, 2013: 4-6). Secara rinci materi
akhlak sebagaimana dituliskan dalam kitab akhlak yang cukup terkenal
yaitu kitab Ihya‟Ulumuddin, meliputi: a) Jilid 1, membahas tentang ilmu
pengetahuan, aqidah ahli Sunnah wal Jama‟ah tentang dua kalimat
syahadat, thaharah, shalat dan keutamaannya, zakat, puasa, haji, tata
kesopanan membaca al-Qur‟an, dzikir dan do‟a, tata kesopanan makan
dan menghormati tamu, tata kesopanan pernikahan, tata kesopanan
mencari kasab dan biaya hidup, halal dan haram, tata kesopanan hidup
rukun dan bergaul, uzlah dan mukhalathah, tata kesopanan bepergian,
amar ma‟ruf nahi munkar, adab kenabian dan akhlak Rasulullah; dan b)
Jilid 2, membahas tentang latihan mental, pendidikan akhlak dan
pengobatan penyakit hati, bahaya lisan, celanya marah, dendam dan
hasud, celanya dunia, celanya kikir dan harta, celanya pangkat dan riya‟,
celanya takabbur dan bangga akan diri sendiri, celanya ghurur, taubat,
sabar dan syukur, harapan dan ketakutan, efakiran dan kejuhudan, niat
iklhas dan benar, muhasabah dan muraqabah, berfikir, mengingat
kematian dan yang terjadi sesudahnya (al-Ghazali, 2016: th.).
Berdasarkan paparan di atas, materi akhlak yang disampaikan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup minim, karena belum
memenuhi materi secara menyeluruh yang terdapat dalam kajian akhlak.
Meskipun demikian, materi tersebut tergolong cukup bagi pengetahuan
dasar mualaf. Dengan demikian, materi akhlak dalam pembeljaraan
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia cukup relevan dengan kondisi dan kebutuhan
pengetahuan mualaf.

5) Fiqih
Pembelajaran Fiqh lebih membahas terhadap praktik-praktik Islam.
Tujuan mata pelajaran Fiqh dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
untuk mengenalkan tentang hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan,
jual beli dan hukum-hukum lainnya (Laia, 2017: 1). Tujuan tersebut
sesuai dengan teori bahwa pembelajaran materi fikih bertujuan untuk
65

menerapkan hukum-hukum syari‟at terhadap perbuatan dan ucapan


manusia (Khalaf, 1994: 6). Korelasi antara teori dan praktik tentang
tujuan pembelajaran materi Fikih yaitu tentang pemahaman hukum-
hukum Islam. Santri diberikan pengenalan dan pengetahuan tentang
hukum-hukum Islam, sehingga santri dapat menerapkan hukum-hukum
tersebut dalam kesehariannya baik dalam perbuatan maupun ucapan. Hal
ini menunjukkan bahwa pembekalan materi Fiqh kepada santri,
khususnya santri mualaf dapat memberikan pengaruh yang positif
terhadap kebutuhan keislamannya.
Selanjutnya cakupan materi pada pembelajaran Fiqih di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu meliputi: a)
pengenalan thaharah dan macam-macamnya; b) tata cara berwudhu dan
tayammum; c) hukum azan dan tata cara pelaksanaannya; d) shalat,
makna shalat, hukum, syarat, rukun dan tata cara pelaksanaannya (Laia,
2017: 2). Sebagai komparasi terhadap cakupan materi Fiqh tersebut,
secara rinci materi Fikih yang terdapat dalam kitab Fikih Sunnah cukup
kompleks. Kitab ini terdiri dari lima jilid, yang meliputi pembahasan
tentang ibadah, pernikahan dan muamalah. Secara rinci yaitu: a) Jilid 1,
membahas tentang thaharah dan shalat; b) jilid 2 membahas tentang zakat,
puasa, jenazah dan dzikir; c) Jilid 3 membahas tentang haji dan
pernikahan; d) Jilid 4 membahas tentang talak dan hudud; dan e) Jilid 5
membahas tentang Jihad, sumpah, jual beli, makanan dan penyembelihan,
perniagaan, perdata dan acara pengadilan, pakaian, gambar dan
perlombaan, serta pemberian (Sabiq, 2011: th.).
Bedasarkan paparan di atas, secara umum materi pembelajaran fiqh
yang diajarkan di pesantren masih tergolong minim karena belum
mencakup keseluruhan materi yang ada dalam mata pelajaran fiqh.
Sebagiamana kita ketahui bahwa materi ajar fikih itu sangat luas
cakupanya yakni tidak hanya meliputi ibadah. Hal ini juga dikarenakan
obyek pembelajaran adalah mualaf, sehingga materi yang bersifat pokok
dalam materi fikih adalah hal utama yang diajarkan kepada santri mualaf.

6) Hadist
Pembelajaran Hadist dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
menggunakan kajian kitab dalam Hadist Arba‟in (Nisa, 2017: th.).
Pembelajaran materi hadist ini ditujukan agar santri dapat meneladani
seutunya terhadap Rasulullah saw. sebagai tokoh panutan. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa hadist mempunyai tiga komponen yakni: a) Hadist
Qawli yakni hadist perkataan Nabi Muhammad saw.; b) Hadist Fi‟li yakni
hadist perbuatan Nabi Muhammad saw.; dan c) Hadist Taqriri yakni
hadist persetujuan Nabi terhadap perkataan atau perbuatan di antara para
sahabat (Khon, 2010: 3).
Ketiga komponen tersebut di laksanakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia pada mata pelajaran hadist. Sebagaimana
diketahui bahwa isi dari kitab hadist Arba‟in berisi hadist-hadist nabi
66

yang cukup lengkap, sehingga santri dapat mengetahui dan meneladani isi
dari hadist baik qauli, fi‟li dan taqriri Nabi Muhammad saw.

7) Ilmu Kristologi
Ilmu Kristologi atau biasa dikenal ilmu perbandingan agama antara
Kristen dan Islam juga merupakan bagian dari materi pembelajaran agama
Islam di Pesantren pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Hal ini dikarenakan mayoritas santri mualaf di Pesantren
pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia berlatar belakang
agama Kristen sebelumnya. Materi-materi yang dipelajari oleh santri,
diberikan oleh ustadz dalam kategori dasar-dasar. Hal ini memang sangat
sesuai dengan kondisi santri yaitu berstatus mualaf. Sehingga penanaman
dasar pendidikan agama Islam sangat diperlukan, guna mencapai
pemahaman Agama Islam yang hakiki dan komprehensif. Penanaman
materi-materi dasar tersebut disajikan dengan adanya kajian
perbandingan-perbandingan agama kepada santri (Chalid, 2017: 3; Zebua,
2017: 3; Muallaf News, 2012: 16.).
Mengenai ilmu kristologi ditegaskan bahwa Kristologi merupakan
materi yang menggunakan metode perbandingan agama antara kitab suci
diperlukan untuk mengetahui kekuatan al-Qur‟an dan kelemahan kitab
suci agama lain, termasuk sebagian ayat dalam Taurat dan Injil yang
dipalsukan. Sehingga, kebenaran dan pemalsuan akan terang benderang
(Muallaf News, 2012: 16).” Materi ini cukup khas, unik dan berbeda
dengan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di pesantren pada
umumnya. Hal ini dikarenakan obyek Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia adalah mualaf, sehingga penerapan
ilmu kristologi ini dapat menjadi materi pokok dalam pemenuhan
keimanan mualaf. Materi ajar pada bidang ini memerlukan seseorang
dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Dengan
demikian, kajian pada bidang mata pelajaran ini sangat relevan dengan
kebutuhan mualaf terhadap pemahaman dan penguatan Islam. Selain itu
juga dapat dijadikan kajian khusus dalam model pelaksanaan pembinaan
mualaf secara umum dan oleh berbagai kalangan.

8) Bahasa Arab
Bahasa Arab merupakan mata pelajaran yang saat ini cukup diminati
oleh santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia. Bahasa Arab menjadi materi penting selain aqidah dan al-
Qur‟an sebagai modal utama memahami secara mendalam terhadap
materi-materi lainnya. Sebagaimana diketahui, bahwa sumber agama
Islam sendiri adalah al-Qur‟an dan Hadist dengan menggunakan
BahasaArab (Nisa, 2017: 2). Melalui pemahaman yang baik terhadap
Bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya dapat memberikan dampak positif
bagi keimanannya terhadap Islam.
Mengenai cakupan materi Bahasa Arab sesuai dengan pendapat
Hidayat (2008: 1-4) bahwa terdapat beberapa ciri-ciri khusus dalam
Bahasa Arab itu sendiri meliputi: a) Akar Kata, yakni 3 huruf; b)
Pengembangan kata/ tashrif; c) Bentuk mufrad dan jamak; d) bentuk
67

mudzakkar dan mu‟annats; e) serapan, yakni Bahasa Arab ke Indonesia;


dan f) susunan kalimat. Cakupan materi Bahasa Arab yang dikemukakan
oleh Hidayat tersebut, sesuai dengan materi bahasa Arab yang dipelajari
di pesantren. Berdasarkan hasil observasi pada saat pembelajaran Bahasa
Arab berlangsung di kelas, ciri-ciri dalam Bahasa Arab tersebut dijelaskan
oleh ustadz secara aplikatif dengan materi percakapan sederhana yang
kemudian harus dihafalkan dan didemonstrasikan di depan kelas.
Penjelasan singkat juga dipaparkan oleh ustadz. Selain itu, dengan studi
dokumen yakni melihat buku materi pembelajaran Bahasa Arab bahwa
materi yang tersaji dalam buku materi tersebut juga telah memuat secara
jelas dan lengkap terhadap pembahasan baik yang berkaitan dengan ciri-
ciri khusus Bahasa Arab di atas maupun selainnya.
Berdasarkan paparan di atas, materi Bahasa Arab yang diajarkan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
meskipun masih bersifat dasar, namun dapat membantu santri dalam
pembelajaran lainnya seperti al-Qur‟an dan lain sebagainya. Dalam hal ini
pemahaman tehadap bahasa asing sangat diperlukan setiap orang.
Pemahaman bahasa dapat menjadi modal seseorang dalam globalisasi
kehidupan. Bahasa yang diajarkan di pesantren ini dapat bersifat sebagai
pengetahuan juga sebagai pengembangan diri (skill) bagi snatri. Dengan
demikian, sangat tepat bagi santri mualaf selain dibekali dengan ilmu
agama juga terhadap ilmu bahasa.

9) Muhadharah
Selain Bahasa Arab, Muhadharah juga merupakan mata pelajaran
yang bersifat pengembangan diri (skill). Adanya muhadharah sebagai
salah satu kurikulum yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia ini merupkan wujud dari visi dan misi
pesantren dalam menciptakan kader dakwah (Chalid, 2017: 2). Bekal
pelatihan semacam muhadharah ini dapat melatih mental santri mualaf
dan kemampuan vokasionalnya. Sehingga, dakwah Islam dapat secara
maksimal terlaksana oleh calon kader pendakwah Islam dari santri mualaf
di pesantren ini.
Berdasarkan hal di atas, materi muhadharah merupakan materi
penting bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia. Selain bagi pengembangan kepercayaan dirinya,
juga sebagai bekal menjadi juru dakwah Islam nantinya.

Setelah dikemukakan secara rinci terkait materi-materi Pendidikan Agama


Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia di
atas, maka selanjutnya akan dikemukakan tentang penyusunan rancangan
materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai
lembaga non formal membuat rancangan pembelajaran agama secara tematik.
Sistem tematik tersebut disesuaikan dengan pembahasan pada kitab yang
dipelajari santri mualaf. Selain itu, guru/ ustadz di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tidak membuat perangkat
68

pembelajaran seperti pemetaan, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),


silabus dan lain sebagainya (Chalid, 2017: 3; Laia, 2017: 3). Prinsip
kesinambungan sangat diunggulkan dalam hal ini, yakni dengan mengikuti
kualitas pemahaman santri terhadap materi pendidikan Agama Islam itu
sendiri. Sehingga ustadz di pesantren tidak mengejar target materi-materi
yang terdapat dalam buku ajar santri itu sendiri dalam waktu yang ditentukan.
Keikutsertaan ustadz dalam menyusun rancangan materi pembelajaran di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup
signifikan. Ustadz sebagai pendidik memberikan kontribusi yang penuh
terhadap proses pembelajaran, khususnya terkait materi pembelajaran.
Kontribusi ini tentunya akan berdampak terhadap kualitas pembelajaran dan
hasil pembelajaran.
Berkaitan erat dengan adanya penyusunan rancangan pembelajaran di
atas, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
sebagai lembaga pendidikan non formal, siswa atau santri di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia diberikan fasilitas
untuk melaksanaan pendidikan formal di sekolah-sekolah yang telah
bekerjasama dengan pesantren. Secara utuh, tentunya materi pembelajaran
yang diajarkan di sekolah formal ini telah disesuaikan dengan kurikulum
sekolah masing-masing. Sedangkan pesantren hanya memiliki ruang penuh
untuk membuat kurikulum khusus di pesantren. Terhadap sekolah formal
santri mualaf, pesantren berperan sebagai salah satu stakeholder dalam
mengawasi, membina, dan melakukan evaluasi terhadap pendidikan masing-
masing santri mualaf (Chalid, 2017: 3).
Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan kesan
tersendiri bagi santri sebagai objek pembelajaran. Berdasarkan observasi dan
wawancara di lapangan penelitian bahwa santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangat antusias
terhadap materi pembelajaran. Pada jam pembelajaran, santri mualaf
mengikuti dengan seksama terhadap apa yang disampaikan guru dan berusaha
keras memahami materi pembelajaran. Santri mualaf terlihat senang dan
tidak ada beban dalam materi pembelajaran yang diberikan. Selain itu, di luar
jam pembelajaran, santri terlihat menghafalkan dan bermurajaah tanpa
pengontrolan ustadz atau lainnya.
Menurut santri, materi-materi pembelajaran agama Islam yang
disampaikan dalam pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman santri mualaf. Kondisi pribadi mualaf yang sangat memerlukan
materi-materi tersebut dan juga dasar-dasar yang disampaikan membuat
pemahaman materi agama Islam terpenuhi secara perlahan. Pengelompokan
kelas juga diperhatikan dalam pemberian materi atau bahan ajar dalam
pembelajaran bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia ini (Zebua, 2017: 2; Hidayah, 2017: 2; Nisa, 2017: 2).
Dengan demikian, adanya rancangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia ini cukup efektif.
69

Sebagai pendukung informasi, berikut akan dikemukakan tabel 4.4 terkait


buku-buku pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.

Tabel 4.4
Daftar Buku Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia

NO. MATA PELAJARAN JUDUL BUKU & PENGARANG


Kitabut Tauhid (Fadhilah Syeikh Sholih
1. AKIDAH
al-Fauza‟)
a. Fiqh Sunnah (Syaikh Sayyid Salim al-
Alawi)
2. FIKIH
b. Al-Wajiz (Abdul „Azim bin Badawil
Kholafi)
3. AKHLAQ Diktat dari STIDI al-Hikmah Mampang
a. Durusul Lughotul „Arabiyyah (Dr.
Abdurrohim)
4. BAHASA ARAB
b. Al-„Arabiyyatu Baina Yadaik (Syeikh
Muhammad bin „Abdurrohman)
5. SIRAH NABAWIYAH Kitab Sirah Nabawiyah
6. HADIST Kitab Hadist Arba‟in
7. AL-QUR‟AN Al-Qur‟anul Karim
* (Sumber: hasil studi dokumen, 2017).

Berdasarkan paparan-paparan di atas, materi pembelajaran pendidikan


Agama Islam yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia dilaksanakan berdasarkan aspek pengetahuan dan
keterampilan (skill). Dalam aspek pengetahuan, diberikan materi tentang
aqidah, akhlak, al-Qur‟an, Hadist, Fiqh, Sirah Nabawiyah, Bahasa Arab dan
ilmu Kristologi. Sedangkan dalam aspek keterampilan santri mualaf diberikan
pelatihan-pelatihan seperti muhadharah. Santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia itu sendiri memang
telah dipersiapkan untuk menjadi pendakwah Islam sesuai dengan visi dan
misi pesantren. Seluruh materi pembelajaran Agama Islam di pesantren ini
memiliki urgensi masing-masing, baik dalam sudut pandang perumus,
pelaksana maupun peserta pembelajaran. Berbagai sudut pandang tersebut
tentunya saling bersinergi dan memiliki persepsi yang tidak jauh berbeda.
Selain itu, ustadz sebagai pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan kontribusi yang cukup dalam
menyusun materi pembelajaran agama Islam yang disesuaikan dengan tema
dalam buku ajar santri. Dokumen pembelajaran seperti pemetaan, Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus dan lain sebagainya memang belum
diterapkan di pesantren sebagai lembaga non formal ini. Meskipun begitu,
secara kualitas dalam hal materi pembelajaran telah mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
70

c. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Dalam metode pembelajaran, terdapat beberapa hal yang berkaitan di
dalamnya yakni pendekatan dan media. Sehingga dalam pembahasan berikut
ini akan dirincikan terkait hal-hal di atas yakni sebagai berikut:

1) Pendekatan
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelaksnaaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia disesuaikan juga dengan situasi dan
kondisi di pesantren. Beberapa pendekatan pemeblajaran Pendidikn
Agama Islam yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia yaitu: Pertama, Pendekatan analogi. Pendekatan
ini bertujuan agar memudahkan pemahaman santri mualaf terhadap materi
pembelajaran yang disampaikan(Chalid, 2017: 4). Kedua, Pendekatan
personality/ muwajjahah (Laia, 2017: 4). Dan Ketiga, Pendekatan
Kristologi. Pendekatan kristologi merupakan pendekatan khas dalam
pembinaan mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia (Tim muallaf news, 2012: kolom sosok).
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pelaksnaaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut memiliki kesesuaian dengan
teori pendekatan Pendidikan Agama Islam. Beberapa macam pendekatan
Pendidikan Agam Islam dikemukakan oleh beberapa pakar diantaranya: a)
pendekatan religius; b) pendekatan filosofis; c) pendekatan sosio kultural;
dan d) pendekatan scientific (Uhbiyati, 1997: 101-102). Selain itu,
pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan oleh
Nata (2012: 149-150) adalah a) pendekatan normatif teologis, yang mana
kegiatan belajar mengajar dilakukan berdasarkan petunjuk yang terdapat di
dalam ajaran agama yang diyakini pasti benar; b) pendekatan historis
empiris, yang mana kegiatan dilakukan berdasarkan praktik yang pernah
ada dalam sejarah dan didukung bukti. Dan c) pendekatan filosofis, yang
mana kegiatan dilaksnakaan berdasarkan pandangan dan gagasan yang
dikemukakan para filsuf.
Beberapa pendekatan yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia, apabila dikaitkan dengan teori yaitu
lebih kepada pendekatan religius/ pendekatan normatif teologis dan juga
pendekatan scientific. Kombinasi antara dua pendekatan ini memberikan
ruang penuh kepada ustadz dalam mengembangkan metode pemeblajaran
yang ada. Adapaun data yang menunjukkan pesanatren menggunakan
pendekatan religius/ normatif teologis adalah dari penerapan pendekatan
kristologi. Sedangkan pada pendekatan analogi dan personality lebih
mendekati kepada makna pendekatan scientific.
Terkait pendekatan analogi tersebut juga, sangat cocok apabila
dikaitkan dengan metode amtsal (perumpamaan). Sebagaimana
dikemukakan oleh Tafsir (2014: 141) bahwa Allah sendiri adakalanya
memberikan perumpamaan dalam memberikan arahan kepada umat.
Seperti contoh dalam QS. al-Baqarah ayat 17 yang berbunyi:
71

          

      

Artinya: “perumpamaan mereka adalah seperti orang yang


menyalakan api[26], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya
Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”
[26] Orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat
dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, karena sifat-sifat
kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. Keadaan mereka
digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas.

Metode amtsal ini memiliki beberapa kelebihan yang meliputi: a)


mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; b) dapat
merangsang kesan terhadap pesan yang tersirat; c) mengajarkan kepada
kita agar dapat berpikir logis; dan d) memberi motivasi untuk amar ma‟ruf
nahi munkar (Tafsir, 2014: 142). Sehingga, penggunaan analogi atau
amtsal ini sangat efektif diberikan kepada santri mualaf. Sebagaimana
yang diharapkan oleh ustadz Chalid sendiri, bahwa kemudahan santri
dalam memahami apa yang disampaikan menjadi hal yang utama dalam
pemilihan pendekatan ini.
Selanjutnya, pendekatan kristologi sebagai pendekatan khas dalam
pembinaan mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia cukup signifikan dengan kondisi mualaf. Hal ini dapat
diketahui dengan melihat pengertian bahwa “metode perbandingan agama
antara kitab suci diperlukan untuk mengetahui kekuatan al-Qur‟an dan
kelemahan kitab suci agama lain, termasuk sebagian ayat dalam Taurat dan
Injil yang dipalsukan. Sehingga, kebenaran dan pemalsuan akan terang
benderang (Muallaf News, 2012: 16).” Sehingga, melalui pendekatan ini,
santri mualaf dapat menemukan hakikat Islam.
Berdasarkan paparan di atas, pendekatan yang dilakukan di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan
kombinasi antara pendekatan religius/ pendekatan normatif teologis
mellaui pendekatan kristologi dan pendekatan scientific melalui
pendekatan analogi dan personality. Pndekatan tersebut telah sesuai
dengan pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam teori
yang ada. Pendekatan-pendekatan yang diterapkan di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sangat sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan mualaf. Bahkan dapat secara umum juga mudah
disesuaikan bagi umat Islam non mualaf. Dengan demikian, sinergi dari
ketiga pendekatan ini akan snagat dibutuhkan dalam implementasinya.
72

2) Metode
Selanjutnya, metode yang digunakan dalam pembelajaran di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini sangat beragam
dan cenderung sama seperti pesantren pada umumnya. Hal ini juga sesuai
dengan metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam baik di
sekolah formal maupun non formal seperti pesantren pada umumnya.
Menurut Ustadz Chalid sebagai berikut:

“Metode talaqqi, karena mereka susah apabila tidak talaqqi.


Talaqqi itu dengan berjumpa dengan gurunya. Jadi, mereka tidak bisa
hanya kita berikan teori dan contoh secara verbal atau hanya hafalkan,
namun harus dengan praktik langsung. Selain itu, untuk al-Qur‟an
dengan metode tilawati yang di desain per-orangan (sorogan). Dan
kalau yang sudah mulai bisa, maka bisa dengan halaqah. Untuk
bahasa Arab, awalnya dengan hafalan mufrodat, kemudian di tingkat
selanjutnya dengan muhadasah.”

Berdasarkan data di atas, beberapa metode yang dilaksanakan dalam


pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu metode talaqqi, metode tilawati
dengan kombinasi metode sorogan dan/ atau halaqah, metode hafalan dan
muhadasah.
Beberapa metode yang dikemukakan tersebut memiliki kesesuaian
dengan teori tentang ragam metode pembelajaran di pesantren.
Sebagaimana dijelaskan dalam bab kajian teori bahwa beberapa metode
pembelajaran di pesantren menurut Mastuhu dan Arifin dalam Zarkasyi
(2005: 72; 2005: 76) menyebutkan metode pendidikan pada lembaga
pendidikan pesantren yaitu: a) sorogan; b) bandongan; c) halaqah; dan d)
hapalan; e) muhawarah; f) mudzakarah; dan g) majlis ta‟lim.
Kesesuaian metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dilaksankaan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dengan teori yakni terkait beberapa metode yang digunakan
diantaranya metode sorogan, halaqah, hafalan, dan muhawarah. Terdapat
beberapa metode yang tidak mengadopsi metode pembelajaran dalam
pesantren pada umumnya. Banyak pertimbangan dan penyesuaian terhadap
pemilihan metode-metode karena kondisi mualaf itu sendiri. Seperti
metode tilawati dalam pembelajaran al-Quran. Pesantren menerapkan
metode ini dengan tidak mengikuti sepenuhnya sistem dalam metode
tilawati. Metode ini melaksanakan secara serentak terhadap bacaan murid
dan melagukan setiap materi ajar dengan nada-nada Qur‟ani yang ada
(Jamilah, 2015: 4-6). Namun di pesantren menggunakan cara individual
atau sorogan. Hal ini bertujuan agar santri mualaf dapat secara benar dan
sesuai terhadap bacaan dan hafalan al-Qur‟annya.
Kemudian, pendapat lain dikemukakan oleh Ustadz Laia (2017: 5)
dalam wawancara yakni beberapa metode yang sering digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu metode ceramah, demonstrasi,
hafalan, appersepsi/ pengulangan pembelajaran yang lalu, information
73

search dan lain sebagainya. Berbagai metode tersebut dilaksanakan dan


sesuai kreatifitas masing-masing ustadz.
Beberapa metode di atas, sesuai dengan teori tentang beberapa metode
khusus dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam oleh beberapa pakar
Pendidikan Agama Islam. Beberapa metode yang dikutip oleh Nata (2012:
151-152) terkait metode pendidikan Islam oleh Hery Noer Aly yaitu
metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, kerja
kelompok, sosiodrama, karya wisata, drill, dan sistem regu. Sedangkan
yang merujuk kepada al-Qur‟an yaitu diantaranya adanya partisispasi guru
di dalam situasi belajar mengajar dalam QS. An-Nisa ayat 9, pengulangan
yang bervariasi dalam QS. Al-Isra ayat 41, membuat perumpamaan dan
bercerita untuk mengambil pelajaran dalam QS. An-Nahl ayat 76,
pengalaman pribadi dan widyawisata untuk mencari hakikat dan membaca
alam dalam QS. Al-Hajj ayat 46, mengambil pelajaran dari peristiwa yang
terjadi dalam QS. At-Taubah ayat 25-26, menciptakan suasana senang
sebagai upaya pendidikan dalam QS. al-An‟am ayat 160, teladan yang baik
dalam QS. al-Ahzab ayat 21, dan memperhatikan karakteristik situasi
belajar mengajar.
Selain itu, al-Nahlawi yang dikutip oleh Nata (2012: 152)
mengemukakan metode untuk menanamkan rasa iman yakni mencakup
metode hiwar atau percakapan Qur‟ani dan Nabawi, kisah Qur‟ani dan
Nabawi, amtsal atau perumpamaan, keteladanan, pembiasaan, ibrah dan
mauidzah dan targhib dan tarhib.
Terkait metode pengulangan pembelajaran yang lalu ini telah
dijelaskan dalam firman Allah swt QS. al-Isra‟ ayat 41 yaitu:

          

Artinya: “dan Sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah


ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. dan
ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari
(dari kebenaran).”

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat variasi metode yang


diterapkan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Perbedaan metode
tersebut bergantung kepada kreatifitas dan inovasi pendidik atau ustadz.
Hal senada juga dikemukakan oleh santri mualaf, sebagaimana
dikemukakan oleh Nisa (2017: 4) bahwa metode praktik lebih banyak
ditekankan kepada santri, seperti praktik sholat dan lain sebagainya. Lebih
rinci, pada materi al-Qur‟an atau iqra‟ dengan setoran kepada ustadz,
namun sebelumnya murajaah dengan dibantu teman sejawat. Selain itu,
metode tanya jawab dan diskusi juga dipraktikkan oleh ustadz dalam
pembelajaran. Lebih menarik lagi, santri sangat antusias dengan metode
yang diberikan ustadz dalam materi aqidah misalnya, dengan alur santri
diberikan sebuah judul maisng-masing dan kemudian harus mencari bahan
terkait materi tersebut secara pribadi di luar kelas. Selanjutnya dalam
74

waktu yang telah ditentukan santri dapat mempresentasikan bahan


tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas, metode-metode yang diberikan
merupakan metode yang memberikan kesan kepada peserta didik karena
melibatkan aktif peserta didik. Hal menarik dari metode di atas sesuai
dengan pengertian metode inkuiri. Sebagaimana dikemukakan dalam teori
oleh Usman (1993: 124), bahwa metode inkuiri adalah “suatu cara
menyampaikan pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari
secara kritis, analisis, dan argumentative (ilmiah) dengan menggunakan
langkah-langkah tertentu menuju kesimpulan.”
Keselarasan antara teori dan praktik sebagaimana dikemukakan di atas
yaitu tentang penciptaan metode ustadz yang memberikan ruang kepada
santri untuk menemukan materi dari suatu masalah dan menemukan
kesimpulan dari permaslaah tersebut. Dalam hal ini, dapat secara langsung
atau tidak langsung menciptakan kreatifitas dan keaktifan santri dalam
pemebelajaran Pendidikan Agama Islam. Selain itu, tingkat pemahaman
santri terhadap materi pembelajaran juga lebih tinggi daripada hanya
mendengarkan ceramah ustadz saja.
Selaras dengan pendapat Nisa, Zebua (2017: 4) juga mengemukakan,
“Kalau metode ustadz lebih suka kalau membuat kita terbawa suasana.
Jadi tidak terlalu fokus dan tidak mudah ngantuk. Kadang ada
penjelasannya, ada tanya jawab, ada timbal balik seperti ustadz
menjelaskan kemudian kita disuruh menjelaskan kembali. Kita tidak
pernah dipaksa, namun kita yang merasa iri kalau ada teman yang bisa.”
Dari pendapat Zebua di atas, hal pokok dalam metode guru yang
diterapkan dalam pembelajaran adalah penciptaan suasana. seorang guru
harus mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi peserta didik. Sebagaimana ditegaskan dalam firman
Allah swt. yaitu QS. al-An‟am ayat 160 yang berbunyi:

            

    

Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya


(pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang
membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya (dirugikan).”

Selain itu, metode tanya jawab juga dilaksnakan dalam pembeljaaran


Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia. Perlu adanya interaksi yang cukup juga antara
guru dan siswa. Ruang interaksi ini akan memberikan kesempatan yang
luas bagi peserta didik untuk mengeksplor pengetahuan yang ia miliki dan
lainnya. Hal ini sesuai juag dengan teori tentang pengertian metode tanya
75

jawab. Menurut Uhbiyati (1997: 120) bahwa metode tanya jawab


merupakan metode yang paling lama digunakan dalam dunia pendidikan.
Melalui metode ini, peserta didik dapat lebih dimantabkan
pengetahuannya. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman, kelemahan
daya tangkap terhadap pembelajaran dapat dihindari.
Lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan juga oleh santriwati terkait
materi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia bahwa, “yang paling saya suka dari metode ustadz adalah
apabila kita disuruh tampil ke depan seperti demonstrasi mencari contoh
dan lain sebagainya. Karena itu dapat menantang otak saya (Hidayah,
2017: 3).”
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui beberapa metode
pembelajaran yang digunakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia diantaranya metode talaqqi, metode sorogan,
metode tilawati, metode halaqah, metode hafalan dan metode muhadasah,
metode ceramah, metode demonstrasi, bimbingan teman sejawat, metode
diskusi, metode drill, metode pemberian tugas, metode appersepsi/
pengulangan pembelajaran yang lalu, metode inkuiri, metode tanya jawab,
menciptakan suasana belajar yang nyaman, dan metode yang lebih
menekankan aspek praktik. Metode-metode tersebut secara variatif
diterapkan dalam pembelajaran dan berdasarkan masing-masing kreatifitas
ustadz. Selain itu juga, pemilihan metode tersebut dengan
mempertimbangkan materi ajar yang diampu ustadz.
Variasi metode-metode pembelajaran yang diterapkan di pembelajaran
pendidikan agama Islam bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih banyak memfokuskan
suasana pembelajaran itu sendiri. Karena keberhasilan sebuah
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh penciptaan suasana pembelajaran.
Artinya, siswa atau santri mualaf sangat antusias dan senang mengikuti
proses pembelajaran.
Antusiasme peserta didik atau santri mualaf juga dilihat oleh peneliti
pada saat observasi. Santri mualaf memberikan respon positif dan sangat
aktif dalam pembelajaran. Secara kritis mereka melakukan tanya jawab
dengan ustadz. Pada saat pembelajaran Bahasa Arab, dengan berani dan
percaya diri santri mualaf maju ke depan kelas secara berpasangan dan
melakukan percakapan Bahasa Arab sesuai hafalannya. Meskipun santri
mualaf belum menguasai hafalannya, tidak menyurutkan semangat para
santri mualaf dalam pembelajaran. Begitupun ustadz selalu memberikan
motivasi dan dorongan kepada snatri mualaf yang belum menguasai
hafalan atau materi, serta memberikan pujian seperti “mumtaz” kepada
santri yang menyelesaikan dengan baik haalan dan materi yang telah
disampaikan. Dengan demikian, metode pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
cukup variatif dan menjadi pendukung tujuan pembelajaran pendidikan
Agama Islam di pesantren ini.
76

3) Media
Pelaksanaan metode pembelajaran selalu berkaitan dengan
penggunaan media. Baik secara sederhana maupun tidak, dapat menjadi
pendukung pembelajaran. Beberapa media yang digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia diantaranya: LCD/ proyektor, peraga
tilawati berupa cetakan buku tilawati yang lebih besar dari buku, speaker
murottal untuk hafalan al-Qur‟an santri, buku dan papan tulis (Chalid,
2017: 6; Hidayah, 2017: 4; Laia, 2017: 6; Nisa, 2017: 4; Zebua, 2017: 4).
Beberapa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia cukup variatif dan meliputi taksonomi media berdasarkan indera
manusia. Hal ini sesuai dengan teori bahwa taksonomi media berdasarkan
indera yang terlibat, yakni secara garis besar meliputi media audio, media
visual, media audio visual dan multimedia (Munadi, 2010: 54-57).
Keselarasan variasi media yang digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia dengan teori yaitu meliputi: a) media audio melalui
ceramah guru dan speaker tahfidz; b) media visual melalui peraga tilawati,
buku panduan, dan papan tulis; dan c) media multimedia melalui
penayangan power point di LCD dan pemanfaatan internet dalam
pembelajaran.
Selanjutnya, secara rinci akan dikemukakan variasi media tersebut
sebagai berikut: Pertama, LCD/ Proyektor. Penggunaan LCD sebagai
media pembelajaran dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi peserta
didik atau santri. Pembelajaran dinilai tidak monoton. Santri dapat secara
langsung menikmati gambar, suara dan lain sebagainya dalam satu media
(Nisa, 2017: 5). Tentunya hal ini berkaitan dengan pemanfaatan
multimedia seperti power point yang didalamnya selain teks juga terdapat
fitur video, musik dan lain sebagainya. Menurut Munadi (2010: 148),
multimedia sendiri merupakan “multibahasa yakni media yang mampu
melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran
berlangsung.”
Kedua, Speaker Murottal. Alat ini digunakan untuk membantu hafalan
al-Qur‟an santri dapat menggunakan media berupa sound tahfidz, yang
mana santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia sering menyebutnya dengan speaker tahfidz. Metode hafalan
memang memerlukan pengulangan intensif, sehingga cara mendengarkan
hafalan dianggap efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Munadi (2010,
55) bahwa media audio sendiri merupakan media yang hanya melibatkan
indera pendengaran dan hanya mampu memmanipulasi kemampuan suara
semata. Metode mendengar sendiri sebenarnya sangatlah rumit dalam
prosesnya, hal ini karena melibatkan empat unsur yakni a) mendengar; b)
memperhatikan; c) memahami; dan d) mengingat (Munadi, 2010: 59).
Dalam hal ini, antara teori mendengar dan praktik mendengar untuk
hafalan justru berbeda arah. Apabila mendengarkan hafalan al-Qur‟an
santri melalui speaker tahfidz tersebut dianggap sangat membantu proses
pembelajaran khususnya hafalan al-Qur‟an, maka sesuangguhnya dalam
77

teori telah dikatakan mendengar bukanlah hal semudah yang diyakini.


Banyak unsur terlibat dan tentunya akan mempengaruhi ingatan pada
jangka panjangnya. Karena berdasarkan penelitian yang disarikan oleh
Barker, yang mana dikutip oleh Munadi (2010: 63) bahwa segera setelah
kita mendengar sesuatu, kita hanya akan mengingat separuhnya.kemudian
8 jam kemudian hanya ingat 35 persen, dan dua bulan kemudian hanya
akan mengingat 25 persen. Meskipun begitu, kondisi santri mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
menjadikan metode mendengarkan sebagai bentuk pengulangan yang
intensif, sehingga dapat membantu ingatan dalam jangka panjang
selanjutnya.
Ketiga, peraga tilawati. Media ini menjadi media yang efektif dalam
penyampaian metode tilawati. Bentuk alat peraga ini berupa cetakan buku
tilawati dalam ukuran besar. Sebagaimana diketahui bahwa peraga metode
tilawati termasuk media visual. Media visual yaitu “media yang hanya
melibatkan indera penglihatan,, yang meliputi media cetak-verbal, media
cetak-grafis dan media visual non-cetak (Munadi, 2010: 56).”
Terakhir, buku dan papan tulis merupakan media yang paling sering
digunakan dalam pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia. Media ini juga termasuk kepada media visual
sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Media ini merupakan media yang
paling banyak digunakan dalam pembelajaran Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, khususnya buku
ajar. Buku pelajaran merupakan media utama dalam pembelajaran selain
guru itu sendiri. Menurut Munadi (2010: 98-100) bahwa buku merupakan
media visual cetak-verbal. Buku sebagai sumber belajar dibuat untuk
keperluan umum dan biasanya siswa membaca buku tersebut, namun tetap
memerlukan bantuan dari guru atau lainnya. Buku sendiri secara
penyajian lebih informatif dan lebih menekankan pada sajian materi jaar
dengan cakupan yang luas dan umum. Kemudian, papan tulis dan
seperangkat alat tulisnya juga menjadi media yang paling banyak
digunakan juga dalam pembelajaran pada umumnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa, meskipun
pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia cenderung masih menggunakan sistem klasikal, namun tidak
menutup diri terhadap modernisasi sistem pendidikan dan globalisasi.
Santri juga diberikan akses terhadap media internet. Baik untuk mencari
informasi terkait pembelajaran maupun lainnya. Variasi media yang
digunakan memang tidak begitu mencolok seperti pada lembaga-lembaga
formal umumnya. Namun media yang ada telah disesuaikan dengan situasi
dan kondisi pesantren saat ini. Selain itu juga telah memenuhi syarat media
dalam pembelajaran yakni memperhatikan kemampuan peserta didik
dengan memberikan variasi media pembelajaran. Dalam hal media,
meskipun juga tergolong cukup klasikal yakni lebih banyak mengandalkan
buku dan papan tulis, namun tidak mengurangi minat dan semangat santri
dalam belajar, khususnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
78

d. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Sebuah pembelajaran dapat dikatakan berhasil atau tidak dengan
melaksanakan evaluasi terhadap pembelajaran tersebut. Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan sistem penilaian
yang cukup unik yakni dengan tidak mengadakan rapor atau report tertulis
(Chalid, 2017: 7). Evaluasi dilaksanakan dengan berbagai model dan dalam
waktu yang berbeda-beda juga.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
menggunakan evaluasi harian dan bulanan atau rentang waktu tertentu. Secara
harian dilaksanakan berbentuk tanya jawab dan PR. Sedangkan dalam rentang
waktu tertentu yang diadakan setiap bab materi ajar dapat dilaksanakan
dengan lisan, tulis ataupun lainnya. Selain itu, secara bersama-sama
dilaksanakan evaluasi dalam bentuk kegiatan Musabaqah atau perlombaan
(Chalid, 2017: 7; Laia, 2017: 7; Nisa, 2017: 7; Zebua, 2017: 7; Hidayah,
2017: 7). Ditambahkan oleh Chalid (2017: 7) bahwa terdapat evaluasi bulanan
yang bersifat umum dari berbagai aspek seperti kebersihan, kedisiplinan, hasil
sekolah formal di luar pesantren dan lain sebagainya.
Variasi evaluasi tersebut dilaksanakan dan merupakan hak masing-
masing ustadz dalam pemilihan bentuk evaluasi yang akan digunakannya
(Zebua, 2017: 7; Hidayah, 2017: 7). Adapun pada materi al-Qur‟an, pada
setiap satu juz diadakan evaluasi terhadap hafalan santri (Nisa, 2017: 7).
Perbedaan bentuk evaluasi tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu kualitas
pemahaman santri.
Evaluasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
memiliki kesesuaian dengan bentuk-bentuk evaluasi yang dikemukakan pakar
dalam teorinya. Terdapat beberapa bentuk penilaian yang mana memiliki
masing-masing tujuan. Sutrisno (2015: 152-153) mengemukakan bentuk
penilaian yaitu: a) penilaian formatif yang dilakukan melalui ulangan harian,
observasi dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengukur
keberhasilan peserta didik terhadap penguasaan setiap Kompetensi Dasar dan
memonitoring kemajuan belajar peserta didik; b) penilaian sumatif yang
dilakukan melalui ulangan akhir semster, ulangan kenaikan kelas, dan ujian
akhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan peserta didik atas
kompetensi yang ditargetkan.
Adapun teknik yang digunakan dalam penilaian terdiri dari: a) penilaian
aspek sikap menggunakan observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat
dan jurnal; b) penilaian aspek keterampilan dapat dilakukan dengan
menggunakan tes kinerja (performance), proyek, dan portofolio; c) penilaian
aspek pengetahuan dapat menggunakan tes tulis, tes lisan dan penugasan/
proyek (Sutrisno, 2015: 154-164).
Keselarasan antara teori dan praktik tersebut adala terkait bentuk
penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif yang dilaksnakan di
pesantren diwujudkan melalui tugas harian dan evaluasi langsung. Sedangkan
penilaian sumatif diwujudkan dalam bentuk musabaqah ataupun ujian per bab.
Meskipun demikian, dalam penilaian sumatif terkait ujian kenaikan kelas,
ujian akhr semster dan lain sebagainya tidak ada. Hal ini dikarenakan memang
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
79

Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tidak menggunakan raport. Selain


itu, teknik yang digunakan dalam pembeljaaran Pendidikan Agama Islam di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih
menggunakan teknik penilaian aspek pengetahuan. Sednagkan aspek
keterampilan lebih banyak digunkaan dengan penilaian praktik langsung
dalam pembelajaran.
Berdasarkan pemeparan di atas, dapat diketahui bahwa memang
pengadaan rapor tidak ada dalam pembelajaran. Namun, dalam sebuah
pembelajaran tetaplah memerlukan evaluasi sebagai bahan pertimbangan
terhadap kualitas pembelajaran itu sendiri. Sedangkan macam-macam dan
teknik evaluasi yang digunakan dapat sangat bervariasi. Melalui PR, pendidik
dapat secara langsung mengetahui kemampuan siswa baik kognitif, afektif
maupun psikomotoriknya. Melalui hal tersebut juga, dapat ditentukan apakah
materi akan dilanjutkan atau diperdalam kembali. Hal ini diterapkan karena
memang melihat kondisi mualaf yang tujuan utamanya adalah menemukan
dan memperdalam kualitas keimananya sebagaimana telah dikemukakan pada
sub bab pembahasan sebelumnya. Konsep memperdalam keimanan bukanlah
seberapa banyak materi yang harus disampaikan dan diajarkan, namun tentang
bagaimana cara agar materi yang diberikan dapat menunjang tujuan utama
mualaf melaksnakan pembelajaran di pesantren ini.
Kemudian lebih lanjut dikemukakan juga bahwa di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menerapkan sistem evaluasi yang
bersifat seperti perlombaan. Hal ini sangat menarik, karena santri seolah-olah
berlomba dan bermain, namun sesungguhnya bagi ustadz merupakan sistem
evaluasi. Paradigma bahwa evaluasi hanya dapat dilakukan dengan ujian yang
penuh suasana senyap dan tegang, namun di pesantren ini dengan sistem
perlombaan yang notabene terdapat suasana serius dan juga menyenangkan.
Meskipun begitu, bukan berarti ujian tidak diadakan sama sekali sebagai
wujud evaluasi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia ini. Dengan demikian, evaluasi yang digunakan dalam
pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia dapat dikatakan cukup menarik dan variatif. Variasi tersebut
berdasarkan kondisi bahwa setiap ustadz diberi kebebasan dalam menentukan
waktu dan model evaluasi terhadap santri.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Pendidikan Agama


Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia
Impelementasi sebuah pembelajaran tentunya memiliki faktor-faktor
tertentu. Faktor tersebut dapat sebagai pendukung pembelajaran ataupun
sebaliknya. Faktor yang menjadi dukungan pembelajaran dapat disebut sebagai
fator pendukung, sedangkan faktor yang menjadi hambatan pembelajaran disebut
faktor penghambat. Tidak terkecuali implementasi pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia memiliki faktor pendukung dan penghambat, yang secara langsung
ataupun tidak memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran yang
ada.
80

Beberapa faktor pendukung pembelajaran Pendidikan Agama Islam di


Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu sebagai
berikut:
a. Peserta didik atau Santri
Hal yang menjadi pendukung sebuah pembelajaran tentunya adanya
peserta didik itu sendiri. Minat diri santri mualaf juga termasuk di dalamnya.
Minat seseorang itu tidaklah dapat dipaksakan. Terlebih bagi mualaf, yang
mana minat belajar terhadap Islam dimulai dari adanya hidayah itu sendiri.
Sebagaimana telah kiat ketahui bahwa hidayah adalah mutlak atas kehendak
Allah swt. Proses adanya hidayah itu sendiri kita dapat mengetahui kapan
dan bagaimana akan terjadi. Meskipun demikian, kita sendiri berhak
berusaha meraih hidayah tersebut bagi dirinya maupun orang lain.
Munculnya minat santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia dalam pembelajaran tidak ada yang tidak
memiliki alasan. Adanya alasan berkaitan erat juga dengan alasan santri
mualaf dalam menyakini Islam sebagai shirotol mustaqim. Alasan-alasan
tersebut sebagaimana Nisa (2017: 1) kemukakan diantaranya tekad
membawa perubahan, mengingat perjuangan orang tua, dan lingkungan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Zebua (2017: 4) bahwa alasannya adalah
keingin tahuan yang besar dari diri sendiri, tanpa pengaruh orang lain.
Alasan-alasan di atas sesuai dengan pendapat pakar tentang beberapa hal
yang mempengaruhi insting kecintaan belajar peserta didik bisa menjadi
sirna sebagaimana dikemukakan oleh Kline yang dikutip oleh Megawangi
(2013: 43-44) karena meliputi: a) suasana belajar yang tidak mendukung; b)
pelajaran yang disajikan hanya sebagai persiapan menjawab tes dan lain
sebagainya; dan c) lebih mengharapkan keberhasilan akademik dengan
diukur nilai angka dan rangking. Keselarasan antara teori dan praktik tersebut
terlihat dari adanya pengaruh lingkungan. Sebagaimana dikemukakan bahwa
alasan santri sangat berminat dalam belajar adalah notabene dikarenakan
lingkungan, maka penciptaan suasana lingkungan pembelajaran harus sangat
diperhatikan.
Dalam hal ini, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia sebagai lembaga non formal yang tidak menargetkan nilai angka
dan lain sebgaainya tampaknya tidak menjadi pengaruh terhadap ketiadaan
semnagat belajar santri. Begitupun dengan suasana yang cukup mendukung
pembelajaran. Oleh karenanya, minat santri dalam belajar di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangatlah tinggi. Hal
ini terlihat pada saat observasi dilakukan.
Selain itu, berdasarkan paparan di atas telah didapatkan beberapa hal
yang mendorong santri itu menumbuhkembangkan minatnya dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu sendiri, diantaranya: Pertama,
Diri sendiri. Rasa ingin tahu yang tercipta membuat dorongan semangat
belajar yang sangat tinggi. Sehingga akan berpengaruh terhadap proses
maupun hasil pembelajaran. Kedua, Orang tua. Apabila seorang anak
senantiasa mengingat kedua orang tua, maka rintangan besar apapun akan
dilaluinya. Hal tersebut yang menjadi keyakinan peneliti sendiri. Sebaaimana
telah jelas Allah swt. untuk senantiasa mengabdikan dirinya kepada kedua
orang tua kita. Meskipun tidak terkecuali bagi mereka yang memiliki orang
81

tua berbeda keyakinan. Sikap hormat dan sayang haruslah tetap dicurahkan
kepada kedua orang tua kita. Ketiga, Lingkungan sekitarnya. Lingkungan
menjadi salah satu dari tri pusat pendidikan. Lingkungan yang dimaksud
sebagai sekolah juga masyarakat di sekitarnya. Telah banyak teori juga yang
menyatakan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pembelajaran
khususnya dalam minat. Kondisi lingkungan yang tercipta dengan positif,
tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi kita sendiri.

b. Pendidik atau Ustadz


Sebagaimana kita ketahui, guru dalam Pendidikan Islam menurut Tafsir
(2014: 74) adalah sama dengan teori pada umumnya yakni siapa saja yag
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Guru di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia secara kuantitas saat
ini sudah mencukupi kebutuhan pembelajaran (Chalid, 2017: 8).
Sedangkan secara kualitas, guru di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sudah sangat bagus. Sebagaimana
dipaparkan oleh Nisa (2017: 8) bahwa pendidik pembelajaran didatangkan
dari ahlinya. Seperti pendidik Bahasa Arab dan Hadist langsung dari Mesir
dan Sudan, pendidik al-Qur‟an adalah seorang Hafidz, dan untuk pelajaran
lainnya juga ahlinya semua.
Selain itu, guru di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia telah memiliki kompetensi paedagogik. Hal iniditunjukkan
melalui sikap dalam pembelajaran ustadz memberi kenyamanan kepada
santri, bahkan dirasakan seperti ayah sendiri (Nisa 2017: 8). Selain itu,
kesabaran yang luar biasa juga dimiliki oleh ustadz (Hidayah, 2017: 8).
Kompetensi paedagogik telah tertanam kuat dalam pembelajaran khususnya.
Sehingga kenyamanan sangat dirasakan oleh santri sebagai peserta didik
ketika belajar bersama ustadz-ustadznya. Kenyamanan tersebut, terlihat juga
pada saat peneliti melakukan observasi pembelajaran di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Ustadz sangat ramah
dan supel dalam membina dan mendidik santri. Ustadz juga sangat akrab
kepada santri baik pada saat pemeblajaran maupun di luar jam pembelajaran.
Saat bertemu di luar kelas misalnya, dengan nada tidak serius ustadz
menyapa dengan salam dan menanyakan kabar serta lainnya. Secara
spontanitas ustadz dapat memberikan nasihat maupun motivasi kepada santri
meskipun tidak sedang dalam ruang kelas.
Kemudian, terkait kompetensi lainnya seperti personal dan sosial juga
telah tampak nyata dimiliki oleh ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal tersebut dapat kita ketahui dari hasil
wawancara peneliti dengan beberapa ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia. Berikut akan dikemukakan secara rinci
hasil wawancara tersebut:
Ustadz Idham Chalid dikenal selain sebagai pendidik/ asatidz, juga
sebagai pengasuh di bawah pimpinan pesantren yakni Ust. Nababan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Beliau
mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang laju perjalanan
pendidikan pondok pesantren. Lama pengabdian beliau terhadap pesantren
sudah berkisar kurang lebih 7 tahun atau sekitar tahun 2010 lalu hingga
82

sekarang (Chalid, 2017: 1). Hal yang melatar belakangi beliau mengajar dan
mengabdi di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia berawal dari sebuah cerita yang cukup panjang. Kecintaan beliau
terhadap al-Qur‟an-lah yang mendorong pengabdian beliau terhadap
pesantren ini. Niat untuk terus belajar dan menghafalkan kalam ilahi yang
kemudian membuat dirinya bermanfaat dengan menjadi pendidik bagi orang
lain, khususnya santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2).
Bertahun-tahun menjadi pendidik dan pengasuh di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, telah banyak pengalaman yang
dilaluinya. Tidak hanya suka, duka dalam mendidik dan mengasuh santri-
santri mualafpun dialaminya. Meskipun begitu, berkat kesabaran dan
keikhlasan beliau terhadap santri-santri mualaf, rasa duka yang ada terkikis
habis oleh pengalaman-pengalaman bahagia bersama santri-santri mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Berdasarkan wawancara dengan beliau, terdapat beberapa pengalaman suka
dan duka yang dialaminya selama mengajar di pesantren ini. Beberapa suka
yang dirasakannya adalah iman mualaf. Betapa iman menjadi sumber
kebahagian yang luar biasa bagi kita saudara sesama muslim. Bisa
dibayangkan bagaimana rasa penuh haru menyelimuti setiap prosesi
pelafalan dua kalimat syahadat oleh para mualaf. Bahkan, bisa dipastikan air
mata selalu menjadi saksi atas momentum yang luar biasa tersebut. Hal
tersebut, ternyata dirasakan pula oleh Ustadz Idham Chalid. Tidak hanya satu
atau dua kali beliau menyaksikan momentum berharga seperti itu. Rasa
bahagianya tidak akan bisa ditukar dengan apapun, kecuali syukur kehadirat
Allah swt. (Chalid, 2017: 3).
Selain itu, Kondisi intervensi dan intimidasi memang kerap menimpa
mualaf, sehingga ulur tangan serta kasih sayang sesama muslim lainnya
sangatlah diperlukan. Dalam artian, memaknai kata saudara bukanlah harus
dari rahim atau darah yang sama. Lebih dari itu, satu keimanan terhadap
Allah Yang Maha Esa merupakan makna yang lebih khusus untuk
diimplementasikan dalam memaknai kata saudara di kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana kita tahu, mereka (mualaf) telah rela melepaskan segala nya
seperti keluarga, harta benda –dalam kondisi secara umum, namun tidak
semua mualaf harus meninggalkan keluarga dan harta benda pada awal
keislamannya–, kebiasaan hidup, dan lain sebagainya. Alasan itu juga yang
membuat Ustadz Idham Chalid tidak ada hentinya mengucapkan syukur dan
bahagianya terhadap saudara barunya yakni mualaf saat mengucap kedua
kalimat syahadat tersebut (Chalid, 2017: 3).
Tidak hanya suka yang diarasakan, dukapun ikut hadir dalam proses
pembelajaran dan pembinaan mualaf di pesantren ini, diantaranya susahnya
merubah karakter mualaf dan mengajari mualaf (Chalid, 2017: 3). Merubah
karakter memang merupakan tantangan yang cukup berat. Tidak bagi
membina mualaf saja. Hal ini dialami juga oleh semua pendidik dalam
merubah karakter peserta didiknya. Tentunya perubahan yang dimaksud
adalah perubahan menuju hal positif. Bagi ustadz Idham Chalid, merubah
karakter mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia, memang memerlukan waktu dan proses yang mendalam. Ilmu
83

yang ditanamkan kepada santri mualaf diberikan secara mendalam,


komprehensif dan ikhlas, untuk kemudian santri mualaf dapat memaknai
kehidupan yang positif dengan ilmu yang didapatkannya. Perubahan positif
dari para santri mualaf merupakan hal yang menjadi tujuan adanya pesantren
ini didirikan.
Selain itu, memberikan pembelajaran dan pembinaan kepada seseorag
yang dimulai dari nol, memang perlu kerja yang ekstra dan penuh kesabaran.
Keihklasan juga menjadi kunci keberhasilan pembelajaran dan pembinaan
tersebut. Sebagaimana kita tahu, mualaf memang sangat awam dengan
apapun terkait Islam. Tekad dan semangat para santri mualaf dalam belajar
memahami, mendalami dan menerepakan nilai-nilai Islam sangat
memerlukan pengorbanan segalanya. Perlu waktu dan proses yang cukup
dalam merubah paradigma, kebiasaan dan segala kehidupannya. Bahkan
menjadi kebahagiaan yang tiada mendalam bagi pendidik, sebagiamana
diungkapkan oleh Ustadz Idham Chalid pada saat santri mualaf yang dari nol
tersebut, dapat menunjukkan keberhasilannya dalam belajar. Terlebih pada
saat peserta didik mampu memberikan insiprasi bagi masyarakat lainnya.
Selain Ustadz Idham Chalid, wawancara juga dilakukan dengan Ustadz
Abdul Aziz Laia (Lianus Laia) yang sebelumnya juga seorang mualaf dan
lulusan pertama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia, kemudian mengabdikan dirinya sebagai pendidik bagi santri
mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
ini. Beliau menempuh pendidikan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia sebagai snatri selama 5 tahun dan kemudian aktif
mengajar di pesantren ini hingga sekarang kurang lebih sduah 4 tahun dari
tahun 2012 (Laia, 2017: 1).
Latar belakang Ustadz Laia mengajar santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia kurang lebih
memiliki dua alasan, yakni Pertama, karena pesantren ini santrinya mualaf,
sehingga lebih tepat untuk memadukan antara ilmu yang dipelajari dengan
pengalaman pribadinya, seperti ilmu perbandingan agama. Kedua, karena
ingin mengabdi kepada pesantren dan kepada gurunya selama ini yakni
Ustadz Syamsul Arifin Nababan (Laia, 2017: 2).
Selama proses pembelajaran tentunya terdapat suka dan duka yang
diarasakan Ustadz Abdul Laia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang
dirasakan oleh Ustadz Idham Chalid yaitu dalam mengajarkan mualaf dan
perubahan karakter mualaf. Menurutnya, mengajar mualaf itu berbeda
dengan notabene santri lainnya, sehingga harus pandai menarik ulur mualaf.
Selain itu, karakter jahiliyyah mualaf masih sering muncul seperti rasa malas
yang luar biasa dan kemauan tinggi yang kurang. Menurutnya, malasnya itu
berbeda dengan malasnya orang Islam (Laia, 2017: 3).
Berdasarkan paparan hasil wawancara di atas, dapat kita ketahui bahwa
ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
telah memiliki dua kompetensi lainnya yakni personal dan profesional.
Beberapa kompetensi personal yang dapat kita ambil dari hasil wawancara
dengan ustadz di atas diantaranya:
Pertama, pengabdian. Di mana seorang ustadz mengabdikan sebagai
wujud dedikasi diri sepenuhnya kepada Kyai sebagai gurunya ustadz. Rasa
84

ta‟dhim dan tawadhu‟ sangat tampak dalam diri ustadz. Sehingga sebagai
teladan, tentulah pembinaan karakter dirinya harus dapat menjadi contoh
nyata bagi santrinya. Sebagaimana kita ketahui juga, bahwa seorang guru
haruslah dapat menjadi tauladan bagi siswanya. Hal ini tertulis dalam firman
Allah swt. QS. al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:

             

   

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Bahkan Rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas,


memiliki karakter yang luar biasa kuat dan berkualitas, sehingga dalam
membina, mendidik dan mendakwahkan Islam dapat menjadi teladan yang
sempurna bagi umat Islam (Uhbiyati, 1997: 117).
Kedua, pengembangan diri. Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia selalu ingin melatih kemampuan dirinya
khususnya dalma bidang keilmuannya. Bahkan telah terlihat dari niat awal
masuk dan mengabdikan diri di pesantren yakni untuk terus menghafal dan
belajar. Selain itu, pengembangan diri tersebut juga untuk kemudian dapat
memberikan manfaat kepada orang lain, khusus santri mualaf sesuai bidang
keilmuannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa guru sejati adalah orang yang
tidak akan pernah berhenti belajar, maka dengan meminjam kalimat dari
seorang Profesor kita yakni Prof. Komaruddin Hidayat yang dikutip dalam
Kompasiana oleh Wahyudi (2011: 1) bahwa “guru yang malas belajar
sebaiknya tidak boleh mengajar.”
Ketiga, kesabaran. Kesabaran dalam membimbing, membina dan
mendidik sangatlah diperlukan bagi seorang pendidik. Menurut ..... Ustadz di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga harus
memiliki kesabaran, bahkan yang ekstra dalam membina, membimbing dan
mendidik santri mualaf. Seorang mualaf pastilah memiliki watak kafir.
Sehingga merubah watak tersebut tidaklah mudah. Terlebih lagi di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, mayoritas santri
berasal dari daerah yang berwatak keras. Selain itu juga, seorang pendidik di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia haruslah
membina, membimbing dan mendidik santri yang sama sekali belum
mengenal Islam sama sekali. Sehingga apabila dikaitkan dengan teori filsafat
pendidikan, bahwa santri mualaf seperti tabularasa. Teori ini merupakan teori
John Locke, dalam Sardiman (2003: 97-98) menyebutkan bahwa jiwa
sesorang bagaikan kertas putih. Kertas putih ini kmeudian akan mendapatkan
coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar yang akan
menulis, mau ditulisi merah atau hijau, dsb.
85

Selanjutnya, dari aspek kompetensi sosial juga telah dimiliki oleh


ustadz. Beberapa kompetensi sosial yang dapat kita gambarkan dari hasil
wawancara yaitu diataranya: Pertama, kepedulian terhadap kondisi mualaf.
Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
sangatlah mempedulikan kondisi mualaf umumnya, khususnya santri mualaf
yang dibenci, diintervensi atau bahkan diintimidasi baik oleh keluarganya
maupun lainnya. Hal ini juga banyak dirasakan oleh santri mualaf di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sendiri.
Seperti yang dialami oleh Ustadz Abdul Aziz Laia (Nababan, 2015: 215,
221), Ustadz Ali Akbar (Nababan, 2015: 16-18), Annas Mansur Zebua
(Nababan, 2015: 46). Kedua, Kepedulian terhadap iman dan Islam sesama
muslim. Hal ini ditunjukkan jelas terhadap rasa bahagia kala melihat prosesi
keislaman. Pada saat mengucap dua kalimat syahadat, iman dan Islam mualaf
adalah hal yang paling berharga. Terakhir, kepedulian penuh terhadap
pembinaan karakter sesama muslim, khususnya mualaf. Tidak terlepas
bagaimanapun susah dan rintangan yang ada dalam membina karakter
mualaf, namun tetap harus dijalaninya selain sebagai wujud pengabdian,
kewajiban sebagai guru juga sebagai sesama muslim.
Paparan di atas sesuai dengan teori bahwa seorang guru, memang sudah
selayaknya memiliki 4 kompetensi inti yang tertuang dalam UU. No. 14
tahun 2005 dalam Nuraida (2010: 14-21), yakni meliputi kompetensi
Personal, Paedagogik, Profesional dan Sosial. Sesuai dengan pemaparan di
atas, kompetensi Profesional telah tampak dimiliki oleh Ustadz-Ustadz di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Dengan demikian, pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
an-Naba Center Indonesia menjadi sangat mendukung adanya proses
pembelajaran. Kepemilikan terhadap empat kompetensi inti guru yang ada
menjadi hal penguat terhadap adanay dukungan tersebut.

c. Fasilitas
Terlepas dari mewah atau tidaknya fasilitas, unsur ada dapat menjadi
dukungan terhadap suatu proses pembelajaran. Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia mempunyai fasilitas-fasilitas yang
menunjang pembelajaran santri. Fasiltas tersebut dapat berupa dukungan
langsung terhadap pembelajaran seperti perpusatakaan dan internet, atau
dukungan yang bersifat tidak langsung terhadap pembelajaran seperti uang
saku snatri, motor, keperluan sehari-hari dan lain sebagainya (Nisa, 2017: 8;
Zebua, 2017: 8; Laia, 2017: 8; Hidayah, 2017: 8)
Hal tersebut di atas sesuai dengan teori sebagaimana dikemukakan oleh
Tafsir (2014: 90-91), bahwa fasilitas dalam pembelajaran itu snagatlah
penting. Fasilitas tersebut sebagai pendukung pembelajaran yang ada. Seperti
halnya banyak sekali kesulitan terhadap konsep pengetahuan yang harus
dipelajari peserta didik, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa adanya
bantuan alat pelajaran. Alat pelajaran sendiri merupakan bagian dari fasilitas
pembelajaran. Dengan demikian, fasilitas yang cukup ini dapat memberi
dukungan pembelajaran, baik bagi ketersediaan sarana prasarana maupun
semangat belajar santri itu sendiri.
86

d. Dana
Adanya dana memang menjadi faktor yang tergolong cukup sensitif.
Namun sebagai adanya sebuah lembaga, hal tersebut termasuk hal inti dari
pergerakan sebuah lembaga. Disadari atau tidak, adanya dan alokasi dana
yang mencukupi dan sesuai tentu memberikan pengaruh terhadap pesat atau
tidaknya laju sebuah lembaga. Ditegaskan oleh Tafsir (2014: 90) bahwa
“dalam sistem pendidikan, aspek dana atau pembiayaan dapat dimasukkan ke
dalam aspek alat.” Tidak terkecuali di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia. Sebagaimana dikemukakan oleh Ustadz
Chalid (2017: 8) bahwa, “...dana bisa menjadi dua, yakni dapat menjadi
faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa sangat
mendukung berjalannya program ini....”
Sebagaimana juga dikemukakan oleh (Tasir 2014: 96-97) bahwa
sekolah memerlukan dana. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai
keperluan seperti pengadaan alat-alat, gaji guru dan karyawan dan
pemeliharaan alat-alat.
Ditegaskan kembali oleh Tafsir (2014: 98) bahwa “peningkatan mutu
sekolah memerlukan sekurang-kurangnya dua syarat yakni penguasaan teori
pendidikan yang modern dan ketersediaan dana yang cukup.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat
meningkatkan mutu pembinaan dan pembelajarannya, memang sanga erat
berkaitan dengan adanya dana.

Selain faktor-faktor pendukung yang dikemukakan di atas , terdapat pula


faktor penghambata pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-
Naba Center Indonesia. Adapun beberapa faktor penghambat pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik/ santri


Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa santri dapat
menjadi faktor pendukung pembelajaran. Namun, dapat juga menjadi faktor
hambatan dalam pembelajaran. Menurut Ustadz Chalid (2017: 8), “karena
disini adalah pendidikan yang lintas usia....” dalam hal ini, proses
pembelajaran mendapatkan sebuah hambatan karena adanya lintas usia santri
itu sendiri. Perbedaan usia tersebut memerlukan ketepatan metode dan
pendekatan pembelajaran. Sehingga esensi dari pembelajaran dapat
tersalurkan kepada santri. Sedangkan dari sisi santri itu sendiri, terdapat
beberapa hal yang dirasakannya dalam hambatan pembelajaran, diantaranya:
Menurut Zebua (2017: 8), “...kalau yang menghambat itu diri sendiri,
seperti kadang suka malas. Kalau dari pesantren tidak ada yang
menghambat.” Pendapat Zebua dipertegas kembali oleh ustadz Laia (2017:
8), bahwa menurutnya “kalau dalam pembelajaran, yang menghambat itu
semangat belajar anak-anak yang naik turun. Jadi, guru harus benar-benar
memberikan dorongan semangat kepada mereka.” Sedangkan menurut Nisa
(2017: 8), “...bagi saya pribadi sih gak ada kendala, mungkin hambatan itu
efeknya ke keluarga. Seperti jarang sekali bisa berkomunikasi dengan
keluarga. Tapi semua santri memiliki pengalaman-pengalaman yang
87

berbeda.” Selain itu, Hidayah (2017: 8), mengemukakan pendapatnya bahwa


“...yang menghambat itu adalah diri saya sendiri. Seperti rasa malas, susah
menghafal dan lain sebagainya.”
Berdasarkan paparan tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa
poin yang menjadi hambatan pembelajaran pada aspek peserta didik/
santrinya yaitu: 1) perbedaan usia; 2) semangat diri sendiri; dan 3) efek
komunikasi keluarga.

b. Pendidik/ ustadz
Sebagaimana telah dikemuakkan sebelumnya juga, bahwa pendidik atau
guru adalah tombak keberhasilan pembelajaran (sumber). Namun, di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia adanya
guru juga memiliki hambatan-hambatan. Hambatan ini lebih banyak kepada
proses pencarian guru itu sendiri. Namun dalam pembelajaran yang
dirasakan oleh santri hingga saat ini tidak ada. Dipaparkan oleh Nisa (2017:
8), “...kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal
pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami
seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya,
cuman karena terbatas juga....”
Pesantren memang membutuhkan pendidik yang bersedia tinggal di
pesantren. Meskipun tidak tinggal, namun dapat menyerahkan waktu dan
perhatiannya yang cukup banyak kepada pesantren. Sehingga, dalam mencari
pendidik di pesantren aspek jarak menjadi hal utama. Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memerlukan pendidik yang
berkualitas dalam bidangnya, sehingga perlu kriteria khusus dalam
perekrutannya. Selain itu, waktu dan perhatian pendidik kepada pesnatren
khususnya santri menjadi hal utama yang dipertimbangkan. Pemaparan Nisa
di atas, sangat berkaitan erat juga dengan jadwal kegiatan yang akan
dipaparkan selanjutnya.

c. Jadwal
Jadwal kegiatan santri cukuplah padat. Sebagaimana yang telah kita
ketahui bahwa santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia selain belajar di pesantren, juga belajar di luar pesantren.
Usia yang berbeda pula membuat perbedaan tingkat kelas di sekolah
formalnya. Ada yang berstatus SMP, SMA, ataupun kuliah. Sehingga
perbedaan jadwal kegiatan sangatlah berdampak kepada proses pembelajaran
di pesantren. Selain itu, keinginan santri untuk belajar Pendidikan Agama
Islam pada materi-materi lainnya juga belum dapat tersalurkan sepenuhnya.
Sebagaimana telah dikemukakan pada wawancara sebelumnya, bahwa dalam
mencari guru yang bersedia tinggal dan menyerahkan waktunya kepada
pesantren sangatlah susah. Sehingga keinginan untuk belajar dengan materi-
materi lainnya menjadi terbatas. Lebih lanjut, Nisa (2017: 8) memaparkan
bahwa, “...kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa
ditinggalkan, kita harus pandai-pandai mengatur jadwal. Tapi, hampir semua
tidak ada kendalanya.....”
Selain dari keterbatasan jadwal karena guru yang minim kemauan
tinggal di pesantren, pendidik yang telah ada di pesantrenpun tentu memiliki
88

jadwal di luar pesantren. Mengingat pendidik di Pesantren Pembinaan


Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia selain berkewajiban sebagai
pendidik bagi santri mualaf di pesantren, juga berkewajiban kepada umat
muslim lainnya. Tugas dakwah di luar pesantren terkadang menjadi hal yang
membuat proses pembelajaran tertunda. Meskipun begitu, santri di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah dapat
memanfaatkan waktunya dengan baik dan bijak. Berdasarkan hasil observasi
juga, pada saat jam pelajaran namun pendidik berhalangan hadir, santri
secara mandiri dan/atau bekerjasama saling mengisi dengan belajar bersama,
muraja‟ah bersama, ataupun belajar sendiri. Terkadang juga santri
menghafalkan atau melafalkan al-Qur‟an masing-masing. Selain itu,
konfirmasi perpindahan jadwal pembelajaran juga dilakukan oleh ustadz dan
santri. Sehingga pada jam lainnya, di mana santri tidak sedang belajar materi
lainnya dapat di isi oleh ustadz yang berhalangan hadir sebelumnya.

d. Dana
Faktor adanya dana sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dapat
menjadi faktor pendukung dan penghambat pembelajaran di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini. Menurut Ustadz
Chalid (2017: 8) bahwa sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan
tentang dana pada faktor pendukung pembelajaran di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, bahwa cukupnya dana dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Terlebih lagi Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan pendidikan secara gratis
baik di pesantren maupun di luar pesantren (pendidikan formal dari SD
hingga Kuliah) kepada seluruh santri. Bahkan tidak hanya biaya pendidikan,
biaya kehidupan sehari-hari juga ditanggung oleh pihak pesnatren.
Hambatan yang ditimbulkan adanya dana ini sangat berkaitan dengan
adanya donatur. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia belum memiliki donatur tetap bagi pesantren. Sehingga
manajemen keuangan haruslah benar-benar diperhatikan dan diatur
sedemikian rupa. Selain donatur tetap, unit kerja mandiri juga menjadi
pertimbangan pesantren dalam mengembangkan dana pesantren. Hal tersebut
bertujuan agar pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat secara mandiri
terbina dan terlaksana selalu dengan baik.

3. Implikasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren


Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
Implikasi tentu sangat berkitan erat dengan adanya sebuah implementasi.
Implementasi yang ditentukan oleh berbagai faktor, akan dapat memberikan
pengaruh positif atau negatif sebagai hasil dari pelakasanaannya. Pengaruh ini
merupakan apa yang dirasakan oleh dirinya maupun orang lain setelah
melaksanakan sesuatu. Dalam hal ini dikhususkan setelah melaksanakan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia.
Beberapa implikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri
mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia
89

terdiri dari beberapa hal yaitu: a) perubahan karakter; b) militansi Islam; c) Juru
dakwah Islam; d) hafalan al-Qur‟an; dan e) semakin cinta al-Qur‟an; f) lebih
mengenal hakikat Tuhan dan Islam; dan g) semakin percaya diri dan berani
mengakui keislaman dirinya (Chalid, 2017: 9; Laia, 2017: 9; Nisa, 2017: 10;
Zebua, 2017: 10; Hidayah, 2017: 10).
Implikasi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup
efektif. Tujuan utama dalam pembelajaran yakni menjadikan kader dakwah dapat
dicapai. Telebih dari itu, budaya Qur‟ani yang diciptakan di Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan dampak
yang positif juga terhadap kecintaan santri terhadap al-Qur‟an semakin
meningkat dan kuat. Selain itu, Islam merupakan agama yang dapat santri
banggakan dimanapun dan dalam keadaan apapun.
Selanjutnya, agar dapat mendapatkan implikasi yang positif dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, santri sendiri mempunyai beberapa cara
khusus. Cara khusus tersebut digunakan sebagai wujud usaha pribadi dalam
meningkatkan kualitas pemahaman dan penerapan keislamannya sebagai santri
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Cara
khusus tersebut diantaranya membuat schedule kegiatan (Nisa, 2017: 9), fokus
perubahan diri seperti merubah diri menjadi pribadi yang lebih lembut (Zebua,
2017: 9), muraja‟ah, do‟a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar (Hidayah,
2017: 9).
Berdasarkan kedua cara tersebut, tampaknya memiliki sudut pandang yang
berbeda sehingga menghasilkan cara yang berbeda pula. Apabila Nisa lebih
memfokuskan kepada jadwal yang terstruktur dan penuh manfaat, sedangkan
Zebua memfokuskan kepada perubahan sikap dirinya. Sedangkan cara khusus
yang dikemukakan oleh Hidayah tersebut cukup kompleks meliputi usaha dari
hati yakni niat, kemudian diikuti usaha secara lisan yakni dengan do‟a dan
muraja‟ah, serta usaha dengan sikap yakni dengan silaturrahim ke masyarakat
sekitarnya. Cara-cara tersebut merupakan cara yang positif dan perlu komitmen
yang kuat dalam pelaksanaannya.
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah
menetapkan indikator-indikator kebehasilan santri selama menempuh
pembelajaran di pesantren ini. Indikator-indikator ini juga berhubungan erat dari
dampak yang dirasakan baik oleh santri maupun ustadz terhadap santri tersebut.
Meskipun kelulusan santri cenderung lebih ditentukan oleh keridhaan kyai
sebagi pengasuh utama di pesantren, namun secara garis besar dapat
dikemukakan bahwa santri telah siap untuk dikirimkan ke kampung halamannya
kembali dan melaksanakan dakwah di sana apabila telah menyelesaikan masa
studi pendidikan formalnya dan telah menempuh pendidikan agama Islam secara
khusus di pesantren kurang lebih minimal selama 3 – 4 tahun (Chalid, 2017: th;
Laia, 2017: th; Nisa, 2017: th). Lama pendidikan tersebut telah dianggap cukup
matang baik dalam kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Sehingga telah
dianggap mampu untuk mendakwahkan Islam kepada umat lainnya.
Sepanjang perjalanan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba
Center Indonesia telah banyak menghasilkan lulusan yang sudah banyak sekali.
Beberapa lulusan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center
Indonesia telah menjadi juru dakwah yang cukup tersohor di kalangannya.
90

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Laia (2017: th) dan Nisa (2017: th)
diantaranya: a) Ustadz Abdul Aziz Laia; b) Ustadz Ali Akbar; c) Ustadz
Ridhwan Mantero; d) Ustadz Idham Chalid; e) Mohammad Orlando; Hamzah
Dasifa; Muhammad Amiruddin. Beberapa lulusan lainnya banyak yang bekerja
di perusahaan dan lain sebagainya.
Berdasarkan paparan temuan penelitian di atas, berikut akan disajikan bagan
4.1 tentang temuan penelitian.
91

Gambar 4.3
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia
(Sumber: Hasil penelitian, 2017). Sumber: Syarifah, 2017.

S
K
A Pembelajaran A
N di luar D
T Pesantren E
R
Evaluasi R
I
Pembinaan (Tanpa
Raport) D
M
A
U
Pembelajaran K
A
di dalam W
L
Pesantren A
A
(Pend. Lintas H
F Kyai &
Ustadz Usia)

- Pendekatan Kristologi
- Pendekatan Scientific

ASPEK-ASPEK
PEMBELAJARAN PAI

TUJUAN MATERI METODE MEDIA EVALUASI

Pengetahuan Talaqqi, Audio


Aqidah, Sorogan,Tilawat Ceramah, Harian
Pengenalan
Akhlak, i, Halaqah, Speaker, (langsung
Islam
al-Qur‟an, Hafalan, Tahfidz dan PR)
Hadist, Muhadasah, Visual
Penguatan
Fiqh, Ceramah, Peraga, Bulanan
Iman
Sirah Demonstrasi, Tilawati, (per bab/
Nabawiyah, Bimbingan Buku, judul
Pengarahan
Bahasa Arab teman sejawat, Papan Tulis dengan
dakwah
ilmu Kristologi Diskusi, Drill, Au-Vis lisan/tulis)
Penugasan, Video
Penghafal
Pengembangan Pengulangan, Multimedia Tahunan
al-Qur‟an
Diri Inkuiri, Tanya Laptop(ppt), Musabaqah
Muhadharah jawab Internet
92

Kerangka hasil di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama


Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center
Indonesia cukup menarik. Pembelajaran bagi santri mualaf dilaksanakan dengan
melaksanakan pembelajaran di dalam pesantren (non formal) dan di luar pesantren
(formal). Pembelajaran di dalam pesantren yang bersifat non-formal tersebut
dilaksanakan dengan menggunakan konsep pendidikan lintas usia. Sedangkan
pendekatan yang khas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah
pendekatan kristologi dan scientific.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia terlaksana dengan mengembangkan aspek-
aspek pembelajaran yang cukup variatif. Dimulai dari tujuan pembelajaran yakni
pengenalan Islam, penguatan iman, pengarahan dakwah dan penghafal al-Qur‟an.
Kemudian, aspek materi pmebelajaran meliputi pengetahuan dan pengembangan diri.
Metode yang digunakan merupakan kombinasi antara metode pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah dan pesantren. Media yang digunakan juga mencakup
taksonomi media yang meliputi audio, visual, audio visual dan multimedia. Sedangkan
evaluasi yang digunakan yaitu bersifat harian, bulanan dan tahunan. Meskipun
demikian, pembelajaran yang dilaksanakan tidak menggunakan raport.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dan saran


sebagai berikut.

A. Kesimpulan
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan
lembaga non formal yang melaksanakan pembinaan bagi santri yang berstatus
mualaf. Pembinaan tersebut dilaksanakan dengan memberikan bantuan biaya
kepada santri untuk menempuh pendidikan formal di luar pesantren dan
pendidikan non formal di dalam pesantren. Secara umum, pembelajaran dalam
pendidikan formal maupun non formal yang ditempuh santri sama seperti lainnya.
Namun terdapat perbedaan dalam pembelajaran di pesantren yaitu sebagai berikut:
Pertama, pendidikan dilaksanakan dengan konsep pendidikan lintas usia. Kedua,
tujuan pembelajaran di pesantren selain penguatan iman, juga kaderisasi juru
dakwah Islam. Ketiga, materi pembelajaran bersifat dasar. Materi aqidah dan al-
Qur‟an mendapat porsi lebih besar dibanding materi lainnya. Selain itu, terdapat
tambahan materi ilmu kristologi dan muhadharah. Keempat, metode pembelajaran
memadupadankan metode pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal.
Kelima, pendekatan pembelajaran mengkombinasikan pendekatan religus melalui
pendekatan kristologi dan pendekatan scientific. Kelima, evaluasi dilaksanakan
tanpa report tertulis ataupun rapor. Sedangkan kriteria kelulusan merupakan hak
prerogatif kyai dengan standar persyaratan umum bahwa santri telah menempuh
pendidikan di pesantren minimal selama 3 – 4 tahun.
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki faktor pendukung dan
penghambat yang beragam. Faktor pendukung tersebut meliputi: 1) Santri
memiliki minat belajar yang tinggi; 2) Ustadz memenuhi kriteria kompetensi guru;
3) Fasilitas lengkap dan memadai; 4) Dana mencukupi pada saat membutuhkan.
Kemudian faktor penghambat meliputi: 1) Santri berbeda usia dalam satu kelas dan
semangat belajar yang kurang konsisten; 2) Ustadz yang bersedia all-out untuk
santri sulit didapatkan; 3) jadwal kegiatan mengikuti jadwal ustadz; dan 4) dana
terbatas karena belum adanya donatur tetap dan Unit Usaha Mandiri.
Implikasi yang dirasakan mualaf dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu:
1) perubahan karakter; 2) militansi Islam; 3) Juru dakwah Islam; 4) hafalan al-
Qur‟an; 5) semakin cinta al-Qur‟an; 6) lebih mengenal hakikat Tuhan dan Islam;
dan 7) semakin percaya diri dan berani mengakui keislaman dirinya.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran dapat dikemukakan sebagai
berikut:
Bagi kyai dan ustadz, saran secara umum yaitu diharapkan untuk
mengembangkan dan mengorganisir desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi mualaf meliputi tujuan, materi, metode, media dan evaluasi, sehingga dapat
menjadi model pembelajaran mualaf bagi lembaga lainnya. Saran khusus yaitu

93
94

diharapkan untuk menambahkan materi pembelajaran baik bersifat pengetahuan


maupun pengembangan diri seperti Bahasa Inggris, enterpreunership dan lain
sebagainya. Selain itu, diharapkan untuk membuka program relawan untuk
membantu dan/ atau mendampingi ustadz dalam melaksanakan pembelajaran,
seperti dengan bekerjasama dengan organisasi mahasiswa, masyarakat dan lain
sebagainya. Melalui program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran dan efektifitas pelaksanaan jadwal pembelajaran terkait. Terakhir,
keterbatasan dana pesantren dalam mendukung pembelajaran dapat diatasi dengan
mencari donatur tetap dan pendirian unit usaha mandiri.
Bagi santri diharapkan dapat meningkatkan komitmen diri dalam belajar,
meningkatkan rasa ingin tahu dan meningkatkan minat serta bakat yang dimiliki,
sehingga tujuan yang diharapkan baik oleh kyai, ustadz, orang tua maupun diri
santri sendiri dapat terwujud dengan sempurna. Selain itu, hendaknya senantiasa
menjaga dan mengembangkan hafalan al-Qur‟an yang telah dimiliki, sehingga
selain semakin bertambahnya iman, juga dapat menjadi pendakwah Islam yang
senantiasa mengharumkan al-Qur‟an sepanjang zaman.
Bagi pemerintah dan masyarakat diharapkan untuk andil memberikan
dukungan terhadap program pembinaan mualaf baik dalam segi moril maupun
materi. Selain bantuan dana, dukungan tersebut seperti kerjasama dalam bidang
pendidikan formal santri, sehingga akses santri mualaf dalam meraih
pendidikannya dapat secara mudah dan luas didapatkan sesuai bakat dan minatnya.
Selain itu, kerjasama dalam penciptaan kondisi yang ramah, aman dan nyaman
bagi mualaf, sehingga mualaf dapat secara nyaman, percaya diri dalam bergaul,
dan merasakan nikmatnya menjadi muslim.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
1. Bahasa Indonesia
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2011. Cet. 2.

Amin, Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Amzah. 2010.
Cet. 2.

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya. Bina Ilmu.
1983.

Arifin, Anwar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta. Balai Pustaka.


2005.

Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung. Pustaka Setia. 2008.

Arifin. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner, Edisi Revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2003.

Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir ath-Thabari (Terj. Jami’
al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Qur’an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008.

Ath-Thorabilisiy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah


Islamiyah; dalam Perspektif Ahlusunnah wal Jamaah. Bandung. Pustaka
Setia. 1999.

Aziz, Ali. Edisi Revisi Ilmu Dakwah. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
2009. Cet. 2.

Azra, Ayumardi. Pendidikan Islam,Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium


Baru. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 2000.

Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta.


Logos Wacana Ilmu. 1999.

Bahjat, Ahmad. Akulah Tuhanmu. (Terj. Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah:


Risalah Jadidah fi at-Tawhid). Bandung. Pustaka Hidayah. 2005.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2012. Cet.
10.

Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan


Madrasah. Yogyakarta. PT. Tiara Wacana. 2001.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam; Dalam Sistem Pendidikan Nasional di


Indonesia. Jakarta. Kencana. 2004.

95
96

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PT


Gramedia Pustaka Utama. 2016. Cet. 10. Edisi IV.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Atas Pandangan Hidup Kyai.


Jakarta. LP3ES. 1992.

Fajar, Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta. Lembaga


Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia/ LP3NI.
1998.

Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan. Tangerang


Selatan. Inbook. 2011.

Haq, Hamka. Islam: Rahmah untuk Bangsa. Jakarta. RMBOOKS. Rakyat


Merdeka Group. 2009.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT.


RajaGrafindo Persada. 2013.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Rajawali


Pers. 2013.

Hidayat. Bahasa Arab Qur’ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008.

Isma‟il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar
Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012.

Ismail. Dinamikan Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.


2002.

Jalaludddin. Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.

Jamil, M. Akhlak Tasawuf. Ciputat. Referensi. 2013. Cet. 1.

Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Uhul Fiqih. Semarang. Dina Utama. 1994.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta.Amzah. 2010. Cet. 4.

Khosin. Tipologi Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2006.

Lang, Jeffrey. Struggling to Surrender; Berjuang untuk Berserah (Pergulatan


Sang Profesor Menemukan Iman). Jakarta. PT. Serambi Ilmu Semesta.
2008. Terj. Struggling to Surrender: Some Impressions of an American
Convert to Islam. Maryland. Amana Publications. 1994.

Madjid, Nurcholish. Islam: Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis


tentang Masalah Keimanan, Kemanusian, dan Kemodernan. Jakarta:
Paramadina. 1992.
97

Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta. Paramadina. 2003.

Mahfud, Rois. Al-Islam; Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Erlangga. 2011.

Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2011.

Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf. Jakarta. Kalam Mulia. 2003. Cet. 5.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis


Kompetensi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2005. Cet. II.

Majid, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006.

Al-Maraghi, Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang. Toha Putra.


1987. Jilid 10.

Mardia. Perencanaan Kurikulum PTKI (Teori dan Praktik). Yogyakarta. The


Phinisi Press. 2015.Cet. 1.

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Al-Ma‟arif.


1989. Cet. VIII.

Mas‟ud, Abdurrahman. Menggagas Pendidikan Islam Non Dikotomik,


Humanisme Religius Sebagai Paradima Pendidikan Islam. Yogyakarta.
Gema Media. 2002.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesnatren: Suatu Kajian Tentang Unsur


dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta. INIS. 1994.

Masyhud, Sulthon dan M. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta.


Diva Pustaka. 2005.

Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur’an. Jakarta. Zaman. 2015.

Megawangi, Ratna dkk. Pendidikan Holistik. Cisalak. Indonesia Heritage


Foundation. 2013. Cet. 4.

Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-


Normatif. Jakarta. Amzah. 2013.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.PT.Remaja


Rosdakarya. 2011.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahma. Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah


Nabawiyah (Ter.). Jakarta. Qisti Press. 2016. Cet. 4.

Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 5.
98

Mulkan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat


Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta. SIPRESS. 1993.

Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press. 2010.

Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. Cet. 5.

Nababan, Syamsul Arifin. Mengapa Kami Memilih Islam: Testimoni Para


Santri Mualaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Jakarta. Pustaka
Annaba Center Indonesia. 2015.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta. Depag. 1993. Jilid 2.

Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta. UI Press.


1979. Jilid 1.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 1997.

Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Group. 2012.
Cet. 2.

Nuraida. Pendidikan Karakter untuk Guru. Ciputat. Islamic Research


Publishing. 2010.

O‟dea, Thomas F. Sosiologi Agama: suatu Pengenalan Awal (Terj. The


Sociology of Religion). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1995. Cet. 6.

Al-Qaradhawi, Yusuf. Reposisi Islam (Terj. Al-Islam Kama Nu‟min Bih


Dhawabith wa Malamih). Jakarta. Al-Mawardi Prima. 2001.

Al-Qaththan, Syaikh Manna‟. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Jakarta. Pustaka


al-Kautsar. 2010. Cet. 5.

Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir al-Qurthubi (Terj. Al-Jami’ li Ahkam al-


Qur’an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Institusi. Jakarta. Erlangga. 2005.

Rahman, Fazlur. Islam, Ter. Ahsin Muhammad. Bandung. Pustaka.1984.

Ramadlan, Abu H.F. Tarjamah Durrotun Nasihin. Surabaya. Mahkota. 1987.

Sabiq, Sayyid. Terjemah Fiqih Sunnah. Bandung. Al-Ma'arif. 1994. Jilid 3.

Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. 2010. Cet.
4.
99

Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV. Pustaka
Setia. 2010. Cet. 1.

Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma’rifah Ibn ‘Athaillah dalam al-
Hikam. Bandung. Fajar Media. 2012.

Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan
Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1. 2000.

Shaleh, Sonhaji (terj). Dinamika Pesantren, Kumpulan Makalah Seminar


Internasional, The Role of Pesantren in Education and Community
Development in Indonesia. Jakarta. P3M. 1988.

Sholeh, Asrorun Ni‟am. Reorientasi Pendidikan Islam; Mengurai Relevansi


Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian. Jakarta. eLSAS. 2006. Cet. 3.

Siradj, Said Aqil (et.al).Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan


Transformasi Pesantren. Bandung. Pustaka Hidayah. 1999.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif: Dilengkapi dengan Contoh


Proposal dan Laporan Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2005.

Sukardi, H.M. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan Praktiknya.


Jakarta. Bumi Aksara. 2008.

Sutrisno dan Suyatno. Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern. Jakarta.


Kencana. 2015.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya. 2014. Cet. 11.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung. Remaja


Rosdakarya. 2001.

Tafsir, Ahmad. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung. PT. Remaja


Rosdakarya. 2009. Cet. IV.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung. PT. Remaja


Rosdakarya. 2007. Cet. 9.

Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2012. Cet. 1

Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta.


PT. RajaGrafindo Persada. 2004.

Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama (Terj.). Jakarta. RajaGrafindo


Persada. 2000.
100

Tilaar, H.A.R. Manifeso Pendidikan Nasional; Tinjauan dari Perspektif


Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta. Kompas. 2005. Cet. 1.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. CV. Pustaka Setia. 1997. Cet.
1.

Usman, Moh. Uzer. Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1993.

Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren.


Yogyakarta. LKIS Yogyakarta. 2001.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Madjid Terhadap


Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta. Ciputat Press. 2002.

Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren.


Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2005.

Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010. Cet. 10.

2. Bahasa Asing
Al-„Amari, Abi Su‟ud Muhammad bin Muhammad. Tafsir Abi Su’ud. Beirut,
Lebanon. tt. Juz. 3.

Bulliet, Richard W. Conversion to Islam and Emergence of Muslim Society in


Iran. Dalam Levtzion, Nehemia, (ed.), Conversion to Islam. New York.
Holmes & Meier Publisher INC. 1979.

Al-Ghazali. Ihya’ ulum al din. Beirut Dar el Fikr. 2016.

James, William. The Varieties of Religious Experience. New York. The


Macmillan Company. 1967.

Jauhari, al-Hakim Syeikh Thodhowi. Al-Jawahir: Fi Tafsir al-Qur’anul Karim.


Dar El Fikr. tt.

Al-Khawarizmi, Abi Qasim J. Muhammad bin Umah az-Zamakhsyari. Al-


Kasyaf. 1972.

McGuire, Meredith B. Religion, the Social Context. Belmont. Wadsworth


Thomson Learning. 2002.

Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqh Sunnah. Kairo. 2011.

Sharp, John dkk. Education Studies; an Issues-based approach. Southernhay


East. Learning Matters Ltd. 2006.

Taylor, Edward Burnett. Primitive Culture. London. John Murray, Albemarle


Street. 1871. Vol. 1.
101

Tim Penyusun. Al-Muntakhab Fi Tafsir al-Qur’anul Karim. Arab. 1993.

Winch, Christoper dan John Gingell. Philosophy of education; the key concepts
second edition. New York. Routledge. 2008.

B. Jurnal dan Prosiding


1. Bahasa Indonesia
Hakim, Ramlah. Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi
Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap
Regency, South Sulawesi Province). Jurnal. Jurnal “Al-Qalam” Volume
19 Nomor 1 Juni 2013.

Hasan, Muhammad. Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren.


Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman. Vol. 23 No. 2. Desember 2015: 295-
305.

Hermawan, Sigit. Aplikasi Dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow Pada


Manajemen Bisnis, Humanisme Dan Pembelajaran. Jurnal Akuntansi,
Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp). Vol. 5 No. 2 – Februari
2009.

Hidayati, Sri. Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan


Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif. Jurnal Dakwah.
Vol. XV, No. 1, Tahun 2014.

Irman. Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling Islam


di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Conference
Proceedings. AICIS XII.

Irwan dkk. Penerimaan Penggunaan Istilah Mualaf dalam Kalangan Mualaf di


Malaysia. Jurnal Infad. Vol. 6, 2015.

Noviza, Neny. Penggunaan Bibliotherapy dalam Membantu Penyesuaian Diri


pada Mualaf Tionghoa Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho
Palembang. Jurnal. Intizar, Vol. 21, No. 2, 2015.

Rahman, Azman Ab dan Norlina Ismail. Persepsi Mualaf Terhadap Pengisian


Pengislaman Dan Program Pembangunan Mualaf: Kajian Di Negeri
Sembilan. Jurnal. Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains
Islam Malaysia pada tahun 2015. Di presntasikan dalam International
Conference on Masjid, Zakat & Waqf 2015 (IMAF 2015) tanggal1 & 2 Disember
2015. Kod penyelidikan: PPP/UTG-0213/FSU/30/13013.

Sholihin, Mohammad Muchlis. Modernisasi Pendidikan Pesantren, Jurnal


Tadrîs, Volume 6. Nomor 1. Juni 2011.
102

2. Bahasa Asing
Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Jurnal Comparative
Education. Vol. 40, No. 4, November 2004.

Hilgendorf, Eric. Islamic Education: History and Tendency. Peabody Journal


of Education. Vol. 78, No. 2, 2003.

Kadi, Wadad. Education in Islam –Myths and Truths. Jurnal Comparative


Education Review. Vol. 50, No. 3, Agustus 2006.

Kazmi, Yedullah. Islamic Education: Traditional Education or Education of


Tradition?. Jurnal Islamic Studies. Vol. 42, No. 2, 2003.

Majid, Mariam Abd., dkk. The Conversion og Muallaf to Islamin Selangor:


Study on Behavior and Encouragement. Mediterranean Journal of Social
Sciences. Vol. 7, No. 3, S 1, May 2016.

Noakes, Greg. Reviewe Work(s): Struggling to Surrender: Some Impressions of


an American Convert to Islam by Jeffrey Lang. Middle East Journal. Vol.
49, No. 2, 1995.

Peek, Lori. Becoming Muslim: The Development of a Religious Identity.


Jurnal Sosiology of Religion. Vol. 66, No. 3, 2005.

Yudha, Ansfiksia Eka Poetra. Mualaf Center Design as an implementation of


Psychological and Economical Effect for Mualaf in Malaysia. Journal of
Islamic Architecture. Vol 4, No. 1, June 2016.

C. Tesis
Nuthpaturahman. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di
Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama
Islam. Sekolah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin. 2017.

Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi Sejarah
dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2007.

D. Lainnya
Badan Pusat Statistik. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
(http://www.bps.go.id)
Brosur Penerimaan Santri Mualaf Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba
Center Indonesia

Jamilah, Shobariyah. Metode Tilawati Ajarkan al-Qur‟an dengan Seni. Online.


Diposting dalam MirajNews, Islamic News Agency. Diakses pada Minggu,
18 Juni 2017.
103

(https://www.google.co.id/amp/mirajnews.com/2015/08/metode-tilawati-
ajarkan-al-quran-dengan-seni.html/amp)

Oxford Dictionaries. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.


(https://en.oxforddictionaries.com/definition/conversion).

Pew Research. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.


(http://www.pewresearch.org/fact-tank/2016/07/22/muslims-and-islam-key-
findings-in-the-u-s-and-around-the-world/)

Republika. HBMI: Pembinaan Mualaf Belum Profesional. Republika Online.


Diposting pada Rabu , 19 November 2014, 18:10 WIB. Diakses pada Sabtu,
19 Februari 2017. (http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/mualaf/14/11/19/nfa9p7-hbmi-pembinaan-mualaf-belum-profesional)

Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam. Republika
Online. Diposting pada Rabu , 01 Februari 2017, 23:22 WIB. Diakses pada
Sabtu, 19 Februari 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/islam-nusantara/17/02/01/okpetz394-lima-tahun-terakhir-ada-10-ribu-
orang-masuk-islam)

Republika. Menag Sambut Baik Pembentukan Lembaga Mualaf. Republika Online.


Diposting pada Jumat , 27 Februari 2015, 16:15 WIB. Diakses pada Sabtu,
19 Februari 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/mualaf/15/02/27/nkfb1h-menag-sambut-baik-pembentukan-lembaga-
mualaf)

Republika. Pola Pembinaan Pesantren Mualaf Annaba Center Jadi Contoh.


Republika Online. Diposting pada Kamis , 05 February 2015, 15:06 WIB.
Diakses pada Minggu, 12 Juni 2017.
(http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/15/02/05/njah79-
pola-pembinaan-pesantren-mualaf-annaba-center-jadi-contoh)

Sadly, Rahman. Annaba Center, Didik Mualaf di Pesantren. Republika Online.


Diposting pada Kamis , 02 March 2017, 17:05 WIB. Diakses pada Minggu,
12 Juni 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/mualaf/17/03/02/om6mp9313-annaba-center-didik-mualaf-di-
pesantren)

Sujarwo. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi). Makalah.


Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta. tt.

Tim Redaksi. Muallaf News: Inspiration for Muallaf. Majalah. Edisi 1, Juli 2012.
Undang-Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003
104

Wahyudi, Johan. Guru Malas Belajar (Sebaiknya) Tidak Boleh Mengajar.


Kompasiana Online. Diposting pada 13 Desember 2011 pukul 07: 56: 50
WIB. Diakses pada Minggu, 18 Juni 2017.
(https://www.google.co.id/amp/www.kompasiana.com/amp/johanmenulisbu
ku/guru-malas-belajar-sebaiknya-tidak-boleh-mengajar-
550ada83813311df78b1e31b)

Wikipedia. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.


(https://en.wikipedia.org/wiki/Religious_conversion).
Lampiran I
UJI REFERENSI

Nama : Hidayatus Syarifah


NIM : 21100110000017
Judul Tesis : Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan an-Naba Center Indonesia

Al-'Arnari, Abi Su'ud Muhammad bin Muhammad. Taftir Abi Su'ud.


B Lebanon. tt. Juz. 3.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan
2 Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung. PT. Remaja
2011. Cet. 2.
Amin, Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Amzah.
3
2010. Cet. 2.
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsalat dan Agama. Surabaya. Bina
4
Ihnu.1983.
Aritin, Anwar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta. Balai
5
Pustaka. 2005.
Aritin, Bambang Syamsul. Psikologi Bandung. Pustaka Setia.
6
2008.
Aritin. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
7 Pendekatan Interdisipliner, Edisi Revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara.
2003.
Ath-Thabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Taft;r ath-Thabari (Terj.
8 Jami' al-Bayan an Ta'wil Ayi al-Qur'an). Jakarta. Pustaka Azzam.
2008.
Ath-Thorabilisiy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah
9 Islamiyah; dalam Perspektif Ahlusunnah wal Jamaah. Bandung.
Pus taka Setia. 1999.
Aziz, Ali. Edisi Revisi Ilmu Dakwah. Jakarta. Kencana Prenada Media
10
2009. Cet. 2.
Azra, Ayumardi. Pendidikan Islam, Tradis i dan Modernisasi Menuju
11
Melinium Baru. Jakarta. Lo Wacana llmu. 2000.
Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta.
12
Wacana Ilmu. 1999.
Badan Pusat Statistik. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
13
://www
Bahjat, Ahmad. Akulah Tuhanmu. (Terj. Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah:
14
Risalah Jadidah at- Pustaka. 2005.
Brosur Penerimaan Santri Mualaf Pesantren Pembinaan MuallafYayasan
15
An-Nab a Center Indonesia
Bulliet, Richard W. Conversion to Islam and Emergence of Muslim
16 Society in Iran. Dalam Levtzion, Nehemia, (ed.), Conversion to
Islam. New York. Holmes & Meier Publisher INC. 1979.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2012.1
17
Cet. 10. f)
18
Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan
Madrasah. Yogyakarta. PT. Tiara Wacana. 2001.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam; Dalam Sistem Pendidikan /1
f
19
Nasional di Indonesia. Jakarta. Kencana. 2004.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

20
Jakarta. PT GramediaPustaka Utama. 2016. Cet. 10. Edisi N.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Atas Pandangan Hidup

21
Kyai. Jakarta. LP3ES. 1992. tA
Fajar, Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta. Lembaga IV
22 Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia!
LP3NI. 1998. (\
23
Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan. I J

Tangerang Selatan. Inbook. 2011. /


24 AI-Ghazali. Ihya' ulum al din. Beirut Dar el Fikr. 2016. /
Hakim, Ramlah. Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi V
Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in
25
Sidrap Regency, South Sulawesi Province). Jurnal. Jurn.al "AI-
Qalam" Volume 19 Nomor 1 Juni 2013.
Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Jurnal Comparative
26
Education. Vol. 40, No.4, November 2004. I h
27
Haq, Hamka. Islam: Rahmah untuk Bangsa. Jakarta. RMBOOKS. Rakyat ('-'n
y
Merdeka Group. 2009.
Hasan, Muhammad. Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok
28 Pesantren. Jurnal Sosial dan Budaya Keislarnan. Vol. 23 No.2.
-

Desember 2015: 295-305.


Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT. I
29
RaiaGrafindo Persada. 2013.

Hawi, Alanal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta.

30
Rajawali Pers. 2013. h
31
Hermawan, Sigit. Aplikasi Dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow
Pada Manajemen Bisnis, Humanisme Dan Pembelajaran. Jurnal V
Akuntansi. Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp). Vol. 5
No.2 - Februari 2009. n
32 Hidayat. Bahasa Arab Qur 'ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008. / /
33

34
Hidayati, Sri. Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan
Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif. Jurnal
Dakwah. Vol. XV, No.1, Tahun2014.
Hilgendorf, Eric. Islamic Education: History and Tendency. Peabody
Journal ofEducation. Vol. 78, No.2, 2003.
r
Irman. Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling
35 Islam di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat.
Conference Proce~dings. AlCIS XII. I
Irwan dkk. Penerimaan Penggunaan Istilah Mualaf dalam Kalangan
36
Mualaf di Malaysia. Jurnal In/ad. Vol. 6, 2015. \
37 Isma'il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar V
Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012.
Ismail. Dinamikan Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. "
38
2002.
39 Jalaludddin. Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
James, William. The Varieties of Religious Experience. New York. The
,.......
J
40
Macmillan Company. 1967.
41 Jamil, M. Akhlak TasawL!f Ciputat. Referensi. 2013. Cet. 1. I
Jamilah, Shobariyah. MetodeTilawati Ajarkan al-Qur'an dengan Seni.

Online. Diposting dalam MirajNews, Islamic News Agency. Diakses


I
P
42 pada Minggu, 18 Juni 2017.
(httns:llwww. google.co. id/amQ/mirajnews .coml20 1510 8/metode­
tilawati -ai arkan-al-quran-dengan-seni .htmllam..Q)
Jauhari, aI-Hakim Syeikh Thodhowi. AI-Jawahir: Fi Tafiir al-Qur 'anul
43
Karim. Dar EI Fikr. tt. ('I
44
Kadi, Wadad. Education in Islam -Myths and Truths. Jurnal Comparative
Education Review. Vol. 50, No.3, Agustus 2006.
II /
45
Kazmi, Yedullah. Islamic Education: Traditional Education or Education
of Tradition? Jurnal Islamic Studies. Vol. 42, No.2, 2003. y
46 Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Uhul Fiqih. Semarang. Dina Utama. 1994. I
47
Al-Khawarizmi, Abi Qasim J. Muhammad bin Umah az-Zamakhsyari. Al­
Kasyaf. 1972.
48 Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta.Amzah. 2010. Cet. 4.
I
49 Khosin. Tipologi Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2006. ~)
Lang, Jeffrey. Struggling to Surrender; Berjuang untuk Berserah

50
(Pergulatan Sang Profesor Menemukan Iman). Jakarta. PT. Serambi
Ilmu Semesta. 2008. Terj. Struggling to Surrender: Some
Impressions of an American Convert to Islam. Maryland. Amana
Publications. 1994. ./
9
Madjid, Nurcholish.Islam: Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis
51 tentang Masalah Keimanan, Kemanusian, dan Kemodernan. Jakarta:
Paramadina.1992.
52
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta. Paramadina.
2003'.
r,
53
54
Mahfud, Rois. AI-Islam; Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Erlangga.

2011.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2011.
11
IL
55 Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf Jakarta. Kalam Mulia. 2003. Cet. 5. f/
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis
56
Kompetensi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2005. Cet. II.

Majid, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media.

57
2006.
Majid, Mariam Abd., dkk. The Conversion og Muallaf to Islamin
58 Selangor: Study on Behavior and Encouragement. Mediterranean
Journal o(Sociai Sciences. Vol. 7, No.3, S 1, May 2016. J r1
59
AI-Maraghi, Musthafa. Terjemah Tafiir AI-Maraghi. Semarang. Toha
Putra. 1987. Jilid 10. IV
Mardia. Perencanaan Kurikulum PTKI (Teori dan Praktik). Yogyakarta.
60
The Phinisi Press. 2015. Cet. 1. f\
61
Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. AI­
Ma'arif. 1989. Cet. VlIl. )
62
Mas'ud, Abdurrahman. Menggagas Pendidikan Islam Non Dikotomik,
Humanisme Religius Sebagai Paradima Pendidikan Islam.
Yogyakarta. Gema Media. 2002.

-r
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesnatren: Suatu Kajian Tentang

63
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta. INIS. 1994.

64
Jakarta. Diva Pustaka. 2005.
I{/
Masyhud, Sulthon dan M. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren.

Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur 'an. Jakarta. Zaman.
65
2015. (\
66
Thomson Leaming. 2002. )
McGuire, Meredith B. Religion, the Social Context. Belmont. Wadsworth

Megawangi, Ratna dkk. Pendidikan Holistik. Cisalak. Indonesia Heritage J


67
Foundation. 2013. Cet. 4.
68 .
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis
Normat!! Jakarta. Amzah. 2013.
.
/1
& Aplikatif­
.
/J

69 LI
Mol'eong, Lexy J. Mctodologi Penelitian Kualitat!f Bandung.PT.Remaja
Rosdakarya. 2011.

70
AI-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahma. Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah

Nabawiyah (Ter.). Jakarta. Qisti Press. 2016. Cet. 4. /)


JI
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan
71 Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya. 2012. Cet. 5.

Mulkan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat

72
Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta. SIPRESS. 1993.

73
74
2010. !D
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press.

Mustofa, A. Akhlak Tasawuf Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. eet. 5.

)
Nababan, Syamsul Arifin. Mcngapa Kami Memilih Islam: Testimoni Para
75 Santri Mualaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Jakarta. Pustaka
Annaba Center Indonesia. 2015.

76
Jilid 2.

JJ
Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta. Depag. 1993.

Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta. VI

77
Press. 1979. Jilid 1.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.

78
1997.

Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Group.

79
2012. Cet. 2.
Noakes, Greg. Reviewe Work(s): Struggling to Surrender: Some
80

81
Middle East Journal. Vol. 49, No.2, 1995. VJ
Impressions of an American Convert to Islam by Jeffrey Lang.

Noviza, Neny. Penggunaan Bibliotherapy dalam Membantu Penyesuaian I


Diri pada Mualaf Tionghoa Masjid AI-Islam Muhammad Cheng Ho
Palembang. Jurnal. Intizar, Vol. 21, No.2, 2015. (\
82
Nuraida. Pendidikan Karakter untuk Guru. Ciputat. Islamic Research
Publishing. 2010. )
lJ
Nuthpaturahman. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp
Meratus di Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain
83 Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis.
Program Studi Pendidikan Agama Islam. Seko1ah Pascasmjana IAIN
Antasari Baniarmasin. 2017.
O'dea, Thomas F. Sosiologi Agama: suatu Pengenalan Awal (Terj. The
84 Sociology of Religion). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1995.
Cet. 6.
fp~
~
Oxford Dictionaries. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.

85
(h1t12s:llen.oxforddictionaries.comidefinitioniconversion).
86
Peek, Lori. Becoming Muslim: The Development of a Religious Identity.
)
r
Jurnal Sosiology ofReligion. Vol. 66, No.3, 2005.
Pew Research. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
87 (httg:llwww.pewresearch.orgifact-tankl2016/07122/muslims-and­
islam-kev-findings-in-the-u-s-and-around-the-world/)

88
AI-Qaradhawi, Yusuf. Reposisi Islam (Terj. AI-Islam Kama Nu'min Bih

Dhawabith wa Malamih). Jakarta. Al-Mawardi Prima. 2001. L7


89
AI-Qaththan, Syaikh Manna'. Pengantar Studi Ilmu al-Qur'an. Jakarta.
Pustaka al-Kautsar. 2010. Cet. 5. n
90
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi. Jakarta. Erlangga. 2005. Ii
91
AI-Qurthubi, Syaikh Imam. Taftir al-Qurthubi (Ter:j. AI-Jami' Ii Ahkam
al-Qur'an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008. '1
Rahman, Azman Abdan Norlina Ismail. Persepsi Mua1af Terhadap

Pengisian Pengislaman Dan Program Pembangunan Mua1af: Kajian

Di Negeri Sembi1an. Jurnal. Fakulti Syariah dan Undang-Undang,


I
92 Universiti Sains Islam Malaysia pada tahun 2015. Di presntasikan
dalam International Conference on Masjid, Zakat & Waqf 2015 (IMAF ~
2015) tanggal1 & 2 Disember 2015. Kod penyelidikan: PPPIUTG­
0213IFSUl30113013. /\
93 Rahman, Fazlur. Islam, Ter. Ahsin Muhammad. Bandung. Pustaka.1984. / }
94
Ramadlan, Abu H.F. Tarjamah Durrotun Nasihin. Surabaya. Mahkota.
1987.
Republika. HBMI: Pembinaan Mualaf Belum Profesional. Repub/ika

/
,-
Online. Diposting pada Rabu , 19 November 2014, 18:10 WID.

Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017.

95
(httg:llwww .republika.co.idlberitaldunia­
islamlmualaf/14111119/nfa9p7 -hbmi -pembinaan-mualaf-belum­
profesional)
Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam.

96
Republika Online. Diposting pada Rabu, 01 Februari 2017, 23:22
WID. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017.
(hUg://khazanah.republika.co.idlberitaidunia-islamiislam-
nusantara/17102/01lokoetz394-lima-tahun-terakhir-ada-1 O-ribu­
J
orang-masuk-islam} f\

V
Republika. Menag Sambut Baik Pembentukan Lembaga Mualaf.

Republika Online. Diposting pada Jumat, 27 Februari 2015,16:15

WIB. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017.

97
(httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberi taldunia­
islamlmualafll5/02/27/nkfb1h-menag-sambut-baik-Qembentukan­ ../
lembaga-mualaf)
ReQublika. Pola Pembinaan Pesantren Mualaf Annaba Center Jadi Contoh.

Republika Online. Diposting pada Kamis, 05 February 2015, 15:06

WIB. Diakses pada Minggu, 12 Juni 2017.

98
(httQ:IIkhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia­
islam/mualaf/15/02/05/njah79-Qola-Qembinaan-Qesantren-mualaf­

99
annaba-center-iadi-contoh)
Sabiq, Sayyid. Terjemah Fiqih Sunnah. Bandimg. AI-Ma'arif. 1994. Jilid
3.
Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqh Sunnah. Kairo. 2011.
Vn
I,.,

100
101
Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya.
2010. Cet. 4.
Ij
Sadly, Rahman. Annaba Center, Didik Mualaf di Pesantren. Republika

Online. Diposting pada Kamis , 02 March 2017, 17:05 WIB. Diakses

pada Minggu, 12 Juni 2017.

102
(httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia­

103
islamlmualaf!17103/02/om6mQ9313-annaba-center-didik-mualaf-di­
pesantren)
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV.
! 7nV
Pustaka Setia. 2010. Cet. 1.
Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma'rifah Ibn 'Athaillah dalam ..J
104
al-Hikam. Bandung. Fajar Media. 2012.

Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi

105
dan Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1.2000.
Shaleh, Sonhaji (terj). Dinamika Pesantren, Kumpulan Makalah Seminar
106 Internasional, The Role 0/Pesantren in Education and Community
Development in Indonesia. Jakarta. P3M. 1988. /I }
' /
Sharp, John dkk. Education Studies; an Issues-based approach.
107
Southernhay East. Leanung Matters Ltd. 2006.

108
Sholeh, Asrorun Ni'am. Reorientasi Pendidikan Islam; Mengurai

Relevansi Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian. Jakarta.


eLSAS. 2006. Cet. 3.
_V
Sholihin, Mohammad Muchlis. Moden-usasi Pendidikan Pesantren, Jurnal
109
Tadrfs, Volume 6. Nomor 1. Juni 2011.

Siradj, Said Aqil (et.al).Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan

110
dan Transformasi Pesantren. Bandung. Pustaka Hidayah. 1999.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif: Dilengkapi dengan Contoh

111
Proposal dan Laporan Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2005. r\

112
Sujarwo. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi).
Makalah. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. tt.
I)
113

114
Sukardi, H.M. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan
Praktiknya. Jakarta. Bumi Aksara. 2008.
Sutrisno dan Suyatno. Pendidikan 1:;lam di Era Peradaban Modern.
Jakarta. Kencana. 2015.
r
1/
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. /
115 /
Remaia Rosdakarya. 2014. Cet. II.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung.

116
Remaia Rosdakarya. 200!.

Tafsir, Ahmad. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung. PT. Remaja

117
Rosdakarya. 2009. Cet. IV.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung. PT.

118 i
Remaja Rosdakarya. 2007. Cet. 9. (1+--­
119 Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2012. Cet. 1 \
Taylor, Edward Burnett. Primitive Culture. London. John Murray,
120
Albemarle Street. 1871. Vol. 1. I
121
Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan.
Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2004.

/
Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama (TeIj.). Jakarta.

122
RajaGrafindo Persada. 2000.

123
Tilaar, H.A.R. Manifeso Pendidikan Nasional; Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta. Kompas. 2005. Cet. 1. I~


124 Tim Penyusun. AI-Muntakhab Fi Taf~ir al-Qur 'anul Karim. Arab. 1993. I l
125
Tim Redaksi. Muallaf News: Inspiration for Muallaf. Majalah. Edisi 1,
Juli 2012. 1/
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. CV. Pustaka Setia. 1997. V
126
Cet. 1.

Undang-Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional No. 20

127
tahun 2003

128
Usman, Moh. Uzer. Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya.

1993.
{}
Wahid, Abdurrahman. 1'vfenggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren.

129
Y ogyakarta. LKIS Yogyakarta. 2001.

Wahygdi, Johan. Guru Malas Belajar (Sebaiknya) Tidak Boleh Mengajar.

KomQasianaOnline. Dinosting nada 13 Desember 2011 nukul 07:


-'
V
56: 50 WIB. Diakses nada Minggy, 18 Juni 2017.
130
ilinp~jLwF~,gQQgle.cQ,iQ/amn/www.,kol!illasiana.cQ1TIt.!!mp/jQhanme
!1lJli§QlIk)l1 guru-1TI.1:tl?§- b~J? j ar-§..~bailmY?.~liQak -bo leh..:m~!1g?i!lr-
S50ada83813311df78ble31b) b
~
Wikipedia. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017.
131
(httPs:llen.wikipedia.org/wikilReligious conversion).
f
132
Winch, Christoper dan John Gingell. Philosophy of education; the key I
concepts second edition. New York. Routledge. 2008.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Madjid Terhadap

133
Pendidikan Islam Tradisior.al. Jakarta. Ciputat Press. 2002.
Yudha, Ansfiksia Eka Poetra. Mualaf Center Design as an implementation
134 of Psychological and Economical Effect for Mualaf in Malaysia.
Journal ofIslamic Architecture. Vo14, No.1, June 2016. AI
V
135
Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan
Pesantren. Jakarta. PT. RaiaGrafindo Persada. 2005. I)
136
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010.
eet. 10. y
~
Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi
137 Sejarah dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasatjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2007.

Jakarta, 25 Agustus 2017


Mengetahui,
Dosen Rembimbing Tesis
Lampiran 2
PEDOMAN OBSERVASI

JUDUL PENELITIAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF


TEMPAT PENELITIAN : PONDOK PESANTREN AN-NABA
HARII TANGGAL OBSERVASI

1. Lokasi Mudah tetjangkau dan


Pesantren strategis

2. si fisik & - Bangunan kokoh dan


luas;
Prasarana - Sarana prasarana
pendukung lengkap, mendukung
pembelajaran dan dalam kondisi
baik.

3. Proses - hlteraksi guru dan


pembelajaran siswa bersifat formal;
secara umum - Memiliki jadwal
kegiatan
pembelaj aran rutin

4. Aktivitas guru - Aktivitas guru dalam


pembelajaran dimulai
salam pembuka
hingga penutup;
- Manaj emen kelas
yang baik oleh guru.

5. Kelengkapan Dokumen Perencanaan


dokumen dan pendukung
pendukung Pembelaj aran lengkap
pembelajaran dan seSUal tujuan
pembelajaran.
6. Metode yang Metode pernbelajaran
digunakan yang digunakan
bervariasi,
rneningkatkan sernangat
belajar santri dan sesuai
tujuan pembelajaran.

7. Media yang - Terdapat buku materi


digunakan - Media pernbelajaran
lainnya yang
digunakan
mendukung terhadap
rnateri dan tujuan
pernbelaj aran.

8. Tata waktu dan - Jadwal kegiatan


ternpat dalarn pernbelajaran berjalan
pernbelajaran tertib dan teratur;
- Ruang kelas dan
prasarana di kelas
tertata rapl dan
digunakan sesuai
fungsinya dalarn
j)ernbelaj aran.
9. Kondisi santri - Santri memiliki
saat sernangat dan
pernbelajaran kecintaan belajar
yang tinggi;
- Santri rnengikuti
pernbelajaran dengan
tertib dan disiplin;
- Santri aktif dalam
pembelaj aran.
10. Situasi dan Situasi dan kondisi
kondisi lingkungan pesantren
lingkungan arnan, nyaman dan
pesantren rnendukung tercapainya
tujuan pernbelajaran.

Kriteria Penilaian:
4 = Sangat Baik
3 = Baik
2 = Kurang
1 = Sangat Kurang
Lampiran 3
PEDOMANWAWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK

BIODATA SINGKAT

NAMA ...................................................................... .

JABATAN ...................................................................... .

INSTANSI ...................................................................... .

RIWA Y AT PENDIDIKAN :

DAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI
1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
2. Apa yang mendorongl me1atar be1akangi ustadzl ustadzah mengajar santri mualaf di
pesantren ini?
3. Apa suka duka yang dirasakan se1ama mengajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
santri mualaf di pesantren ini?
Materi
2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri mualaf?
3. Apakah ustadz/dzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelajaran
pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mualaf?
Metode dan Media
4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam?
5. Metode apa saja yang ustadz/dzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam?
Evaluasi
7. Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran pendidikan
agama Islam santri mual(1f?
8. Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf
setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Pelaksanaan
9. Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?

.......................... , .......................... 2017

c·····················································.......)

PEDOMAN W A W ANCARA

SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK

BIODATA SINGKAT

NAMA ........................................................................... .

USIA ........................................................................... .

KELAS ........................................................................... .

INSTANSI ........................................................................... .

DAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI
1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?
3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang
lain, siapa itu?
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Apa tujuan yang mgm anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di
pesantren ini?

Materi
2. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
3. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai
dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?

Metode dan Media


4. Bagaimana caral metode ustadz/ustadzah memberikan pembe1ajaran agama Islam
kepada anda?
5. Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?
6. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?

Evaluasi
7. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
8. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islam di pesantren ini?
Pelaksanaan
9. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
1O.Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan pencrapan
keislaman di pesantren ini?

.......................... , .......................... 2017

( ............................................................)

Lampiran 4

PEDOMANSTUDIDOKUMEN
JUDUL PENELITIAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF
TEMPAT PENELITIAN : PONDOK PESANTREN AN-NABA

CHECKLIST
NO ELEMEN PENELITIAN
ADA TIDAK
1. Data letak geografis pesantren
2. Data tentang struktur organisasi pesantren
3. Visi, misi dan tuiuan pesantren
4. Data tentang ustadzJ ustadzah pesantren
5. Data tentang siswal santri
6. Data tentangjadwal kegiatan
7. Data tentang rincian pembiayaan

Data tentang buku-buku yang digunakan dalam

8.
pembelaj aran
9. Data tentang dokumen pembelajaran mualaf

Data tentang keadaan gedung, sarana dan prasarana

10.
pesantren
II. Data tentang lulusan
Lampiran 5
LAPORAN HASIL OBSERVASI

JUDUL PENELITIAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF


TEMPAT PENELITIAN : PONDOK PESANTREN AN-NABA
HARII TANGGAL OBSERVASI : RABU/ 03 MEl 2017

1. Lokasi Mudah tetjangkau - Mudah ditemukan


Pesantren dan strategis lokasinya melalui GPS
rnaupun bertanya melalui
masyarakat sekitar
pesnatren.
- Berada tidak jauh dari
jalan (meskipun masuk

2. Kondisi fisik & - Bangunan kokoh - Gedung luas, indah dan


Sarana dan luas; tampak kokoh
Prasarana - Sarana prasarana - Memiliki ruang kelas dan
pendukung lengkap, sarana prasarana lainnya
pembelaj aran mendukung dan seperti mushola yang
dalam kondisi nyaman, indah dan
baik. mendukung
pembelaj aran.
- Terpisah antara gedung
snatri putra dan putri
- Dilengkapi Juga kamar
yang nyaman dan bagus
bagi santri.
- Kamar mandi dan dapur
juga dalam kondisi

3. Proses • Interaksi guru ­ Pesantren memberikan


pembelaj aran dan siswa seperti kegiatan-kegiatan kepada
secara umum di pembelajaran snatri selain pemahaman
sekolah formal; agama, juga bahasa.
- Memiliki jadwal - Ustadz memberikan
kegiatan pembelaj aran seperrti
pembelaj aran sistem sekolah formal,
rutin namun juga ada yang non
formal seperti maj lis
ta'lim, sorogan dan lain
4. Aktivitas guru - Aktivitas guru - Pada saat observer
dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran pebelajaran Bahasa Arab
dimulai salam dengdn U stadz U samah,
pembuka hingga melihat bahwa ustadz
penutup; memberikan
- Manajemen kelas pembelajaran yang baik.
yang baik oleh - Sebelum belajar, ustadz
guru. mengkondisikan dan
mengatur tempat duduk
..J
santri.
- Saat pembelajaran, ustadz
sangat ramah dna sabar.
Ia juga selalu
memberikan reward
berupa otivasi dan pujian
kepada snatri.
- Ustadz sangat tegas dan
mengutamakan adab/
akhlak.
5. Kelengkapan Dokumen Belum melihat bentuk fisik
dokumen Perencanaan dan dokumen pendukung
pendukung pendukung pembelajaran secara
pembelajaran Pembelajaran langsung saat observasi .
..J
lengkap dan sesuai
tujuan
pembelajaran.

6. Metode yang Metode Ustadz menerapkan metode


digunakan pembelajaran yang yang klasik, namun
digunakan dikemas denggan
bervariasi, menyenangkan dan
meningkatkan membangkitkan semangat
semangat belajar belajar santri. Selain itu,
santri dan sesuai siswa juga diberikan PR
..J
tujuan untuk dihafalkan atau
pembelaj aran. lainnya. Pada saat
observasi, metode yang
digunakan adalah
percakapan/ hiwar,
demonstrasi, hafalan dan
pengulangan.
7. Media yang - Terdapat buku - Buku materi snagat
digunakan materi lengkap Jan peralatan
- Media pembelaj aran seperti
pembelajaran papan tulis, spidol dan
lainnya yang lain sebagainya dalam
digunakan kondisi baik dan rapi.
mendukung - Selain itu, santri sangat
terhadap materi senang menggunakan
dan tujuan speaker murottal pada
pembelaj aran. saat di luar jam pelajaran.
8. Tata waktu dan - Jadwal kegiatan Semua sarana dan
tempat dalam pembelaj aran prasarana tertata rapi dan
pembelaj aran berjalan tertib digunakan sesuai dengan
dan teratur; fungsinya pada saat
- Ruang kelas dan pemebelajaran. Selain itu,
prasarana di jadwal kegiatan juga
kelas tertata rapi berjalan rutin. Narnun
dan digunakan terkadang waktunya tidak
sesuai fungsinya teratur atau terpaksa
dalam mundur karena mengikuti
pembelajaran. jadwal kegiatan ustadz di
luar~esantren.
9. Kondisi santri - Santri memiliki - Santri snagat antusias
saat semangat dan dalam pembelaj aran di
pembelajaran kecintaan belajar kelas. Selain itu, di luar
yang tinggi; kelas juga snagat antusias
- Santri mengikuti belajar pribadi atau
pembelajaran sekedar murajaah hafalan
dengan tertib dan al-Qur'an.
disiplin; - Santri sangat aktif
- Santri aktif bertanya tentang hal yang
dalarn belum dimengertinya atau
pembelajaran. dalarn menjawab
pertanyaan ustadz.

10. Situasi dan Situasi dan kondisi Kondisi lokasi nyaman dan
kondisi lingkungan tidak bising. Dapat
lingkungan pesantren arnan, dikatakan sangat
pesantren nyaman dan mendukung pembelaj aran.
mendukung
tercapainya tujuan
pembelaj aran.

Kriteria Penilaian:
4 = Sangat Baik 2 = Kurang
3 = Baik 1 = Sangat Kurang
Lampiran 6

TRANSKIP WAWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK

Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 23 Mei 2017, puku113.00 sid 14.30 WIB.

Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip

wawancara.

BIODATA SINGKAT
NAMA : U stadz Idham Chalid
JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren
INSTANSI : Yayasan an-Nab a Center Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN
Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (S1)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta Fak. Ushuluddin (S21 sedang berlangsung)

HASIL WAW ANCAR<\.


KATEGORI PRIBADI
1. Tanya: Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
Jawab: "Sudahsekitar kurang lebih 7 tahun".

2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri
mualaf di pesantren ini?
Jawab: "Berawal ketika saya masih berada di bangku kuliah, saya pribadi rnencari
pesantren yang memiliki program tahfidz a1-Qur'an. Kernudian, ternan saya
menawarkan pesantren an-Naba ini untuk belajar dan tinggal disini. Ketika itu, saya
tidak mau, karena di pesantren ini belum ada program tahfidz tersebut. Namun,
kemudia!l diadak2.n program tahfidz, jadi saya mau. Ketika itu saya masuk sini tahun
2010. Awalnyajuga saya tidak berniat mengajar di sini,justru maJah ingin belajar dan
menghafa1 a1-Qur'an. Narnun, mungkin karena kyai menilai saya aktif sehingga dimmta
untuk mengajar di sini sampai sekarang. Karena juga di sini diminta untuk
menghidupkan suasana al-Qur'an."

3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?
Jawab: "Dari sisi sukanya, satu bisa merasakan betapa nikmatnya iman dan Islam.
Itulah hal yang paling berkesan. Setiap kali melihat mereka bersyahadat, tidak ada hal
lain yang dapat kita lihat kecuali air mata yang menetes. Dan ketika kita melihat
mereka, seakan-akan semua yang mereka miliki tidak ada gunanya kecuali iman yang
mereka punya ketika itu. Karena, konsekuensi mualaf itu dibenci, diintervensi dan
diintimidasii oleh keluarga sebagaimana mayoritas mualaf pada umunmya. Hal itu,
memang sudah tetjadi sejak zaman sahabat, Bilal bin Rabbah. Sedangkan dukanya yaitu
mengajari orang yang mantan kafir. Di sini, karena santri mayoritas berasal dari NTT,
Medan, dan Nias yang disamping mereka memiliki watak kafir juga berwatak daerah
yang keras. Sehingga bersatulah watak itu. Jadi, kami sebagai pembina ini tidakjarang
menjumpai santri yang bandel dan melawan, namun lamb at laun berubah. Hal tersebut
karena ketidakpahaman mereka akan rasa hormat kepada guru. Selanjutnya, satu hal ini
antara suka dan dt<ka. Dikatakan duka karena susahnya mengajarkan Islam kepada
orang yang belum mengenal sarna sekali Islam. Contohnya dalam menyebut la/dzul
lalalah itu sangat susah, kit a harus ekstra sabar mengajarinya. Tapi sukanya itu ketika
mereka sudah bisa. Sukanya lagi, karena mereka yang dari nol tidak kenaI huruf dan
kemudian sudah bisa tampil di masyarakat. Mereka hafidz Qur'an dan bisa ceramah di
masyarakat. "

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Tanya: Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam bagi santri mualaf di pesantren ini?
Jawab : "Pendidikan Agama Islam itu mengenalkan mereka apa arti Islam
sesungguhnya, sehingga mereka punya alasan yang j elas kenapa mereka masuk
Islam. Jadi, memberi tahu mereka kalau mereka tidak salah memilih Islam."

Materi
2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf?
Jawab: "Pelajaran yang utama diajarkan adalah Aqidah dan Qiraat. Sedangkan
Fiqh dan lainnya setelahnya. Adapun materi keseluruhannya adalah Aqidah, al­
Qur'an, Fiqh, sirah nabawiyah, dan bahasa Arab. Sirah nabawiyah itu penting
karena mereka juga belajar sejarah di agama mereka, yang mana kadang
mengotak-atik sirah nabawiyah sesuai dengan versi agama masing-masing. Selain
itu juga, ada beberapa pelatihan-pelatihan seperti muhadharah, karena mereka kita
kader untuk jadi juru dakwah Islam."

3. Tanya: Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan


pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri
mualaf?
Jawab: "Jya, na111un karen a pesantren bersifat non formal, maka mereka sekolah
formal di luar pesantren. Pesantren memegang schedule sekolah formal santri.
Adapun Rancangan pembelajaran di pesantren, menggunakan sistem tematik
sesuai bahasan di kitab yang dipelajari."

Metode dan Media


4. Tanya: Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam?
Jawab: "Pendekatan deengan cara lebih banyak memberikan analogi-analogi, biar
mereka mudah memahami."

5. Tanya: Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran


pendidikan agama Islam?
Jawab: "Metode talaqqi, karena mereka susah apabila tidak talaqqi. Talaqqi itu
dengan berjumpa dengan gunmya. Jadi, mereka tidak bisa hanya kita berikan teari
dan contah secara verbal atau hanya hafalkan, namun harus dengan praktik
langsung. Selain itu, untuk al-Qur'an dengan metode tilawati yang di desain per­
orang an (sorogan). Dan kalau yang sudah mulai bisa, maka bisa dengan halaqah.
Untuk bahasa Arab, awalnya dengan hafalan mufrodat, kemudian di tingkat
selanjutnya dengan muhadasah."

6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
Jawab: "kalau LCD/ Proyektor iya ada, digunakan saat pelajaran seperti bahasa
Arab. Namlm untuk al-Qur'an, santri menggunakan rekaman dari !;peaker al­
Qur 'an. Mereka harus mengulang-ulang hafalan dengan cara mendengarkan.
Kalau saat tilawati menggunakan peraga tilawati yakni cetakan buku tilawati yang
lebih besar dari buku."

Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran
pendidikan agama Islam santri mualaf?
Jawab: "kalau di sini tidak ada raport. Jadi, cara evaluasinya kami adakan ujian
per dua bulan semacam musabaqah yang seperti musabaqah tilawatil Qur'an. Ada
musabaqah hifdzil qur'an, cerdas cermat, muhadharah dan lain sebagainya untuk
melihat perkembangan mereka. Penilaian itu kan bersifat lomba, jadi langsung
sampaikan di depan siapa yang berprestasi dan juga karni berikan hadiah. Kalau
evaluasi harian itu sudah pasti, kan mereka selalu ada PR. PR itu untuk apa?
Dengan PR itu mereka bisa mengulangi pelajaran yang sudah diajarkan pada hari
itu. Nah ketika pada hari berikutnya yaitu saat mereka mengumpulkan PR masih
ditemukan banyak yang belum faham, maka pelajaran tidak akan dilanjutkan.
Mereka di suruh sampai hafal dan sampai bisa mengerti itu. Karena di sini, tidak
ada yang perlu dikejar, tidak ada semesteran, sehingga enjoy saja. Ada juga
evaluasi bulanan yang bersifat umum dari berbagai aspek seperti kebersihan,
kedisiplinan, hasil sekolah formal di luar pesantren dan lain sebagainya."

Pelaksanaan
8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?
Jawab: "pendidikan yang lintas usia. Kemudian, dana bisa menjadi dua, yakni
dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa
sangat mendukung berjalannya program ini. Tapi kalau dana itu gak ada, maka
bisa menjadi kendala dalam berlanjutnya pembinaan mualaf ini. Karena pada
umumnya, mualaf ini kan lebih dhuafa ketimbang yang dhuafa. Dalam artian,
mereka selain sekedar tidak merniliki harta juga tidak memiliki keluarga. Sehingga
nol persen yakni membina from zero to hero. Kendalanya, di sini belum ada
donatur tetap dan juga unit usaha mandiri. Selain dana, adalah tenaga pendidik
sudah cukup karena sudah sesuai dengan jumlah santri.

Implikasi
9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri
mualaf setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "Dampaknya adalah diantaranya merubah karakter mereka. Yang keras
menjadi lumayan lunak setelah mereka mengenal bahwa Islam itu begini, yang
sesungguhnya ada nilai ukhuwah lslamiyyah. Yang kedua, kecintaan mereka
terhadap Islam semakin militan. Jadi militansi mereka semakin lama semakin kuat.
Contohnya, saat diadakan dialog antar mualaf dengan non muslim, mereka mudah
terprovokasi. Hal itu wajar brena usia mereka tergolong masih labil. Namun saat
mereka tersinggung saat Islam dihina, itu sudah menunjukkan bahwa mereka
sudah mulai betul-betul terasa bahwa Islam itu adalah mereka. Sudah ada loyalitas
terhadap Islam itu sendiri. Nah, yang paling banyak berkesan lagi adalah diantara
mereka sudah banyak yang mengislarnkan keluarga mereka. Itulah dampak dari
pendidikan di sini, karena memang dikader untuk itu. Intinya bahwa dampak yang
paling terasa adalah mereka sudah banyak yang menjadi juru dakwah Islam atau
bahasa lainnya missionaris Islam."
PEDOMAN'VA'VANCARA

SUBJECT; USTADZ/ USTADZAH ATAU PENDIDIK


.':

~~: TA SI~mi~~~d.b"(D... 4.3.\j.d.""h""'" .......•..

JABATAN : ..\J.~.\::.0.-.3 ... QP'O.... ~f)9~~ .......~F.0.nt:en

INSTANSI ; .yQS0.mf.l..... A-~:-.. MqR.q......S~t~~....1f.\~.Qne0C\

RIWA Y A T PENDIDIKAN : ................................................................................................ ..

DAFTAR PERTANYAAN
KATEGORI PRIBAD [
1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
2. Apa yang mendorong/ melatar belakangi ustadz/ ustadzah mengajar santri mualaf
di pesantren ini?
3. Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuall
1. Menurut ustadzlustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
santri mualaf di pesantren ini? .
Materi
2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri muaiaf?
. 3. Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelaj:.rran
pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mtialaf?
!lletode dan Media
4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam?
5. Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam?
Evaluasi
7. Bagaimana cara ustadzldzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran
pendidikan agallJa Islam santri mualaf?
8. Bagaimana dampak/ feed back yang ustadzldzah rasakan bagi diri santri mualaf
setelah meIak.llkan pembelajaran pendidikan agama Islan1 di pcsantren ini?
Pelaksallaall
9. Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalan1 pelaksanaan pembclajaran
pendidikan agama Islam bagi santri mualaf,?

. s;.~'f?~~~.......,~;?.....M~.L ...... 2017

TRANSKIP W AWANCARA
SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK

Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 16 Juni 2017, puknl17.00 sid 18.00 WlB.
Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip
wawancara.

BIODATA SINGKAT
NAMA : Ustadz Abdul Aziz Laia (Lianus Laia)
JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren
INSTANSI : Yayasan an-Nab a Center Indonesia
RIWAY AT PENDIDIKAN
LIPIA
STAI al-Hikmah Mampang

HASIL WAWANCARA
KATEGORl PRIBADI
1. Tanya: Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?
Jawab: "sebelunmya juga saya seorang mualaf dan menjadi lulusan pertama Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan an-Nab a Center Indonesia. Jadi, awalnya saya nyantri,
kemudian diminta untuk mengabdi sebagai pendidik bagi santri mualaf di sini. Saya
menjadi snatri selama 5 tahun dan kemudian aktif mengajar di pesantren ini hingga
sekarang kurang lebih sudah 4 tahun dari tahun 2012."

2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri
mualaf di pesantren ini?
Jawab: "Pertama, karena pesantren ini santrinya mualaf, sehingga lebih tepat untuk
memadukan antara ilmu yang saya pelajari dengan pengalaman saya, seperti ilmu
perbandingan agama. Kedz!a, karena ingin mengabdi kepada pesantren dan kepada
guru saya selama ini yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan."

3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?
Jawab: "Pertama, mengajar mualafitu berbeda dengan notabene santri lainnya. Yakni
kalau dikeraskan menjadi down. Sehingga kita harus pandai menarik ulur mereka.
Kedua, terkadang sifatjahiliyyah masih terbawa seperti rasa malas yang luar ~iasa dan
kemauan tinggi yang kurang. Karena malasnya itu berbeda dengan malasnya orang
Islam."

KATEGORl PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tuju(ln
1. Tanya: Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam bagi santri mualaf di pesantren ini?
Jawab : "Pertama, Aqidah bertujuan a) untuk menguatkan keyakinan mereka
dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk memberikan perbandingan ketuhanan
antara Islam dengan Kristen; dan c) untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan
sejarah kenabian Allah swt. Kedua, Fiqh bertujuan untuk mengenalkan tentang
hukum-hukum Islam mulai drai peribadatan, jual beli dan hukum-hukum lainnya.
Ketiga Akhlak bertujuan untuk mengetahui tentang kepribadian yang dikehendaki
oleh Allah swt. berdasarkan contoh, anjuran dan ketentuan Rasulullah saw."

Materi
2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf?
Jawab: "Untuk Aqidah yaitu: a) memahami dan memaknai ma'rifatullah,
ma'rifatun nabi, dan ma'rifatul dinil 151am; b) memaharni makna tauhid
rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma' wa shifat; c) memahami
konsekuensi dua kalimat syahadat dan d) memaharni hal-hal yang membatalkan
keislaman. Materi akhlak yaitu a) urgensi akhlaq dan keutamaam1ya; b) birrul
walidain dan khuququl walidain; c) Riya', 'Ujub, Basad dan Sombong; dan d)
su'udhon.. sedangkan materi fikih yaitu: a) pengenalan thaharah dan macam­
macanmya; b) tata cara berwudhu dan tayammum; c) hukum azan dan tata cara
pelaksanaam1ya; d) shalat, makna shalat, hukum, syarat, rukun dan tata cara
pelaksanaannya."

3. Tanya: Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan


pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri
mualaf?
Jawab: "di sini tidak ada RPP, pemetaan dan lain sebagainya. Perancanaan
pembelajaran dengan mengikuti buku ajar"

Metode dan Media


4. Tanya: Bagaimana pendekatan yang ustadz/dzah lakukan kepada santri dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam?
Jawab: "pendekatan yang dilakukan agar santri mau belajar adalah dengan
muwajjahah. Atau dapat disebut juga personality"

5. Tanya: Metode apa saja yang ustadz/dzah terapkan dalam pembelajaran


pendidikan agama Islam?
Jawab: "beberapa metode yang sering kita gunakan yaitu diantaranya ceramah,
hafalan dan mengulangi pembelajaran yang sudah diulangi oleh guru itu sendiri.
Namun semua metode dikembalikan kepada ustadznya masing-masing."

6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
Jawab: "media yang digunakan dalam pembelajaran seringnya selain papan tulis
adalah buku."

Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran
pendidikan agama Islam santri mualaf?
Jawab: "sebehlm kita memulai pembelajaran hari ini, haruslah mengulangi materi
pelllbelajaran yang lalu sebagai evaluasi kami."
Pelaksanaan
8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?
Jawab: "yang mendukung adanya pt:mbelajaran di sini adalah ketersediaan
fasilitas yang sudah lengkap, nyaman dan memadai. Kalau dalam pembelajaran,
yang menghambat itu semangat belajar anak-anak yang naik turun. Jadi, guru
harus benar-benar memberikan dorongan semangat kepada mereka."

lmplikasi
9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri
mualaf sete1ah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "meskipun selama ini yang kita gunakan sistem klasikal, namun kecintaan
santri terhadap al-Qur'an sangat tinggi. Selain itu juga hafalan santri sudah
meningkat. "
PEDOMAN vVAvVANCARA
SUBJECT: USTAD7J USTADZAH ATAU PENDlDIK
.':

mODATA STNGKA T

N'A'MA .......................................................................

JA.BAT1\'N ...................................................................... .

Il...J'S'rANSI ...................................................................... .

RT\VAYATPENDJDIKAN: ................................................................................................. .

DAFT AI{ PERTA NYAAN

K8,TEGQRI PRlBADI

1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini?


2. Apa yang.mendorongl melatar belakangi ustadzl Llstadzah mengajar santri mualaf
di pesantren ini?
3. Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KHUSUS


MUALAF
TlIjeutn
1. Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
santri mualaf di pesantrenini?
Materi
2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri mualaf?
3. ApaJcah ustadzldzah berperan ·aktif dalam menyusun rallcangan 'peil1belajaran
pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri muala!'?
Metode dan Media
4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lak.-ukal1 kepada' santri dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam?
5. Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam?
6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam?
Evaluasi
7. Bagaimana cara ustadzldzah melakukan evaluasi terhadap pcmbeJajaran
pendidikan agama Islam santri l11ualaf?
8. Bagaimana dampakl feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf
setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantrcll ini?
. Pelaksanaall
9. Apa yang menjadi dukungan. dan hambatan dalam pelaksanaan pe1l1belajaran
pendidikan agama Islam bagi santri mualaf?
TRANSKIPWAWANCARA

SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK

Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukull6.00 sid 17.00 WIB.

Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip

wawancara.

BIODATA SINGKAT
NAMA : Annas Mansur Zebua (Atanasius Fideli Zebua)
USIA : 21 tahun
INSTANSI : Pesantren PembinaanMualiafYayasan an-Nab a Center Indonesia

HASIL WAWANCARA
KATEGORl PRIBADI
1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam?
Jawab: "saya dulu beragama katolik. Sebelum masuk Islam, prosesnya tidak cepat
sekitar satu tahun setengah dalam tahap menuju mualaf iiu. Awalnya saat saya tamat
SMP dan bertanya kepada orang tua mau masuk SMA, tapi tidak diperbolehkan. Ada
banyak alasan selain masalah ekonomi juga karena saya bandel. Akhirnya saya
memutuskan untuk bekerja. Pertama kali bekeJja, saya bekerja sebagai karyawan di
sebuah apotek di pulau Nias kotaGunung Sitoli. Nah, jarak rumah dari kota itu dua
puluh kilo,jadi se1ama bekerja itu tidak pulang atau tinggal disana. Memang saat itu
yang punya apotik juga orang Kristen. Tapi, posisi apotek itu berdekatan dengan
masjid, yakni di sebe1ah kanannya masjid besar dan samping kirinya mushola. Dan
kebetulan, tempat tidur sayasehari-hari berjarak satu rumah dari mushola ini. Waktu itu,
awalnya mendapat hidayah dari adzan dan tilawah-tilawah yang di putar di masjid.
Ketika mendengar itu, pemah sampai menangis. Padahal saya tidak tahu sarna sekali
apa artinya dan orang-orang itu teriak-teriak itu apa maksudnya? Istilahnya seperti
terhipnotis dengan adzan ini. Karena saya agak kepo orangnya jadi akhimya saya
mencari tahu berbulan-bulan sampai setahun. Setahun bekerja di apotik itu, saya merasa
tidak cocok bekerja di tempat ini. Hal itu bemmla saat saya menonton sebuah siaran
ceramah keislaman dan pemilik apotik me1arang saya. Padahal saya menonton itu
karena ingin membandingkan agama Islam dengan agama saya sebelurnnya. Akhimya
sayapun pindah bekeJja di sebuah toko material bangunan dan perniliknya adalah
keluarga muslim. Dari sini, saya banyak be1ajar Islam dengan melihat kehidupan
pernilik tempat kerja saya. Kebetulanjuga saya diperbolehkan tinggal di rumah mereka
dan bantu-bantu di sana. Selama tinggal di sana, saya melihat adab mereka jauh sekali
dengan karni yang dulunya. Sehingga saya sempat berpikir apakah begini ajaran orang
Islam? Tapi saat itu belum ada niat akan masuk Islam. Jadi pada waktu itu, saya terus
membaca buku tentang Islam dan membanding-bandingkan, selain itu juga dibantu
dengan siaran ceramah-ceramah. Sehingga saya merasa banyak sekali masukan dari
situ. Namun saat itu masih belum ada niat masuk Islam, meskipun sudah banyak dapat
perbandingan. Akhimya, kebetulan saat itu bulan puasa saya ikut coba puasa tanpa
sepengetahuan dan berbohong kepada pemilik tempat bekeJja. Meskipun saat itu saya
belum masuk Islam, namun ikut berpuasa agar mengerti bagaimana sih rasanya puasa
itu? Seberapa susahnya puasa itu? Akhimya sete1ah lebaran yakni sekitar bulan
September 2013 lalu saya mengutarakan masuk Islam kepada mereka. Mereka diliputi
kaget dan bahagia. Namun saat itu mereka tidak langsung memberikan respon untuk
langsung mensyahadatkan saya. Mereka menyarankan untuk meminta persetujuan
kepada orang tua saya dahulu. Saya meminta waktu satu lninggu untuk bertikir dan
akhirnya saya memberanikan diri untuk mengatakan kepada ibu saya. Hasilnya orang
tua saya tetap tidak menyetujui karena dalam riwayat keluarga belum ada yang muslim.
Tapi saya tetap mau masuk Islam dan tidak tergoyahkan. Sehingga dengan terpaksa
saya mengatakan kepada bapak Jazuli Tanjung (pemilik tempat kerja) bahwa saya telah
diperbolehkan oleh orang tua untuk masuk Islam. Meskipun faktanya orang tua belum
menyetujuinya."

2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?


Jawab: "Dengan melewati proses yang cukup panjang, saya mengutarakan niat masuk
Islam pada September 2013. Namun resmi bersyahadat pada Oktober 2013."

3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?


Jawab: "sebelum mengucapkan kalimat syahadat saya agak gugup. Namun setelah
syahadat, perasaan lega dan merasakan beban-beban hilang semuanya. Padahal, justru
beban akan semakin banyak seperti menghadapi orang tua, keluaraga dan lain
sebagainya. Bahkan semenjak masuk Islam, saya langsung menjaga dan menjauhi
semua kenakalan seperti rokok, mabuk dan obat-obatan terlarang."

4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "alasannya saya ingin tahu sendiri. Dengan membanding-bandingkan, saya fikir
agama Islam adalah agama yang paling benar. Sehingga saya masuk Islam atas
kesadaran dari diri sendiri tanpa ada yang mempengaruhi."

5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam?


Jawab: "kalau dulu tertarik karen a adzan dan tilawah-tilawah yang diputar di masjid­
masjid itu. Dan setelah mengenal Islam, saya sangat nyaman dan mantab untuk masuk
Islam."

6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?


Jawab: "dari awal, orang tua tidak mengetahui bahwa saya telah masuk Islam. Namun,
dua minggu setelah saya masuk pesantren ini, orang tua menelpon. Tiba-tiba bapak
memaki-maki dan marah kepada saya. Awalnyc saya bingung dan kage t kenapa bapak
seperti itu? Saya kemudian tersadar kalau selama ini orang tua memang belum tahu
tentang keislaman saya, sehingga bam sayajujur. Terakhir, bapak sampai meminta saya
untuk pulang dengan berbagai cara. Sampai -sampai bapak mengancam akan membunih
ibu jika saya tidak pulang. Hingga sayapun ikut terbawa sakit hati dan berbalik
mengancam bapak saya. Bapakpun akhirnya seperti mengalah dan mengakhiri telepon
saya saat itu. Dengan perasaan penuh marah, saya sudah berniat untuk pulang. Namun
setelah mengobrol dan meminta nasihat kepada kyai (Ustadz Nababan), perasaan marah
telah mereda. Dengan tersenyum beliau menasihati saya untuk tidak terbawa emosi dan
menegaskan bahwa tidak mungkin seorang suami membunuh istri karena masalah
seperti ini. Setelah sekitar setahun setengah lost contact dengan orang tua, baru-bam ini
orang tua menelpon dan mengabarkan bahwa bapak dan ibu sedang sakit. Mendengar
kondisi mereka, benar-benar hilang rasa marah dan sakit hati saya. Begitupun orang tua
juga sudah tidak ada rasa marah lagi. Kemudian saya cerita kepada ustadz Nababan dan
ustadz Nababan memberikan respon dengan memberikan hadiah umrah kepada saya.
Pada saat umrah bulan April lalu, di sana saya banyak mendoakan kedua orang tua
saya. Sepulang umrah, saya pulang ke kampung. Dan ketika di kampung, saya berfikir
keluarga masih seperti dulu yang mengancam-ancam dan lain sebagainya. cuma karena
saya nekad, jadi tidak terlalu peduli apapun. Pilihan saya saat itu kalau tidak lari ya
mati di sana. Namun ketika sampai sana, saya disambut dengan baik. Tidak ada lagi
kebencian-kebencian seperti dulu. Rasanya seperti mimpi."

7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini?


Jawab: "sudah tiga tahun, ceritanya pada masa saya sudah bertekad bulat masuk Islam
dan setelah saya diislamkan di rumah pak Juzli Tanjung. Selama itu beliau yang
membimbing saya, meskipun tidak secara langsung mengajar saya, namun beliau
mehyuruh saya be1ajar. Beliau kenaI dengan guru-guru di sana. Suatu hari, saya
diikutsertakan lomba khutbah Jumat di Gunung Sitoli. Dengan perasaan bingung
kenapa saya diikutsertakan lomba. Padahal saya baru 3 bulan masuk Islam. Sehingga
saya be1ajar selama dua minggu full, karena khutbah Jumat itu berbeda dengan yang
dipraktekkan di gereja. Dalam khutbah Jumat kan ada rukun, adab dan lain sebagainya.
Dan tidak disangkanya, temyata saya mendapat juara 2. Nah dari situlah, saya mulai
banyak belajar lagi. Berawal dari sana, mungkin pak Juzli Tanjung dan ustadz lainnya
melihat potensi saya tersebut. Sehingga mereka mencarikan saya pesantren yang cocok
dengan saya dan yang bisa membina saya. Kebetulan salah satu pengurus di sana
mengenal Ustadz Aziz, yang sama-sama berasal dari Nias. Ustadz Aziz-Iah yang
membawa saya ke pesantren ini sekitar tahun 2014 bulan September lalu."

8. Tanya: Apa suka dan duka selama be1ajar di pesantren ini?


Jawab: "lebih ban yak sukanya sih. Paling yang tidak sukanya itu ada ternan-ternan
yang tidak sehati. Kadang suka terpancing emosi. ya biasalah. Tapi kalau dengan
pelajaran enggak. Dalam pelajaran saya senang sekali. Apapun pelajarannya itu,
semuanya saya senang. Karena guru-gurunya juga baik-baik lah, dalam mengajarinya
juga. Tapi dalam pe1ajaran gak ada kesusahan. Sukanya itu ya karena semua pe1ajaran
di sini dan fasilitas yang lengkap di sini."

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MTJALAF
Tujuan
1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai sete1ah be1ajar pendidikan agama Islam
di pesantren ini?
Jawab: "saya lebih fokus ke Aqidah, karena saya fikir inilah nanti yang bisa saya
dakwahkan di kampung kepada orang tua saya khususnya, ke1uarga dan
masyarakat di Nias sana. Makanya saya lebih ke Aqidah kalau dalam pelajaran
agamanya. Sete1ah itu baru Fiqh, karena menyangkut hukum-hukum khususnya
tata cara sholat dan lain sebagainya."
Materi
2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda?
Jawab: "Kalau materi-materi di sini ada aqidah, kristologi atau perbandingan­
perbandingan agama, fiqh, tahsin dan ta~ficlz, Bahasa Arab, Hadis dan Sirah
Nabawiyah. Tapi yang kita pelajari, materi yang dasar-dasar."

3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan


tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Jawab: "kalau menurut saya itll sangat sesllai, karen a kita yang tidak mempunyai
ilmu apa-apa kemudian diisi dengan dasar-dasar sepe11i itll."

Metode dan Media


4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran
agama Islam kepada anda?
Jawab: "kalau metode ustadz lebih suka kalau membuat kita terbawa suasana. Jadi
tidak terlalu fokus dan tidak mudah ngantuk. Kadang ada penjelasannya, ada tanya
jawab, ada timbal balik seperti ustadz menjelaskan kemudian kita disuruh
menjelaskan kembali. Kita tidak pernah dipaksa, namun kita yang merasa iri kalau
ada teman yang bisa."

5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam


pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Jawab: "Umumnya, ustadz seperti kajian biasa saja seperti papan tulis. Tapi kalau
pelajaran kristologi biasanya ustadz pakai komputer dan LCD."

6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "Iya, kalau menurut saya cukup memuaskan. Jadi tidak terlalu
memberatkan kita dalam belajar."

Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan llstadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang and a tempuh?
Jawab: "Evaluasinya itll sebulan sekali. Tapi ya, apa yang dipelajari selama
sebulan itu kita ditanya secara acak secara lisan. Kalau setelah belajar, ada evaluasi
harian. Ada juga setelah beberapa kali pertemuan ada evaluasi berbentuk ujian
tulis. Semuanya tergantung dari ustadznya masing-masing."

Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukur;.g dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
Jawab: "Kalau kita sih ada perpustakaan, jadi kita bebas mau baca buku apa aja
dipersilahkan. Jadi itu sudah mendukung hanget. Kita tidak terlalu fokus pada
pelajaran yang ada, tapi kita bisa membaca melalui perpustakaan itu at au melalui
internet juga kita bisa. Karena alhamdulillah kita dibebaskan untuk pakai internet.
Jadi saya rasa itu udah mendukung hanget. Kalau yang menghambat itu diri
sendiri, seperti kadang suka malas. Kalau dari pesantren tidak ada yang
menghambat. "

9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "Karena saya orangnya agak pendiam, cuman pendiam tapi gak pendiam
banget sih. Jadi saya belum punya cara khusus. Cuman dari sikap aja-lah. Kalau
dulunya agak keras dan kasar, sekarang jadi sedikit-sedikit lembut. Mungkin, Saya
fikir itu juga salah satu cara berdakwah tanpa harus ngomong."

Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "Dampaknya sudah ada, walaupun sedikit. Seperti al-Qur'an, selama di
sini alhamdulillah 3 juz sudah hafal. Kemudian sudah bisa juga membedakan
agarna yang dulu dengan agama Islam ini. Seperti kenapa konsep ketuhanan itu
berbeda? Siapa yesus yang disembah itu sebenamya? Setelah belajar di Pesantren
an-Nab a ini, saya sudah tahu semuanya. Jadi tinggal siap-siap dakwah ini. Hehe."
PEDOMAN WA\VANCARA

SUBJECT: SANTRV PESERTA DIDIK

~~~:TA SI~%lg~ .. )~~~?~.... ~g\?,~9: ....'.~~~!~. ti'de\i ~ebJQ)


USIA w.n.v.n........................
: ... 2.l..... 1 ...... ·· ......·.... ·· ..· d-- Sud
: .. 1u.t~ ... ~~~.:: ...~~~N.1 .....P.}~..9.-.t}J.~®.~ .. J~~'dif<o.n Sl l
KELAS
INSTANSI ...
: .. r.~~.~ P.~~~n.... M,v.P.\\\0f" ..y~~J®r, an - f\ld,bC\
C€(1~r l{'C\\)(\gtQ
Of)

PAFTARPERTANYAAN
KATEGORI PRIBADI --.,.­
. 1. Bagaimana latar belakang agama sebelummasuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?
3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar and a ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang
lain, siapa itu? .
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon keluarga·setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudahberapa lama and a menjadi santrilwati di pesantren ini?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KT-fUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di
pesantren ini?

Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?

Metode clan IIfedia


3. Bagaimana caral metode ustadzlustadzah memberikan pembelajaran agama Islam
kepadaanda?
4. Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?
5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?

Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaiaI'l yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelaj aran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islan1 di pesantren ini?
Pelaksanaal1
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang unda rasakan dalam
pembelajaran pcndidikan agatna Islam dad ustac1z1 llsttldzah terhada p snl1tri '7
4. Bagaimana eara anda sebagai santrl dnlam meningkatknn pCllwlwlll:11l chin
penerapan keislaman di pesantren illi?

:;
TRANSKIPWAWANCARA

SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK

Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul13.00 sid 14.00 WIB.

Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip

wawancara.

BIODATA SINGKAT
NAMA : Khairunnisa (Odete Soarez)
USIA : 25 tahun
INSTANSI : Pesantren Pembinaan MualiafYayasan an-Naba Center Indonesia

BASIL WAWANCARA
KATEGORI PRIBADI
1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam?
Jawab: "Saya mualaf yang dulu beragama Kristen Katolik. Awal mula masuk Islam itu
gak disengaja banget. Karena pada tahun 1999, ketika ada perbedaan pendapat antara
Indonesia dan Timor Leste, keluarga memilih untuk ikut hldonesia. Sehingga kita
tinggal di perbatasan antara NTT dan Timor Leste. Ketika itu, kita sebagai pendatang
dan benar-benar tidak memiliki apa-apa. Saya harus berhenti sekolah (2 SD). Seiring
berjalannya waktu tahun 2004, menurut orang tua daripada berdiam diri di sini
(kampung) dengan keadaan seperti ini, maka diminta untuk hijrah ke luar. Karena bagi
orang tua pendidikan anak itu nomor satu. Nah, Saat itu, ada seorang mualaf dari Timor
Leste bemama Pak Zainuddin Halim yang setiap tahunnya membawa anak -anak untuk
sekolah di Pulau Jawa dan semua kebutuhan di tanggung oleh yayasan sampai tamat
SMA. Saat itu be1iau bertemu dengan orang tua saya untuk menawarkan agar saya ikut
beliau. Orang tua memberikan restu dan doa kepada saya untuk ikut berangkat ke pulau
Jawa. Ketika berangkat kita menggunakan kapal, sat rombongan ada 15 orang. Dan
begitu sampai ke yayasan, kita kaget karena temyata yayasan tersebut milik orang
Islam. Sebelunmya kita tidak diberi tahu tentang hal itu, hanya intinya sekolah.
Sehingga tiba hari ke-3 di yayasan, kami pun berontak. Saat itu, kita ditempatkan di
rumah kyai dulu. Hingga 15 hari kemudian, barulah kami ditempatkan di yayasan. Saat
itu melihat anak-anak di sana sudahpakai kerudung. Pokoknya saat itu kacau lah
perasaan saya. IntL'lya seperti terjebak di sana. Mau balik ke kampung lagi bagaimana,
merasa bingung dengan lama perjalanan dan biaya. Dengan berontak untuk pular..g
karena kami kesini bukan untuk berpindah agama, tapi niat belajar. Alhamdulillah,
ustadz memberikan respon bahwa kita harus kembalikan ke niat, kalau memang niatnya
untuk belajar akan kita fasilitasi. Tapi tetap saja, saat itu ada sekitar 80 orang di
yayasan itu. Jadi, kita merasa iseng gitu. Dan mereka juga pendatang dari berbagai
daerah. Saat itu kami rombongan ke empat. Akhimya, dengan jawaban ustadz tadi kita
akhimya mencoba menerima. Namun tetap saja, setiap hari membuat tidak nyaman
karena krnan-teman pagi -pagi sudah bangun buat sholat, belaj ar sampai sore, ada baca
do'a-do'a juga setiap hari. Sedangkan kita tidak ngapa-ngapain, karena memang kita
bukan muslim. Selain itu juga fasilitas di sana kurang nyaman seperti kamar mandinya
minim. Sehingga beberapa teman saya benar-benar tidak nyaman dan memutuskan
untuk pulang. Akhimya dari 15 orang tersebut hanya tersisa 4 orang termasuk saya.
Setelah dua minggu berlalu di pesantren, dengan tekanan batin yang ada, akhimya saya
berdo'a jikalau memang ini jalan yang betul untukku, maka luluhkar. hati saya untuk
menerima agama ini. Sudah masuk tiga minggu, akhimya saya memutuskan untuk
bilang ke ustadz kalau saya mau masuk Islam meskipun hati saya belum sepenuhnya
mau. Saya ingin syahadat dulu saja, siapa tau saya akan mendapat hidayah nanti.
Ustadzpun memberi tahu bahwa masuk Islam bukan sekedar syahadat saja loh, ada
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan gigihnya saya tetap ingin di
syahadatkan. Setelah tiga minggu berlalu, akhimya saya di syahadatkan. Saat mengucap
kalimat syahadat itu, mulai tumbuh rasa nyaman yang berbeda sebelum bersyahadat.
Sebelumnya saya merasa malu karena saya merasa ngapain jauh-jauh belajar ke sini
dan bagaimana saya bisa membawa perubahan nanti, kalau belajar sehari hanya 5 jam
dari jam 7 sampai jam 12. Berbeda dengan ternan-ternan sampai sore belajamya.
Setelah itu, saya mulai belajar tentang Islam dan keinginan belajar sangat tinggi karena
mengingat orang tua saya."

2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?


Jawab: "Sekitar kelas 1 SMP yaitu tahun 2004."

3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?


Jawab: "Ketika sudah benar-benar merasakan Islam adalah satu-satunya agama, maka
dari situ saya mulai ngerasain manisnya memeluk agama Islam."

4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "seperti cerita, awalnya saya tidak berkeinginan masuk Islam. Hal itu karena
keadaan yang membuat saya terjebak dalam yayasan berlingkungan Islam."

5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam?


Jawab: "Setelah mempelajari Islam, temyata dalam Islam itu tidak membeda-bedakan
fisik dan hmia seseorang. Allah hanya melihat ketaqwaan dan kualitas iman manusia.
Selain itu juga, di masyarakat juga yang lebih dibutuhkan adalah orang yang
mempunyai ilmu. Tidak ada perbedaan antara yang kaya atau miskin, cantik atau jelek,
dan lain sebagainya. Kemudian, setelah mempelajari al-Qur'an, Hadist dan do'a-do'a,
saya jadi mulai tersadar bahwa di agama saya dulu itu saya terlalu nyantai. Juga di
Islam itu benar-benar sangat terperinci ibadah yang ada, juga adanya pahala dan dosa
yang diberikan Allah pada semua perbuatan manusia di bumi. Hal ini tidak saya
temukan di agama saya sebelumnya. Selain itu, dalam agama Islam itu punya tujuan
hidup yangjelas buat kita.

6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?


Jawab: "kurang lebih saat I SMP tahun 2004, saya mengabarkan kepada orang tua
tentang keislaman saya. Saat itu, respon orang tua menerima. Hal terpenting bagi orang
tua, yang penting saya sekolah di sini.

7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini?


Jawab: "saya menjadi santri di sini dari lulus SMA, tapi tinggal di sini itu pada awal
2013 dan tinggal dikontrakan. Kemudian menempati gedung pesantren ini baru setahun
lalu. Cerita singkatnya, setelah lulus SMA tahun 2011 di mana saya masih dalam
tinggi-tingginya semangat belajar, namun sesuai kontrak bahwa yayasan tidak dapat
lagi memberikan fasilitas kepada saya untuk kuliah. Dengan penuh kebimbangan saya
bingung kalau mau pulang belum siap mental dan ilmu atau apabila mau kuliah
bagaimana pembiayaannya. Karena kebetulan ada saudara (kakak kelas di yayasan al­
Ikhlas) dari Timur Leste bemama Orlando yang sudah lama tinggal di Jakarta ikut
ustadz Nababan. Setelah menghubunginya, Ia meminta izin kepada ustadz Nababan.
Alhamdulillah ustadz Nababan mengizinkan dan bersedia membiayai kuliah dan
keseharian saya. Namun karena saat itu belum ada pesantren untuk putri maka kami
ditempatkan di kontrakan terlebih dahulu. Karena tinggal di kontrakan, karena belajar
tidak maksimal akhimya ustadz Nababan membeli tanah dan membangun pesantren
putri. Peletakkan batu pertama dan pembangunan selama 1 tahun, sampai gedung
pertama jadi dan diresmikan pada awal Januari 2016. Pertama kali ada 16 orang santri
putri."

8. Tanya: Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?


Jawab: "Lebih banyak sukanya belajar di sini"karena dari awal sudah niat banget.
apalagi menemukan lembaga yang mencukupi fasilitas semuanya seperti ini, jadi tidak
ada duka sarna sekali. Kalau dukanya lebih banyak di luaran sana. Mungkin dampaknya
lebih ke orang tua. Karena orang tua sepenuhnya mengizinkan kita belajar di
lingkungan Islam ini, sedangkan keluarga besar justru menolak. Sampai hari ini karena
keluarga besar menolak dan terlalu banyak pembicaraan-pembicaraan yang
menyakitkan orang tua, maka orang tua lebih memilih tinggal di sawah. Sehingga, saya
terbebani pikiran-pikiran tentang orang tua saya di sana. Juga dukanya kadang kalo ada
event-event besar Islam, kalau orang lain menelpon keluarganya. Sedangkan kita tidak
bisa. Tapi semua masih bisa diatasi. Jadi, belajar di pesantren ini lebih banyak sukanya,
kalau dukanya di luaran."

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam
di pesantren ini?
Jawab: "Kalau di sini alhamdulillah karena taunya kita mualaf, kita lebih
diprio~tasin di pelajaran al-Qur'an sarna Aqidah. Karena tujuan awal ustadz
menempatkan kita di sini untuk belajar juga kan untuk bagaimana caranya
membuat kita 100 persen gitu keimannanya terh~dap agama Islam, keimanannya
kepada Allah. Makanya kita di fasilitasi banyak materi pelajaran. Dengan tujuan,
ketika kita sudah keluar dari sini, bagaimana caranya kita bisa menjadi seorang
kader dakwah. Karena buat apa kita bertahun-tahun belajar di sini, kalau kita
sukses untuk diri kita sendiri. Nah harapan Ustadz Nababan beserta ustadz-ustadz
lain yang di sini, mereka benar-benar memperhatikan pendidikan kita. Supaya
ketika kita keluar dari sini ada perubahan gitu. Bukan ketika ke1uar dari sini makin
rusak. Ketika kita keluar dari sini, gimana caranya kita bisa berbagi ilmu dengan
orang tua kit a, bisa mengajak mereka. Kan hidayah itu milik Allah, cuman ikhtiar
dari kita kalo gak ada ya sarna aja. Jadi, tetep harus ada upaya dari kita juga.
Intinya, kita disiapkan untuk menjadi orang yang bermanfaat untuk umat."
Materi
2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda?
Jawab: "Di sini kita difasilitasi ada pelajaran al-Quran, Aqidah, Fiqh, Hadist.
Bahkan sekarang yang lagi getol banget itu pelajaran Bahasa Arab dan al-Qur'an.
karena kita tau sendiri pedoman kita itu al-Qur'an dan Hadist. Kalau kita tidak
punya pemahaman Bahasa Arab yang baik, bagaimana caranya kita bisa
memahami keyakinan kita. Bahasanya kan bukan punya kita. Jadi yang saya
pelajari di sini banyak banget. Selain iu juga ada pelajaran sirah nabawi. Kalau
malam minggu, kitajuga ada materi buat dakwah. Itu disebut muhadharah."

3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan


tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Jawab: "Ya, sesuai. Jadi disesuaikan, karena kita di sini kan ada yang baru 5
bulan, ada yang setahun, ada yang sudah 8 tahun. Jadi disesuaikan dengan kondisi
kita. Ada yang jadi satu kelas, ada yang dipisah kelasnya. Tergantung, karena
kegiatannya menyesuaikan dengan aktivitas kita juga di luar. Seperti pelajaran
Bahasa Arab dan pelajaran al-Qur'an itu satu kelas. Karena kita sarna-sarna dari
awal. Tapi kalau Aqidah dan lain sebagainya dipisah-pisah, karena usia masuk
Islamnya kan berbeda-beda. Tapi kadang juga suka disatukan, ya itung-itung
muraja'ah."

Metode dan Media


4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran
agama Islam kepada anda?
Jawab: "kita biasanya disatukan di kelas, karena pelajarannya itu setelah shubuh
khusus ada setoran hafalan Qur'an semuanya. Nanti disesuaikan kalau ada yang
Iqra dipandu dengan yang sudah setoran, kemudian dibenarkan lagi oleh Ustadz.
Kemudian abis Ashar-nya itu berbeda-beda harinya, kadang ada Aqidah dan lain­
lain. Karena kita seminggufull belajarnya. Metode ustadznya gak ceramah aja, ada
buku panduan buat kita dan disesuaikan dengan kemampuan kita. Stelah
menjelaskan, biasnaya ada interaksi sarna santrinya. Nanti maju satu-satu untuk
praktek seperti praktek sholatnya, praktek hafalannya dan lain sebagainya. Ada
juga nanti tanya jawabnya. Selain itu, di materi Aqidah setelah ustadz
menjelaskan, nanti kita dipilih satu-satu dan dikasih judul masing-masing. Kita
harus mencari tahu dan pecahkan materi itu lalu menjelaskan di depan kelas. Yang
paling seru itu kalau ada diskusi ustadz sarna santri."

5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam


pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Jawab: "kalau proyektor biasanya kalau ada event-event penting misalnya kalau
ada tamu. Pada saat pelajaran kristologi juga memakai proyektor. Kalau pelajaran­
pelajaran lain lebih banyak menggunakan buku panduan dan papan tulis. Karena
selain itu lebih banyak prakteknya. Tugasnya ya itu, kita dikasih judul dan materi.
Kita mencari materi itu entah dari internet atau dari mana."

6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "Alhamdulillah sampai hari kita merasa bisa mengikuti dan bisa menyerap
ilmu. Jadi sampai hari kita merasa cukup. Karena kadang sesekali memakai
proyektor apalagi saat pelajaran Kristologi. Karena dari situ kita ditunjukin dalil­
dalilnya, ptrbedaan ibadah agama Islam dan lainnya. Jadi, kaya lebih menarik gitu
dan tidak hanya monoton hanya dengan dengerin aja, kaya kita bisa melihat ada
gambar dan lain sebagainya. Tapi sejauh ini, alhamdulillah kita bisa mengikuti
dengan metode ustadz. Kita menikmati karena kita langsung ada prakteknya. Gak
sekedar denger, ustadz selesai jelasin "udah ya, sampai sini bubar". Tapi kita
benar-benar ketika masuk, setelah ustadz jelaskan langsung sekitar satu setengah
jam nya untuk praktek. Jadi, langsung ada timbal balik dari ustadz."

Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
Jawab: "Biasanya kita diadakannya setelah selesai satu bab, kita ada ujiannya.
Bisa lisan, bisa tulis, tergantung kebijakan ustadz. Tapi biasanya ada lisan dan
tulisnya juga. Karena kalau dalil itu, bagaimana kita bisa menulis dalil kalau tidak
hafal dulu. Kalau untuk al-Quran setiap satu juz kita ujian. Nanti kita ngumpul
semua yang sudah selesai hafal satu juz, maju ke depan kemudian di acak sama
ustadznya. Misalnya diminta meneruskan ayat."

Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadzl ustadzah terhadap santri?
Jawab: "faktor pendukung itu banyak banget. Karena kita sangat tercukupi
fasilitasnya seperti dikasih motor, uang saku, keperluan kitapun juga dibelanjakan
oleh ustadz dan istri beliau, bahkan hal yang sensitif perempuanpun juga
dibelanjakan. Jadi dari semua aspeknya sangat membantu. Bahkan guru-gurunya
pun, saat mereka mengajar sudah seperti ayah sendiri. Sedangkan kendala yang
dialami Ustadz sendiri wallahu a'lam. Kita hanya bisa terus membantu dengan
mendoakan beliau. Kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal
pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami
seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya, cuman
karena terbatas juga. Kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa
ditinggalkan, kita hams pandai-pandaimengaturjadwal. Tapi, hampir semua tidak
ada kendalanya. Bagaimana tidak mbak? Untuk pelajaran saja kita langsung
didatangkan ahlinya. Untuk Bahasa Arab dan Hadist langsung dari Mesir dan
Sudan. Bahkan yang mengajar al-Qur'an kitapun seorang Hafidz. Pelajaran
lainnya juga ahlinya semua. Bagi saya pribadi sih gak ada kendala, mungkin
hambatan itu efeknya ke keluarga. Seperti jarang sekali bisa berkomunikasi
dengan keluarga. Tapi semua santri memiliki pengalaman-pengalaman yang
berbeda."

9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "kalau saya tetap punya schedule. Saya coba memaksimalkan waktu luang
yang saya punya. Selain belajar di sini, saya kuliah lagi di dua tempat di luar
pesantren. "
Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan sete1ah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "sampai hari ini, semakin gila niat saya agar orang tua ikut serta masuk
Islam juga. Walau bagaimanapun, kita ingin berkumpul satu keluarga dan
beribadah bersama. Alhamdulillah melalui washilah pesantren, hingga saat ini
semua adik-adik saya (6 saudara) telah masuk Islam juga. Tahun ini juga saya
sudah akan ditugaskan di kampung saya untuk berdakwah di sana."
PEDOMAN WA'VANCARA

SUBJECT : SANTRII PESERT A DIDIK

nrODAT A SJNG~AT
NAMA
I g...d~...ti ~ .. ">'Q.0:~g.~............

: .ts... Q\tY.!).~~.~ ......

~IN~~TAAS
. S1 : :~~~~i~qifl~{i\~f~1, JlU' \CP1 dan cti Z0n
:> AN· :4"'?ci~~"'{em'rXnoan""N\ua\~("'~~~ a.n~~Q.~ Cel\~r lrdtfleila
DAFTAR PERTANYAAN
KATEGORl PRIBADI
. 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi ll1ualaf?
3. Bag~iri1ana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dad orang
lain, siapa itu?
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon ke1uarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudah berapa lanla anda menjadi santri/wati di pesantren iai?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KT-TIJSUS


MUALAF
Tt~iuan
1. Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di
pesantren ini?

Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislarnan and a?

Metode timl Media


3. Bagaimana cara/ metode ustadzlustadzah memberikan pembelajaran agama Islam
kepada anda?
4_ Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembeJajaran
Pendidikan Agama Islam?
5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pcngetahuan
keislaman anda?

Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimalla dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agarna Islam di pesantren ini?
Pelaksanaan
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam dari tlstac1zJ ustadzah terhadap santri?
4. Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatknn pCllHlhanmn dan
penerapan keislaman di pcsantren ini?

... ~\~~~~\ .....,.. g.y.... ~~:~\ .... 2017


TRANSKIPWAWANCARA

SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK

Keterangan:
Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul14.00 sid 15.00 WIB.
Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedornan wawancara dan transkip
wawancara.

BIODATA SINGKAT
NAMA : Nur Hidayah (Prima Sari Rumahordo)
USIA : 26 tahun
INSTANSI : Pesantren PembinaanMuallafYayasan an-Nab a Center Indonesia

RASIL WAW ANCARA


KATEGORI PRIBADI
1. Tanya: Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
Jawab: "Agama saya dulu Kristen Protestan. Keluarga saya itu banyak yang menjadi
pejabat-pejabat agama. Ayah saya sendiri menjadi tim paduan suara gereja dan sering
memenangkan kejuaraan lomba paduan suara tersebut. Bayangkan saja, bagaimana
anak dari keluarga pejabat agama, malah justru murtad dari agamanya. Lalu awal
mulanya saya sangat tidak suka sama Islam, bahkan saya sering mengejek atau usil
dengan ternan-ternan yang Islam dan juga yang mualaf. Namun, saat rnalam hari saya
terbangun sendiri karena mendengar bunyi berisik di luar rumah. Dengan
memberanikan diri, saya keluar rumah dan sangat terkejut melihat fenomena
menakjubkan. Saat itu saya melihat pohon kelapa seakan-akan menunduk dan tingginya
menjadi sama rata. Dalam batin saya langsung terpikir kalau pohon kelapa yang
menunduk itu mirip seperti gerakan shalat orang Islam. Nah, keesokan harinya di
sekolah tiba-tiba say mendengar obrolah ternan tentang malam lailatul qadr. Karena
memang saat itu adalah di akhir-akhir bulan Ramadhan. Nah, dari situ saya penasaran
dengan Islam. Lalu, karena saya sering ke perpustakaan, tiba-tiba saya sangat penasaran
dengan rak buku agama Islam. Padahal sebelumnya saya paling tidak mau mendekati
atau membaca buku-buku agama Islam. Begitu saya membuka buku Islam untuk
pertama kali, yang saya baca adalah surat al-Ikhlash. Saya sangat terkejut dan
mengalarni keguncangan saat membaca arti surat al-Ikhlash ayat ketiga. Saya berpikir
bahwa itu memang benar dan rasional bahwa Tuhan itu satu. Saya semakin penasaran
dengan Islam, sehingga saya rnasuk ke kelas agama Islam s::.at pelajar~n agama.
Kemudian saya membar,a semua buku-buku tentang Islam di sana. Saya semakin
terkejut ketika membaca pemyataan bahwa Islam adalah agama yang paling benar.
Selain itu, juga makin goyah karena membaca kisah-kisah Nabi, neraka dan syurga,
kematian dan lain sebagainya. Terutama kisah Nabi Isa, yang menjadi awal saya masuk
Islam. Sehingga saat itu, saya memberanikan diri untuk curhat dengan guru Bahasa
Inggrisku. Guruku sangat antusias dengan ceritaku, sehingga ia mengajakku untuk
bel temu di lain waktu. Dan saat pertemuan itulah saya di syahadatkan."

2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf?


Jawab: "saat saya SMA kelas 2 dan saat itu tanggallO April 2008."
3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
Jawab: "saya menjaid lebih pemberani, dalam arti yang positif."

4. Tanya: Apa alas an terbesar anda ingin masuk Islam? Jib mendapat uorongan dari
orang lain, siapa itu?
Jawab: "Ya, awalnya sepe11i yang saya ceritakan tadi. Semunya karen a diri saya
pribadi. Berawal dari rasa penasaran saya terhadap Islam, yang dimulai adanya
fenomena pohon kelapa tersebut. Namun yang menjadi alasan mantab saat saya masuk
Islam adalah setelah membaca surat al-Ikhlash dan kisah Nabi Isa. "

5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam?


Jawab: sebelum masuk Islam, saya tertarik dengan surat al ikhlash, baru penjelasan
tentang kematian. S.::lain itu juga keberanian Islam menyatakan sebagai agama paling
benar dan kisah Nabi Isa. Namun setelah masuk Islam, saya sangat kagum dengan
kekeluargaan orang Islam setelah mendengar saudaranya asuk Islam. Mereka suka rela
memberikan bantuan saat saya kesusahan. Dan saat saya sudah menuntut ilmu, saya
semakin kagum karena Islam memiliki dasar-dasar. Pertama kemulyaan, bahwa Islam
memiliki prinsip yang membedakan umat di mata Allah adalah ketaqwaan bukan
kecantikan, kekayaan dan lain sebagainya. Lalu saya terpesona dengan niat. Bahwa di
Islam itu segalanya harus diawali dengan niat lillahi ta'ala.

6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?


Jawab: "Setelah mengucapkan syahadat, saya diam-diam melaksanakan shalat di
rumah tetanggaku. Namun pada hari ketiga setelah saya masuk Islam, keluargaku
mengetahuinya. Tentu saja keluargaku tidak mengizinkan dan memarahi saya. Saya
sampai dipaksa makan babi, dipukul, diusir dan lain sebagainya. Keluargaku melakukan
berbagai usaha agar saya kembali ke agama yang dulu. Namun, keteguhanku terhadap
Islam tidak tergoyahkan.

7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini?


Jawab: "sudah dua tahun."

8. Tanya: Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?


Jawab: "Sukana banyak sekali, kalau dukanya malah drai kita sendiri sepel1i susah
menghafal."

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDLDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan
1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam
di pesantren ini?
Jawab: "Setiap mata pelajaran saya memiliki tujuan masing-masing. Untuk mata
pelajaran al-Qur'an, saya ingin menjadi penghafal al-Qur'an dan dapat mengikuti
berbagai ajang perlombaan. Untuk mata pelajaran Fiqh dan Akidah agar
menguatkan keislaman saya. Dan untuk Bahasa Arab agar saya dapat memberikan
motivasi kepada sesama muslim bahwa saya yang mualaf bisa berbahasa Arab.
Selain itu, tujuan umumnya ya untuk berdakwah nantinya"
Materi
2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda?
Jawab: "materi keseluruhannya adalah Aqidah, al-Qur'an, Fiqh, sirah nabawiyah,
dan bahasa Arab serta masih banyak lagi yang seperti disebutkan yang lainnya
tadi"

3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan


tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?
Jawab: "materi pembelajaran di sini sangat sesuai. Buktinya semua pertanyaan
saya dulu telah dapat terjawab dari materi-materi dan pembelajaran di sini."

Metode dan Media


4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran
agama Islam kepada anda?
Jawab: "yang paling saya suka dari rnetode ustadz adalah apabila kita disuruh
tampil ke depan seperti demonstrasi mencari contoh dan lain sebagainya. Karena
itu dapat menantang otak saya."

5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam


pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Jawab: "media yang paling membantu saya adalah speaker murottal ini."

6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam
pembe1ajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?
Jawab: "media apapun sarna, asalkan cara teknis guru dalam menyampaikan itu
yang paling penting. Guru hams pandai menyampaikan materi dengan bahasa yang
pas bagi mualaf. Media bagi saya tidak begitu berpengamh, namun semua media
dan metode yang telah ada saya sangat menyukainya."

Evaluasi
7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
Jawab: "ada yang langsung mengevaluasi dengan menilai kekurangan dan
mengapresiasi kelebihan kita. Selain itu, ada PR, sedangkan ujiannya ada yang per
bab dan ada juga yang per judul. Semua ustadz berbeda-beda dalam memberikan
evaluasi."

Pelaksanaan
8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pembdajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri?
Jawab: "ustadz di sini sangat sabar sekali. Apalagi menghadapi santri seperti saya
yang sedikit keras kepala. Selain itu, fasilitas memang sangat lengkap di sini dan
semua didukung kok, namun meskipun terbatas juga tidak apa-apa. Bagi saya yang
penting adalah guru dalam mengajar. Kalau yang menghambat itu adalah diri saya
sendiri. Seperti rasa malas, susah menghafal dan lain sebagainya"
9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan
penerapan keislaman di pesantren ini?
Jawab: "beberapa cara khusus yang dimilikinY<l yaitu muraja'ah baik disuruh
ustadz maupu tidak, do'a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar."

Implikasi
10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh
pendidikan agama Islam di pesantren ini?
Jawab: "saya sudah berani percaya diri dan berani mengakui bahwa saya Islam.
Selain itujuga sudah semakin kuat rasa saya untuk berdakwah."
PEDOMAN WAvVANCARA
SUBJECT: SANfRV·PESERTA DIDIK

~;~:TA SI~~~4,~:'B~.~3h. ....c...r.~.~ . .~~ . . R~hor-~)


USIA r".""......"."..
: .... 2~ ... :b:~'.~~............................
KELAS : ".~~ .... 9::l~" ..~\!9~..~.~t:9~.. ~~~~~r !i .
INSTANSI : ".q~~~t)""~:::~T;-\C~~~~"\~JDnejtQ . /
DAFTARPERTANYAAN ~
KATEGORI PRIBADI
. 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam?
2. Kapananda mengambil keputusan menjadi mualaf?
3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam?
4. Apa alasan terbesar and a ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang
lain, siapa itu?
5. Apa hal yang menarik dari Islam?
6. Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf?
7. Sudah berapa lama anda menjadi santrilwati di pesantren ini?
8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini?

KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS


MUALAF
Tujuan _
1. Apa tujuan yang ingin anda eapai setelah belajar pendidikan agama Islam di
pesantren ini?

Mated
1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda?
2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut,
sesulii dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda?

Metode dan t.1edia


3. Bagaimana eara/ metode ustadzlustadzah memb'erikan pembelajaran agama Islam
kepada anda?
4. Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembelajaran
Pelldidikan Agama Islam?
5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam
pe:l1belajaran pendidikan Agan1a Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan
keislaman anda?

Evaluasi
1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang anda tempuh?
2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan
agama Islam di pesantren ini?
.Pelakscmaan
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam
pcmbelaj8ran pendidikan agama Islam dari ustaclzl ustadzah terhadap s<lntri?
4. Bagaimana eara anda sebagai santri dalam meningkatkan pcmahaman dan
penerapan keislaman eli pesantren ini?

".~~f.~~0.~" ...., .~.~" ...~.~~~" ... 2017


Lampiran 7

DATA SANTRI PUTRA DAN PUTRI

PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER

INDONESIA

A. SANTRI PUTRA

B. SANTRI PUTRI

13. Sonia Soares 17 th Pelajarl MA Soebono Jombang


14. Sakinatu Diniyah 17 th Pelajarl MA Soebono Jombang
15. Diana Danvis 12 th Pelaiarl MTs. Unwanun Naiah
16. NiaKumiati 16 th Pelajarl SMAN 10 Tangsel
17. Fatimah az-Zahra 27 th Santril Pesantren
18. Riana Gessi 16 th Pelaiarl MA Soebono Jombang
19. Salma Taek 18 th Pelajarl Paket C
20. Annisa Fauzia Mahdiyah 20th Santril Pesantren
Lampiran 8

DOKUMENTASI/ FOTO-FOTO

Asrama Santri Guest House

Ruang Makan Halaman Mushola

Multifungsi Mushola dan


Kamar Mandi
Aula (Kelas Besar)

Kelas Kamar Mandi Fasilitas Motor untuk


Keperluan Santri

Materi Pembelajaran
Beberapa Koleksi Perpustakaan

Beberapa Buku Ajar dalam Pembelajaran Contoh Kepedulian Masyarakat

Kegiatan Wawancara
----'----~--------.- ..-- --- . __._ _
.. .....

An-Naba' Center
Pesdntrenn4d Pdrd MUdlldf
Pesantren in;#idiriklf~.I1JJJHkrnembirlJ,mendidik, dan menyantuni
muallaf~qmpai Wampuberdi(!.sm4iri. Sekaligu5,Jl1emupuk
kepedUlianf~~bersqWaan,d~.f!tqri~g~gjaWab seluruh kOlT)ponen
~t1um~t)~/am#atrr!l'rti'bind mua/laf •

B

angunan bercat dengan karakter warna kekosongan pemblna~n pada muallat; tapl juga

menyejukan, halaman yang cukup lapang, mengefektlfkan kerja-kerja pemblnaan secara

. asrl dan berslh terasa sangat serasl dengan lebih balk, efektlt; dan etislen,'tutur Ustadz

Ingkungan sekltarnya. Terlihatjelas, para santrl Syamsu: Arltin Nababan, pengasuh pesantren.

yang tengah bersosialisasi satu dengan lainnya, . ·Itulah sebabnya, pesantren yang beralamat

adajuga yang membuka-buka buku, al-Qur'an dl JI Cenderawasih IV No 1 RT/RW02l03, Kelura­

dan kitab-kitab rujukan membuat suasana kian han Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kabupaten

hidup di dalam pesantren inl. Memang tak se­ Tangerang, Proplnsl Bant.. n Inl, menyeleng­

perti seperti pesantren lain, pesantren ini berisi garakan pendidikan formal yang berorlentasl

santri yang baru saja mengenallslam, tapl mere­ pada pembentukan akidah Islam yang kuat dan

ka sangat antuslas mendalami ajaran Islam dan kaffah. Sehlngga, dalam jangka panjang akan

meneruskan perjuangan dakwah Islam hlngga membentengl para muallaf darl berbagai godaan

akhlr zaman. dan serangan terhadap akidah mereka. Selaln Itu,

Itulah sekilas kondisi Pesantren Pembinaan . pesantren Inl juga mengajarkan berbagal me­
Muallaf An-Naba'Center. Merr.ang, tak banyak toda untu~ menghadapl mislonarls yang gencar
plhak yang mengetahul tentang pesantren ini. melakukan kristenisasi.
Padahal, pesantren yang khusus membina, mem­ Menurut Ustadz yang akrab dlsapa Ustallz

blmblng, dan menyantunl para muallaf ini telah Nababan Ini, An-Naba'Center juga akan menye­

berdirl sejak 2007. Selama Inl, muallafyang jum­ lenggarakan pendldlkan dan pelatlhan voka­

lahnya terus bertambah nyarls tak terblna apalagi slonal berbasls entrepreneurship sebagal sayap

mendapat santunan, padahal mereka adalah pembangunan ekonoml pesantren. Sehlngga,

salah satu kelompok yang wajib menerima zakat. secara bertahap, pesantren blsa membekali

Ironls memang, ketlka dakwah Islam dl tanah anak didik dan para muallaf dengan berbagai

air berkembang pesat tapl pembinaan terhadap ketrampilan yang dibutuhkan dalam pasar kerja

mualiaf yang mendambakan kehldupan penuh maupun untuk berwlrausaha secara mandlri.

berkah dl bawah naungan Islamjustru diabaikan.


Karena itulah, kebutuhan akan lembaga
yang secara khusus membina para muallaf
Keprihatinan
Pendirian Pesantren Pemblnaan Muallaf

menjadi sangat mendesak dan masuk


An-Naba' Center Inl berawal dar! keperlhatlnan

katagorl dharury. Untuk mewujudkan tujuan


mendalam Ustadz Syamsul Antin Nababan yang

Inilah Yayasan An-Naba'Center mendlrlkan


menyakslkan dengan mata kepala sendlrl bahwa

Pesantren Pemblnaan Muallaf yang berfungsl


para muallaf banyak yang terlantar dan tldur dl

memblna, mendldlk, dan menyantunl muallaf


kolong-kolong Masjld Istlqlal Jakarta. Kondlsl

sam pal mampu berdirl sendlri. "An-Naba'


mereka sangat memperihatlnkan karena sete­
Center dldlrlkan bukan hanya untuk menglsl .'fj.

mY.:.~ M2012

'.
yang akan membimblng para muallaf menuiu
pengenalan dan pendalaman tentang Islam se·
eara kaffah."katanya.
Ustadz Nababan yang awalnya juga muallaf
Inl, metasa sepertl dlsambar petlr dl slang bolong .
ketika mengetahul rlntlhan seorang muallaf yang
dlblmblngnya terlantar dl jalanan Ibu kota. Mual·
lafyang la blmblng Itu teruslr dart keluarg • .,ya,
dlpeeat darl pekerjaan, dan tldak memllikl apap­
un keeuall keyaklnannya bahwa Islam adalah pe­
tunjuk hldupnya. "Saat Itulah saya seperti ditegur
oleh Allah SWT. Karena Itu, saya segera bangklt
untuk berbuat sesuatu. Saya harus bertlndak
sepertl yang dilakukan umat Islam lalnnya yakni
!3h masuk Islam, mereka umumnya terusir darl merangkul dan memperhatikan mereka para
rumah, hidup tanpa perllndungan orang tua atau muallaf." paparnya.
keluarga. "Jalan terjallni merekii pillh semata­
mata karena mereka yakln Iman Islam dan ke­
benaran aiaran Islam akan menyelamatkannya Mengislamkan
dalam mengarungl kehldupan dl dunla hlngga Kinl mlmplltu telah menjadl kenyataan.
akhlrat kelai(," tutur Ustadz Nababan. Pesantren Pemblnaan Muallaf An-Naba'Center
Plllhan mereka untuk hlirah ke dalam naungan te:ah berdlr' dengan gagah. Pengelolaan yang
Islam tldaklah mudah. Pilihan Ini mengaklbatkan amanah, profeslonal, mandiri, dan berjuang
mereka terlantar dart pelukan keluarga yang se­ semata-mata untuk membina, memblmbing. dan
lama Inl mengaslh!. Mereka dlanggap bukan ba­ menyantuni para muallaf, saat Ini benar-benar
gian dari keluarga, bahkan mengalami berbagai menjadi agenda utama dari lembaga Ini. Meski
ancaman dan teror. Karena realltasnya demlklan persoalan muallaf sangat beragam dan kian ber­
berat ditambah kurangnya pembinaan terhadap tambah berat, tapl An-Naba'Centertak akan suo
mereka oleh kita yang telah leblh memeluk Islam, rut di tengah jalan, karena memang perjuangan
aklbatnya sebaglan darl mereka ada yang kem­ masih paniang.
ball murtad. "Kondlsl sepertl Inl, dart SUdOl pan­ Ustad Nababan mengatakan, dari pengdlaman
dang aJaran Islam sangat dlsayangkan. Mengapa dlrlnya seorang muallaf dipastikan mengalaml
mereka yang masuk Islam akhlrnya terlantar1 penolakan dart keluarganya. Setelah keluarga
Mengapa mereka akhlrnya murtad kemball1 menganggapnya bukan lagl baglan dari kelu­
Mengapa klta membiarkan mereka menderlta arga besamya, sl muallaf blasanya akan dleabut
sendlrlan?"tanya Ustadz Nababan. haknya darl tempatnya bekerJa. Hal yang paling
Memang, selama Inl, sebaglan umat Islam parah, sl muallaf umumnya harus menlnggalkan
dl kawasan Jabodetabek bahkan dl seluruh Indo­ rumah. "Bagl muallafyang memillkl kemampuan
nesia tak mengetahul ada lembaga yang melaku­ ekonoml hal sepertl inl tldak terlalu menjadl
kan pemblnaan terhadap muallaf secara terpadu. masalah. Tapi ketika sl muallaf tldak memllikl
.( Secara umum, umat Islam hanya mengen.1 kelapangan rezekl, blasanya akan sangat men­
MasJld Istlqlal dan Masjld Agung Sunda Kelapa derlta: ujamya.
yang memlllki program pembinaan muallaf. Tapl Sayangnya, Ustadz Nababan, tldak meml­
ketlka dltanya, adakah lembaga atau pesantren 111<1 data pastl berapa jumlah muallaf dl seluruh
yang khusus memblna para muallaf, dipastlkan Indonesia yang hid up terlantar clan tldak meml­
jawabannya tldak tahu. Inilah faktanya. IIkl kemampuan ekonoml yang memadal. Yang
Berangkat dari fakta Inllah, Pesantren jelas, katanya, apapun kondlslnya, para muallaf
Pemblnaan Mua:laf Annaba' Center dlrl~.an tahun umumnya membutuhkan pematlan, pem!!lnaan,
2oo7lalu. Ustadz Nababan mengaku terenyuh blmblngan, hlngga santunan. "Karenanya. bagi
tlap kall mellhat pemblnaan muallaf dl tanah air. pengelola lembaga zakat. sebalknya alokasikan
"Saya tldak pemah membayangkan bahwa dak­ sebaglan dana zakat ltu untuk memblna para
wah yang selama Inl saya lakukan ternyata tidak muallaf, karena kelompok masyarakat Inl wajlb
ditopang dengan slstem pemblnaan terpadu menerlma zakat,"tegasnya. .
Juli2012
Hlngga saat Inl, terdapat 25 santrl yang
tengah mondok menuntut.llmu di pesantren
inl. Tapljika dlhltung sejak awal berdiri sudah
mencapal 50 orang leblh, Bahkan. pesantren
.,
ini juga telah mengislamkan lebih darl sebelas
muallaf. Dua diantaranya warga asing dari AS
dan Polandla. ·Alhamduliliah. kaml tldak hanya
mengislamkan santrl muallaf yang mondok tapl
juga masyarakat umum yang sengaja datang
untuk mengucaflkan dua kallmat syahadat:
papar Ustadz Nababan.
Sedangkan santri yang mondok, semuanya
jU9a merupakan muallafyang berasal darl
berbagai wilayah dllndonesla. mulai Jari Jawa,
Sumatera. Kalimantan. Sulawesi. hingga Papua.
Ada juga sejumlah santri dari TImor leste.
Keragaman inl sengaja dipupuk dan dlblna
untuk menghlndarl kesan ekslusifitas terhadap
suku, ras, atau etnls tertentu.
Ustadz Nababan melanjutkan. mereka
yang n,emutuskan masuk Islam berasal dari
berbagai kalangan dan tingkat ekonomi.
Mereka mengenal Islam umumnya darl
bacaan. pernlkahan dan pergaulan. Sebelum
memutuskan masuk Islam. mereka bolak-balik
datang ke pesantren untuk berdiskusl tentang
Islam. 'Mereka memutuskan masuk Islam di
pondok Inl karena mendapat Informasl darl
muiut ke mulut. Oemlklan juga dengan muallaf
yang darl AS dan Polandia. Mereka berdua
tahu. saya pernah berblcara dl negeri
' .. "

. I~

'.
Apalagi, pesantren Ini membuka pintu lebar­ tantangan Inl seolah-olah hanya menjadi beban

lebar bagi siapa saja yang ingin mengenal dan lembaga dan sang pengelola saja. Padahal, se­

belajar Islam. Karenanya, pesantren asuhannya harusnya, umat Islamlah yang menanggungnya

tldak hanya memberlkan pengetahuan kepada secara bersama-sama. ·Seberapapun produktlfit­

santrl yang mondok tapl juga menyedlakan ruang asnya lembaga, perhatlan dan dukungan darl se­
bagi masyarakat umum untuk belajar Islam dan . mua komponen umat Islam tetap dlperlukan untuk
Bahasa Arab. Meskl pondoknya tldak dlkenalluas, pengembangan leblh lanjut. Sehrngga, kualit~s -,
tapl berkat Informasl darl mulut ke mulut, akhlrnya . sumber daya muall.f dlkeluarkan akan mampu
banyakjuga warga yang berkunjung.Sebaglan menjadl garda terdepan perjuangan dakwah dl
dlantaranya adaiah calon muallafyang mengajak . tanah air, bukan ~sal membina dan asal luIus p~m­
berdlskusl sebelum akhlrnya mengucapkan dua. blnaan: pungkasnya.
kalimat syahadat. Pertanyaannya; maslhkan klta dlam? Ayo

Serupa dengan lembaga pemblnaan mual­ saatnya semua komponen umat Islam bersatu

laf yang sudah ada, An-Naba' Center juga banyak membantu pros ram Inl semamp~nya. rim MSC

,"." menghadapl tanItJrlga,n. :.ayanI1n)'a,


....~

Program Kerja
RenCClna Strategi~ An-Naba'Center
An-Naba'Center
""gram pemblnaan
Yayasan in1 memilikt ren~(lrIa strategis Memberrkan dasar-dasar akidah Islamlyah

scb~9arbcrikut: melalul kajlan rutin.

1. /"v1cnginvcntarisir par:IIYlUallaf yang Memberlkan dasar-dasar IImu perbandlngan

berada di kota maunull di desa agar.. agama.

mcndap;Jt fasiJitilS pcndklikZlo d~n '. Memberlkan pelatlhan khutbah dan atau
peng<1jaran tentang keislJrnan s(:lbagi1i ceramah-ceramah yang efektif.
if<hti<lr pf:>rnantapan "1kid~lh IsbrniYi"lh
dall akhlaq al-kariln;lh. ""gram PemIIdikan
2. McncJinvcntal'isir pal'a mUc111af untuk Menyelenggarakan pendldlkan formal darl
ciitingkJtkc.ln potcnsi (lln slImbcr dJytl tlngkat dasar sampal perguruan t1nggl.
y;mU rnereka miliki iJ9,-lr rnempefoleh Menyelenggarakan pendldlkan pesantren
krst~mfl;]t~n yang Sum] s(~hin(J9J 111l:f\ dengan pola terpadu (Islamic boarding school
(apai kchidupun yang lilYi1k. system).
3. 1\.'1eml),lnqul'l silaturdhirn (j,ln komu­
nik;]si ant,H para n111dlhf ctlilumat
Islam secar(l keselurLlh~n ulltuk rnen­
Program l'engtlllbangan
Menghafal al-Qur'an dan tafslrnya.
cipt()kan sinerui hubufHJan ydllg S(l1;!1~1
Menghafal Hadrts dan sarahnya.
membiJntu.
Penguasaan Bahasa Arab_
4. Menqhimpun potcl1si U1Yidt 1.,1':1111 eli
o Penguasaan Bahasa Inggris
dc:sa clan kota agar brt"'Jccli;l mcnj,ldi
• dOf1Zttor I11C'ldlui pernbaY,lldll z~lkat
yang Jklif. Program VoIr4sJllnal
S. MembJngun berb';l(Jai bC'ntuk u',aila Pendldlkan Ketrampllan,

untuk mcrintis tt'rciptanYJ ~,umbcr Menyelenggarakan Baltul Mal wa Tamwil.

duya ckonomi bJ.gi kcm;mdll"L:m P,JL]


Annaba' Smart (Swalayan).

mUilliafyang kurang nliJmpu. Pusat Pelayanan Ibadah Hajl dan Umrah.

6. O(llarn fungsi sebaqdi 'A.milll"l, YaY<ls;;m Pusat Konsultasl Perbandlngan Agama dan

An··Nalm' (('nter (jkan tnenya!ulki.ln Hukum Islam.

cbn menyarnpaikan ,:Im-anat I'akill, Pusat Konsultasl Keluarga Sakinah.

infilq, dan shadJqi-1h urnJt I:->I~!,n scsu;!i Koperasl Pesantren.

• kNcntulln <;yari'at Islam.


J"I2012 mY~~ 5

I).'
'.
Ustadz, dal, idal dan ulall)a di negerllnijumlahnya
sangat banyal<, bahkan yang dikenal publik
secara naslonal hlngga Internaslonal juga cukup
banyak. Tapl sosok ustadz yang awalnya seorang
pendeta atau penginJiI kemudlan mendedlkasikan
hldupnya dalam dakwah Islamjumlahnya blsa
dihitung dengan Jari. Satu dlantaranya adalah
Ustadz Syamsul Arlfin Nababan yang akrab disapa
Ustadz Nababan.
Sebaglan publlk mengenal Ustadz Nababan
sebagal pemlIlk Yayasan An-Naba' Center yang
mp.ngelola "resantren Pembina Muallaf An­
Naba'Center" di Kabupaten Tangerang, Provinsl
Banten. PadahaL ustadz kelahlran Tapanull Utara,
Sumatera Utarna, 10 Oktober 1969 Inl, awalnya
adalah seorang pendeta dan penglnJiI yang gigih
menyebarkan mlsi Kristen di kawasan Tapanull,
Sumatera Utara dan sekltarnya.
Sejak tahun 1990-an Ia belajar IImu
Perbandlngan Agama, maka kerancuan tentang
konsep Trlnitas dan pertentangan dl antara ayat­
ayat dalam Injil juga menjadi klan gamblang. .'
Akhirnya, pada 1991 Ia memutuskan memeluk
Islam setelah setahun lebih ia mempelajarinya
melalul studi perbandlngan agama Inl.
Setelah memeluk Islam, Nababan pun
melanjutkan studinya untuk memperdalam Islam.
la pun menamatkan studl S2-nya dllnstltut IImu
AI-Qur'an di Clputat, Tangerang. la juga tergabung
dalam Ikatan Dai (lKADI) Jakarta. Kini, bersama Istri
tercinta, Leli Yuhenl dan keempat putra-putrinya,
Ustadz Nababan tak kenai kata menyerah dalam
berdakwah menyebarkan Islam ke pelosok negeri
bahkan ke kancah Internaslonal.la juga sering .

".

....
A. Latar Belakang
Pendirian Pesantren Pernbinaan Mualaf ini
bermula dari keperihatinan UstadzSyamsul Arifin
, r-' 'rE~ ,<",,,, z...,,' ,.0'" J-~'-'.-

Nababan yang mendapati para mualaf terlantar dan


tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi
PESANTREN PEMBINAAN MU'ALLAF
mereka sangat memperihatinkan kare.na setelah
YAYASAN AN-NABA' CENTER
masuk Islam, merekaterusir dari rumah'dan hidup
tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan Laboratorium Komputer Ruang Belajar
terjal ini mereka pilih karena mereka yakin iman Islam
C.Misi
sangat cocok dalammemenuhi gemuruli batin akan
Sebagai sebuah institusi Pendidikan non formal yang
kebenaran ajaran Islam.
akan melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang kaffah,
Pilihan ini tidaklilh mudah, sehingga berakibat
berkarakter serta berjiwa kemandirian, maka misi
pada keterlantaran mereka dari pelukan keluarga yang
Yayasan Annaba' Center dituangkan dalam beberapa
mimgasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dari
poin sebagai berikut:
keluarga dan bahkan mengalami ancaman teror.
1. Menggugurkan seluruh sis a-sis a keyakinan
Kondisi berat ini dirasa sangat sulit, ditambah
sebelumnya dan menggantikan dengan iman
kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang
Islam yang lurus.
mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali.
2. Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh
Hal semacam ini bila dilihat dari optik ajaran Islam
berdasarKan al-Qur'an dan Sunnah.
tentu sangat disayangk,m. Mengapa mereka terlantar?
3. Mencetak juru da'wah (Da'i) yang militan

.;.=~";;!;?:::::::~....-
Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka
berwawasan perbandlngan agama.
dibiarkan menderita sendirian?
4. Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul
....­ ,~,
Menjawab problematika ini Pesantren Pembinaan
MualafYayasan Annaba' Center hadir sebagai jawaban
karimah, mandlri dan terampil.
5. l\1enggalang kesatuan dan persatuan di antara kaum
atas persoalan mendasar para muallaf. Pesantren inr
Muslimin Indonesia dalam memberikan daya
dirancang untuk membina, mendidik, dan menyantuni
dukung terhadap kebangunan iman dan taqwa yang
para mualaf sampai mereka mampu menjadi juru
mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf.
. dakwah. Para muallaf dididik secara sistemik dan
6. Sebagaiikhtiar kelembagaan dalam kerangka
'programatik berorientasi pada pembentukan aqidah
mengajak masyarakat untuk peduli melihat
Islam yangkuat dan kaffah. Membekali mereka dengan
keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para
keterampilan khusus, sehingga memiliki kemampuan
muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan
yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan
aset umat.yang dapat diandalkan keberadaannya
. bermasyarakat.
bagi bangunan sebuah. masyarakat bangsa yang
B. Visi'
JI. Cenderawasih IV, No. 1,RT. 02lRW. 03. . beriman danbertaqwa.
"Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan
Ke •. Sawah Baru. Kec. Ciputat. Kota Tangerang Selatan.

Prop. Bantel'l. Kode Pos 15413.


mampu menjadi avant-guard (penjaga gawang) bagi
Telp. (021) 74632761. Fax. (74632305). Hp. 08129963993
penguatan aqidah islamiyah"
Web : www.ann~ba...center.com. -.

Email: ust.nababan@annSlba-center.com

Dewan Guru dan Santriwan Ruang Mushalla


D. Program yang Diselenggarakan E. Tenaga Pengajar
1. Program pembinaan 1. Ust, H. Syamsul Arifin Nababan (Spesialisasi Kristologi)
~" PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF
Memberikan dasar-dasar aqidah Islamiyah melalui
kajian rutin
Memberikan dasar-dasarilmu perbandingan agama
2.
3.
4.
Ust. H. Arifin Purba, MA. (Spesialisasi Retorika Dakwah)
Ust. H. Abdul Halim, MA. (Spesialisasi Sejarah Islam)
Ust. Rahmat, Le. (Spesialisasi Hadits)
..
YAYASAN AN-NABA' CENTER'

Memberikan pelatihan khutbah dan atau eeramah­ 5. Ust. irwansyah, Lc.(Spesialisasi Fiqh)
eeramah umum 6. Ust. Mukhlis, Lc. (Spesialisasi Bahasa Arab)
7. .Ust. Sunali, Lc. (SpesialisasiTsaqofah Islamiyah)
2. Program Pendidikan 8. Ust. Ail Akbar, S.Pdi. (Spesialisasl Aqidah)
Meny~lenggarakan pendidikan noo_Jormal dengan 9. Ust.ldham Cholid (SpesialisasiTahfidz AI-Quran)
pol a pesantren. . 10. Ust. Muhammad Rofiq, S.Pdi. (Spesialisasi Tajwid)
11. Ust. Muhammad Zeini AI-Hafidz (SpesialisasiTahsin)
3. Program Pengembangan 12. RahmatAI-Fahmi (Spesialisasi Komputer)
Menghafal al-Qur'an dan tafsirnya
Menghafal Hadits dan sarahnya
Lahan yang Akan Dibangun Pesanlren Muallaf Pulri
Penguasaan Bahasa Arab
Penguasaan Bahasa Inggris Para Santrl Pesantren Pemblnaan Muallaf

Penguasaan Komputer Yayasan An-Naba' Center

:MARI SELAMATKAN p QIDAH


PARA MUALLAF PUTRI
DENGAN BERWAKAF U1'.TTUK
PEMBANGUNANPESANTREN~rnREKA

Usal Pengislaman
Bantuan wakaf bangunan sebesar
Usal Pengislaman
Mr. Cowell Dari Amerlka Mr. David dariPolandia
Rp. 2.000.000/meter dapat disalurkan
melalul rekening: .•
~N~. Rek. 0521.01.013969.508. Sank SRI, a/no

Yayasan An-Naba Center, atau

No. Rek: 129.000.132.4561, BaNt Mandiri,

Cab. Aneka Tambang,

a/n Syamsul Mifin' Nababan, atau

No. Rek. 6800.243201, Bank SCA KPC Sintaro ,

a/no Syamsul Arifin Nababan.

Anda mungkin juga menyukai