Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
G. PEMBAHASAN
Suatu sistem koloid terdiri dari dua bagian yaitu fasa pendispersi dan fasa
terdispersi, yaitu dimana terdapat partikel-partikel koloid pada sistem koloid bila
dilakukan pencampuran akan saling bercampur tatapi setelah didiamkan dalam
waktu yan cukup lama akan terjadi sedikit pemisahan kembali antara komponen-
komponen yang dicampurkan. Umumnya suatu sistem dapat dinyatakan dalam
berdasarkan ukuran partikelnya yaitu berdiameter antara 10−3 sampai 10−14 cm.
ukuran larutan sejati diameter parrikelnya < 10−3 cm dan untuk suatu suspensi
adalah > 10−3 cm (Tim Dosen Kimia Dasar, 2017: 9).
Tujuan dari praktikum ini yaitu mempelajari cara pembuatan dan sifat
koloid. Percobaan ini dilakukan dengan 6 jenis percobaan yaitu sebagai berikut:
1. Pembuatan koloid Fe(OH)3
Pembuatan kolid Fe(OH)3 merupakan proses pembuatan koloid cara kondensasi
karena terjadi proses pengubahan molekul FeCl3 menjadi partikel Fe(OH)3.
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi ini dilakukan melalui proses reaksi
hidrolisis FeCl3 sebagai fase terdispersi karena larutan ini memberikan reaksi
terhadap air dang sebagai fase pendispersi adalah H2O. pembuatan koloid
dilakukan di air mendidih berfungsi agar larutan FeCl3 dan H2O lebih cepat
terionisasi. Penggunaan koloid ini menggunakan prinsip hidrolisis ketika senyawa
FeCl3 bereaksi dengan air. Maka Fe akan terionkan dalam air dan membentuk
ikatan dengan ion OH- yang ada didalama air sehingga menghasilkan produk
Fe(OH)3.
Dalam konteks ini garam yang digunakan adalah FeCl3 yang mengalami
reaksi hidrolisis akan membentuk ikatan basa lemah dan bersisa ion-ion H+ yang
membuat campuran tersebut bersifat asam. Penelitian FeCl3 kedalam air yang
mendidih karena FeCl3 hanya bisa terionkan dalam suhu yang tinggi. Adapun
bentuk reaksinya sebagai berikut :
FeCl3(aq) + 3H2O(aq) 3HCl(aq) + Fe(OH)3(koloid)
Reaksi diatas terbentuk sol cair atau sol Fe(OH)3 karena berada pada medium
pendispersi yang diperoleh dari reaksi kimia yang dapat ditandai dengan adanya
perubahan warna yang terjadi pada H2O saat pencampuran FeCl3 yaitu berwarna
coklat.
2. Koagulasi
Menurut Mulyanto (2000: 137) kougulasi merupakan salah satu sifat
koloid. Proses kougulasi dilakukan dengan menambah koagulasi kedalam air yang
ditandai dengan terbentuknya gumpalan. Percobaan ini dilakukan penambahan
HNO3 pada air yang berfungsi sebagai katalis sehingga reaktan lebih cepat terjadi
dan untuk memberikan suasana asam pada larutan. Dalam percobaan ini
dilakukan 2 perlakuan yang berbeda, yang pertama gelas kimia dipanasakan
sedangkan yang kedua tidak dipanaskan. Perlakukan yang erbeda dalam
percobaan ini untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap proses koagulasi.
Percobaan koagulasi ini digunakan NaCl encer yang berfungsi untuk membentuk
lapisan sekunder ketika bereaksi dengan AgNO3 membentuk gumpalan Na+ dan
NaCl yang akan berikan dengan NO3- dari AgNO3 membentuk ikatan NaNO3
sedangkan fungsi dari AgNO3 yaitu sebagai pembentuk endapan dari partikel
koloid. Senyawa yang akan terionkan menjadi Ag+ dan NO3- dimana Ag akan
berikatan dengan Cl membentuk AgCl dalam bentuk koloid yang akan terbentuk.
Reaksinya sebagai berikut :
HNO3
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(endapan putih) + NaNO3(aq).
Semakin tinggi suhu yang dimiliki maka semakin cepat pula laju
reaksinya. Begitu pula sebaiknya apabila suhu yang dimiliki pada kurang maka
laju reaksinya pun berjalan lambat yang mengakibatkan hilangnya kestabilan
larutan HNO3 sebagai katalis yaitu zat yang mempercepat laju reaksi pada suhu
tertentu tapi tidak ikut bereaksi.
3. Dispersi
Percobaan ini terdapat dua perlakuan yang berbeda dengan hasil yang
berbeda pula. Dilakukan dua perlakuan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggerusan terhadap proses dispersi pada perlakuan pertama filtrat A,
dimana mencampurkan kanji dengan air lalu diaduk sampai larut tanpa
penggerusan sedangkan pada perlakuan kedua yaitu filtrat B, dimana dilakukan
penggerusan untuk memperoleh partikel yang lebih kecil.
Setelah disaring, pada filtrat A menghasilkan warna bening (tidak
berwarna) dan filtrat B keruh setelah diambahkan iod berubah menjadi biru
keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa larutan pada filtrat A bukan koloid karena
ukuran partikelnya besar sehingga pada saat disaring partikel-partikel yang
ukurannya lebih besar dari koloid tidak dapat melewati kertas saring sedangkan
pada filtrate B adalah koloid karena sebelumnya amilum digerus atau gumpalan
materinya diubah menjadi lebih kecil sehingga tersebar dan berukuran koloid.
Ditambah larutan iod untuk membuktikan adanya amilum atau partikel amilum
dapat bereaksi dengan iod ditandai dengan larutan berwwarna biru keunguan.
4. Emulsi
Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri dari sedikitnya satu cairan
tidak saling campur yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk droplet
atau partikel dengan diameter kira-kira 0,1 m. Emulsi adalah campuran yang tidak
stabil. Percobaan ini benzena dan air ditambahkan kedalam tabung reaksi dan
dikocok. Campuran tersebut membentuk dua lapisan karena adanya perbedaan
kepolaran dan berat jenis. Air bersifat polar daripada benzena. Berat jenis air 1
gr/cm3 sedangkan berat jenis benzena berada 0,89 gr/cm3. Oleh sebab itu, pada
lapisan tersebut benzena berada pada lapisan atas dan air pada lapisan bawah.
Kemudian ditambahkan dengan larutan natrium oleat untuk menstabilkan emulsi
dan bersifat semi polar yang dapat melarutkan larutan polar dan larutaan non
polar. Dalam percobaan ini yang bertindak sebagai medium pendispersi adalah
air, sedangkan terdispersi adalah benzena.
5. Pembuatan gel
Gel adalah campuran koloida antara dua zat berbeda fase, padat dan cair.
Percobaan ini kalsium asetat direaksikan dengan etanol 95o%. Untuk
menghasilkan gel pencampuran kedua bahan ini harus dilkukan secara bersamaan
karena etanol merupakan bahan zat yang mudah menguap sehingga jika tidak
dicampur bersamaan maka tidak akan terbentuk gel. Terbentuk gel yang berwarna
hitam dengan reaksi:
2C2H5OH + Ca(CH3COO)2 → 2CH3COOC2H5 + Ca(OH)2
Setelah terbentuk gel, gel kemudian dibakar dan terbentuk api yang berwarna biru
tapi tidak terlalu nampak. Gel bersifat mudah terbakar. Adapun persamaan
reaksinya:
C2H5OH + 3O2 → 2CO2 + 3H2O
6. Adsorpsi
Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan gula pasir kotor ke dalam air
dalam tabung reaksi lalu ditambahkan norit kemudian dipanaskan oleh air panas
setelah itu dikocok dan disaring. Hal yang didapatkan larutan akhir lebih bening
daripada larutan awal (ketika gula dilarutkan dalam air), hal ini disebabkan karena
norit mengadsorpsi ion sejenisnya sehingga partikel-partikel yang ada pada
larutan gula pasir terserap dan ketika proses penyaringan larutannya akan tampak
lebih jernih.
H. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Pembuatan koloid terdiri atas dua cara yaitu kondensasi dan dispersi.
Kondensasi merupakan proses perubahan molekul-molekul menjadi partikel-
partikel koloid sedangkan cara dispersi merupakan proses perubahan partikel-
partikel besar diubah menjadi partikel-partikel dengan ukuran koloid. Beberapa
contoh koloid dalam percobaan adalah emulsi dan gel. Emulsi merupakan salah
satu sistem koloid ketika suatu zat cair didespersikan pada zat cair lain (yang
tidak saling melarutkan) dan gel adalah sol liofil yang berbentuk setengah
padat dan pembentukannya dapat dianggap sebagai pengendapan sol yang
tidak sempurna.
b. Beberapa sifat koloid pada percobaan ini, yaitu :
1. Koagulasi adalah keadaan ketika partikel-partikel membentuk gumpalan
yang besar atau mengalami penggumpalan.
2. Adsorpsi adalah proses melekatnya suatu zat pada permukaan padatan atau
cairan.
2. Saran
a. Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu memastikan kelengkapan
alat dan bahan serta mengenali fungsi alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Saat melakukan kegiatan percobaan mahasiswa perlu secara teliti mengukur
atau menakar jumlah zat yang digunakan dan diperlukan keterampilan dalam
penggunaan alat untuk mencegah kegagalan dan kecacatan dalam hasil
pengamatan.
c. Saat melakukan kegiatan percobaan diperlukan kerja sama tim yang baik demi
kelancaran dan kesuksesan kegiatan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Atandawu, Novita Rambu. Widihati, Ida Ayu Gede, dan Suarsa, I Wayan. 2013.
Adsorpsi Kation Pb(II) dan Cr(III) Oleh Batu Padas Jenis Ladgestone
Teraktivasi H2SO4 dan NaOH. Jurnal Kimia. Vol.7, No.2: 209.
Keenan, Charles W. Kleinfelter, Donald C dan Wood, Jesse H. 1986. Kimia Untuk
Universitas. Jakarta: Erlangga.
Partana, Crys Fajar. Pratomo Al, Heru. Theresih, Karim, dan Suharto. 2003.
Kimia Dasar 2 Edisi Revisi. Jakarta: JICA.
Sriwahyuni, Heru dan Suryantoro. 2015. Pengaruh Ukuran Butir Koloid Terhadap
Deposisi Koloid pada Tanah Sekitar Fasilitas Penyimpanan Lestari
Limbah Radioaktif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan
Limbah VIII. ISSN 1410-6086: 212-213.